Daya saing pada tataran meso industri atau kelompok industri

52 daya saing lebih dilihat dalam konteks rantai nilai tambah yang umumnya terjadi “lintas sektor.” Tambunan 2002 menyatakan, bahwa faktor-faktor keunggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh setiap industri untuk dapat bersaing di pasar dunia antara lain penguasaan teknologi dan peningkatan inovasi, kualitas serta mutu yang baik dari barang yang dihasilkan, memiliki jaringan bisnis di dalam dan terutama di luar negeri yang baik, dan tingkat kewirausahaan enterpreneurship yang tinggi.

2.4.3 Daya saing pada tataran mikro perusahaan-firm level

Daya saing pada tataran mikro yaitu dimana perusahaan akan membuat suatu dinding penghalang, agar pesaing tidak dapat meniru daya saing yang dimilikinya. Adanya daya saing tersebut, sehingga perusahaan mampu meraih keuntungan dan manfaat dari sumber daya yang dimiliki mereka Barney 1991 serta nilai yang lebih tinggi value daripada pesaingnya Makhija 2003. Perkembangan teori daya saing telah menyajikan dua mahzab besar yaitu market based view MBV dan resources based view RBV. Baik MBV maupun RBV, keduanya mengarah pada penciptaan keunggulan bersaing agar organisasi sukses menjadi value creation yang superior. Perspektif MBV yang didukung oleh Porter, daya saing dibangun atas dasar market attractiveness. Cara pandang kemampuan perusahaan dalam mengantisipasi pasar, merupakan hal yang esensial. Porter telah mengembangkan model lima kekuatan five forces model yang dapat digunakan sebagai pijakan didalam mengevaluasi dan merancang strategi bersaing. Ungkapan “think like your competitor’s decision makers” seakan menjadi tugas intelijen organisasi agar tidak ketinggalan berita atas apa yang telah dilakukan pesaing dan apa yang dituntut konsumen. Kompetisi dalam teori Porter ini bisa dievaluasi melalui lima kekuatan persyaratan bargaining antara lain potensi pendatang baru dan barang substitusi, potensi pemasok dan pembeli serta kompetisi yang timbul dalam struktur industri. Kompetensi bersaing bisnis dalam MBV, dibangun melalui cara pandang outside-in perspective . Dinamika eksternal menjadi pijakan dalam merancang strategi keunggulan bersaing. Model Porter didasarkan pada wawasan, bahwa 53 strategi perusahaan harus memenuhi peluang dan ancaman konteks lingkungan eksternal organisasi. Strategi bersaing harus berdasar pada struktur industri dan cara mereka mengelola perubahan. Porter telah mengidentifikasi lima kekuatan kompetitif yang membentuk setiap industri dan setiap pasar. Kekuatan ini menentukan intensitas persaingan, profitabilitas dan daya tarik suatu industri. Tujuan strategi perusahaan diarahkan untuk memodifikasi kekuatan- kekuatan kompetitif dengan cara dan teknik tertentu yang bisa meningkatkan posisi organisasi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari analisis atas lima kekuatan tersebut manajemen dapat memutuskan bagaimana mempengaruhi atau mengeksploitasi karakteristik tertentu dari industri mereka untuk dipertemukan dengan peluang dan tantangan potensial. Selajutnya, bargaining power yang bisa dilakukan perusahaan akan sangat menentukan posisi kompetitif perusahaan. Porter dalam perspektif ini, mengusulkan tiga pilihan strategi generik low cost, differensiasi dan fokus sebagai pijakan keunggulan bersaingnya. Alasan strategi low cost adalah adanya pemikiran bahwa konsumen selalu mengharapkan benefit yang lebih besar dibandingkan dengan pengorbanan atau biaya yang telah dikeluarkan. Alasan strategi diferensiasi adalah konsumen suka terhadap produk yang unik dengan feature yang mampu memenuhi kebutuhannya, sedangkan fokus ditujukan agar perusahaan mampu membangun core produk menyesuaikan dengan dua pilihan strategi sebelumnya fokus pada low cost atau fokus pada diferensiasi . Penerapan kedua pilihan strategi utama low cost dan diferensiasi memang sangat sulit diterapkan secara bersamaan, umumnya kedua jenis strategi tersebut akan bersifat mutually exclusive. Pilihan untuk diferensiasi terkait dengan inovasi, sedangkan inovasi membutuhkan investasi baru yang berujung pengerahan modal yang lebih besar yang bisa bertentangan dengan tujuan low cost. Sebenarnya tidak akan masalah jika produk perusahaan adalah lebih mahal dibandingkan dengan apa yang pesaing tawarkan. Asalkan perusahaan sudah membangun loyalitas, kepercayaan dan persepsi kualitas dalam diri pelanggan. Implikasi dari model seperti yang digambarkan diatas, akan menjadi perubahan dalam kompetisi yang tidak didasarkan pada harga tetapi pada value creation kepada pelanggan. Munculnya interdependensi antar kelima faktor