Analisa dan desain model knowledge management pada sekolah menengah atas (studi kasus SMAN 3 Tangsel) )

(1)

SKRIPSI

ANALISA DAN DESAIN MODEL KNOWLEDGE

MANAGEMENT PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (STUDI KASUS: SMAN 1 TANGSEL DAN SMAN 3 TANGSEL)

Disusun Oleh:

REZA FATAHILLAH 107093002904

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ANALISA DAN DESAIN MODEL KNOWLEDGE

MANAGEMENT PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (STUDI KASUS: SMAN 1 TANGSEL DAN SMAN 3 TANGSEL)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Menyelesaikan Studi Akhir

Program Strata Satu (S1) Program Studi Sistem Informasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun oleh :

REZA FATAHILLAH 107093002904

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Analisa dan Desain Model Knowledge Management pada Sekolah

Menengah Atas (Studi Kasus: SMAN 1 Tangsel dan SMAN 3 Tangsel)” telah

diujikan dan dinyatakan lulus dalam sidang munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 October 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) program Studi Sistem Informasi.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Nur Aeni Hidayah, MMSI NIP. 19750818 200501 2 008

Elsy Rahajeng, MTI

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP 19680117 200112 1 001

Suci Ratnawati, MTI

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ketua Program Studi Sistem Informasi

Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP 19680117 200112 1 001

Nur Aeni Hidayah, MMSI NIP. 19750818 200501 2 008


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAUPUN LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Desember 2011

Reza Fatahillah 107093002904


(5)

ABSTRAK

REZA FATAHILLAH, Analisa dan Desain Model Knowledge Management

pada Sekolah Menengah Atas (studi kasus: SMAN 1 Tangsel dan SMAN 3 Tangsel).

Di bawah bimbingan SYOPIANSAH JAYA PUTRA dan SUCI RATNAWATI.

Pendidikan merupakan sebuah aset penting bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Kualitas tersebut dapat di lihat dari kemampuan lulusan suatu lembaga pendidikan. Hal ini sejalan dengan hasil yang ingin dicapai dari dinas pendidikan, yaitu mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat dan berdaya saing dalam kehidupan global. Untuk menciptakan tujuan tersebut, dinas pendidikan nasional membuat suatu standar pendidikan yang tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional. Sekolah yang telah memenuhi standar tersebut menjadi sekolah dengan status SSN (Sekolah Standar Nasional). Sedangkan untuk bersaing di

dunia global, sekolah harus memiliki nilai “plus” selain terpenuhinya standar-standar pendidikan nasional, sehingga suatu sekolah yang memiliki nilai plus termasuk ke dalam sekolah dengan status RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Karena adanya status SSN dan RSBI menyebabkan perbedaan kualitas kemampuan yang dimiliki sekolah dalam melakukan pengelolaan knowledge. Dikarenakan knowledge merupakan suatu keunggulan kompetitif yang dapat membantu peningkatan kinerja serta kompetensi tiap individu dalam berbagi, maka salah satu strategi yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan knowledgemanagement (KM). dengan mengelola pengetahuan tidak hanya meningkatkan pengetahuan seluruh organisasi, namun juga meningkatkan kualitas pengetahuan didalamnya. Dengan dibantu alat analisa SWOT dan analisa K-Gap akan diketahui analisa lingkungan internal dan eksternal serta kesenjangan pengetahuan yang ada antara sekolah SSN dengan RSBI. Tahap desain model KM menggunakan SSM (Soft system methodology) hanya sampai pada tahap keenam, SSM yaitu suatu metode yang digunakan untuk permodelan proses di dalam organisasi dan lingkungannya, SSM sering digunakan untuk permodelan pada manajemen perubahan di mana organisasi pembelajar merupakan manajemen perubahan. Sehingga hasil dari penelitian ini bisa memberikan gambaran dan alur proses pada tenaga pendidik di sekolah menengah atas, khususnya pada daerah Tangerang Selatan dalam melakukan akuisisi serta berbagi pengetahuan, agar

tacit knowledge yang dimiliki tiap individu tenaga pendidik dapat terkelola dengan baik

dan sekolah bisa menjadi organiasi pembelajar.

Kata Kunci: Knowledge Management (KM), Soft system methodology (SSM),

K-Gap, SWOT, Tacit, organisasi pembelajar.

5 bab + 118 hal + xiv hal + 20 Gambar + 10 Tabel+5 Lampiran Pustaka Acuan (30, 2005-2009)


(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim…

Alhamdulillahi rabbil‟aalamiin, segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian skripsi ini. Shalawat serta salam juga disampaikan kepada nabi Muhammad SAW, semoga kita bisa menjadi salah satu umatnya yang terbaik.

Skripsi merupakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana komputer dari program studi Sistem Informasi/Teknik Informasi di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan judul Skripsi

ANALISA DAN DESAIN MODEL KNOWLEDGE MANAGEMENT PADA

SEKOLAH MENENGAH ATAS (STUDI KASUS: SMAN 1 TANGSEL DAN

SMAN 3 TANGSEL)”, telah mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, baik materi maupun non-materi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih kepada;

1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Jakarta dan sebagai dosen pembimbing pertama yang telah banyak membantu dan memberikan arahan terbaik dalam penelitian.

2. Ibu Nur Aeni Hidayah, MMSI., selaku Ketua Program Studi Sistem Informasi Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Jakarta. yang telah banyak membantu dalam proses akademik.

3. Ibu Suci Ratnawati, MTI sebagai dosen pembimbing kedua yang juga telah banyak membantu dan memberikan semangat dan arahan terbaik dalam penelitian.

4. Kedua orang tua tercinta, serta adik dan kakak yang telah membantu dalam doa dan dukungan yang luar biasa sehingga dapat memperoleh gelar sarjana komputer.

5. Ibu Aan (Wakasek Humas SMAN 3 Tangsel) dan Bapak Rohman (Wakasek Humas SMAN 1 Tangsel) beserta seluruh guru-guru lainnya yang ikut membantu dan berpartisipasi dalam penelitian.

6. Keluarga besar Fosma165 UIN Jakarta, Fosma165 Nasional, KAHFI AL-Karim,


(7)

dikirimkan hingga hari ini yang telah memberikan dukungan semangat dan motivasi hebat dalam menjalani setiap waktu yang ada.

7. Seluruh keluarga besar Sistem Informasi 2007, spesial untuk sahabat-sahabat SIC 2007, SIK B 2007, dan temen-teman seperjuangan KKN BISA 2010 (Hafiz,

Dodi, Anis, Siti, Eka, Ratna, Vio, Rara, Yuyun, Kiki, Puput, Mayang, Nurul, K‟

Raudha, K‟DJ, Raja, Hasyim dan Fuad) terima kasih dengan kekeluargaan dan bantuannya hingga akhir. Kalian memang orang-orang hebat.

8. Sahabat-sahabat spiritual, rogo, zhya, mas fahmi, mas dika, rizka, citra, rizky, arin, ayie, jaenal, dani, amar, mpo nina, jeung tut, mas satria, bang wildan, abe, bun meta, nek isty, rianty, nyun, qubil, gitchil, luluth, giri, fiki, ismet, ratna, angga, iben, dion, teh cin, romi. Monic, ucup, dika, sapto, hani, azka, galuh, kiki, friska, Susi Maya, Asih, Damar, Ali, Tong Heri, Dini, Evi, Septa, eko, serta rekan-rekan M2M lainnya dengan bersama kalian lah penelitian ini hidup. Teruskan perjuangan dan lanjutkan apa yang sudah kita impikan.

Rekan-rekan yang meneliti dan yang mau menjadikan Knowledge Management sebagai penelitian. Kalian pasti bisa dan mendapatkan pengetahuan yang luar biasa dari ilmu ini. Semangat.! Saran dan kritik bisa dikirim ke email: rfatahillah@ymail.com. Terima kasih.

Jakarta, Desember 2011

Reza Fatahillah NIM : 107093002904


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAKS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.6 Metode Penelitian ... 7

1.6.1 Metode Pengumpulan Data ... 7

1.6.2 Metode Analisis ... 9

1.6.3 Metode Desain Sistem ... 9

1.6.4 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI DAN GAMBARAN UMUM 2.1 Memahami Pengetahuan ... 13


(9)

2.1.1 Definisi Data, Informasi, dan Pengetahuan ... 13

2.1.1.1Data ... 13

2.1.1.2Informasi ... 13

2.1.1.3Pengetahuan ... 14

2.1.2 Jenis-jenis Pengetahuan ... 15

2.1.3 Tingkat Pengetahuan ... 16

2.1.4 Konversi Pengetahuan ... 17

2.1.5 Knowledge Management ... 20

2.2 Akuisisi Pengetahuan ... 21

2.3 Organisasi Pembelajar ... 22

2.4 Karakteristik Disiplin Organisasi Pembelajar ... 24

2.5 Analisa SWOT ... 26

2.6 Matriks Threats-Opportunitties-Weaknesses-Strengths ... 27

2.7 Knowledge Gap (Kesenjangan Pengetahuan) ... 29

2.7.1 Analisis Kesenjangan Pengetahuan ... 29

2.7.2 Pengetahuan Wajib dan Pilihan bagi Karyawan .... 31

2.7.3 Kesenjangan Pengetahuan ... 31

2.8 Strategi Pengelolaan Pengetahuan ... 32

2.9 SSM (Soft System Methodology) ... 33

2.10 Pengukuran Data ... 35

2.10.1 Jenis Statistik ... 36

2.10.2 Jenis Data ... 36


(10)

2.11 Ruang Lingkup Standar Nasional Pendidikan ... 40

2.12 Definisi dan Sejarah ISO 9001:2008... 42

2.13 Profil Pendidikan Nasional ... 45

2.13.1 Visi dan Misi Pendidikan Nasional ... 46

2.13.1.1Visi Pendidikan Nasional ... 46

2.13.1.2Misi Pendidikan Nasional ... 46

2.13.2 Reformasi Pendidikan ... 47

2.14 Infrastruktur ICT ... 50

2.14.1 Arsitektur Hardware ... 50

2.14.2 Arsitektur Jaringan Komputer ... 54

2.14.2.1 Klasifikasi Jaringan Komputer ... 54

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data ... 55

3.1.1 Observasi ... 55

3.1.2 Wawancara ... 55

3.1.3 Kuesioner ... 57

3.1.4 Studi Literatur Sejenis ... 57

3.2 Metode Desain Model Knowledge Management ... 58

3.2.1 Mendefinisikan Situasi Riil ... 59

3.2.2 Mengekpresikan Situasi Permasalahan ... 60

3.2.3 Menganalisa Root Definition (CATWOE) ... 60


(11)

