Latar Belakang Pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang dengan pendekatan soft system methodology
2
menyolok dengan UKM di negara-negara maju. Pertanyaannya, kenapa bisa demikian.
Sumber terbesar dari sumbangan output UKM terhadap pembentukan PDB di negara-negara sedang berkembang, bukan produktivitas yang tinggi melainkan
jumlah unit UKM jauh lebih banyak daripada usaha besar Tambunan 2006. Selanjutnya, tingkat daya saing sangat dipengaruhi selain oleh banyak faktor
lainnya juga oleh tingkat produktivitas Tambunan 2008. Saat ini dalam menghadapi persaingan industri, suatu perusahaan dituntut
untuk memiliki daya saing yang lebih baik dari perusahaan lainnya. Namun, tidak semua perusahaan memiliki daya saing tersebut.
Daya saing merupakan suatu konsep yang dipercaya dapat membantu perusahaan untuk memenangkan persaingan tersebut. Kondisi dan alasan inilah,
maka kebijakan promosi UKM di banyak negara baik kebijakan nasional maupun kebijakan dari lembaga-lembaga donor seperti Bank Dunia atau Bank
Pembangunan Asia untuk wilayah Asia dan UNDP, dalam beberapa tahun belakangan ini semakin fokus pada pengembangan UKM dalam rangka
peningkatan daya saing. Menurut Darwin 2003, berbagai model pengembangan UKM telah
dikembangkan di negara-negara maju. Jepang misalnya mengembangkan UKM melalui model ”sub-contracting” artinya perusahaan-perusahaan skala besar
memberikan order kepada perusahaan-perusahaan skala menengah dan kecil untuk jenis-jenis pekerjaan yang tidak ditanganinya sendiri. Sebagai contoh,
perusahaan raksasa mobil Toyota atau Mitsubishi hanya merakit mesinnya saja. Pengerjaan body mobil diserahkan kepada perusahaan subkontraktor skala
menengah, dan pembuatan suku cadang disub-kontrakkan kepada perusahaan skala kecil. Model kemitraan ”sub-contracting” demikian, memungkinkan
perusahaan besar, menengah dan kecil maju secara bersamaan. Model pengembangan UKM lainnya adalah melalui modal ventura. Model
ini dikembangkan untuk membantu UKM yang baru tumbuh dan mempunyai prospek cerah, tetapi tidak mempunyai modal sendiri maupun akses terhadap
perbankan untuk mengembangkan usaha karena ketiadaan agunan atau persyaratan administratif lainnya. Perusahaan modal ventura, dapat memperkuat
3
permodalan UKM melalui penyertaan saham sementara. Setelah UKM berkembang dan mampu ”go public”, maka perusahaan modal ventura melakukan
divestasi atau menarik kembali sahamnya. Pengembangan UKM juga dapat dilakukan melalui model inkubator. Model
ini, UKM diberdayakan dari aspek teknologi atau kemampuan bisnisnya untuk jangka waktu tertentu sampai tiba saatnya dilepaskan untuk dapat bersaing secara
bebas di pasar. Model yang diperkenalkan di Amerika Serikat ini telah diterapkan di China dan berhasil dengan baik.
Sementara itu ”community based development” yakni pengembangan UKM berdasarkan daya dukung masyarakat, dikembangkan dengan sangat berhasil di
Taiwan. Dalam hal ini masyarakat atas inisiatifnya sendiri atau inisiatif pihak pembina masyarakat di suatu lokasi atau daerah tertentu, kemudian pemerintah
akan mendukung dengan berbagai fasilitas yang diperlukan baik infrastruktur maupun akses terhadap permodalan.
Salah satu strategi pengembangan UKM yang sangat baik untuk diterapkan di negara-negara berkembang adalah pengelompokan clustering. Tambunan
2002 menyatakan, kerja sama dan sekaligus persaingan antar sesama UKM di subsektor yang sama di dalam suatu kelompok klastersentra akan meningkatkan
efisiensi bersama collective efficiency dalam proses produksi, spesialisasi yang fleksibel flexible specialization, dan pertumbuhan yang tinggi.
