HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU TERHADAP PERILAKU SEKSUAL Studi Kasus di PT Esa Express Surabaya
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU TERHADAP PERILAKU SEKSUAL
Studi Kasus di PT Esa Express Surabaya
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh :
ANNISA AL’QIBTIYAH LESTALUHU 20110310191
HALAMAN JUDUL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(2)
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU TERHADAP PERILAKU SEKSUAL
Studi Kasus di PT Esa Express Surabaya
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh :
ANNISA AL’QIBTIYAH LESTALUHU 20110310191
HALAMAN JUDUL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(3)
Studi Kasus di PT Esa Express Surabaya
Disusun oleh:
ANNISA AL’QIBTIYAH LESTALUHU
20110310191
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal : 22 April 2016
Dosen Pembimbing Dosen Penguji
dr.H. Dirwan Suryo Soularto, Sp. F., M.Sc dr. Iman Permana, M.Kes., PhD NIK : 19720223200104173047 NIK : 19700131201104173146
Mengetahui,
Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG., M.Kes. NIK : 1969 1213 1998 0717 3031
(4)
Nama : Annisa Al’qibtiyah Lestaluhu
NIM : 20110310191
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dalam karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 22 April 2016 Yang membuat pernyataan,
(5)
perkenan-Nya lah penulisan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
“HubunganTingkat Pengetahuan Sikap dan Perilaku terhadap Perilaku Seksual para Buruh PT Esa Express Surabaya ” dapat terselesaikan dengan baik. Adapun tujuan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dukungan moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan studi di program studi Pendidikan Dokter.
2. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah memberikan kemudahan sehingga studi kami dapat berjalan dengan lancar.
3. Bapak dr. Dirwan Suryo Soularto, Sp. F, M.Sc selaku dosen pembimbing penulisan karya tulis ilmiah yang selalu sabar dalam memberikan masukan dan arahan selama proses pembuatan karya tulis ilmiah.
4. Orang tua, keluarga, dan teman-teman yang selalu memberikan motivasi kepada kami.
Saran dan kritik sangatlah penulis harapkan. Semoga bantuan yang telah diberikan dapat menjadi amal baik dan mendapatkan imbalan pahala dari Allah SWT serta hasil dari penelitian ini kiranya dapat bermanfaat. Amin.
Yogyakarta, 24 April 2014 Penulis
(6)
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
INTISARI ... viii
ABSTRACT ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Keaslian Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 7
1. Perilaku seksual ... 7
2. Pengetahuan ... 17
3. Perilaku ... 19
4. Sikap ... 24
5. Buruh dan PT. ESA EXPRESS Surabaya ... 30
B. Kerangka Konsep ... 33
C. Hipotesis ... 33
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 34
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34
C. Populasi dan Sampel ... 34
D. Variabel dan Definisi Operasional ... 35
E. Instrumen Penelitian... 36
F. Cara Pengumpulan Data ... 37
G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 37
H. Analisis Data ... 38
I. Kesulitan Penelitian ... 38
J. Etika Penulisan ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 40
1. Karakteristik Responden ... 40
2. Uji ... 41
(7)
(8)
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,
Pendikan, Status Pernikahan, Lama Kerja ... 41
Tabel 3. Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan tentang Seks ... 42
Tabel 4. Hasil Uji Validitas Variabel Sikap terhadap Seks ... 43
Tabel 5. Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku terhadap Seks ... 44
Tabel 6. Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas... 44
Tabel 7. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Berdasar Jawaban Responden ... 45
Tabel 8. Distribusi Pengetahuan Responden terhadap seks Berdasarkan Pengkategorian ... 47
Tabel 9. Distribusi Sikap Responden terhadap seks Berdasarkan Pengkategorian ... 47
Tabel 10. Distribusi Perilakuseks Responden Berdasarkan Pengkategorian ... 48
Tabel 11. Keeratan Hubungan Antar Variabel ... 49
(9)
dalam memaknai cinta serta sedikitnya pengetahuan tentang dampak yang terjadi akibat perilaku seks menyimpang seperti penyakit menular seksual (PMS), infeksi saluran kemih (ISK), HIV-AIDS dan juga berbagai jenis penyakit lainnya. Penelitian tentang hubungan antara tingkat pengetauhan, sikap dan perilaku seksual perlu dilakukan untuk mengkaji permasalah ini.
Penelitian ini menggunakan desain analitik, dengan pendekatan metode cross sectional. Populasi yang digunakan adalah buruh PT Esa Express Surabaya yang melakukan perilaku seksual aktif. Seluruh sampel berjumlah 44 responden dan diambil secara total sampling.
Pada perhitungan statistik uji korelasi Pearson antara variabel ditemukan tiga hasil. Hubungan antara variabel pengetahuan dan perilaku adalah positif (searah) dan signifkan dengan probability correlation (0,00)<0,05. Dilihat dari besarnya koefisien korelasi, hubungan variable pengetahuan dan perilaku adalah kuat (0,848). Sedangkan hubungan variabel sikap dan perilaku juga positif (searah) dan signifikan dengan probability sig pearson correlation (0,00)<0,05. Dilihat dari besarnya koefisien korelasi, hubungan variabel sikap dan perilaku adalah rendah (0,327). Sementara Hubungan variabel pengetahuan dan sikap juga bersifat positif (searah) dan signifikan dengan probability correlation (0,00)<0,05. Dilihat dari besarnya koefisien korelasi, hubungan variabel pengetahuan dan sikap adalah sedang (0,422).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif (searah) antara tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual pada populasi buruh PT Esa Express Surabaya. Semakin baik tingkat pengetahuan, semakin baik pula sikap dan perilaku terhadap perilaku seks.
(10)
determination about love as well as least knowledge of the impact that occurs because of deviant sexual behavior such as : sexually transmitted diseases (STDs), urinary tract infection (UTI), HIV-AIDS and also various types of other diseases. Research on the relationship between the level of knowledge, attitudes and sexual behavior needs to be done to examine this problem.
This study uses analytic design with cross sectional approach. The population used was workers of PT Esa Express Surabaya held an active sexual behavior. The amount of sample are 44 respondents and taken by total sampling.
In the statistical calculation of Pearson correlation test between variables found three results. The relation between knowledge and behavior variables is positive (direct) and significant correlation with the probability (0,00)<0.05. Judging from the magnitude of the correlation coefficient, variable relations knowledge and behavior is strong (0.848). While the relation of variables were also positive on attitudes and behavior (direct) and significant by Pearson correlation probability (0,00)<0.05. Judging from the magnitude of the correlation coefficient, the relationship variables attitude and behavior was low (0.327). While the variable relation of knowledge and attitudes are also positive (direct) and significant correlation with the probability (0,00)<0.05. Judging from the magnitude of the correlation coefficient, the relation between variables of knowledge and attitude is in moderate level (0.422).
From the results of this study concluded that there is a positive relation (direct) between the level of knowledge, attitudes and sexual behavior in a population of workers in PT Esa Express Surabaya. In the better level of knowledge, the better behavior and attitude will toward and impact on sexual behavior.
(11)
(12)
dalam memaknai cinta serta sedikitnya pengetahuan tentang dampak yang terjadi akibat perilaku seks menyimpang seperti penyakit menular seksual (PMS), infeksi saluran kemih (ISK), HIV-AIDS dan juga berbagai jenis penyakit lainnya. Penelitian tentang hubungan antara tingkat pengetauhan, sikap dan perilaku seksual perlu dilakukan untuk mengkaji permasalah ini.
Penelitian ini menggunakan desain analitik, dengan pendekatan metode cross sectional. Populasi yang digunakan adalah buruh PT Esa Express Surabaya yang melakukan perilaku seksual aktif. Seluruh sampel berjumlah 44 responden dan diambil secara total sampling.