3.2.5 Membandingkan Model Konseptual dengan situasi

Riil ... 61

3.2.6

Mengusulkan Model Usulan ... 61

3.3 Kerangka Berfikir ... 62

BAB IV ANALISA DAN DESAIN MODEL KM 4.1 Mendefinisikan Situasi Riil ... 63

4.1.1 Proses Bisnis ... 63

4.1.2 Analisa Sosial ... 64

4.1.2.1 Analisa Internal ... 65

4.1.2.2 Analisa Eksternal... 67

4.1.3 Identifikasi Knowledge ... 70

4.1.4 Analisa SWOT ... 71

4.1.5 Analisa K-GAP ... 76

4.2 Mengekpresikan Situasi Permasalahan ... 79

a. SMAN 3 Tangsel (RSBI) ... 79

b. SMAN 1 Tangsel (SSN) ... 80

4.3 Menganalisa Root Definition ... 82

4.4 Membangun Model Konseptual ... 83

4.5 Membandingkan Model Konseptual Dengan Situasi Riil ... 90

4.5.1 Disiplin Visi Bersama (Shared Vision) ... 91

4.5.2 Disiplin Model Mental (Mental Model) ... 94


(12)

4.5.2.2Strategi Benchmark ... 96

4.5.3 Disiplin Penguasaan Pribadi (Personal Mastery) dan Disiplin Pembelajaran Tim (Team Learning) ... 98

4.5.4 Disiplin Berpikir Sistemik (System Thinking) ... 104

4.6 Mengusulkan Model Usulan Desain Knowledge Management System ... 105

4.6.1 System Definition ... 105

4.6.2 Software ... 106

4.6.3 Database ... 112

4.6.4 Hardware... 115

4.6.5 Networking ... 116

4.6.6 Brainware ... 118

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 121

5.2 Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hierarki dari Data ke Pengetahuan ... 15

Gambar 2.2 SECI Model ... 18

Gambar 2.3 Model Organisasi Pembelajar ... 23

Gambar 2.4 Kerangka Kesenjangan Pengetahuan Zack ... 32

Gambar 2.5 Model SSM P. Checkland ... 33

Gambar 2.6 Arsitektur Tersentralisasi ... 51

Gambar 2.7 Arsitektur Desentralisasi ... 52

Gambar 2.8 Arsitektur Client/Server ... 53

Gambar 3.1 Model SSM P. Checkland ... 58

Gambar 3.2 Kerangka Berfikir Penelitian... 62

Gambar 4.1 Alur Akuisisi dan Berbagi Pengetahuan (SMAN 3 Tangsel)... 80

Gambar 4.2 Alur Akuisisi dan Berbagi Pengetahuan (SMAN 1 Tangsel)... 81

Gambar 4.3 Rich Picture Akuisisi dan Berbagi Pengetahuan SMA... 82

Gambar 4.4 Model Konseptual ... 84

Gambar 4.5 Karakteristik Lima Disiplin Pembelajaran ... 91

Gambar 4.6 Rich Picture Usulan SECI Model... 103

Gambar 4.7 Rich Picture Usulan Akuisisi dan Berbagi Pengetahuan SMA ... 104


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Matriks TOWS ... 29

Tabel 2.2 Keuntungan Arsitektur Client/Server ... 53

Tabel 4.1 SWOT SMAN 3 Tangsel ... 72

Tabel 4.2 SWOT SMAN 1 Tangsel ... 74

Tabel 4.3 K-Gap SMAN 3 Tangsel ... 77

Tabel 4.4 K-Gap SMAN 1 Tangsel ... 78

Tabel 4.5 CATWOE ... 83

Tabel 4.6 Knowledge dengan K-Gap Tertinggi ... 95

Tabel 4.7 Knowledge Pilihan ... 95

Tabel 4.8 Kombinasi Sistem Operasi-Peramban Situs untuk Google Docs ... 112

Tabel 4.9 Spesifikasi Hardware ... 112


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SK Penelitian SMAN 1 Tangsel Lampiran 2 SK Penelitian SMAN 3 Tangsel Lampiran 3 Struktur Organisasi SMAN 1 Tangsel Lampiran 4 Struktur Organisasi SMAN 3 Tangsel Lampiran 5 Hasil Wawancara (SMAN 1 Tangsel) Lampiran 6 Hasil Wawancara (SMAN 3 Tangsel) Lampiran 7 Kuesioner


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pendidikan merupakan sebuah aset penting bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya mausia yang dimilikinya. Sumber daya manusia yang berkualitas tentunya akan mampu mengelola sumber daya alam dan memberikan layanan terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Indonesia juga termasuk salah satu bangsa yang berusaha meningkatkan kualitas pendidikan.

Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari kemampuan yang dimiliki oleh lulusan lembaga pendidikan, seperti sekolah. Karena sekolah memiliki tugas yang salah satunya mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Berkembangnya kemajuan tehnologi dalam dunia pendidikan juga menjadikan timbulnya persaingan dalam memajukan setiap sekolah/lembaga pendidikan. Hal ini sejalan dengan hasil yang ingin di capai dari dinas pendidikan nasional, yaitu mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat dan berdaya saing dalam kehidupan global.

Untuk menciptakan tujuan tersebut, dinas pendidikan nasional membuat suatu standar nasional pendidikan yang tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, meliputi: standar isi, standar proses, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian pendidikan, standar sarana dan prasarana, standar kompetensi lulusan serta standar


(17)

pendidik dan tenaga kependidikan. Apabila kedelapan standar tersebut terpenuhi, maka suatu sekolah dapat dikategorikan menjadi sekolah standar nasional (SSN).

Selain itu, ada pula kategori sekolah rintisan bertaraf intenasional (RSBI) apabila sekolah telah memenuhi kedelapan standar dan mampu memiliki nilai plus, yaitu berupa kurikulum adopsi dan adapsi dari negara maju atau berkembang serta memiliki kerjasama dengan sekolah yang ada di negara tersebut (sebagai

sisterhood).

Perbedaan pada sekolah dengan status SSN dan RSBI juga berdampak pada sistem manajemen yang berjalan di dalam organisasi tersebut. Misalkan pada SMAN 3 Tangsel yang sudah berstatus sebagai RSBI, sistem manajemen atau pengelolaan dokumen di dalam sekolah sudah lebih baik dibandingkan dengan SMAN 1 Tangsel yang berstatus SSN.

Hal ini dikarenakan, setiap sekolah yang berstatus RSBI diwajibkan memiliki sertifikasi manajemen mutu ISO 9001:2008, yang dalam setiap prosesnya melakukan perencanaan yang matang, implementasi yang terukur dengan jelas, dilakukan evaluasi dan analisis data yang akurat serta tindakan perbaikan yang sesuai dengan monitoring pelaksanaannya, agar benar-benar bisa menuntaskan masalah yang terjadi di sekolah.

Dalam proses penyimpanan dokumen (cetak), sekolah dengan status RSBI juga lebih unggul dibandingkan dengan sekolah berstatus SSN, hal ini ditunjukkan dengan dibuatnya sebuah bagian bangdik (pengembangan pendidikan) pada SMAN 3 Tangsel, yang bertugas untuk mengelola dokumen-dokumen dan melakukan pengembangan pendidikan di sekolah. Sehingga dalam


(18)

melakukan pencarian kembali dokumen-dokumen lebih mudah karena sudah dilakukan penomorisasi terhadap dokumen yang disimpan.

Perbedaan tersebut berakibat juga ketika individu ingin memperoleh kembali pengetahuan. Karena dalam melakukan akuisisi pengetahuan di tiap individu, SMAN 1 Tangsel belum memiliki bidang khusus untuk penyimpanan dokumen. Sehingga antara SMAN 1 Tangsel dengan SMAN 3 Tangsel terdapat kesenjangan pengetahuan pada tiap individu, terutama pada tenaga pendidik.

Mengelola pengetahuan merupakan salah satu cara dalam meningkatkan aset dunia pendidikan. Dengan pengelolaan yang baik maka akan tercipta pula individu yang berkompetensi unggul, sebaliknya ketika pengelolaan pengetahuan buruk maka akan terjadinya ketidakseimbangan kompetensi yang dimiliki oleh tiap individu, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.

Pengetahuan bisa berbentuk ekplisit (dapat diformulasikan atau diekspresikan) maupun dalam bentuk tacit (sesuatu yang masih terbatinkan). Menurut Busch (2006), Tacit knowledge termasuk merupakan penelitian di area kontemporer yang sedang dieksplorasi karena kemampuannya untuk membantu dalam mengembangkan modal pengetahuan organisasi. Untuk itu diperlukan perubahan paradigma dari yang semula mengandalkan resource based menjadi

knowledge based yang di dukung dengan kemajuan pada bidang ilmu

pengetahuan tertentu, misalnya sains, teknologi maupun kemampuan manajemen yang baik dalam mengelola pengetahuan.

Dalam dunia pendidikan, khususnya pada sekolah menengah atas, diperlukan pula suatu manajemen pengetahuan yang harus dimiliki oleh tenaga


(19)

pendidik, hal ini dikarenakan knowledge merupakan suatu keunggulan kompetitif yang dapat membantu peningkatan kinerja serta kompetensi tiap individu dalam berbagi knowledge yang dimiliki. Dengan mengelola pengetahuan tidak hanya meningkatkan pengetahuan seluruh organisasi, namun juga meningkatkan kualitas pengetahuan di dalamnya (Harsh 2009).

Albers (2009) dalam makalahnya menerangkan bahwa organisasi harus menerapkan strategi kowledge management (KM) yang memungkinkan mereka untuk menangkap, berbagi dan mengintegrasikan pengetahuan dalam lingkungan mereka. Disinilah KM dapat berfungsi untuk membantu sekolah dalam mengakuisisi pengetahuan serta berbagi pengetahuan yang dimiliki, agar tacit

knowledge yang dimiliki tiap individu tenaga pendidik dapat terkelola dengan

baik dan sekolah bisa menjadi organiasi pembelajar.

Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka “ANALISA DAN DESAIN

MODEL KNOWLEDGE MANAGEMENT PADA SEKOLAH

MENENGAH ATAS (STUDI KASUS: SMAN 1 TANGSEL DAN SMAN 3 TANGSEL)” di angkat sebagai skripsi.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan melihat uraian pada latar belakang sebelumnya dan perbedaan pengelolaan yang berlangsung antara sekolah SSN dan RSBI, maka beberapa permasalahan yang timbul adalah:


(20)

1. Sulitnya melakukan proses akuisisi kembali terhadap pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

2. Sekolah yang tidak memiliki standarisasi manajemen ISO 9001:2008 membutuhkan waktu yang lama dalam pencarian kembali dokumen (cetak) yang di simpan.

3. Perbedaan kulaitas kompetensi individu mengakibatkan kualitas pelayanan SMAN 3 Tangsel dalam melakukan pengelolaan pengetahuan lebih baik dari SMAN 1 Tangsel.

Berdasarkan permasalahan tersebut, perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana cara melakukan strategi pengelolaan, akuisisi dan berbagi pengetahuan pada tiap individu tenaga pendidik di sekolah?”.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah berdasarkan uraian yang dijabarkan dari perumusan masalah tersebut, antara lain:

1. Ruang lingkup penelitian terbatas pada studi kasus di sekolah standar nasional (SSN) yaitu SMAN 1 Tangerang Selatan dan sekolah rintisan bertaraf internasional (RSBI) yaitu SMAN 3 Tangerang Selatan.

2. Strategi knowledge management yang digunakan adalah dengan cara personalisasi, dengan mengusulkan strategi knowledge management

untuk pengelolaan, akuisisi dan berbagi pengetahuan pada tenaga pendidik.


(21)

3. Mendesain sebuah model knowledge management (KM) menggunakan SSM (Soft System Methodologhy) oleh Peter Checkland, hanya sampai pada tahap keenam yaitu hanya memberikan usulan model yang bisa diterapkan oleh sekolah, tidak sampai pengujian dan implementasi sistem di sekolah.

4. Menganalisa kesenjangan pengelolaan pengetahuan antara sekolah SSN dan RSBI menggunakan analisa K-GAP dan analisa SWOT. Kemudian membuat tabel matriks TOWS berdasarkan hasil analisa lingkungan internal dan eksternal sekolah.

5. Tools yang digunakan dalam membuat mindmap/rancangan model KM adalah Ms. Visio 2003. Serta untuk pengujian validitas dan pengukuran realibilitas kuesioner menggunakan SPSS 16.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan umum yaitu mengidentifikasi pengelolaan pengetahuan serta kesenjangan pengetahuan antara SSN dan RSBI. Sedangkan tujuan khususnya untuk menghasilkan:

1. Model knowledge management yang dapat membantu sekolah dalam mengetahui cara melakukan proses pengelolaan pengetahuan dengan

knowledge yang dimiliki sumber daya manusia didalamnya.

2. Membantu tenaga pendidik untuk dapat melakukan akuisisi dan berbagi pengetahuan individu.


(22)

3. Membantu mengetahui knowledge wajib dan knowledge pilihan yang ada pada SSN dan RSBI.

1.5 Manfaat Penelitian.

Manfaat yang di dapat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan pemahaman akan pentingnya pengelolaan pengetahuan dalam dunia pendidikan.

2. Dapat memberikan pemahaman mengenai proses pembuatan model

knowledge management dengan menggunakan SSM untuk peneliti

selanjutnya.

3. Dapat memberikan pemahaman mengenai cara melakukan proses akuisisi dan berbagi pengetahuan tiap individu di dalam sekolah.

1.6 Metode Penelitian.

Penelitian ini menggunakan beberapa metode yang mendukung dalam analisa dan desain model knowledge management untuk sekolah menengah atas, yaitu:

1.6.1 Metode Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data dan mencari informasi yang dibutuhkan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

1. Observasi

Melalui pengamatan secara langsung. Observasi yang dilakukan pada SMAN 1 Tangsel sebagai studi kasus sekolah standar nasional (SSN), SMAN 3


(23)

Tangsel sebagai studi kasus pada sekolah rintisan bertaraf internasional (RSBI) untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam menganalisis segala bentuk pengelolaan pengetahuan yang ada dan aset pengetahuan di dalamnya. Observasi dilakukan pada Mei-Juni 2011.

2. Wawancara

Wawancara memungkinkan untuk mendapatkan data secara lebih mendalam karena bertatapan langsung dengan narasumber yaitu kepala sekolah atau wakasek dan humas pada SMAN 1 Tangsel dan SMAN 3 Tangsel.

3. Kuesioner

Kumpulan pertanyaan dan pernyataan untuk responden dalam rangka pengumpulan data agar sesuai dengan tujuan penelitian. Koresponden terdiri dari tenaga pendidik pada SMAN 1 Tangsel dan SMAN 3 Tangsel. Hal ini untuk mengetahui lebih rinci mengenai aset pengetahuan yang dimiliki oleh sumber daya manusia yang ada di dalam sekolah, khususnya tenaga pendidik.

4. Studi Literatur Sejenis

Studi Literatur Sejenis dilakukan untuk menambah referensi teori-teori yang diperlukan dalam penelitian dengan cara membaca dan mempelajari literatur yang mendukung penelitian ini, pada penelitian ini menggunakan referensi beberapa jurnal, skripsi dan thesis yang membahas mengenai knowledge


(24)

1.6.2 Metode Analisis

Dalam menganalisis data dan informasi yang telah didapatkan, dilakukan dengan dua jenis analisis, yaitu:

1. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threatment)

Analisis ini berguna untuk analisis lingkungan dan eksternal sekolah. Melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang terjadi, kemudian dibuatkan tabel matriks TOWS dan dicocokkan antara strategi internal dengan eksternal sehingga menghasilkan strategi SO (Strengths-Opportunities), strategi WO (Weaknesses-Opportunities), strategi ST (Strengths-Threats), dan strategi WT (Weaknesses-Threats).

2. Analisa Knowledge Gap

Analisa Knowledge Gap merupakan analisa untuk memperoleh kesenjangan pengetahuan dari penelitian. Suatu alat bisnis dan metode penilaian yang berfokus pada kesenjangan antara kinerja organisasi saat ini dan kinerja yang diinginkan. Analisa kesenjangan juga mengevaluasi kinerja aktual saat ini dan upaya perbaikan yang diperlukan untuk menutup kesenjangan kinerja masa depan yang diinginkan.

1.6.3 Metode Desain Sistem

Langkah akhir dalam desain sistem ini, menggunakan SSM (Soft System Methodology). SSM yaitu suatu metode yang digunakan untuk permodelan proses


(25)

di dalam organisasi dan lingkungannya dan sering digunakan untuk permodelan pada manajemen perubahan di mana organisasi pembelajar merupakan manajemen perubahan. Tahapan yang akan dilakukan dalam melakukan desain model knowledge management pada sekolah menengah atas, antara lain:

1.6.3.1Mendefinisiskan Situasi Riil

Mendefinisikan situasi permasalaham yang terjadi pada SMAN 1 Tangsel dan SMAN 3 Tangsel, dengan melakukan analisa terhadap proses bisnis dalam melakukan akuisisi dan berbagi pengetahuan, analisa internal dan eksternal yang dihadapi sekolah, identifikasi knowledge yang dimiliki, analisa SWOT dan K-Gap untuk mengetahui kesenjangan pengetahuan yang ada di dalam sekolah.

1.6.3.2Mengekpresikan Situasi Permasalahan

Situasi riil kemudian diekspresikan ke dalam rich picture. Karena tujuan dari Peter mengembangkan SSM adalah untuk pemecahan suatu masalah. maka

rich picture berupa gambaran kondisi terhadap alur proses bisnis yang berjalan

saat ini di dalam sekolah.

1.6.3.3Menganalisa Root Definition

Dari permasalahan yang telah di identifikasi, kemudian mendefinisikan sumber permasalahan dari setiap permasalahan yang ada dengan dibuatkan CATWOE untuk memudahkan dalam membangun model.


(26)

1.6.3.4Membangun Model Konseptual

Model konseptual merupakan usulan strategi yang diadaptasi dari permasalahan yang ada pada situasi riil. Kemudian diusulkan suatu model strategi yang bisa diterapkan sekolah dalam membangun sistem knowledge management

kedepannya.

1.6.3.5Membandingkan Model Konseptual Dengan Kondisi Riil

Selanjutnya, model konseptual (tahap keempat) dibandingkan dengan kondisi riil (tahap pertama) untuk mendapatkan perbedaan sistem yang berjalan untuk dapat dibuatkan suatu model usulan kedepannya.

1.6.3.6Mengusulkan Model Usulan

Langkah terakhir adalah mengusulkan sebuah model sistem baru yang bisa digunakan sekolah dalam mengembangkan sistem knowledge management

kedepannya. Namun dalam penelitian ini, hanya sebatas mengusulkan belum sampai pada pengujian dan implementasi sistem.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penyususnan skripsi ini sistematika penulisan terdiri dari 5 (lima) bab, adapun uraian masing-masing bab tersebut adalah:


(27)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistemtika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan di bahas mengenai dasar-dasar teori yang mendukung penulisan skripsi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Menjelaskan metode yang digunakan, dari pengumpulan data, metode analisa data, hingga desain model dengan strategi KM, juga menggambarkan kerangka berfikir.

BAB IV ANALISA DAN DESAIN KNOWLEDGE MANAGEMENT Menguraikan analisa data dan strategi KM yang digunakan dalam mendesain model KM pada sekolah mengengah atas.

BAB V PENUTUP

Kesimpulan dan saran yang dapat diambil dari penelitian ini untuk dapat digunakan dalam pengembangan selanjutnya.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Memahami Pengetahuan

Untuk lebih memahami definisi pengetahuan, perlu di pahami terlebih dahulu mengenai perbedaan data, informasi dan pengetahuan, jenis-jenis pengetahuan, tingkat pengetahuan serta konversi pengetahuan.

2.1.1.Definisi Data, Informasi dan Pengetahuan 2.1.1.1. Data

Menurut Bergeron dikutip Sangkala (2007), yang dimaksud dengan data adalah bilangan, terkait dengan angka-angka atau atribut-atribut, simbol-simbol, fakta-fakta, grafik, peta yang bersifat kuantitas yang berasal dari hasil observasi, eksperimen atau kalkulasi.