Pengembangan klaster sentra di beberapa negara, telah menjadi contoh terbaik atau best practices dalam meningkatkan daya saing UKM. Di Italia,
khususnya di Italia bagian tengah-utara sebagai pusat pergerakan jejaring klaster UKM. Menurut Hatch 2000, bahwa pada awal tahun 1980-an pusat
pertumbuhan yang pesat di daerah Emilia-Romagna dan sekitarnya menjadi perhatian para pakar di kawasan Eropa dan Amerika. Hasil studi menunjukkan
pertumbuhan yang pesat di daerah ini terjadi karena kerja sama yang kuat antara asosiasi bisnis, dukungan teknologi, dan keinginan belajar dari pengalaman kerja
sama dalam jejaring melalui klaster UKM yang telah mendukung keberhasilan tersebut.
Keberhasilan di bagian tengah-utara Italia, telah mendorong para pakar untuk melakukan kajian dalam pengembangan jejaring UKM melalui klaster.
4
Denmark diantaranya telah mengambil konsep Italia, untuk diterapkan dalam proyek pengembangan UKM pada tahun 1989 melalui pendekatan klaster.
Pendorong keberhasilan pengembangan jejaring bisnis melalui klaster UKM di Denmark adalah peran dari ”the Danish Technological Institute”. Secara prinsip,
program pengembangan jejaring bisnis dilakukan secara transparan melalui media massa cetak dan elektronik. Program pengembangan ini juga mengajak pelaku
bisnis sukses dan tentunya dukungan pemerintah dalam bentuk hibah untuk pengembangan jejaring produk baru atau memasuki pasar baru, dan program
pelatihan bagi pialang jejaring bisnis guna mendorong kerja sama diantara UKM. Salah satu proyek jejaring bisnis dengan pendekatan klaster yang juga
sangat penting di Chile adalah proyek yang dikembangkan oleh ”the Chilean SME
Assistance Agency, SERCOTEC” pada akhir tahun 1990. Proyek ini disebut
”Chile’s Proyectos de Fomento or PROFO program”, dan ditujukan untuk mengorganisasikan 10 sampai 30 UKM dalam kelompok untuk mendorong kerja
sama dan menstimulus permintaan layanan SERCOTEC. Dalam rangka memfasilitasi UKM, SERCOTEC menunjuk dan membayar
penuh manajer yang melayani setiap kelompok. Tugas manajer adalah mengkoordinasikan layanan dari business development service BDS providers,
aktivitas kelompok seperti kunjungan ke salah satu pabrik dan transportasi ke pameran dagang, serta promosi aktivitas bisnis kelompok klaster. Proyek ini
sudah berkembang 16 sentraklaster PROFO, sampai dengan tahun 2000. Pengembang sentraklaster di India yaitu Development Alternatives Inc.
DAI, melalui bantuan USAID dengan proyek Microenterprise Best Practice telah mengembangkan program kaji tindak yang melibatkan klaster perusahaan
kecil-kecil di bagian utara kota-kota dan desa-desa di India. Upaya ini, ditujukan untuk membangun jejaring yang efektif antara usaha mikro, kecil, dan menengah.
Selanjutnya seperti di negara-negara lain, pendekatan pengembangan jejaring UKM dengan klaster juga melibatkan pialang bisnis, BDS Providers, dan
dana padanan untuk memacu percobaan produk dan pasar baru. Kepercayaan antar pengusaha dan adanya kemauan yang keras untuk bekerja sama, menjadi
kunci penting bagi suksesnya pengembangan klaster UKM untuk mendorong terjadinya jejaring bisnis.