Pada perhitungan statistik uji korelasi Pearson antara variabel ditemukan tiga hasil. Hubungan antara variabel pengetahuan dan perilaku adalah positif (searah) dan signifkan dengan probability correlation (0,00)<0,05. Dilihat dari besarnya koefisien korelasi, hubungan variable pengetahuan dan perilaku adalah kuat (0,848). Sedangkan hubungan variabel sikap dan perilaku juga positif (searah) dan signifikan dengan probability sig pearson correlation (0,00)<0,05. Dilihat dari besarnya koefisien korelasi, hubungan variabel sikap dan perilaku adalah rendah (0,327). Sementara Hubungan variabel pengetahuan dan sikap juga bersifat positif (searah) dan signifikan dengan probability correlation (0,00)<0,05. Dilihat dari besarnya koefisien korelasi, hubungan variabel pengetahuan dan sikap adalah sedang (0,422).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif (searah) antara tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual pada populasi buruh PT Esa Express Surabaya. Semakin baik tingkat pengetahuan, semakin baik pula sikap dan perilaku terhadap perilaku seks.
(13)
determination about love as well as least knowledge of the impact that occurs because of deviant sexual behavior such as : sexually transmitted diseases (STDs), urinary tract infection (UTI), HIV-AIDS and also various types of other diseases. Research on the relationship between the level of knowledge, attitudes and sexual behavior needs to be done to examine this problem.
This study uses analytic design with cross sectional approach. The population used was workers of PT Esa Express Surabaya held an active sexual behavior. The amount of sample are 44 respondents and taken by total sampling.
In the statistical calculation of Pearson correlation test between variables found three results. The relation between knowledge and behavior variables is positive (direct) and significant correlation with the probability (0,00)<0.05. Judging from the magnitude of the correlation coefficient, variable relations knowledge and behavior is strong (0.848). While the relation of variables were also positive on attitudes and behavior (direct) and significant by Pearson correlation probability (0,00)<0.05. Judging from the magnitude of the correlation coefficient, the relationship variables attitude and behavior was low (0.327). While the variable relation of knowledge and attitudes are also positive (direct) and significant correlation with the probability (0,00)<0.05. Judging from the magnitude of the correlation coefficient, the relation between variables of knowledge and attitude is in moderate level (0.422).
From the results of this study concluded that there is a positive relation (direct) between the level of knowledge, attitudes and sexual behavior in a population of workers in PT Esa Express Surabaya. In the better level of knowledge, the better behavior and attitude will toward and impact on sexual behavior.
(14)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam sehari-hari manusia selalu dihadapkan dengan berbagai macam tuntutan untuk dapat memenuhi semua yang di tuntutkan kepada mereka. Sehingga membuat mereka untuk dapat menyelesaikan tuntutan itu. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan hidup yang memaksa seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan yang dianggap benar menurut mereka tanpa memikirkan suatu efek dari tindakan yang mereka lakukan. Di zaman yang serba maju dan serba bebas manusia sering berpikiran singkat untuk keluar dari masalah-masalah kehidupan. Tanpa berpikir panjang mereka melakukan sesuatu yang melanggar etika dan norma agama. Salah satu yang paling banyak di lakukan oleh mereka untuk keluar dari kehidupan yang menuntut yaitu perilaku seksual
Perilaku seksual adalah perilaku yang di dorong karena adanya hasrat seksual yang tidak dapat dikendalikan oleh seseorang.Menurut Kartono (1998:22 ) bahwa ketidakwajaran seksual atau sexual perversion itu mencakup
perilaku seksual atau fantasi-fantasi seksual yang mengarah pada pencapaian orgasme lewat relasi di luar hubungan kelamin heteroseksual dengan seseorang. Perilaku seksual disebabkan oleh beberapa faktor ,yaitu karena penyalahgunaan obat dan alkohol.Obat-obatan tertentu memungkinkan
(15)
lingkungan rumah,lingkungan pekerjaan,keluarga,dan budaya di mana seseorang di besarkan oleh kedua orang tuanya. Fakta utama kesehatan reproduksi Indonesia menurut (LDFE-UI,1999) sangat mencemaskan. Persentase kaum pria yang mempunyai teman laki-laki yang pernah melakukan perilaku seksual dengan berhubungan intim adalah 34,9%, sedangkan yang mempunyai teman perempuan yang pernah melakukan hal serupa sebelum menikah sebesar 24%.
Dari beberapa penyebab tingginya perilaku seksual,salah satunya adalah jarak antar keluarga. Beberapa jenis pekerjaan tertentu dapat berpotensi bagi para pekerja untuk melakukan perilaku seksual ini. Para pekerja yang termasuk ke dalam kategori mobile migrant population merupakan salah satu
kelompok pekerja yang berisiko melakukan perilaku ini. Karena tuntutan pekerjaan, mereka biasanya sering berpindah-pindah,menetap di suatu tempat dalam waktu yang relatif singkat, serta jauh dari pasangan atau keluarga.
Kurangnya pengetahuan para pekerja mengenai perilaku seksual dan berbagai macam efek yang terjadi dari perilaku tersebut.Seperti yang dikatakan oleh Dr.Boyke Dian Nugraha seorang pakar seks dan spesialis Obstetri dan Ginekologi,beliau menyatakan bahwa penyebabnya antara lain karena maraknya pengedaran gambar dan VCD porno,kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang seksualitas,keliru dalam memaknai cinta serta sedikitnya pengetahuan dampak yang terjadi akibat perilaku seks menyimpang, seperti mengidapnya penyakit menular seksual (PMS), infeksi saluran kemih (ISK), HIV-AIDS dan berbagai penyakit lainnya.
(16)
Seperti yang disebutkan di atas, selain maraknya pengedaran gambar dan VCD porno adalah maraknya tempat lokalisasi yang menjadi fasilitas mereka untuk melakukan perilaku seksual dengan mendatangi tempat lokalisasi tersebut. Di Indonesia banyak sekali tempat lokalisasi yang sangat maju dan memiliki ratusan PSK untuk di jual kepada mereka yang mencari. Contohnya lokalilasi yang berdiri di wilayah Jawa, daerah Yogyakarta, Semarang, Surabaya dan wilayah lainnya. Lokalisasi terbesar di Asia tenggara adalah lokalisasi yang bertempat di Surabaya yang di kenal dengan sebutan Gang Dolly, tidak banyak orang yang tidak tahu dengan tempat lokalisasi terbesar ini. Beberapa konsumen yang ke lokalisasi ini adalah para pekerja yang di haruskan bekerja lebih dari waktu seharusnya bekerja,contohnya pekerja yang bekerja sebagai buruh di dalam suatu perusahaan.Para buruh biasanya bekerja selama delapan jam dalam satu hari,yaitu sejak jam delapan pagi hingga jam empat sore, para buruh memiliki waktu istirahat pada pukul 12.00 hingga pukul 13.00. Selain itu kembali bekerja hingga pukul empat sore. Hal ini belum termasuk jika para buruh di minta untuk lembur karena mengejar orderan oleh pemilik perusahaan hingga malam hari.
Salah satu nya yaitu para buruh yang bekerja di perusahaan yang berdiri di bidang ekspedisi atau jasa pengiriman barang bernama PT Esa Express Surabaya. Para buruh di perusahaan PT Esa Express ini mayoritas tingkat pendidikan dari lulusan SMP dan lulusan SMA, inilah sebabnya yang menjadikan para buruh di perusahaan ini memiliki tingkat pengetahuan
(17)
tuntut untuk menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu hingga malam hari jika lembur, banyak para buruh yang mrngambil jalan melakukan tindakan perilaku seksual untuk dapat merileksasikan pikiran mereka, karena para buruh juga memiliki dan memerlukan kebutuhan seksual.