2.1.1.2. Informasi

Informasi menurut Bergeron adalah data di dalam satu konteks tertentu, kumpulan data dan terkait dengan penjelasan, interpretasi serta berhubungan dengan materi lainnya mengenai objek, peristiwa-peristiwa atau proses tertentu, misalnya: Tempratur anton sudah mencapai 34o. termasuk didalamnya adalah metadata. Metadata merupakan data mengenai informasi, contohnya: Apabila temperatur anton 34o sudah termasuk kategori demam. Metadata juga merupakan ringkasan deskripsi yang lebih tinggi, juga informasi mengenai konteks di mana informasi tersebut digunakan.


(29)

Menurut Russel Ackoff dalam Tobing (2007) menyatakan data sebagai simbol-simbol dan Informasi sebagai data yang diproses agar dapat dimanfaatkan, informasi ini menjawab pertanyaan tentang “who”, “what”,

“where” dan “when”.

2.1.1.3. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan informasi yang telah diorganisasi, disintesiskan, di ringkas untuk meningkatkan pengertian, kesadaran atau pemahaman. Untuk memahami konsep yang dijelaskan oleh Bergeron, contoh dari pengetahuan adalah Anton kemungkinan mengalami gejala demam berdarah.

Sehingga pengetahuan atau knowledge dianggap bukan sebuah data bukan pula informasi, namun sulit sekali dipisahkan dari keduanya. Sedangkan menurut wolf dalam Munir (2008) menjelaskan pengetahuan sebagai informasi yang terorganisir sehingga dapat diterapkan untuk pemecahan masalah.

Menurut Davidson dan voss dikutip sangkala (2007) menjelaskan pemahaman mengenai data, informasi dan pengetahuan dengan hierarki sebagai berikut:


(30)

DATA

Simbol-simbol dan fakta-fakta

INFORMASI

Fakta-fakta dimaknai dari data

PENGETAHUAN

Ide-ide, pemikiran, dan keyakinan

+ Memaknai + Tujuan

Gambar 2.1 Hierarki dari Data ke Pengetahuan (Sumber: Sangkala 2007)

2.1.2.Jenis-Jenis Pengetahuan

Pengetahuan terdiri dari dua jenis, yaitu Tacit Knowledge dan Expilicit

Knowledge. Pemahaman antara tacit dan explicit merupakan kunci untuk

memahami knowledge management. Sangkala (2007) menjelaskan kedua jenis pengetahuan tersebut sebagai berikut:

Tacit Knowledge merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang

dan sangat sulit untuk diformalisasikan, sulit dikomunikasikan atau dibagi dengan orang lain. Pemahaman yang melekat di dalam pengetahuan individu tersebut masih bersifat subjektif. Sedangkan pengetahuan yang dimiliki masih dapat dikategorikan sebagai intuisi atau dugaan. Tacit knowledge ini berada dan berakar di dalam tindakan maupun pengalaman seseorang, termasuk idealisme, nilai-nilai maupun emosionalnya. Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang sangat bersifat pribadi dan juga sangat susah dibentuk.

Sedangkan, Explicit knowledge merupakan pengetahuan yang dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata, dapat dijumlah serta dapat dibagi dalam


(31)

bentuk data, formula ilmu pengetahuan maupun spesifikasi produk. Pengetahuan ini bisa di transfer kepada orang lain secara formal dan sistematik, lebih mudah diproses dan didistribusikan melalui media, seperti kaset/cd, video, audio, spesifikasi produk atau dokumen-dokumen elektronik dan non-elektronik.

Menurut Nonaka dalam Munir (2008), pengetahuan eksplisit dan tacit

dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pengetahuan = Pengetahuan Explicit + Pengetahuan Tacit.

2.1.3.Tingkat Pengetahuan

Tingkatan pengetahuan digunakan dalam pemetaan dan pengelolaan

knowledge di organisasi. Sesuai tingkatannya, Munir (2008) menjelaskan

kategorisasi pengetahuan sesuai tingkatannya, yaitu:

Pertama, pengetahuan inti (core knowledge) adalah tingkatan dan cakupan pengetahuan yang dibutuhkan hanya untuk sekedar dapat beroperasi dalam industri atau lingkungan di mana organisasi berada. Pengetahuan jenis ini tidak menjamin keunggulan bersaing organisasi, apalagi kelangsungannya dalam jangka panjang. Namun pada persaingan organisasi sejenis diperlukan sebagai pengetahuan dasar yang tanpa pengetahuan ini organisasi tidak dapat beroperasi dengan efektif. Misalkan suatu perusahaan produsen kue kering harus mempunyai pengetahuan khusus untuk memproduksi kue kering, atau perusahaan pelatihan harus mempunyai pengetahuan dalam menyusun bahan pelatihan dan memberikan pelatihan.


(32)

Kedua, pengetahuan lanjut (advance knowledge) merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi yang ingin mempunyai kinerja prima. Pengetahuan ini membuat organisasi bisa melakukan „serangan-serangan‟ dalam persaingan. Organisasi yang berada dalam satu industri mungkin mempunyai knowledge yang sama tingkat, cakupan dan kualitasnya. Namun ada pengetahuan yang spesifik yang mungkin dimiliki oleh lebih dari organisasi, mungkin pula setiap organisasi berbeda-beda. Dengan mengetahui pengetahuan yang berbeda inilah organisasi dapat melakukan diferensiasi. Misalnya untuk produsen kue kering diperlukan pula pengetahuan dalam jejaring distribusi pemasaran kue kering.

Ketiga, pengetahuan inovatif (innovative knowledge) merupakan pengetahuan yang membuat organisasi mampu menjadi pemimpin dalam persaingan. Bedanya dengan pengetahuan lanjut adalah pengetahuan ini melakukan diferiansiasi yang sangat berarti dibandingkan para pesaingnya. Misalnya untuk membuat kue yang lezat, mengandung kolesterol rendah, dengan penampilan menarik, dan kemasan yang unik bagi perusahaan kue kering.

2.1.4.Konversi Pengetahuan

Kedua jenis pengetahuan explicit knowledge dan tacit knowledge

(pengetahuan terbatinkan) merupakan jenis pengetahuan yang saling melengkapi serta berperan sangat penting dalam proses kreasi pengetahuan. Kedua jenis pengetahuan ini berinteraksi satu sama lainnya dan berubah dari satu jenis ke jenis lainnya secara dinamis. Menurut Nonaka dan takeuchi dalam Munir (2008), interaksi dinamis antara satu bentuk pengetahuan ke bentuk lainnya disebut


(33)

dengan konversi pengetahuan. Oleh Nonaka dan takeuchi pengetahuan tersebut dapat di konversi dengan empat cara, yang disebut dengan SECI Model, yaitu:

Socialization (S), Externalization (E), Combination (C) dan Internalization (I).

Gambar 2.2 SECI Model

Model pertama, yaitu Socialization atau Sosialisasi, merupakan suatu konversi pengetahuan antara tacit ke Tacit (T T). Munir (2008) mengartikan istilah sosialiasi untuk menekankan pada pentingnya kegiatan bersama antara sumber pengetahuan dan penerima pengetahuan dalam proses konversi tacit

knowledge. Karena pengetahuan tacit (terbatinkan) sangat dipengaruhi oleh

konteksnya dan sulit sekali diformalkan, maka untuk menularkan pengetahuan terbatinkan dari satu individu ke individu lain dibutuhkan pengalaman yang terbentuk melalui kegiatan bersama atau hidup dalam lingkungan yang sama dan bisa juga tanpa menggunakan bahasa. Misalkan dengan cara meniru, mencontoh, menggunakan bahasa tubuh maupun pelatihan-pelatihan yang digunakan.

Model kedua, yaitu Externalization atau Eksternalisasi, pengubahan pengetahuan tacit ke explicit(T E). Menurut Sangkala (2007) proses ini terjadi melalui pengombinasian (menyortir, menambahkan, mengkategorisasikan dan di


(34)

kontekstualisasikan kembali menjadi pengetahuan baru) beragam explicit

knowledge yang dimiliki oleh seseorang. Sehingga seseorang dapat

mempertukarkan dan mengombinasikan pengetahuan melalui semacam satu kejadian. Dalam proses ini pengetahuan tacit diekpresikan dan diterjemahkan menjadi metafora, bentuk konsep, hipotesis, diagram, model, atau prototipe sehingga dapat dengan mudah dimengerti pihak lain.

Model ketiga, Combination atau Kombinasi. Suatu proses konversi antara pengetahuan explicit ke pengetahuan explicit (EE). Proses ini merupakan pertukaran dan pengkombinasian melalui media seperti dokumen-dokumen, rapat, percakapan telepon maupun komunikasi melalui jaringan komputer dan internet. Munir (2008) menyebutkan ada tiga proses kombinasi yang terjadi dalam praktik konversi kombinasi, yaitu:

1. Pengetahuan eksplisit dikumpulkan dari dalam dan luar organisasi, kemudian dikombinasikan.

2. Pengetahuan eksplisit disunting atau diproses agar dapat lebih bermanfaat bagi organisasi.

3. Pengetahuan-pengetahuan eksplisit tersebut disebarkan ke seluruh organisasi melalui berbagai media.

Model keempat, yaitu Internalization atau Internalisasi. Suatu proses konversi antara expilicit knowledge menjadi Tacit knowledge (ET). Pengetahuan ini juga bisa disebut dengan pembelajaran mandiri, learning by


(35)

didokumentasikan. Suatu pembelajaran individu terhadap suatu pengetahuan dan kemudian menjadi pengetahuan tacit individu tersebut.

2.1.5.Knowledge Management

Knowledge Management (KM) atau manajemen pengetahuan pada dasarnya

muncul untuk menjawab pertanyaan bagaimana seharusnya mengelola pengetahuan dan bagaimana mengelolanya. Kesadaran untuk menerapkan pendekatan manajemen pengetahuan ke dalam strategi bisnis diperlukan karena terbukti perusahaan yang menjadikan sumber daya pengetahuan sebagai aset utamanya senantiasa mampu mendorong perusahaan lebih inovatif yang bermuara kepada kepemilikan daya saing organisasi terhadap para pesaingnya (Sangkala, 2007).

Menurut Carl Davidson dan Philip Voss dalam Setiarso et.al (2009) mengartikan knowledge management adalah bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang berbeda mulai saling bicara. Davidsion dan voss juga mengatakan bahwa sebenarnya mengelola knowledge merupakan cara organisasi mengelola karyawan mereka dan berapa lama mereka menghabiskan waktu untuk menggunakan teknologi informasi.