5
Peranan BDS Providers disisi lain juga sangat penting, oleh karena itu setiap BDS Providers harus menguasai operasionalisasi bisnis secara rutin. Selanjutnya
secara konsepsi disadari, bahwa pemanfaatan layanan BDS secara bersama dalam kelompok menjadi semakin ringan apabila jumlah UKM dalam sentra atau klaster
semakin besar. Belajar dari pengalaman negara lain, tim studi JICA yang dipimpin oleh
Hajime 2003 telah melakukan kajian selama dua tahun di Indonesia 2002-2003 tentang ”Strengthening Capacity of SME Cluster”. Tim studi JICA ini
mengusulkan ”Master Concept and Strategy for SME Cluster Development from Lessons Learnt”. Tim ini telah mengkaji 10 sentra UKM di Jawa yaitu 1 sentra
logam di Tegal, Sukabumi, dan Sidoarjo; 2 sentra furniture kayu di Klaten; 3 sentra gambir di Harau-50 Kota; 4 sentra minyak atsiri vetiver di Garut; 5
sentra pandai besi pembuatan alat-alat pertanian blacksmith di Tanjung Batu; 6 sentra tahu dan tempe di Mampang-Jakarta dan Bekasi; dan 7 sentra batu bata
dan genteng di Kebumen. Berdasarkan sepuluh sentra di atas, selanjutnya tim studi JICA memilih tiga
sentra yaitu sentra logam di Sidoarjo, sentra furniture kayu di Klaten, dan sentra batu bata dan genteng di Kebumen untuk dikaji dan diamati secara rutin dan
seksama. Hasil kajian didapatkan bahwa dalam rangka memperkuat klaster UKM, maka perlu membangun kerja sama dengan prinsip 3 C competitionpersaingan,
cooperation kerja sama, dan concentrationpemusatan.
Competition diharapkan untuk transparansi pemanfaatan informasi, masalah
aspek legal, dan pengembangan model yang dinamis, dan penguatan kapasitas. Berdasarkan pendekatan ini, maka masa depan sentraklaster akan menjadi acuan
dalam membangun daya saing UKM. Cooperation ditujukan untuk meningkatkan kerja sama yang lebih selektif dan efektif, pendidikan dengan pendekatan model
bisnis yang dinamis, dan kemitraan antara pemerintah, akademisi dan bisnis yang lebih erat. Concentration ditujukan agar pengembangan sentraklaster dilakukan
dengan kerja keras, dan pendekatan lebih fokus pada sektor yang memberikan pengaruh ganda multiplier effect yang lebih besar.
Sentra UKM perikanan di Indonesia hampir semuanya merupakan sentra UKM tradisional, dimana sentra ini terdiri dari unit usaha inti yaitu produsen
6
produk utama sentra dan usaha penunjang seperti pemasok bahan baku, subkontraktor dan pedagang perantara. Pembentukan sentra UKM merupakan
salah satu kebijakan yang diterapkan pemerintah untuk dapat memajukan UKM. DKP 2006 menyatakan, bahwa sentra industri pengolahan hasil perikanan
merupakan kumpulan dari beberapa unit pengolahan ikan UPI yang berada pada posisi yang sama dalam mata rantai nilai.
Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM, telah menjadikan pengembangan sentra sebagai kebijakan dan program strategis dalam
pemberdayaan UKM. Taufik 2004 menyatakan, bahwa sampai tahun 2004 melalui fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM telah dikembangkan sebanyak
1006 sentra UKM yang bergerak di berbagai sektor. Bertitik tolak dari karakteristik dan kelemahan dari usaha UKM, maka
pemerintah dalam mengembangkan sentra juga mengembangkan business development services provider
BDSP serta fasilitasi pembiayaan bagi UKM melalui pengembangan sistem pembiayaan dana bergulir yang disalurkan oleh
lembaga koperasi simpan pinjam KSP atau unit simpan pinjam koperasi USP. Ketiga komponen ini yaitu sentra, BDS, dan KSPUSP dikembangkan secara
terintegrasi untuk memberdayakan UKM, dimana strategi ini dikenal dengan istilah pemberdayaan UKM berbasis sentra.
Pengembangan sentra ini, tentu menjadi bagian penting dari upaya memberdayakan UKM lebih lanjut menuju bentuk klaster. Sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan aktivitas bisnis dalam sentra, usaha-usaha baru dengan berbagai cakupan bisnis yang menunjang aktivitas sentra akan
berkembang. Selanjutnya, untuk sentra yang prospektif akan membutuhkan aktivitas usaha di sektor penyedia bahan baku, pemasaran, penelitian dan
pengembangan, pengujian mutu, asuransi, dan lain sebagainya sebagai bentuk dari sebuah klaster.