Penelitian ini di harapkan dapat menganalisis tingkat pengetahuan dan perilaku para buruh terhadap perilaku seksual. Dengan diketahui data mengenai tingkat pengetahuan dan perilaku para buruh PT Esa Express Surabaya dapat menjadi acuan tingkat perilaku seksual di perusahaan ini Pentingnya pemahaman dan sikap para buruh terhadap perilaku seksual akan mengurangi dampak negatif bagi masyarakat luas, perusahaan, dan pemerintah. Menurut pandangan islam dalam ayat Al Quran Surat Al-Israa’ Ayat 32 :
Artinya :“Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”
B. Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara tingkat pengetauhan,sikap dan perilaku seksual para buruh PT Esa Express Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adakah hubungan tingkat pengetahuan,sikap dan perilaku terhadap perilaku seksual di PT Esa Express Surabaya.
(18)
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan para buruh PT Esa Express Surabaya terhadap perilaku seksual.
b. Untuk mengetahui sikap para buruh PT Esa Express Surabaya terhadap perilaku seksual.
c. Untuk mengetahui perilaku seksual para buruh PT Esa Express Surabaya.
D. Manfaat Penelitian
1. Perusahaan
Penelitian ini diharapakan dapat menjadi informasi tentang tingkat perilaku dan pola perilaku bagi para buruh PT Esa Express Surabaya sehingga perusahaan dapat mengurangi dampak dari perilaku seksual. 2. Masyarakat umum
Hasil penelitian diharapkan menjadi informasi faktor apa jasa yang mendukung seseorang melakukan tindakan perilaku seksual serta dampak yang akan terjadi.
3. Pemerintah Kota Surabaya
Dari hasil penelitian diharapakan dapat menjadi data acuan ataupun data pendahuluan sehingga diharapakan pemerintah dapat memberikan suatu tindakan yang memberikan pengetahuan akan perilaku seksual terhadap masyarakat
(19)
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1. Keaslian Penelitian
No Judul Persamaan Perbedaan
1. Hubungan antara pengetahuan dengan sikap seksual pranikah remaja (Kusumastuti, 2010)
Desain penelitian menggunakan
desain cross
sectional dan
jenis penelitian termasuk survey analitik
pengetahuan sikap
Objek yang di analisa PT Esa Express Surabaya subjek yang di analisa tingkat
dan perilaku
seksual para
buruh PT Esa Express Surabaya
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka 1. Perilaku seksual
a. Pengertian
Perilaku diartikan sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun komplek serta mempunyai sifat diferensial, artinya satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respons yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama (Azwar, 1995). Chaplin(1989) mengelompokkan perilaku menjadi dua yaitu, perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung seperti pikiran, perasaan dan kehendak serta perilaku yang dapat diamati secara langsung. Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perilaku adalah manifestasi dari proses mental secara internal, yang bisa diobservasi dan diukur dengan berbagai cara baik secara langsung maupun tidak langsung.
Salah satu bentuk perilaku manusia yang selalu mewarnai hari-hari hidupnya adalah perilaku dalam kaitannya dengan masalah-masalah seksual. Dalam kamus bahasa seks berarti jenis kelamin. Segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin disebut dengan seksualitas. Menurut Masters,dkk. (1992), seksualitas menyangkut
(21)
Menurut Sarwono dan Siamsidar (Poespitarini, 1990) memberikan pengertian seksualitas dalam dua arti yaitu dalam arti sempit, seksualitas berarti kelamin yang terdiri dari alat kelamin, anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah yang membedakan pria dan wanita, kelenjar dan hormon kelamin, hubungan seksual serta pemakaian alat kontrasepsi, sedangkan pengertian dalam arti luas seksualitas merupakan segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, seperti tingkah laku, perbedaan atribut, perbedaan peran atu pekerjaan dan hubungan pria dan wanita. Secara ringkas seksualitas adalah dorongan hidup manusia yang sifatnya naluriah, baik dalam arti organ-organ tubuh dan ciri badaniah yang membedakan laki-laki dan perempuan maupun hal-hal lain yang terjadi akibat adanya perbedaan jenis kelamin. Sarwono (1989) memberikan definisi perilaku seksual sebagai segala macam bentuk kegiatan yang dapat menyalurkan dorongan seksual seseorang. Dalam hubungan antar jenis, bentuk-bentuk kegiatan yang dapat menyalurkan dorongan seksual biasanya melibatkan dua orang yang berbeda jenis kelaminnya.
Perilaku seksual menurut Kallen (1984) adalah salah satu dari perilaku sosial yang diatur masyarakat melalui norma-norma dan dipelajari melalui proses sosialisasi.Dengan demikian penyaluran dan pemuasan dorongan seksual dapat dikendalikan melalui proses belajar. Menurut Simkins (Singarimbun,1991) perilaku seksual adalah perilaku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun
(22)
dengan sejenis. Mulai dari berkencan, bercumbu sampai dengan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalannya atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang ditimbulkannya. Tetapi pada sebagian perilaku seksual yang muncul dampaknya dapat cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah dan aborsi, Sementara menurut Vener dan Stewart (Thornburg, 1982) perilaku seksual itu dimulai dari saling berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, necking, petting tahap
ringan hingga berat dan kemudian melakukan senggama..
Menurut Koentjoro (1998) semakin memuncaknya dorongan seksual yang dialami seseorang membutuhkan adanya penyaluran. Pola penyaluran dorongan seksual dapat dibedakan menjadi dua yaitu perilaku seksual pasif tertentu dengan cara menyublimasikan pada perilaku tertentu seperti puasa dan mengaktualisasikan kedalam perilaku seksual aktif. Dalam kaitannya dengan perilaku seks pasif dalam bentuk sublimasi dan aktualisasi dorongan seksual paling tidak ada tiga hal yang diasumsikan dapat mempengaruhi yaitu idealism pribadi, kadar kepercayaan beragama dan kontrol sosial baik yang berupa norma budaya maupun masyarakat dimana remaja tersebut berada.
(23)
Menurut Faturochman (1990) perilaku seksual sebenarnya merupakan sesuatu yang wajar, dalam arti sebagian besar manusia pada akhirnya mengalami hal itu. Karena perilaku seksual melibatkan orang lain maka perilaku seksual juga merupakan perilaku sosial. Seperti perilaku sosial yang lain, maka perilaku seksual juga harus diatur sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual adalah segala bentuk perilaku yang muncul akibat adanya dorongan seksual individu, dimana perilaku tersebut muncul karena bekerjanya hormon-horrnon seksual dan seharusnya dapat dikendalikan menurut norma yang berlaku di masyarakat.
b. Tahap - Tahap Perilaku Seksual
Hurlock (1973) mengemukakan bahwa pada saat seseorang beranjak dewasa perhatian lebih tercurah pada lawan jenisnya sehingga perhatian kepada kelompok yang sejenisnya menjadi berkurang. Hal ini kemudian dimanifestasikan kedalam perilaku pacaran, menurut Hurlock pola pola berpacaran seseorang dibagi menjadi empat periode, yaitu :
1) Periode pertama
Seorang individu melakukan kencan dengan beberapa individu berbeda. Berkencan diartikan seperti percakapan ditelepon, pertemuan di perpustakaan, di jalan dan sebagainya.
(24)
2) Periode kedua
Ketika seseorang mulai menyeleksi satu orang yang akan dipilih menjadi pasangan tetap.
3) Periode ketiga
Sudah terjadi hubungan yang lebih serius dan merencanakan pertunangan.
4) Periode Keempat
Pasangan sudah siap melangkah ke jenjang perkawinan besarnya hasrat yang dimiliki oleh seseorang dikarenakan telah berfungsinya hormon-hormon seksual mereka kemudian berusaha untuk memanifestasikannya ke dalam bentuk perilaku yang nyata.