Sangkala (2007) menjelaskan perbedaan generasi dari manajemen pengetahuan, yaitu:

Generasi pertama, ditandai dengan meningkatnya masyarakat informasi. Berfokus pada penyimpanan dan akses informasi. Jaringan tanpa kabel,


(36)

kemampuan pemrosesan informasi melekat di dalam lingkungan sehari-hari dan kemungkinan akan meluas kepada pendistribusian dan pemrosesan informasi.

Generasi kedua, ditunjukkan dengan komputer konvensional. Saat ini sudah tidak lagi cukup untuk menangani tacit knowledge dan pengetahuan situsional. Karena di masa depan, sistem komputer menyediakan informasi yang kontekstual yang mampu mendukung pengguna bagi proses sense making (memaknai, memahami, mengenali, mengerti dunia sekelilingnya melalui persentuhan dengan berbagai institusi, media, pesan, dan situasi). Pandangan para konstruktivis juga memperjelas bahwa akuisisi pengetahuan merupakan proses pembelajaran. Sebagai bentuk pembelajaran, fenomena interaksi sosial, sistem informasi akan mendukung pemobilisasian sumber daya sosial sebagai bagian dari proses pembelajaran.

Generasi ketiga manajemen pengetahuan, gambaran pengetahuan akan semakin meningkat penggunaannya di mana pengetahuan dapat di kelola. Bahkan upaya empiris untuk menyimpan pengetahuan dalam sistem informasi sehingga pengetahuan akan menjadi sesuatu yang fleksibel. Generasi ketiga juga akan lebih menekankan kaitan antara pengetahuan dan tindakan.

2.2 Akuisisi Pengetahuan

Akuisisi pengetahuan merupakan kegiatan yang penting bagi organisasi. Dengan hanya memanfaatkan pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada, seberapa baiknya pengetahuan-pengetahuan tersebut belum cukup untuk memberikan


(37)

keunggulan-keunggulan yang menjamin kelangsungan hidup organisasi di tengah lingkungan yang dinamis.

Pengakuisisian (penambahan) pengetahuan dalam perspektif manajemen pengetahuan pada dasarnya berorientasi pada penambahan pengetahuan. Misalnya dengan mendapatkan, mencari, melahirkan, menciptakan, menangkap dan berkolaborasi. Inovasi merupakan aspek lain dari pengakuisisian yang berarti menciptakan pengetahuan baru dari penerapan pengetahuan yang telah ada. Perbaikan dalam penggunaan pengetahuan yang sudah ada juga merupakan aspek kunci pengakuisisian pengetahuan (Sangkala 2007).

Contoh yang paling sering digunakan dalam mengakuisisi pengetahuan adalah dengan berkolaborasi atau menyewa seseorang yang menguasai pengetahuan yang dibutuhkan oleh organisasi. Misalnya menyewa jasa sebuah tempat pelatihan untuk men-training-kan para karyawan, sehingga organisasi dapat mengakuisisi pengetahuan melalui dokumen atau sudah dalam bentuk terkomputerisasi dan juga melalui rutinitas maupun proses yang melekat di dalam perusahaan tempat pengetahuan tersebut di beli/di sewa.

2.3 Organisasi Pembelajar (Learning Organization)

Sangkala (2007) mendefinisikan organisasi pembelajar secara sistematis sebagai organisasi yang belajar dengan sekuat tenaga, secara kolektif dan terus menerus mengubah dirinya agar lebih baik dalam mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan pengetahuan bagi kesuksesan organisasi. Peter senge menjelaskan bahwa organisasi pembelajar bertujuan di mana orang secara berkelanjutan


(38)

memperluas kapasitasnya menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, di mana pola-pola berpikir baru maupun perluasan pola berpikir dipelihara, aspirasi kolektif disusun dengan leluasa, dan orang secara berkelanjutan belajar mengenai bagaimana belajar secara bersama-sama.

Marquadt menggambarkan sistem model organisasi pembelajar secara sistematis berupa gambar irisan antara: pembelajaran (learning), organisasi

(organization), anggota organisasi (people), pengetahuan (knowledge), dan

teknologi (technology) dengan pembelajaran berada di pusat irisan.

Organisasi Orang

Pengetahuan Tehnologi Pembelajaran

Gambar 2.3 Model Organisasi Pembelajar (Sumber: Sangkala 2007)

Gambar 2.3 pada hakikatnya menjelaskan bahwa proses pembelajaran juga merupakan bagian dan harus terjadi baik dalam subsistem manusia, teknologi, pengetahuan, dan organisasi. Jika proses pembelajaran dalam organisasi pembelajar terjadi, maka akan terjadi perubahan persepsi, perilaku, kepercayaan, mentalitas, strategi, kebijakan, dan prosedur baik yang berkaitan dengan manusia maupun organisasi.


(39)

2.4 Karakteristik Disiplin Organisasi Pembelajar

Peter senge dikutip setiarso (2009) menjelaskan diperlukan lima disiplin yang dapat membentuk suatu tatanan organisasi yang berhasil untuk menjadi organisasi pembelajar. Organisasi yang tidak memiliki salah satu atau beberapa dari kelima disiplin ini akan mengalami kesulitan untuk berfungsi secara maksimal. Kelima disiplin ini menjadi indikator adanya habitat yang kondusif untuk terjadinya proses transformasi knowledge dari potensi individual menjadi modal maya bagi organisasi. Dengan kata lain, kelima disiplin ini menjadi lingkungan belajar bagi para anggota organisasi (karyawan) sehingga potensi individu bisa menjadi modal yang baik bagi organisasi. Kelima disiplin itu adalah sebagai berikut:

1. Dispilin Penguasaan Pribadi (Personal Mastery)

Penguasaan pribadi adalah suatu disiplin yang secara konsisten memperluas dan memperdalam knowledge dan keahlian masing-masing, memfokuskan seluruh usaha untuk mempertajam visi pribadi dan akan membangun kemampuan untuk melihat kenyataan apa adanya, secara jujur dan terbuka.

2. Disiplin Model Mental (Mental Model)

Model mental adalah suatu pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai yang dimiliki dan dijunjung tinggi oleh seluruh anggota organisasi. Disiplin ini berfokus pada upaya berbagi model mental di antara anggota tim atau organisasi berdasarkan keyakinan para anggota bahwa proses


(40)

interaksi dan pertukaran atau kombinasi knowledge di antara anggota akan menghasilkan tranformasi knowledge untuk membangun nilai tambah. 3. Disiplin Visi Bersama (Shared Vision)

Disiplin visi bersama merupakan kemampuan seluruh anggota organisasi untuk menumbuhkan kesamaan pandangan tentang visi organisasi kemudian meningkatkan komitmen pada pencapaian visi organisasi. Fokusnya adalah untuk mengupayakan peningkatan seluruh karyawan agar mau dan mampu menunjukkan usaha dan semangat untuk berkorban demi kepentingan bersama agar organisasi dapat berumur panjang.

4. Disiplin Berpikir Sistemik ( System Thinking).

Disiplin berpikir sistemik merupakan kemampuan seluruh anggota organisasi untuk berpikir dan bertindak secara sistemik dengan menimbang berbagai permasalahan terkait secara menyeluruh dan terintegrasi. Berfokus pada peningkatan kapasitas organisasi untuk mampu melihat/mempelajari hubungan keterkaitan seluruh permasalahan dan proses perubahan secara menyeluruh dan mampu merealisasikan secara tuntas.

5. Disiplin Pembelajaran Tim ( Team Learning).

Disiplin pembelajaran tim merupakan disiplin seluruh anggota untuk mampu dan mau berdialog dan bekerja sama secara sinergis. Belajar dalam tim penting karena yang menjadi unit belajar fundamental dalam suatu organisasi modern adalah tim, bukan individu. Apabila tim tidak dapat belajar, organisasi juga tidak dapat belajar.


(41)

Organisasi bisa disebut sebagai organisasi pembelajar (learning organization) apabila organisasi tersebut melakukan lima kegiatan utama, yaitu: penyelesaian masalah yang sistemik, bereksperimentasi secara kreatif, belajar dari pengalaman masa lalu, belajar dari praktik organisasi lain yang telah sukses dan mentrasfer

knowledge secara tepat dan benar ke seluruh sumber daya yang ada di dalam

organisasi.

2.5 Analisa SWOT

Analisa SWOT adalah identifikasi dari berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi organisasi (Rangkuti, 2006). Analisa ini didasarkan pada data yang di dapat untuk memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang

(Oppurtunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan

(Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan yang

strategis selalu berkaitan dengan pengembangan keputusan strategis, pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan organisasi.

Dengan demikian, untuk membuat suatu perencanaan yang strategis (strategic planner) organisasi harus dapat menganalisa data-data (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) yang berkaitan dengan organisasi. SWOT merupakan model yang sering digunakan dan salah satu alat analisa yang popular dalam menganalisa untuk menentukan strategi organisasi.

Pada dasarnya analisa SWOT terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu analisa lingkungan internal dan eksternal. Dimana lingkungan internal adalah


(42)

kekuatan dan kelemahan serta lingkungan eksternal terdiri dari peluang dan ancaman.

1. Kekuatan (Strengths), merupakan kekuatan utama organisasi jika dibandingkan dengan pesaingnya. Misalnya sumber daya, modal, keterampilan, pengalaman, keunggulan persaingan dan penguasaan pasar.

2. Kelemahan (Weaknesses), merupakan kelemahan dari organisasi. Seperti, keterbatasan sumber daya, modal, pengalaman, dan kapabilitas yang menghambat kinerja perusahaan.

3. Peluang (opportunitties), merupakan kesempatan atau situasi yang penting yang dapat menguntungkan organisasi di dalam proses bisnisnya.

4. Ancaman (Threats), merupakan situasi yang tidak menguntungkan bagi organisasi dan dapat membawa dampak yang merugikan bagi organisasi.

2.6 Matriks Threats-Opportunities-Weaknesses-Strengths (TOWS)

Menurut David dikutip oleh Suteja (2007), matriks Matriks Threats -Opportunities-Weaknesses-Strengths (TOWS) merupakan perangkat pencocokan yang penting yang dapat membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi: strategi SO (Strengths-Opportunities), strategi WO (Weaknesses-Opportunities), strategi ST (Strengths-Threats), dan strategi WT (Weaknesses-Threats).