Sejauh ini keberadaan klaster yang ideal di tanah air, utamanya yang melibatkan UKM masih belum berkembang. Pendekatan pengembangan sentra
secara terintegrasi dengan pelayanan keuangan melalui koperasi serta layanan konsultasi manajemen, diharapkan pola pemberdayaan UKM seperti ini dapat
menjadi penggerak tumbuhnya berbagai kegiatan usaha dalam suatu kawasan
7
menuju tumbuhnya klaster. Model klaster yang ideal adalah sinergi beberapa aktivitas usaha UKM yang saling terkait, baik dari aspek proses produksi yang
melibatkan UKM di sektor hulu sampai hilir, maupun usaha jasa yang dikembangkan oleh UKM sebagai penunjang aktivitas bisnis dalam klaster.
Unit usaha sentra di Desa Kenanga Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat, merupakan wilayah sentra produksi pembuatan kerupuk ikan dan udang.
Unit usaha sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang tersebut, merupakan unit usaha inti dalam sentra industri pengolahan kerupuk. Menurut
DKP 2008 bahwa pengembangan unit usaha inti dalam sentra, diharapkan akan mampu meningkatkan kapasitas usaha berskala ekonomi dengan kelembagaan
yang kuat serta dikelola secara profesional dengan akses dan penetrasi pasar yang kuat dan berdaya saing, serta mampu berproduksi lebih efisien dalam kawasan
pengembangan. Kerupuk ikan dan udang merupakan makanan kering dengan bahan baku
ikan dicampur dengan tepung tapioka dan bumbu yang sangat digemari masyarakat, karena mengandung nilai gizi yang tinggi. Makanan ini sering
digunakan sebagai pelengkap ketika bersantap, ataupun sebagai makanan ringan camilan. Bahkan untuk jenis makanan khas tertentu selalu dilengkapi dengan
kerupuk. Makanan ini menjadi kegemaran masyarakat dikarenakan rasanya yang enak, gurih, dan renyah. Selain rasa yang enak tersebut, menurut Saraswati 1986
kerupuk ikan dan udang juga memiliki kandungan zat-zat kimia yang diperlukan oleh tubuh manusia. Komposisi zat kimia dalam kerupuk ikan dan udang disajikan
dalam Tabel 1. Menurut Saraswati 1986 kandungan protein kerupuk ikan dan udang tidak
jauh berbeda, sedangkan kandungan vitamin pada kerupuk ikan lebih rendah dibanding kerupuk udang. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein pada
ikan tidak banyak yang hilang setelah mengalami pengolahan, jika dibandingkan dengan kerupuk udang, dan kerupuk udang lebih kaya kandungan dalam semua
unsur kimia yang diperlukan oleh tubuh manusia.
8
Tabel 1 Komposisi kerupuk ikan dan udang per 100 gram
Komponen Kerupuk Ikan Kerupuk Udang
Karbohidrat 65.6
68.0 Air
16.6 12
Protein 16
17.2 Lemak
0.4 0.6
Kalsium mg100 gram 2
3.3 Fosfor mg100 gram
20 33.7
Besi mg100 gram 0.1
1.7 Vitamin A mg
- 50
Vitamin B mg -
0.04
Sumber: Saraswati 1986
Kerupuk ikan dan udang merupakan produk yang dijadikan sebagai salah satu produk unggulan Kabupaten Indramayu, dan sampai saat ini masih terus
berkembang sebagai salah satu satu penghasil kerupuk ikan dan udang terbesar di Indonesia. Usaha pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, banyak
tersebar di wilayah sentra industri pengolahan kerupuk di Desa Kenanga Blok Dukuh, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.
Saat ini jumlah pengolah kerupuk ikan dan udang di Indramayu sebanyak 34 unit pengolahan ikan UPI, yang terdiri dari 26 UPI skala usaha kecil dan 8 UPI
skala usaha menengah. Total produksi kerupuk mencapai 1005-1240 ton per bulan atau 40-50 ton per hari.