Menurut Rustam (Fauziah, 1997) memberikan secara rinci mengenai tahapan perilaku heteroseksual, yaitu perilaku-perilaku seksual dengan lawan jenis yang pernah dilakukan seseorang sebelum menikah. Mulai dari tahap paling awal atau rendah sampai dengan terjadinya hubungan senggama sebagai berikut:
1) Memandang tubuh lawan bicara tetapi menghindari adanya kontak mata
2) Mengadakan kontak mata
3) Berbincang-bincang dan membandingkan gagasan , jika pada tahap ini ada kecocokan hubungan akan berjalan terus, jika tidak maka hubungan menjadi terputus
(25)
4) Berpegangan tangan
5) Memeluk bahu, tubuh lebih didekatkan
6) Memeluk pinggang, tubuh dalam kontak yang rapat 7) Ciuman di bibir
8) Berciuman bibir sambil berpelukan
9) Rabaan, elusan dan eksplorasi tubuh pasangannya 10) Saling meraba-raba bagian daerah erogen
11) Bersenggama
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyalurkan dorongan seksual yang dimiliki dari tahap paling rendah sampai tahap paling tinggi yaitu,
1) Memandang tubuh lawan bicara tetapi menghindari adanya kontak mata.
2) Mengadakan kontak mata 3) Melakukan kontak suara. 4) Berpegangan tangan. 5) Memeluk atau dipeluk bahu 6) Memeluk bagian pinggang 7) Berciuman
8) Berciuman sambil berpelukan. 9) Meraba daerah erogen pasangannya. 10) Mencium daerah erogen pasangan.
(26)
11) Menempelkan alat kelamin
12) Bersenggama atau melakukan hubungan seksual c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual
Seks merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan seseorang, untuk itu perilaku seksual perlu diperhatikan jika tidak ingin membawa malapetaka yang bisa menghancurkan hidupnya (Murdy,1995). Upaya untuk menyalurkan dorongan seksual yang dimiliki oleh seseorang pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam diri individu sendiri yaitu munculnya dorongan seksualnya ataupun dari luar diri individu berupa rangsangan-rangsangan yang dapat berasal dari media cetak ataupun media elektronika. Menurut Sarwono (1991) pengaruh dari dalam diri individu itu berasal dari perubahan hormonal yang terjadi secara alamiah dan berakibat pada peningkatan hasrat seksual seseorang. Hal ini kemudian tidak dapat tersalurkan karena adanya aturan hukum tentang batas usia tertentu untuk perkawinan. Sementara pengalaman dari luar dirinya dapat diperoleh melalui pengalaman kencan, informasi yang diperoleh dari teman, orang tua, pengalaman masturbasi, tontonan porno, serta pacaran (Hurlock, 1992; Lerner & Spanier, 1980). Chilman (1980) mengungkapkan beberapa faktor eksternal yang berhubungan dengan sikap dan perilaku seksual seseorang yaitu :
(27)
1) Kelompok referensi sosial
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara punya teman yang bersikap permisif terhadap seks dengan perilaku seksual yang akan dilakukannya. Dengan kata lain kelompok sebaya membawa pengaruh yang kuat terhadap pembentukan perilaku seksual sesorang.
2) Pendidikan
Seseorang yang mempunyai prestasi tinggi akan mempunayi sikap yang cenderung kurang menyukai perilaku seksual sebelum menikah, karena selalu terpacu untuk berprestasi dan menjadi semacam mekanisme pertahan diri dalam melawan dorongan seksualnya.
3) Karakteristik psikologis
Menyebutkan bahwa pria atau wanita yang telah pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah akan semakin permisif dalam perilaku seksualnya dan lebih berani mengambil resiko dalam hal seksualnya. Hal tersebut terjadi karena rendahnya super ego yang ia miliki yang bertugas mengatur norma-norma mana saja yang boleh serta aturan yang tidak boleh untuk dilakukan.
4) Hubungan keluarga
Biasanya seseorang yang telah melakukan hubungan seks sebelum menikah berasal dari keluarga yang kurang harmonis,
(28)
kurang mendapat perhatian serta sering terjadi konflik internal keluarga bahkan telah bercerai antara ayah dan ibunya.
5) Tempat tinggal
Seseorang yang bertempat tinggal di perkotaan cenderung lebih banyak melakukan hubungan seks sebelum menikah, karena fungsi control sosial yang kurang akibat sikap individualis dari masyarakatnya yang kurang memperdulikan apa yang dilakukan oleh lingkungan sekitarnya.
6) Status sosial ekonomi
Seseorang yang telah melakukan hubungan seks sebelum menikah biasanya berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian dari orang tua yang lebih memperhatikan pemenuhan kebutuhan ekonomi yang lebih mendasar serta mendesak. Imran (1998) menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual seseorang yaitu, a) Pengalaman seksual, makin banyak pengalaman melihat, mendengar dan mengalami hubungan seksual akan semakin memperkuat stimulasi yang dapat mendorong munculnya perilaku seksual.
b) Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan, seseorang yang memiliki penghayatan yang kuat tentang nilai-nilai keagamaan cenderung mampu menampilkan perilaku seksual
(29)
yang selaras dengan nilai yang diyakininya sehingga perilaku yang muncul akan sesuai dengan norma yang berlaku.
c) Fungsi keluarga dalam menjalankan fungsi kontrol, keluarga yang harmonis akan dapat membantu seseorang menyalurkan dorongan seksualnya secara selaras yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, karena dalam keluarga yang harmonis akan terjadi komunikasi yang harmonis pula yang di dalamnya remaja dapat secara terbuka menyampaikan permasalahan seksualitas yang sedang ia hadapi.
Menurut Faturochman (1992) salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seksual seseorang adalah jenis kelamin. Pada pria cenderung memiliki tingkat perilaku seksual yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan adanya standar ganda. Adanya tuntutan yang berbeda antara pria dan wanita dalam hal seksual membuat pria lebih bebas melakukan perilaku seksual sementara wanita cenderung berhati-hati.
Dari pendapat di atas, dijelaskan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi periiaku seksual. Selain itu menurut Savitri (2000) selama ini wanita menjadi korban dari konstruksi sosial yang menempatkan perempuan ke dalam subordinasi daripada kaum pria, sehingga segala sesuatu keputusan yang di ambilnya cenderung tidak mandiri. Dari keseluruhan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi
(30)
perilaku seksual seseorang dapat berasal dari faktor internal dirinya sendiri, yaitu perubahan hormonal, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kontrol diri serta penghargaan diri yang rendah dan pemahaman nilai agama serta faktor eksternal yang bersifat pengaruh dari luar yaitu pengaruh lingkungan tempat tinggal, kondisi keiuarga, dan pengaruh kelompok sebaya.
2. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tau yang terjadi setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan manusia disebut panca indera. Panca indera terdiri dari penglihatan, pendengeran, penciuaman, perasaan, dan peraba. Sebagian pengetauhan pada manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetauhan merupakan domain yang sangat penting bagi manusia sebelum melakukan suatu tindakan. Apabila perilaku didasari pengetauhan dan sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long tasting) Notoatmodjo (2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetauhan yang dicakup dalam domain kognitif, terbagi menjadi 6 tingkatan yakni:
1) Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
(31)
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang diterima. 2) Memahami (compression)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikas (application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real) 4) Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya antara satu sama lain.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu suatu criteria yang telah ada.
(32)
Pengukuran pengetahuan dapat di lakukan dengan wawancara dan kuisioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden yang dipilih. b. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Meliono (2007), pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1) Pendidikan
Adalah proses berubahnya sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.
2) Media
Media secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Contoh dari media massa adalah televise,radio,koran,dan majalah.
3) Keterpaparan informasi.
3. Perilaku
a. Pengertian
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologi semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas
(33)
ahli psikologi, merumuskan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini menjadi terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut
teori “S-O-R” atau stimulus organisme respons. Skinner membedakan adanya dua respon. Dalam teori Skiner dibedakan adanya dua respon:
1) Respondent respons atau flexi, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eleciting stimulalation karena menimbulkan respon-respon
yang relatif tetap.
2) Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer,
karena mencakup respon. Menurut Notoatmodjo (2007) dilihat dari bentuk respon stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a) Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
(34)
b) Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam atau praktik (practice) yang dengan mudah diamati atau dilihat
orang lain.