(43)

Strategi SO atau strategi kekuatan-peluang, menggunakan kekuatan internal organisasi untuk memanfaatkan peluang eksternal. Organisasi pada umumnya akan menjalankan strategi WO, ST, atau WT supaya organisasi dapat masuk ke dalam situasi di mana organisasi dapat menerapkan strategi SO. Jika organisasi mempunyai kelemahan besar, maka organisasi akan berusaha keras untuk mengatasinya dan membuatnya menjadi kekuatan. Jika menghadapi ancaman besar, sebuah organisasi akan berusaha menghindarinya agar dapat memusatkan perhatiannya pada peluang.

Strategi WO atau strategi kelemahan-peluang, bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Misalkan untuk mencapai tujuan sebagai sekolah yang bertaraf internasional, maka seluruh sumber daya di sekolah diharapkan mampu paham dan berkomunikasi dengan bahasa asing, tetapi mungkin masih ada guru/staf yang belum menguasai dengan baik. Salah satu kemungkinan strategi WO adalah berkerjasama dengan sebuah lembaga dalam melatih kemampuan guru/staf tersebut.

Strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman, menggunakan kekuatan organisasi untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Misalkan ada perusahan pesaing yang meniru ide, inovasi, dan produk yang dipatenkan di perusahaan AS menjadi sebuah ancaman bagi mereka yang ingin menjual produk di Cina. Sedangkan strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.


(44)

Untuk menggunakan table matriks TOWS, perlu di analisa dahulu strategi Internal organisasi (kekuatan dan kelemahan) dan strategi eksternal organisasi (peluang dan ancaman). Kemudian mencocokkan strategi internal dengan eksternal sehingga menghasilkan strategi SO, WO, ST, dan WT.

Tabel 2.1 Matriks TOWS Internal

eksternal

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Peluang (o)

STRATEGI SO

Menggunakan kekuatan

untuk memanfaatkan

peluang

STRATEGI WO

Mengatasi kelemahan

dengan memanfaatkan

peluang

Ancaman (T)

STRATEGI ST

Menggunakan kekuatan

untuk menghindari

ancaman

STRATEGI WT Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

2.7 Knowledge Gap (Kesenjangan Pengetahuan) 2.7.1 Analisis Kesenjangan Pengetahuan

Menurut Thornton (1999) analisis kesenjangan adalah alat bisnis dan metode penilaian yang berfokus pada kesenjangan antara kinerja perusahaan saat ini dan kinerja yang diinginkan. Analisis kesenjangan mengevaluasi kinerja aktual saat ini dan upaya perbaikan yang diperlukan untuk menutup kesenjangan kinerja masa depan yang diinginkan.


(45)

Manfaat dari analisis kesenjangan ini adalah membantu perusahaan yang kinerjanya kurang baik karena tidak efisiennya penggunaan sumber daya atau kegagalan untuk berinvestasi dengan benar dan meningkatkan produksi serta kinerja. Selain itu, manfaat lain dari analisis kesenjangan adalah dapat mengukur waktu, uang, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi potensi organisasi dan mencapai keadaan yang diinginkan.

Menurut O‟Farrell (1999) analisis kesenjangan pengetahuan adalah alat yang berguna untuk membantu perusahaan untuk tetap fokus pada gambaran besar. Dengan mengidentifikasi dimana perusahaan saat ini berdiri dan dimana dia ingin berada akan menjadi lebih mudah untuk mengidentifikasi cara untuk mencapai tingkat pengetahuan yang diinginkan di seluruh perusahaan. Analisis kesenjangan pengtahuan juga merupakan sebuah cara untuk melihat apa sumber-sumber pengetahuan perusahaan atau individu yang ada. Pengetahuan ini dibandingkan dengan tingkat target dan rencana dikembangkan untuk mencapai tujuan.

Analisis kesenjangan pengetahuan digunakan untuk mengukur pengetahuan yang dimiliki. Dengan melakukan analisis ini, perusahaan dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dari basis pengetahuan yang saat ini telah tersedia dan pengetahuan apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Selain itu, analisis kesenjangan pengetahuan bermanfaat untuk mengeksekusi dan memahami dengan mendirikan tujuan relatif terhadap tingkat pengetahuan saat ini dalam perusahaan, lebih mudah untuk mengembangkan dan melaksanakan suatu rencana.


(46)

2.7.2 Pengetahuan Wajib dan Pengetahuan Pilihan bagi Karyawan

Menurut Setiarso (2009), pengetahuan wajib didefinisikan sebagai pengetahuan yang perlu dan harus dimiliki oleh karyawan untuk melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Kriteria yang termasuk dalam pengetahuan wajib adalah pengetahuan yang memiliki nilai kepentingan 3-4 dan/atau memiliki nilai kesenjangan pengetahuan tertinggi. Sedangkan pengetahuan pilihan didefinisikan sebagai pengetahuan pelengkap yang dapat membantu dalam pelaksanaan tugas karyawan. Kriteria yang termasuk dalam pengetahuan pilihan adalah pengetahuan dengan nilai kepentingan kurang dari tiga dan selain dari pengetahuan dengan nilai kesenjangan tertinggi.

2.7.3 Kesenjangan Pengetahuan

Seringkali pengetahuan yang dimiliki karyawan tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh organisasi. Kondisi ini memungkinkan menculnya kesenjangan pengetahuan di organisasi. Dengan dilakukannya suatu proses penilaian kesenjangan pengetahuan di dalam suatu perusahaan, maka dapat diketahui keadaan pengetahuan yang dibutuhkan dan pengetahuan yang sekarang tersedia menurut Setiarso (2008). Sesudah pengetahuan yang dibutuhkan dapat diidentifikasi maka dilakukan analisis kesenjangan pengetahuan berdasarkan kerangka Zack yang bisa dilihat pada Gambar 2.4.


(47)

Gambar 2.4. Kerangka Kesenjangan Pengetahuan Zack (Sumber: Setiarso, 2008)

2.8 Strategi Pengelolaan Pengetahuan

Menurut Hansen et al dikutip oleh Munir (2008) cara organisasi mengelola pengetahuan yang dimiliki dibagi atas dua ekstrim, yaitu strategi kodifikasi

(Codification Strategy) dan strategi personalisasi (Personalization Strategy). Bila

pengetahuan diterjemahkan dalam bentuk eksplisit secara berhati-hati (Codified) dan disimpan dalam basis data sehingga pengguna yang membutuhkan dapat mengakses pengetahuan tersebut, maka cara mengelola seperti itu dikatakan menganut strategi kodifikasi. Strategi kodifikasi digunakan untuk menyimpan pengetahuan di dalam empat penyimpanan yang terstruktur dari pengetahuan sebagai database untuk penggunaan yang berulang-ulang. Davenport dan Prusak dikutip oleh Tobing (2007) menyatakan bahwa tujuan kodifikasi adalah membuat pengetahuan organisasi ke dalam suatu bentuk yang membuat pengetahuan organisasi tersebut dapat diakses oleh personil yang membutuhkannya.


(48)

2.9 SSM (Soft System methodology)

Gambar 2.5 Model SSM P. Checkland

SSM (Soft System Methodology) merupakan suatu metode yang digunakan untuk mendukung dan membuat suatu struktur dari hasil perbandingan antara model asli dengan model yang diusulkan. Dikembangkan oleh Peter Checkland di Inggris, Universitas Lancaster. SSM adalah pendekatan untuk pemodelan proses di dalam organisasi dan lingkungannya dan sering digunakan untuk pemodelan manajemen perubahan, di mana organsiasi pembelajar itu sendiri merupakan manajemen perubahan. SSM dikelompokkan dalam “soft” operation research

tools, sebagai alternatif dari “hard” model matematik dan model keputusan

konvensional yang merupakan tools yang ada pada bidang operation research

(OR). SSM adalah sebuah metodologi untuk menganalisis dan pemodelan sistem yang mengintegrasikan teknologi (hard) sistem dan human (soft) system.


(49)

Dalam melakukan proses model P. Checkland (1960) menjelaskan ada tujuh tahapan, yaitu:

Pertama, Identifikasi situasi permasalahan yang belum terstruktur. Pada langkah pertama ini situasi riil atau situasi yang berjalan di dalam organisasi dan situasi sosial yang berhubungan dengan organisasi di identifikasi.

Kedua, situasi permasalahan diekspresikan. setelah mengidentifikasi situasi permasalahan yang ada di dalam organisasi, Kemudian diekpresikan/digambarkan ke dalam rich picture sesuai dengan situasi permasalahan yang ada. Analisa rich picture merupakan suatu cara untuk mengindikasikan banyak elemen yang terjadi pada organisasi. Tehnik ini berusaha untuk menggambarkan situasi yang sedang berlangsung, pemangku-pemangku kepentingan dan isu-isu yang terjadi di dalam aktifitas sehari-hari di dalam sekolah.

Ketiga, menganalisa root definition. Langkah ini mendefinisikan akar permasalahan dari langkah pertama dan kedua. Setiap permasalahan didefinisikan ke dalam CATWOE untuk Mendefinisikan elemen-elemen yang berhubungan dengan model yang akan di usulkan, yaitu:

C ( Customer) = Setiap orang yang merasakan dampak dari sistem. A (Actors) = Individu yang nantinya melakukan aktifitas di dalam sistem.

T (Transformation Process) = Proses yang mengubah Input menjadi Output.


(50)

O (Owners) = orang yang dapat memulai/mematikan sistem.

E ( Environment Constrains) = sistem yang lebih besar di mana sistem berada.

Keempat, membangun model konseptual. Dari permasalahan yang telah didefinisikan di dalam CATWOE kemudian dibangun sebuah model konseptual untuk memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada.

Kelima, membandingkan model konseptual dengan situasi permasalahan. Pada langkah kelima ini, model konseptual dibandingkan dengan situasi permasalahan yang telah diekspresikan ke dalam rich picture. Untuk di ambil suatu usulan model yang relevan dengan organisasi.

Keenam, Mengusulkan model usulan. Setelah usulan model didapatkan, langkah selanjutnya adalah menguji model tersebut, melihat kelayakan, apakah bisa dilanjutkan atau ada yang harus di ubah dan di sesuaikan kembali dengan kondisi organisasi.