Proses pembuatan kerupuk ikan dan udang, sangat sederhana dan mudah diusahakan. Pengolahan kerupuk ini, disamping dapat diusahakan dengan
peralatan modern, juga dapat dijalankan dengan peralatan sederhanatradisional. Berdasarkan skala usaha, industri pengolahan kerupuk ikan dan udang dapat
dilakukan oleh skala usaha besar, menengah, kecil, maupun mikro. Perbedaan utama dari skala usaha tersebut adalah pada teknologi dan pangsa
pasarnya. Perusahaan skala usaha besar dan menengah, dalam proses produksinya menggunakan peralatan dengan teknologi modern dan semi modern dengan
pangsa pasar tersebar baik di daerah lokal maupun daerah lain bahkan ekspor.
9
Berbeda dengan perusahaan skala usaha kecil dan mikro, sebaian besar menggunakan peralatan dengan teknologi sederhanatradisional dan pangsa pasar
yang masih terbatas pada pasar lokal. Bank Indonesia 2007 menyatakan bahwa dilihat dari aspek ekonomi, usaha
pengolahan kerupuk ikan dan udang merupakan bisnis yang menguntungkan. Peluang pasar dalam negeri, maupun ekspor untuk komoditi
ini masih sangat terbuka. Hal ini dikarenakan kerupuk ikan dan udang merupakan konsumsi sehari-
hari masyarakat, sehingga permintaan untuk kerupuk ikan dan udang relatif stabil bahkan cenderung mengalami peningkatan. Selain mampu meningkatkan
pendapatan bagi pengusaha, usaha ini juga mampu membantu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar yang akhirnya berpengaruh pada perekonomian
daerah. Usaha pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu dilihat dari aspek
sosial, mempunyai dampak sosial yang positif. UKM sentra industri ini mampu menyerap tenaga kerja dari lingkungan sekitar unit pengolahan. Secara tidak
langsung, hal ini merupakan upaya penciptaan lapangan kerja yang mengurangi jumlah pengangguran di wilayah Indramayu.
Seiring dengan perkembangan usahanya, UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu banyak mengalami permasalahan sehingga
mengakibatkan daya saingnya rendah. Permasalahan yang sering dijumpai adalah penurunan produksi kerupuk pada saat musim hujan, ditambah dengan
keterbatasan modal usaha, teknologi, dan akses pasar merupakan kelemahan yang mendasar.
Kondisi tersebut, selaras dengan beberapa hasil kajian atau penelitian. Hasil kajian BPS 2008 mengemukakan, permasalahan UKM yaitu masih rendahnya
produktivitas karena tingkat keterampilan dan teknologi yang digunakan pada keseluruhan proses usaha masih sederhana. Kemeneg Kop dan UKM 2004
menyatakan, hambatan yang selalu membelenggu kemajuan UKM adalah lemahnya kemampuan untuk mengelola dan mengakses ke berbagai sumber daya
produktif sumber informasi, pangsa pasar, penguasaan dan pemanfaatan teknologi, dan mengembangkan organisasi dan manajemen.