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda yang disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. 2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007, p. 139). Benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo (2007), membagi perilaku manusia kedalam 3 domain ranah atau kawasan yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor
(35)
untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni: pengetahuan, sikap, dan praktik atau tindakan (Notoatmodjo, 2007, p. 139) b. Pengukuran Perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, yakni dengan pengamatan (obsevasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini
dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005, p.59) c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku diperilaku oleh 3 faktor utama, yaitu:
1) Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan, dan sebagainya.
2) Faktor pendukung (enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja,
(36)
ketersediaan makanan bergizi, dsb. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dsb. Termasuk juga dukungan sosial, baik dukungan suami maupun keluarga.
3) Faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toma), sikap dan perilaku pada petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang peraturanperaturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
d. Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah sesuatu respon (organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terjadi dari 3 aspek:
1) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah senbuh dari sakit. 2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan
sehat.
(37)
4. Sikap
a. Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat menafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007) Sikap merupakan evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isu (Pretty,1986 dalam Azwar, 2005). Sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:
1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap obyek.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang terhadap obyek.
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap
merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk berperilaku terbuka (Notoatmodjo, 2007)
(38)
b. Tingkatan Sikap
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo,2007: 144): 1) Menerima (receiving)
Menerima di artikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek)
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seseorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah segala yang mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB,
(39)
meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri. (Wawan dan Dewi, 2010)
c. Ciri-ciri Sikap
Ciri-ciri sikap menurut purwanto (1998) adalah:
1) Sikap bukan dilakukan sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terhadap keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang lain. 3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan
tertentu terhadap suatu obyek dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari/berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentuyang dirumuskan dengan jelas.
4) Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapankecakapan/ pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. Pernyataan sikap yang berisi hal-hal yang negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pertanyaan seperti ini disebut dengan pertanyaan yang tidak
(40)
favorable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan disajikan tidak semua positif dan semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak/mendukung sama sekali obyek sikap (Azwar, 2005) d. Sifat Sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negative menurut purwanto (1998):
1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu.
2) Sikap negatif terhadap kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keluarga Terhadap Obyek Sikap
1) Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap
(41)
untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
3) Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.
4) Media massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
6) Faktor emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk.
(42)
7) Pengukur sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu obyek. Misalnya, bagaimana pendapat responden tentang kegiatan posyandu, atau juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan-pernyataan obyek tertentu, dengan menggunakan skala likert (Notoatmodjo, 2005:57)
Skala likert merupakan metode sederhana dibandingkan dengan skala Thurstone. Skala Thurstone yang terdiri dari 11 poin disederhanakan menjadi 2 kelompok yaitu favorable dan
unfavorable sedangkan item yang netral tidak disertakan. Untuk
mengatasi hilangnya netral tersebut, likert menggunakan teknik konstruksi test yang lain. Masing-masing responden diminta melakukan agreement dan disagreement untuk masing-masing item dalam skala yang skala yang terdiri dari 5 poin (sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju). Semua item yang favorable kemudian diubah nilainya dalam angka sangat setuju adalah 1 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju nilainya 5 (Wawan dan Dewi, 2010:39-40).
(43)
5. Buruh dan PT. ESA EXPRESS Surabaya
Pada jaman dahulu buruh hanya digunakan untuk orang yang melakukan pekerjaan kasar, seperti tukang, kuli, mandor, dan lain – lain. Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia (1989:568) buruh adalah orang yang menjual tenaganya demi kelangsungan hidup. Ia tidak memiliki sarana atau faktor produksi selain tenaganya sendiri. Buruh adalah sumber daya yang diperlukan dalam produksi, selain pengusaha dan pemilik modal. Dalam pembagian jenis buruh berdasar cara pengupahanya buruh dibedakan atas buruh borongan, buruh lepas, buruh harian, dan buruh tetap.
a. Buruh borongan adalah buruh yang biayanya didasarkan atas paket beban, sedangkan jangka waktu ia menyelesaikan seluruh pekerjaan itu tidak dipersoalkan.
b. Buruh harian adalah buruh yang satuan upahnya didasarkan atas satuan hari kerja.
c. Buruh lepas adalah buruh yang tidak memiliki ikatan kerja yang tetap dengan majikanya. Setelah pekerjaan yang menjadi bebanya selesai, hubungan kerja sama kerja secara otomatis juga selesai. Biasanya buruh lepas dipakai untuk pekerjaan yang sifatnya sementara.
d. Buruh tetap adalah buruh yang mempunyai ikatan kerja tetap untuk jangka waktu yang relatif lama. Jangka waktu ini merupakan kesepakatan antara majikan dan buruh serta di dalam kesepakatan ini juga dibuat aturan hubungan kerja sama.
(44)
Buruh sering diartikan sebagai faktor produksi semata-mata, sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah sosial. Seperti masalah upah, tingkat kesejahteraan rumah tangga buruh, dan maslah kesehatan. Masih banyak pada era modern ini sistem kerja tanpa adanya imbalan yang cukup bagi buruh. Dalam kenyataanya buruh akhirnya memilih melepas tekanan kerja dengan cara yang beragam, anatara lain dengan minum minuman keras, pemakaian obat terlarang, dan melakukan perilaku seksual. Kaitanya dalam melakukan perilaku seksual para buruh beranggapan dengan melakukan perilaku seksual tersebut, mereka merasa rileks dan melepas tekanan lingkungan kerja yang berat. Oleh karena itu diperlukan adanya perlindungan upah kerja, kesehetan, dan keselamatan kerja sehingga buruh tetap diperhatikan martabatnya sebagai manusia. Dengan dihormatinya martabat buruh perilaku negative yang sering dilakukan para buruh akan berkurang dan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan nyaman.
PT Esa Express Surabaya adalah suatu perusahaan swasta yang bergerak di bidang transportasi dan logistik barang (Laporan Pajak Keuangan 2013). Perusahaan ini mempunyai 3 bidang transportasi meencakup transportasi darat, laut, dan udara. PT Esa Express Surabaya memiliki kurang lebih 100 karyawan buruh tetap di lapangan, yang bertugas untuk mengirim barang, memasukan barang kedalam kendaraan pengiriman, mempacking barang, dan mengatur ketepatan barang tiba
(45)
lulusan SMP,SMU,dan setingkat dengan D3. Lingkungan kerja di lapangan yang begitu banyak tekanan serta tingginya mobilitas para buruh PT Esa Express Surabaya membuat tekanan stress menjadi tinggi. Melihat situasi lingkungan kerja yang didominasi dengan masyarakat ekonomi rendah serta pengetauhan rendah membuat para buruh menjadikan perilaku seksual salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan seksual, di samping berbagai pendapat untuk survival.
Berdasarkan penelitian terdahulu, yang berjudul Hubungan Antara Pengetahuan dengan Sikap Seksual Pranikah Remaja (Kusumastuti,2010) menunjukkan :
Adanya hubungan negatif antara pengetahuan dan sikap dengan tingkat perilaku seksual artinya aremaja yang mempunyai pengetahuan baik tentang seksual pranikah maka mereka akan cenderung mempunyai sikap negative begitupun sebaliknya.
(46)
B. Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti
C. Hipotesis
1. h.1 : Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan para buruh PT Esa Express terhadap perilaku seksual.
2. h.2 : Adanya hubungan negatif antara sikap para buruh PT Esa Express terhadap perilaku seksual.