Ketujuh, implementasi sistem. Di tahap ini model yang sudah berhasil disetujui dan layak untuk di lakukan menjadi suatu role model atau bisa jadi sebagai siklus baru dalam organisasi dalam menjalankan organisasinya

2.10 Pengukuran Data

Statistik merupakan salah satu alat bantu penelitian dalam menganalisis dan mengukur data. Secara umum, pengertian statistik meliputi dua hal. Pertama adalah sebagai kumpulan angka-angka. Dalam hal ini statistik dimaksudkan sebagai kumpulan angka-angka yang menjelaskan sesuatu. Misalkan statistik


(51)

pertandingan sepak bola adalah sekumpulan angka-angka yang menjelaskan hasil pertandingan sepak bola dari beberapa klub. Kedua adalah statistik sebagai cabang ilmu pengetahuan tentang pengumpulan, pengelompokkan, penyajian, analisis dan interprestasi data untuk membantu pengambilan keputusan yang lebih efektif. 2.10.1 Jenis Statistik

Berdasarkan kegunaan dan teknik yang digunakan, statistik terbagi menjadi dua jenis, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial.

1. Statistik deskriptif

Bidang statistik yang berhubungan dengan metode pengelompokan, peringkasan, dan penyajian data dalam cara yang lebih informatif. Pada statistik jenis ini, penyajian data dalam bentuk gambaran angka-angka. Teknik-teknik umum yang digunakan adalah analisis deskriptif yang meliputi rata-rata, median, modus dan varians.

2. Statistik Inferensial

Teknik statistik yang berhubungan dengan analisis data untuk penarikan kesimpulan atas data. Teknik statistik inferensial berhubungan dengan pengolahan statistik sehingga dengan menggunakan hasil analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan atas karakteristik populasi. Teknik-teknik umum yang dipakai meliputi uji hipotesis, analisis varians, dan teknik regresi dan korelasi.

2.10.2 Jenis Data

Dalam penggunaan statistik, pasti akan selalu berhubungan dengan data. Jenis data pun terbagi menjadi dua, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.


(52)

1. Data Kualitatif

Jenis data yang mempunyai sifat non-angka. Pada data jenis ini, informasi yang dihasilkan oleh data adalah informasi yang bukan angka-angka. Misalnya data jenis kelamin, data tingkat pendidikan, dan data agama yang di anut oleh penduduk.

2. Data Kuantitatif

Data yang berupa angka-angka. Pada data jenis ini, sifat informasi yang di kandung oleh data berupa informasi angka-angka. Misalnya data jumlah penduduk, jumlah pendapatan nasional, jumlah keluarga di suatu daerah. Data kuantitatif bisa berupa variabel diskrit, yaitu variabel yang berasal dari hasil penghitungan. Data diskrit merupakan data kuantitatif yang mempunyai sifat bulat, tidak dalam bentuk pecahan, misalnya data jumlah penduduk. Juga bisa berupa variabel kontinyu yang merupakan data yang berasal dari hasil pengukuran. Hasil pengukuran tergantung pada keakuratan alat ukur yang digunakan. Data tinggi badan, data suhu, dan data kelembaban udara adalah beberapa contoh data kontinyu. Data ini bisa berbentuk pecahan, misalkan tinggi badan seorang balita adalah 35cm. tinggi badan ini bisa 35,2cm atau 35,25 cm tergantung pada keakuratan alat ukur yang digunakan.

2.10.3 Pengujian Kuesioner

Pada penyusunan kuesioner, salah satu kriteria kuesioner yang baik adalah validitas dan realibilitas kuesioner dinyatakan valid. tujuan pengujian validitas dan realibilitas kuesioner adalah untuk meyakinkan bahwa kuesioner yang di


(53)

susun akan benar-benar baik dalam mengukur gejala dan menghasilkan data yang valid.

1. Uji validitas

Validitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana instrumen pengukur mampu mengukur apa yang ingin diukur. Jika misalkan alat ukur nya adalah meteran, maka validitas alat ini adalah sejauh mana alat ini mampu mengukur jarak suatu titik. Begitu juga misalkan menyusun kuesioner kepuasan pelanggan, maka validitas kuesioner adalah sejauh mana kuesioner mampu mengukur kepuasan pelanggan. Terdapat beberapa jenis validitas:

- Validitas konstruksi, suatu kuesioner yang baik harus dapat mengukur dengan jelas kerangka dari penelitian yang akan dilakukan. Jadi misalkan akan mengukur konsep tentang kepuasan pelanggan, maka kuesioner tersebut dikatakan valid jika mampu menjelaskan dan mengukur kerangka konsep kepuasan pelanggan.

- Validitas Isi, adalah suatu alat yang mengukur sejauh mana kuesioner atau alat ukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai kerangka konsep. Misalkan menggunakan beberapa sampel terhadap pelanggan produk X.

- Validitas Prediktif, adalah kemampuan dari kuesioner dalam memprediksi perilaku dari konsep.

Untuk melakukan uji validitas, metode yang dilakukan adalah dengan mengukur korelasi (hubungan) antara butir-butir pertanyaan dengan skor


(54)

pertanyaan secara keseluruhan. Tahap-tahap yang harus dilakukan dalam melakukan pengujian validitas adalah:

1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur. Jadi untuk menguji validitas suatu konsep, tahap awal yang harus dilakukan adalah menjabarkan konsep dalam suatu definisi operasional (berupa tabel angka-angka hasil kuesioner).

2. Melakukan uji coba pada beberapa responden. Tergantung dari sampel yang digunakan.

3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.

4. Menghitung nilai korelasi antara masing-masing skor butir jawaban dengan skor total dari butir jawaban.

2. Uji realibilitas.

Apabila suatu alat pengukuran telah dinyatakan valid, maka tahap selanjutnya adalah mengukur realibilitas dari alat tersebut. Realibilitas adalah ukuran yang menunjukkan konsistensi dari alat ukur dalam mengukur gejala yang sama di lain kesempatan. Misalkan memiliki kuesioner yang mengukur kepuasan pelanggan, maka hasil tersebut akan sama jika digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan pada penelitian yang lain. Setelah di uji validitas, maka di uji realibilitas. Pengukuran realibilitas dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Repeated measure atau pengukuran berulang. Pengukuran dilakukan


(55)

pertanyaan yang sama. hasil pengukuran dilihat apakah konsisten dengan pengukuran sebelumnya.

2. One shot. Pada teknik ini pengukuran dilakukan hanya pada satu

waktu, kemudian dilakukan perbandingan dengan pertanyaan yang lain atau dengan pengukuran korelasi antarjawaban. Pada program SPSS, metode ini dilakukan dengan metoe Croanbach Alpha, di mana suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Croanbach Alpha lebih besar dari 0,60.

2.11 Ruang Lingkup Standar Nasional Pendidikan

Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan menjelaskan mengenai delapan standar nasional pendidikan, antara lain:

1. Standar Isi.

Mencakup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

2. Standar Proses.

Berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.


(56)

3. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

Mencakup kriteria pendidikan perjabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

4. Standar Sarana dan Prasarana.

Standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berkreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

5. Standar Pengelolaan.

Standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

6. Standar Pembiayaan.

Merupakan standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.

7. Standar Penilaian Pendidikan.

Standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrument penilaian hasil belajar peserta didik.


(57)

8. Standar Kompetensi Lulusan.

Merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Standar nasional pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar ini juga bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

2.12 Definisi dan Sejarah ISO 9001:2008

ISO berasal dari kata Yunani ISOS yang berarti sama, kata ISO bukan diambil dari singkatan nama sebuah organisasi walau banyak orang awam

mengira ISO berasal dari International Standard of Organization. ISO 9001 merupakan standar international yang mengatur tentang sistem manajemen mutu (Quality Management System), oleh karena itu seringkali disebut sebagai ISO 9001, QMS” adapun tulisan 2008 menunjukkan tahun revisi, maka ISO 9001:2008 adalah sistem manajemen mutu ISO 9001 hasil revisi tahun 2008.

Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, terutama semakin luasnya dunia usaha, maka kebutuhan akan pengelolaan sistem manajemen mutu semakin dirasakan perlu dan mendesak untuk diterapkan pada berbagai scope

industry yang semakin hari semakin beragam. Versi 2008 adalah versi terbaru


(58)

ini adalah International Organization for Standardization yang bermarkas di Geneva – Swiss, didirikan pada 23 February 1947, kini beranggotakan lebih dari 147 negara yang mana setiap negara diwakili oleh badan standardisasi nasional (Indonesia diwakili oleh KAN) versi 2008 lahir sebagai bentuk penyempurnaan atas revisi tahun 2000.

Adapun perbedaan antara versi 2000 dengan 2008 secara significant lebih menekankan pada effectivitas proses yang dilaksanakan dalam organisasi tersebut. Jika pada versi 2000 mengatakan harus dilakukan corrective dan preventive

action, maka versi 2008 menetapkan bahwa proses corrective dan preventive

action yang dilakukan harus secara effektif berdampak positif pada perubahan

proses yang terjadi dalam organisasi. Selain itu, penekanan pada kontrol proses

outsourcing menjadi bagian yang disoroti dalam versi terbaru ISO 9001 ini. versi

2008 lebih mengedepankan pada pola proses bisnis yang terjadi dalam organisasi perusahaan sehingga hampir semua jenis usaha bisa mengimplementasi sistem manajemen mutu ISO 9001 ini.

Sistem ISO 9001:2008 fokus pada effektifitas proses continualimprovement

dengan pilar utama pola berpikir PDCA, dimana dalam setiap process senantiasa melakukan perencanaan yang matang, implementasi yang terukur dengan jelas, dilakukan evaluasi dan analisis data yang akurat serta tindakan perbaikan yang sesuai dan monitoring pelaksanaannya agar benar-benar bisa menuntaskan masalah yang terjadi di organisasi. Pilar berikutnya yang digunakan demi menyukseskan proses implementasi ISO 9001 ini, maka ditetapkanlah delapan prinsip manajemen mutu yang bertujuan untuk mengimprovisasi kinerja sistem


(59)

agar proses yang berlangsung sesuai dengan fokus utama yaitu effektivitas

continual improvement, delapan prinsip manajemen yang dimaksud adalah:

1) Customer Focus: Semua aktifitas perencanaan dan implementasi sistem semata-mata untuk memuaskan customer.

2) Leadership: Top Management berfungsi sebagai leader dalam mengawal implementasi Sistem bahwa semua gerak organisasi selalu terkontrol dalam satu komando dengan komitmen yang sama dan gerak yang sinergi pada setiap elemen organisasi

3) Keterlibatan semua orang: Semua elemen dalam organisasi terlibat dan konsen dalam implementasi sistem manajemen mutu sesuai fungsi kerjanya masing-masing, bahkan hingga office boy sekalipun hendaknya senantiasa melakukan yang terbaik dan membuktikan kinerjanya layak serta berkualitas, pada fungsinya sebagai office boy.