10
Persoalan yang dihadapi UKM menurut Riyadi 2001 antara lain 1 rendahnya produktivitas, sumber daya manusia dan manajemen yang belum
profesional, kurang tanggap terhadap perubahan teknologi dan kurangnya permodalan; dan 2 akses pasar yang belum memadai, termasuk di dalamnya
jaringan distribusi yang berfungsi sebagai jalur pemasaran belum berjalan efisien. Supraptini 2011 menyatakan, bahwa UKM menghadapi permasalahan
dalam membangun kemampuan inovasi karena penguasaan keterampilan dan adopsi teknologi yang kurang memadai bagi efektivitas dan efisiensi proses
bisnisnya. Kelemahan substansial yang dimiliki adalah proses pembelajaran dalam mengadopsi keterampilan dan teknologi baru. Sebagian persoalan tersebut,
sebenarnya tidak terlepas dari kendala internal yang dihadapi. Terbatasnya kompetensi sumber daya manusia, akses permodalan, dan teknologi merupakan
kelemahan utama. Berdasarkan hasil pengamatan Hoesada 2008, terdapat beberapa hal yang
menghambat pembinaan UKM di Indonesia. Penghambat yang dialami UKM umumnya bersifat internal, yaitu kualitas sumber daya manusia yang masih
rendah, kelemahan dalam struktur permodalan, dan kelemahan dalam mengakses permodalan, termasuk dalam manajemen modal kerja. Dalam rangka menghadapi
permasalahan tersebut dan untuk meningkatkan daya saing melalui sumber daya yang dimilikinya, maka UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang
di Indramayu perlu membuat strategi pengembangan yang komprehensif, integratif, dan fleksibel agar mampu bertahan dalam memenangkan persaingan
usaha di masa yang akan datang. Dunia usaha saat ini, menghadapi lingkungan persaingan yang sangat
kompleks dan sangat bergejolak yang digambarkan sebagai lingkungan di mana produk baru, teknologi baru, dan pesaing baru secara konstan mengancam
stabilitas pasar Hooley et al. 2000. Kondisi persaingan seperti ini, pelanggan sangat menuntut untuk memperoleh tingkat kualitas yang tinggi dengan harga
murah. Selanjutnya, pengusaha dituntut untuk mengembangkan orientasi pasar agar dapat bertahan dalam lingkungan yang dinamis dan bergejolak tersebut.
Perkembangan dunia usaha dalam bidang perusahaan industri yang berubah dengan cepat, memerlukan metode perencanaan strategis yang memberikan
11
perhatian besar dalam mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi di masa depan. Penerapan perencanaan strategis merupakan suatu kebutuhan yang
mendesak dan harus dilaksanakan semaksimal mungkin, mengingat lingkungan juga selalu berubah dan masa depan kian sulit diprediksikan. Berdasarkan kondisi
tersebut di atas, maka saat ini dan di masa depan pengembangan UKM dalam rangka mendukung daya saing menjadi sesuatu yang sangat penting bagi UKM
sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Daya saing sendiri adalah suatu konsep yang merujuk pada komitmen
terhadap persaingan pasar dalam kasus perusahaan atau industri, dan keberhasilan dalam persaingan internasional dalam kasus negara atau daerah. Menurut Meso
dan Smith 2000, diacu dalam Fitriati 2012 dalam kasus perusahaan, daya saing sering digunakan sebagai aset strategik yang menghalangi perusahaan lain untuk
dapat memasuki pasar dengan produk atau keunggulan yang sama. Pada level perusahaan, daya saing dapat dilihat berdasarkan 1 pandangan berbasis pasar
atau market based view MBV; dan 2 pandangan berbasis sumber daya atau resource based view
RBV. Perspektif MBV dan RBV ini, merujuk pada keunggulan kompetitif berkelanjutan bagi perusahaan Roquebert et al. 1996,
Makhija 2003, diacu dalam Fitriati 2012. Pemaknaan daya saing pada tiap tingkatan, saling terkait secara erat.
Selanjutnya, penelitian ini menggunakan pendekatan riset tindakan action research
berbasis soft system methodology SSM yang melihat fakta lapangan real world sebagai sistem yang terdiri dari sub sistem yang saling berhubungan
satu sama lain interconnected dan interrelated. Checkland 1988 menyatakan, SSM merupakan alat untuk mengamati fakta lapangan yang tidak beraturan
messy, rumit complex, misterius, dan holons, dan kemudian menganalisa, serta membuat kesimpulan terhadap apa yang diamati.