Pengetahuan Sikap
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
1. Sosial ekonomi 2. Pendidikan 3. Pengalaman
Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan sikap
1. Pengalaman pribadi 2. Pengaruh orang
lain
3. Pengaruh
kebudayaan Perilaku
(47)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan metode analitik, dengan pendekatan Cross Sectional. Pendekatan ini merupakan
rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan yang dilakukan sesaat dan dalam waktu bersamaan. Adapun data yang menyangkut variable akan dikumpulkan secara bersamaan (Murti,2003).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian di lakukan di PT Esa Express Surabaya 2. Waktu Penelitian
Penelitian di lakukan pada bulan Mei sampai Juni 2014
C. Populasi dan Sampel
Populasi pada cross sectional dapat berupa kelompok masyarakat
tertentu atau sebuah kelompok institusi. Dalam hal ini sampel yang saya gunakan adalah seluruh buruh PT Esa Express Surabaya yang melakukan perilaku seksual. Cara pengambilan sampel dengan total sampling pada
pekerja PT Esa Express Surabaya. Populasi dalam penelitian ini adalah para buruh PT Esa Express Surabaya yang bekerja di bidang supir, kuli, dan yang dominan di lapangan sebesar 50 orang.
(48)
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih secara tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Jumlah sampel di hitung berdasarkan rumus sampel untuk populasi kecil yang dikutip dari Notoadmojo (2002).
n=
=
=
= 44.4 = 44 orang Keterangan
N= Jumlah populasi n = Besar Sampel minimal
d= Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0.05)
1. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah para buruh yang bekerja di PT Esa Express Surabaya dibidang supir, kuli angkut bangunan, dan yang bekerja dominan di lapangan.
2. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah para buruh yang sudah melakukan pengobatan perilaku seksual
D. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel yang berkaitan pada penelitian ini antara lain variabel umur, variabel pendidikan, dan variabel lama pemakaian.
a. Variabel bebas
(49)
2) Sikap dan perilaku pekerja PT Esa Express Surabaya tentang perilaku seksual.
b. Variabel terikat
Perilaku seksual para buruh PT Esa Express Surabaya. 2. Definisi operasional
a. Tingkat pengetahuan pekerja PT Esa Express Surabaya adalah pemahaman pekerja PT Esa Express Surabaya tentang pengetauhan perilaku seksual. Mencakup dampak dari perilaku seksual.
b. Sikap pekerja PT Esa Express Surabaya terhadap perilaku seksual. c. Perilaku pekerja PT Esa Express Surabaya terhadap perilaku seksual
dan faktor yang mempengaruhi perilaku seksual para buruh PT Esa Express Surabaya.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner, dengan sistem penilaian yaitu
1. Skala nominal untuk jenis kelamin dan umur. Dalam skala nominal tidak mempunyai arti kuantitatif atau tidak memiliki jenjang.
2. Skala ordinal untuk menilai tingkat pendidikan dan pengetauhan tentang perilaku seksual. Dalam skala ordinal bersifat kualitatif dan memiliki jenjang.
(50)
F. Cara Pengumpulan Data
Teknik pengambilan data dilakukan dengan survei melaluli metode wawancara dan kuesioner. Pemilihan wawancara dan kuesioner dilakukan untuk menghindari kurang lengkapnya pengisian data kuesioner.
G. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang memiliki ketepatan dan
kecermatan. Secara sederhana yang dimaksud dengan valid adalah shahih. Alat ukur itu dikatakan shahih atau valid bila alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang hendak diukur(Mahfoedz, 2007). Teknik yang digunakan untuk mengetahui validitas angket menggunakan rumus
Pearson Product Moment, setelah itu dilihat penafsiran dari indeks
korelasinya.
Rumus Pearson Product Moment
= √ } }
Keterangan : = koefisien korelasi
= Jumlah skor item ∑Y= Jumlah skor total N = Jumlah responden
Pengujian validitas dengan bantuan program SPSS For Windows menghasilkan nilai korelasi dan signifikan. Suatu item pertanyaan dikatakan valid apabila memiliki nilai korelasi yang positif dan memiliki
(51)
2. Reabilitas
Reabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Untuk mengetahui reabilitas angket digunakan rumus koefisien.
Untuk mencari reliabilitas angket digunakan rumus Alpha Cronbach :
= ( 1-
⃙
⃙ )
Keterangan : = reliabilitas instrument
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal ⃙ = jumlah varians butir
⃙ = varians total
Jika hasil r hitung > r tabel maka item signifikan, begitu juga sebaliknya jika hasil r hitung < r tabel maka item dikatakan tidak signifikan.
H. Analisis Data
Data hasil penelitian akan diolah dengan menggunakan program computer SPSS menggunakan metode korelasi Spearman, metode ini untuk
menilai hubungan korelasi anatara sikap, tingkat pengetauhan, dan perilaku pekerja PT Esa Express Surabaya terhadap perilaku seksual.
I. Kesulitan Penelitian
Pada penelitian ini karena menggunakan pendekatan cross sectional
dapat menimbulkan sumber bias yang potensial. Bias dapat muncul karena beberapa hal seperti :
(52)
1. Tidak terdapat hipotesis yang spesifik dan jika dibuat hipotesis maka sifat hipotesis merupakan hipotesis prematur, karena penelitian cross sectional tidak dirancang untuk penelitian analitik.
2. Keadaan awal kedua kelompok yang dibandingkan tidak diketahui, sehingga sulit ditentukan apakah keadaan yang diperoleh merupakan sebab atau akibat dan apakah terjadi sebelum atau setelah terpajan.
J. Etika Penulisan
Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada pihak-pihak yang berwenang dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. Peneliti memberikan surat pengantar kepada Direktur perusahaan PT Esa Express Surabaya dan memberikan inform consent kepada para buruh yang
akan di teliti. Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan dan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
(53)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian merupakan data atau informasi yang diolah dari kuisioner penelitian. Hasil penelitian dibagi menjadi tiga bagian yaitu karakteristik responden, uji instrumen (validitas dan reliabilitas), analisis deskriptif untuk masing-masing variabel penelitian, dan uji korelasi.
1. Karakteristik Responden
Responden penalitian ini adalah karyawan PT Esa Ekspres Jasa Surabaya sejumlah 44 orang yang semuanya berjenis kelamin laki-laki, sudah menikah, dan masa kerja di atas satu tahun (tabel 1). Dilihat dari tingkat pendidikannya,sebagian besar karyawan berpendidikan SLTA (48%) dan yang lainnya berpendidikan SLTP (20%), Diploma (16%), dan Sarjana (16%)
(54)
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Pendikan, Status Pernikahan, Lama Kerja
Karakteristik Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan 44 - 100 - Usia (tahun)
- 21- 29 - 30- 40
- 41 ≤
15 14 15 34 32 34 Pendidikan - SLTP - SLTA - Diploma - Sarjana 9 21 7 7 20 48 16 16 Status Pernikahan
- Sudah menikah
- Belum menikah
- Bercerai
44 - -
100
Lama Kerja (tahun) - < 1
- >1
- 44
- 100 Sumber: data primer diolah,2015
2. Uji Istrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa kuisioner yang terdiri dari pernyataan yang bersifat mendukung (favourable) dan pernyataan yang tidak
mendukung (unfavourable). Pengukuran untuk setiap pernyataan
menggunakan skala likert 1-5, dengan kriteria penilaian untuk pernyataan bersifat favourable adalah SS (sangat setuju) diberi skor 5, S (setuju)
diberi skor 4, R (ragu) diberi skor 3, TS (tidak setuju) diberi skor 2, dan STS (sangat tidak setuju) diberi skor 1. Sedangkan kriteria penilaian pernyataan bersifat unfovorable adalah kebalikan dari pernyataan bersifat
(55)
skor 4, R (ragu) diberi skor 3, S (setuju) diberi skor 2, dan SS (sangat setuju) diberi skor 1.
a. Uji Validitas
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini (contentvalidity)
menggambarkan kesesuaian sebuah pengukur data dengan apa yang akan diukur (Ferdinand, 2006). Pengujian validitas dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi antara setiap skor butir instrumen dengan skor total. Koefisien korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi perason (pearson correlation), dimana dalam
penghitungannya menggunakan bantuan sofware SPSS. Instrumen
pertanyaan dianggap valid ketika pearson correlation positif atau
probability sig pearson correlation< 0,05.