4) Pendekatan Proses: Aktifitas implementasi sistem selalu mengikuti alur proses yang terjadi dalam organisasi. Pendekatan pengelolaan proses dipetakan melalui business process. Dengan demikian, pemborosan karena proses yang tidak perlu bisa dihindari atau sebaliknya, ada proses yang tidak terlaksana karena pelaksanaan yang tidak sesuai dengan flow process itu sendiri yang berdampak pada hilangnya kepercayaan pelanggan

5) Pendekatan Sistem ke Management: Implementasi system mengedepankan pendekatan pada cara pengelolaan (Management) proses bukan sekedar menghilangkan masalah yang terjadi. Karena itu konsep


(60)

bertujuan memperbaiki cara dalam menghilangkan akar (penyebab) masalah dan melakukan improvement untuk menghilangkan potensi masalah.

6) Perbaikan berkelanjutan: Improvement, adalah roh implementasi ISO 9001:2008

7) Pendekatan Fakta sebagai Dasar Pengambilan Keputusan: Setiap keputusan dalam implementasi sistem selalu didasarkan pada fakta dan data. Tidak ada data (bukti implementasi) sama dengan tidak dilaksanakannya sistem ISO 9001:2008

8) Kerjasama yang saling menguntungkan dengan pemasok: Supplier bukanlah pembantu, tetapi mitra usaha, business partner karena itu harus terjadi pola hubungan saling menguntungkan.

2.13 Profil Pendidikan Nasional

Pendidikan dalam konteks pembangunan nasional mempunyai fungsi antara lain: (1) pemersatu bangsa, (2) penyamaan kesempatan dan (3) pengembangan potensi diri. Sementara itu dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional. Undang-undang tersebut memuat visi, misi, fungsi dan tujuan pendidikan nasional serta strategi pembangunan pendidikan nasional, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat dan berdaya saing dalam kehidupan global.


(61)

2.13.1 Visi dan Misi Pendidikan Nasional 2.13.1.1 Visi Pendidikan Nasional

Mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

2.13.1.2 Misi Pendidikan Nasional

1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional dan internasional.

3. Meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global.

4. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.

5. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.

6. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasrkan standar yang bersifat nasional dan global.


(62)

7. Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks negara kesatuan republik Indonesia.

2.13.2 Reformasi pendidikan

Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional, terdapat beberapa reformasi pendidikan meliputi hal-hal berikut:

Pertama, penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Kedua, adanya perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai sumberdaya pembangunan menjadi paradigma manusia sebagai subjek pembangunan secara utuh. Pendidikan harus mampu


(1)

(2)

HASIL K-NEED SMAN 3 TANGSEL

NO. Knowledge SMAN 3 Tingkat Kepentingan Nki Tingkat Penguasaan Npi K-GAP

5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 Nki-Npi %

1 Kerja sama dengan pihak Luar 7 5 9 0 0 3,90 3 9 8 1 0 3,67 0,24 24%

2 Fasilitas penyimpanan asset pengetahuan

11 3 6 1 0 4,14 8 6 6 1 0 4,00 0,14 14%

3 Diseminasi hasil pelatihan 7 6 7 1 0 3,90 4 9 7 1 0 3,76 0,14 14%

4 Update perkembangan sekolah 7 8 5 1 0 4,00 6 8 6 1 0 3,90 0,10 10%

5 Rencana kerja bidang pengembangan SDM

10 4 6 0 1 4,05 5 8 7 1 0 3,81 0,24 24%

6 Kegiatan lalu lintas dokumen kepegawaian

7 9 5 0 0 4,10 5 8 7 1 0 3,81 0,29 29%

7 Penerapan hasil pelatihan 8 6 6 1 0 4,00 4 9 7 1 0 3,76 0,24 24%

8 Tim lintas fungsional 8 6 6 1 0 4,00 3 11 7 0 0 3,81 0,19 19%

9 Pendokumentasian hasil pelatihan 6 8 6 0 1 3,86 3 10 8 0 0 3,76 0,10 10%

10 Penyimpanan/dokumentasi bentuk digital

8 8 4 0 1 4,05 4 9 7 1 0 3,76 0,29 29%

11 Pengelolaan komputerisasi database karyawan

8 7 5 0 1 4,00 4 7 10 0 0 3,71 0,29 29%


(3)

13 Pemahaman standar kompetensi lulus siswa

8 10 3 0 0 4,24 5 8 8 0 0 3,86 0,38 38%

14 Berbagi pengetahuan 6 7 7 1 0 3,86 4 7 9 1 0 3,67 0,19 19%

15 Kurikulum adopsi dan adapsi negara maju

3 11 7 0 0 3,81 4 8 8 1 0 3,71 0,10 10%

16 Pelaksanaan Visi dan Misi sekolah 7 8 5 0 1 3,95 5 8 8 0 0 3,86 0,10 10%

17a Komputer untuk mengetik 14 3 3 0 1 4,38 11 5 4 1 0 4,24 0,14 14%

17b Komputer untuk browsing materi belajar

13 3 4 0 1 4,29 9 5 6 1 0 4,05 0,24 24%

17c Komputer untuk email/chatting 10 6 4 0 1 4,14 6 8 6 1 0 3,90 0,24 24%

18 Tehnologi dalam pengembangan kompetensi guru

10 4 6 0 1 4,05 5 10 5 1 0 3,90 0,14 14%

19 Menjaga mutu pendidikan sekolah 10 5 5 0 1 4,10 5 9 6 1 0 3,86 0,24 24%

20 Pengamanan dan pengelolaan asset sekolah

8 8 4 0 1 4,05 3 10 7 1 0 3,71 0,33 33%

21 Laporan berkala kegiatan pelatihan 6 9 5 1 0 3,95 5 10 6 0 0 3,95 0,00 0% 22 Pemahaman standar pendidik dan

tenaga kerja

5 7 8 0 1 3,71 3 9 9 0 0 3,71 0,00 0% 23 Pemahaman standar sarana dan

prasarana

7 7 6 1 0 3,95 3 9 8 1 0 3,67 0,29 29%

24 Pemahaman standar proses pendidikan


(4)

HASIL K-NEED SMAN 1 TANGSEL

NO. Knowledge SMAN 1 Tingkat Kepentingan Nki Tingkat Penguasaan Npi K-GAP %

5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 Nki-Npi

1 Kerja sama dengan pihak Luar 6 12 3 0 0 4,14 1 14 5 0 1 3,67 0,48 48%

2 Fasilitas penyimpanan asset pengetahuan

12 9 0 0 0 4,57 4 13 3 0 1 3,90 0,67 67%

3 Diseminasi hasil pelatihan 5 13 3 0 0 4,10 3 13 4 0 1 3,81 0,29 29%

4 Update perkembangan sekolah 7 12 2 0 0 4,24 5 12 3 0 1 3,95 0,29 29%

5 Rencana kerja bidang pengembangan SDM

8 11 1 1 0 4,24 3 11 6 0 1 3,71 0,52 52%

6 Kegiatan lalu lintas dokumen kepegawaian

7 11 3 0 0 4,19 1 14 4 1 1 3,62 0,57 57%

7 Penerapan hasil pelatihan 4 16 1 0 0 4,14 3 10 7 0 1 3,67 0,48 48%

8 Tim lintas fungsional 4 12 5 0 0 3,95 3 9 6 2 1 3,52 0,43 43%

9 Pendokumentasian hasil pelatihan 5 12 4 0 0 4,05 0 16 3 1 1 3,62 0,43 43%

10 Penyimpanan/dokumentasi bentuk digital

2 14 5 0 0 3,86 1 14 3 2 1 3,57 0,29 29% 11 Pengelolaan komputerisasi database

karyawan

10 10 0 1 0 4,38 1 13 4 2 1 3,52 0,86 86%


(5)

13 Pemahaman standar kompetensi lulus siswa

12 8 1 0 0 4,52 5 13 2 0 1 4,00 0,52 52%

14 Berbagi pengetahuan 9 10 2 0 0 4,33 3 12 4 1 1 3,71 0,62 62%

15 Kurikulum adopsi dan adapsi negara maju

5 12 4 0 0 4,05 5 10 5 0 1 3,86 0,19 19% 16 Pelaksanaan Visi dan Misi sekolah 12 7 2 0 0 4,48 0 13 7 0 1 3,52 0,95 95%

17a Komputer untuk mengetik 12 8 1 0 0 4,52 8 11 1 0 1 4,19 0,33 33%

17b Komputer untuk browsing materi belajar

10 8 3 0 0 4,33 5 13 2 0 1 4,00 0,33 33%

17c Komputer untuk email/chatting 6 7 6 1 1 3,76 3 11 5 1 1 3,67 0,10 10%

18 Tehnologi dalam pengembangan kompetensi guru

8 11 2 0 0 4,29 4 13 3 0 1 3,90 0,38 38%

19 Menjaga mutu pendidikan sekolah 13 8 0 0 0 4,62 5 13 2 0 1 4,00 0,62 62%

20 Pengamanan dan pengelolaan asset sekolah

5 15 1 0 0 4,19 0 13 7 0 1 3,52 0,67 67%

21 Laporan berkala kegiatan pelatihan 8 10 3 0 0 4,24 1 14 5 0 1 3,67 0,57 57% 22 Pemahaman standar pendidik dan

tenaga kerja

5 14 2 0 0 4,14 1 14 5 0 1 3,67 0,48 48%

23 Pemahaman standar sarana dan prasarana

7 12 2 0 0 4,24 2 12 6 0 1 3,67 0,57 57%

24 Pemahaman standar proses pendidikan


(6)

Hasil Analisa K-Need SMAN 1 Tangsel

Nki Npi K-Gap

Max 4,71 4,19 0,95

Min 3,76 3,52 0,10

Median 4,24 3,69 0,50

SMAN 1 Tingkat Kepentingan Tingkat Penguasaan

Penting

89% 73%

Cukup Penting

10% 20%

Belum Penting

1% 7%

Total

100%

Hasil Analisa K-Need SMAN 3 Tangsel

Nki Npi K-Gap

Max 4,38 4,24 0,48

Min 3,71 3,67 0,00

Median 4,02 3,81 0,24

SMAN 3

Tingkat Kepentingan

Tingkat Penguasaan

Penting

70%

62%

Cukup Penting

26%

34%

Belum Penting

4%

3%