Holon itu sendiri merupakan serba sistem aktivitas manusia human activity
systems , yang ditentukan sebagai cara yang membuat mereka menemukan
karakteristik dari keseluruhan yang dikembangkan melalui berpikir serba sistem system thinking. Pendekatan yang melihat fakta lapangan sebagai sistem,
menjelaskan bahwa kehadiran berbagai sistemsubsistem dalam fakta lapangan, terbentuk karena aktor-aktor yang saling berinteraksi dalam fakta lapangan,
12
memiliki tentang berpikir serba sistem sendiri, yang selanjutnya pemikiran serba sistem aktor-aktor membuat fakta lapangan yang holons, rumit, dan misterius
tersebut. Checkland 1981 menyatakan, bahwa dengan mencoba menjelaskan fakta
lapangan melalui berpikir serba sistem aktor-aktor yang saling berinteraksi, pendekatan SSM mencoba menawarkan suatu pendekatan yang dapat menangkap
hal-hal yang bersifat tidak terstruktur soft ill structured. Selanjutnya, Checkland dan Poulter 2006 menyebutnya sebagai
‘pertarungan’ sudut pandang clashes of world view
. Sehubungan hal tersebut, maka fakta lapangan tidak dapat disederhanakan
dalam variabel, dimensi, maupun indikator. Mengingat fakta lapangan yang tidak beraturan, rumit, holons, mengandung juga hal-hal yang bersifat tidak terstruktur
ill structured. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor UKM, bertujuan untuk
meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UKM di dalam proses pembangunan nasional khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan
pemerataan pembangunan melalui perluasan kerja dan peningkatan pendapatan. Sehubungan hal tersebut, pengembangan UKM sering dianggap secara tidak
langsung sebagai kebijakan penciptaan kesempatan kerja, atau kebijakan redistribusi pendapatan Tambunan 2002, diacu dalam Djamhari 2004.
Rahman 2006 menyatakan, bahwa kerangka utama dalam upaya menetapkan kebijakan pengembangan dan perkuatan UKM dapat dimulai dari
upaya untuk mengidentifikasi pola dasar dalam pengembangan UKM. Bentuk tingkatan dalam kebijakan UKM yang akan berpengaruh terhadap proses
operasinya sehari-hari, yaitu kebijakan pada tingkatan mikro micro level policies
, tingkatan makro macro level policies dan tingkatan meso meso level policies
. Identifikasi kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan ketiga pola dasar
kebijakan pengembangan UKM tersebut, sangat diperlukan untuk mengetahui apa saja prioritasfokus kebijakan pengembangan UKM yang dapat ditetapkan. Hal ini
tentunya dilakukan berdasarkan kebutuhan dan fakta, serta kondisi riil yang terjadi pada UKM di Indonesia.
13
Nee 2003 mengemukakan konsep yang mengintegrasikan ketiga tataran makro, meso, dan mikro dalam model the new institutionalism in economics and
sociology NIES. Skema model kausal bertingkat causal multilevel dalam
NIES, menjelaskan bahwa institusilembaga baru new institutionalism dalam sosiologi ekonomi saling berhubungan.
Model NIES menunjukkan mekanisme kausal yang beroperasi di kedua arah, dari makro ke mikro dan mikro ke tingkat makro analisis. Mekanisme kausal
penting dalam analisis ekonomi untuk menentukan struktur insentif organisasi dan perusahaan yang terintegrasi dengan aturan formal dan informal di level meso
organisasi dan level mikro kelompok sosial dan individu, sehingga setiap tataran memiliki analisis hubungan kausal yang berbeda dengan institusi yang
terkait di dalamnya. Beberapa kota di Indonesia, dalam konteks daya saing pada tataran makro,
meso, dan mikro ini telah menunjukkan keberhasilan karena memadukan tiga tataran tersebut. Kota Solo dan Yogyakarta yang terkenal dengan kota pariwisata
dan budaya. Kota Jember terkenal dengan keberhasilan bidang fashion dan kota karnaval kelas dunia. Kota Surabaya terkenal dengan kota terbersih di Indonesia
dan kota terbaik se-Asia Pasifik versi Citynet. Kota Cimahi telah menjadi contoh praktik terbaik kota kreatif dalam upaya meningkatkan daya saing kota dengan
memadukan kerangka kelembagaan pada tiga tingkat tataran Kompas 1272012, diacu dalam Fitriati 2012. Selanjutnya praktik keberhasilan dalam memadukan
tiga tataran tersebut, menginspirasi pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, Jawa Barat.