1) Pengetahuan tentang Seks
Variabel pengetahuaan tentang seks diukur dengan limapernyataan. Berdasarkan koefisien korelasi setiap butir pernyataan terhadap skor totalnya, maka dapat disimpulkan bahwa semuabutir pernyataan yang tidak valid untuk dijadikan alat ukur yang ditunjukkan oleh nilaiprobabilitysig> 0,05.
Tabel 3. Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan tentang Seks
Pertanyaan ke- r-pearson Signifikasi Keterangan
1 0,724 0,000 Valid
2 0,896 0,000 Valid
3 0,908 0,776 Valid
4 0,953 0,000 Valid
5 0,94 0,000 Valid
(56)
2) Sikap terhadap Seks
Variabel sikap terhadap seks diukur dengan sebelas pernyataan. Berdasarkan koefisien korelasi setiap butir pernyataan terhadap skor totalnya, maka dapat disimpulkan bahwa ada satu butir pertanyaan adalah valid untuk dijadikan alat ukur yang ditunjukkan oleh nilaiprobabilitysig< 0,05
Tabel 4. Hasil Uji Validitas Variabel Sikap terhadap Seks
Pertanyaan ke- r-pearson Signifikasi keterangan
1 0,788 0,00 Valid
2 0,795 0,00 Valid
3 0,725 0,00 Valid
4 0,798 0,00 Valid
5 0,863 0,00 Valid
6 0,688 0,00 Valid
7 0,847 0,00 Valid
8 0,798 0,00 Valid
9 0,532 0,00 Valid
10 0,532 0,00 Valid
11 0,242 0,114 Tidak valid
Sumber: data primer diolah, 2015 3) Perilaku terhadap Seks
Variabel perilaku terhadap seks diukur dengan delapan pernyataan. Berdasarkan koefisien korelasi setiap butir pertanyataan terhadap skor totalnya, maka dapat disimpulkan bahwa ada dua butir pernyataan yang tidak validdijadikan alat ukur yang ditunjukkan oleh nilaipearson correlation-nya negatif .
(57)
Tabel 5. Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku terhadap Seks
Pertanyaan ke- r-pearson Signifikasi keterangan
1 0,803 0,00 Valid
2 0,873 0,00 Valid
3 0,884 0,00 Valid
4 0,877 0,00 Valid
5 0,920 0,00 Valid
6 0,893 0,00 Valid
7 -0,447 0,002 Tidak Valid
8 -0,256 0,093 Tidak Valid
Sumber: data primer diolah, 2015
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2011). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0.60 (Ghozali, 2011).
Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan sofware SPSS
diperoleh nilai cronbach alpha untuk semua instrumen variabel lebih
besar dai 0,6. Hal ini menunjukkan bahwa semua instrumen adalah reliabel (Tabel 4.7).
Tabel 6. Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach Alpha Kesimpulan
Pengetahuan 0,925 Reliabel
Sikap 0,913 Reliabel
Perilaku 0.906 Reliabel
(58)
3. AnalisDeskriptif (univariat)
Analisis deskriptif merupakan analisis terhadap masing-masing variabel dengan mendeskripsikan nilai yang ada pada varibel tersebut tanpa mengambil kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Rerata nilai total untuk variabel pengetahuan dari 5 pertanyaan yang valid 4,375 nilai minimum jawaban responden 10 dan nilai maksimum 25.
Tabel 7.Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Berdasar Jawaban Responden
Variabel Minimum Makasimum Rerata SD
Pengetahuan 10 25 19,204 4,375
Sikap 24 46 32,159 7,021
Perilaku 6 26 18,591 6,644
Sumber: data primer diolah, 2015
Variabel sikap yang disusun dari 10 pernyataan, mempunyai nilai total jawaban responden maksimum 46, nilai terendah adalah 24 dan rerata jawaban benar 32,159.
Variabel perilaku yang disusun dari 6 pernyataan. Nilai total maksimum variabel perilaku dari responden sebesar 26, sedangkan nilai total minimum 6 dan rerata 18,591.
Guna melihat distrubusi dan kategori masing-masing variabel, maka nilai variabel dikategorikan menjadi dua kategori yaitu baik dan kurang baik. Pengkategorian tersebut didasarkan pada nilai total masing-masing responden dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(59)
Keterangan:
R = range atau jarak nilai antar kelompok kategori
Nilai tertinggi = skor tertinggi (5) x jumlah pernyataan, ketika responden menjawab SS untuk semua pernyataan bersifat favourable
dan STS semua pernyataan bersifat unfavourable
Nilai terendah = skor terendah (1) x jumlah pernyataan, ketika responden menjawab STS untuk semua pernyataan bersifat favourable dan SS untuk semua pernyataan bersifat
unfavourable
Jumlah kategori = kelas interval yaitu 2 (kategori baik dan kurang baik) a. Pengetahuan
Berdasarkan pada rumus di atas maka variabel pengetahuan yang terdiri dari lima pernyataan dapat dikekelompok kategori baik dan kurangnya dengan perhitungan sebagai berikut;
Sehingga dapat diketahui distribusi frekuensi pengetahuan responden, ditunjukkan tabel 4.8. Tabel tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan semua responden terhadap seks tergolong baik karena nilai total untuk semua responden di atas 30.
(60)
Tabel 8. Distribusi Pengetahuan Responden terhadap seks Berdasarkan Pengkategorian
Interval Nilai Total Kategori Frekuensi Persen
5-15 Kurang Baik 8 81,82
16-25 Baik 36 18,18
Total 44 100
Sumber: data primer diolah, 2015 b. Sikap
Berdasarkan pada rumus di atas maka variabel sikap yang terdiri dari 10 pernyataan dapat dikekelompok kategori baik dan kurangnya dengan perhitungan sebagai berikut;
Sehingga dapat diketahui distribusi frekuensi sikap responden, ditunjukkan tabel 8. Tabel tersebut menunjukkan bahwa hanya ada 40,91% responden yang sikapbaik dan 50,91 responden yang bersikap kurang baik terhadap seks.
Tabel 9. Distribusi Sikap Responden terhadap seks Berdasarkan Pengkategorian
Interval Nilai Total Kategori Frekuensi Persen
10 - 30 Kurang Baik 26 59,09
31 - 50 baik 18 40,91
Total 44 100
(61)
c. Perilaku
Berdasarkan pada rumus di atas maka variabel perilaku yang terdiri dari enampernyataan dapat dikekelompok kategori baik dan kurangnya dengan perhitungan sebagai berikut :
Sehingga dapat diketahui distribusi frekuensi perilaku responden, ditunjukkan tabel 9. Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada 9 atau 20,45% responden yang berperilaku kurang baik dan ada 35 atau 79,55% responden berprilaku baik dalam seks.
Tabel 10. Distribusi Perilakuseks Responden Berdasarkan Pengkategorian
Interval Nilai Total Kategori Frekuensi Persen
6–18 Baik 35 79,55
19 - 30 Kurang baik 9 20,45
Total 44 100
Sumber: data primer diolah, 2015
4. Hubungan Antar Variabel (Bivariat)
Metode analisis yang digunakan dalam analisis bivariat adalah uji korelasi pearson yaitu salah satu metode yang digunakan untuk menguji
hubungan antara dua variabel dengan melihat arah hubungan, signifikansi hubungannya, danbesar atau keeratan hubungan. Arah hubungan dua variabel bisa hubungan positif (searah) atau berlawanan arah (negatif). Signifikansi hubungan ditunjukkan oleh nilai sig probability,jika sig
(62)
probability< 0,05 maka hubungan kedua variabel adalah signifikan.
Sedangkan keeratan hubungan mengikuti kriteria Arikunto (2003) Tabel 11. Keeratan Hubungan Antar Variabel
Interval Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan
0,00-0,199 Sangat rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat kuat
Sumber: Colton dalam Arikunto, 2003
Hasil analisis korelasi antar variabel terangkum dalam tabel 11 berikut:
Tabel 12. Korelasi Pearson Antara Variabel
Variabel Koefisien koelasi Sig
Perilaku Pengetahuan 0,848 0,00
Sikap 0,327 0,00
Sikap Pengetahuan 0,422 0,00
Sumber: data primer diolah, 2015
Beradasarkan tabel 11 dan 12 maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Hubungan variabel pengetahuan dan perilaku adalah positif (searah) dan signifkan karena probability sig pearson correlation (0,00)<0,05.
Dilihat dari besarnya koefisien korelasi, hubungan variabel pengetahuan dan perilaku adalah kuat (0,848). Hubungan positif antar kedua kedua variabel dapat diartikan bahwa semakin baik pengetahuan terhadap seks maka akan semakin baik pula perilaku seksnya.
b. Hubungan variabel sikap dan perilaku adalah positif (searah) dan signifikan karena probability sig pearson correlation (0,00)<0,05.
(63)
semakin baik sikap terhadap seks maka akan semakin baik pula perilaku seksnya.
c. Hubungan variabel pengetahuan dan sikap adalah positif (searah) dan signifikan karena probability sig pearson correlation (0,00)<0,05.
Dilihat dari besarnya koefisien korelasi, hubungan variabel pengetahuan dan sikap adalah sedang (0,422). Artinya semakin baik pengetahuan terhadap seks maka akan semakin baik atau positif juga perilaku seksnya.
5. Pembahasan Sudut Pandang Norma
Berdasarkan pada hasil penelitian yang menunjukan hubungan positif (searah) antara variable, diperlukan pembahasan deskriptif lebih lanjut dari sudut pandang norma. Keterkaitan pengetahuan, sikap, dan perilaku responden terhadap perilaku seks bebas erat kaitannya dengan norma norma yang berlaku. Seperti dijelaskan pada latar belakang, penyusun memilih sudut pandang norma agama melalui Al Quran Surat Al-Israa’ Ayat 32.
Meskipun ditemukan hasil mayoritas responden pada kategori
“baik”, beberapa data dari jawaban kuisioner masih menunjukan adanya
ketidak sesuaian pada norma agama lewat beberapa perilaku seperti pada poin : menonton video porno, biasa menggunakan alat kontrasepsi saat berhubungan dengan selain istri, berpikiran tergoda untuk mengunjungi lokalisasi, atau anggapan perilaku seks bebas bisa dikendalikan dan aman dengan alat kontrasepsi. Seyognya, penghayatan Al Quran Surat Al-Israa’
(64)
Ayat 32 dilakuakan secara total. Al-Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menafsirkan ayat Al Quran Surat Al-Israa’ Ayat 32 lebih lanjut: “Allah
subhanahu wata’ala berfirman dalam rangka melarang hamba-hamba-Nya dari perbuatan zina dan larangan mendekatinya, yaitu larangan mendekati sebab-sebab dan pendorong-pendorongnya.” Maka dari itu, kegiatan mendekati sebab sebab perilaku seks bebas termasuk faktor pendorong seperti yang disebutkan lewat beberapa contoh poin diatas mutlak perlu dihindari. Meski beberapa responden belum menjalani perilaku nyata seks bebas, pencegahan harus diperhatikan dengan memahami dan menghayati norma agama secara utuh
Selain norma agama, norma kesusilaan juga mengatur masalah perilaku seks bebas dengan jelas. Salah satu dari pilar norma kesusilaan adalah menjaga kehormatan ikatan perkawinan. Perilaku mengkhianati pasangan dengan mengunjungi lokalisasi dan mempraktekan tindakan seks dengan selain pasangan sah perkawinan jelas melanggar norma kesusilaan yang ada.
Norma hukum juga membahas masalah perilaku seks bebas beresiko dalam aturan perundang-undangan. Salah satu aturan tertuang pada Pasal
296 KUHP: “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau
memudahkan perbuatan asusila oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling
(65)
resiko perilaku seks bebas melalui aktifitas di lokalisasi pelacuran. Melalui pembahasan ini, diharapkan urgensi dari penelitian ini semakin kuat. Hubungan variabel pengetahuan, sikap, dan perilaku seks bebas juga tidak lepas dari adanya norma-norma yang berlaku untuk mengatur kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Ketika semua hubungan faktor diatas diikat oleh kesadaran akan norma norma yang berlaku, diharapkan perilaku seks yang lebih baik, bertanggung jawab, dan sesuai kaidah agama serta norma bisa diwujudkan.
(66)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan apada hasil analisis korelasai maka dapat disimpulkan bahawa: 1. Hubungan variabel pengetahuan dan perilaku adalah positif (searah) dan
signifikan.
2. Hubungan variabel sikap dan perilaku adalah positif (searah) dan siginfikan.
3. Hubungan variabel pengetahuan dan sikap adalah positif (searah) dan signfikan
B. Saran
Berdasarkan pada hasil penelitian maka bagi para pihak yang peduli terhadap penyimpangan perilaku seks maka dapat mengambil langkah atau upaya untuk menguranginya dengan beberapa strategi diantaranya dengan meningkatkan pengetahuan tentang seks terhadap masyarakat, misalkan melalui penyuluhan, pemasangan poster, dan lain-lain.
Strategi lainnya yaitu dengan memperbaiki sikap masayarakat terhadap seks. Perbaikan sikap dapat dilakukan dengan peningkatan pengetahuan terlebih dulu.
(1)
6 - Diploma
- Sarjana
7 16
Status Pernikahan - Sudah menikah - Belum menikah - Bercerai
44 - -
100
Lama Kerja (tahun) - < 1
- >1
- 44
- 100
Pada tabel 1.4 dapat diketahui Responden penalitian ini adalah karyawan PT Esa Ekspres Jasa Surabaya sejumlah 44 orang yang semuanya berjenis kelamin laki-laki, sudah menikah, dan masa kerja di atas satu tahun (tabel1). Dilihat dari tingkat pendidikannya,sebagian besar karyawan berpendidikan SLTA (48%) dan yang lainnya berpendidikan SLTP (20%), Diploma (16%), dan Sarjana (16%)
4.3 Hubungan Antar Variabel (Bivariat)
Metode analisis yang digunakan dalam analisis bivariat adalah uji korelasi pearson yaitu salah satu metode yang digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel dengan melihat arah hubungan, signifikansi hubungannya, danbesar atau keeratan hubungan. Arah hubungan dua variabel bisa hubungan positif (searah) atau berlawanan arah (negatif). Signifikansi hubungan ditunjukkan oleh nilai sig probability,jika sig probability< 0,05 maka hubungan kedua variabel adalah signifikan. Sedangkan keeratan hubungan mengikuti kriteria Arikunto (2003)
(2)
6 Tabel 4.12 Keeratan Hubungan Antar Variabel
Interval Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan
0,00-0,199 Sangat rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat kuat
Sumber: Colton dalam Arikunto, 2003
Hasil analisis korelasi antar variabel terangkum dalam tabel 4.13 berikut: Tabel 4.13 Korelasi Pearson Antara Variabel
Variabel Koefisien koelasi Sig
Perilaku Pengetahuan 0,848 0,00
Sikap 0,327 0,00
Sikap Pengetahuan 0,422 0,00
Sumber: data primer diolah, 2015 (lampiran 6)
Beradasarkan tabel 4.4 dan 4.13 maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Hubungan variabel pengetahuan dan perilaku adalah positif (searah) dan signifkan karena probability sig pearson correlation (0,00)<0,05. Dilihat dari besarnya koefisien korelasi, hubungan variabel pengetahuan dan perilaku adalah kuat (0,848). Hubungan positif antar kedua kedua variabel dapat diartikan bahwa semakin baik pengetahuan terhadap seks maka akan semakin baik pula perilaku seksnya.
b. Hubungan variabel sikap dan perilaku adalah positif (searah) dan signifikan karena probability sig pearson correlation (0,00)<0,05. Dilihat
(3)
7
dari besarnya koefisien korelasi, hubungan variabel sikap dan perilaku adalah rendah (0,327). Hal ini variabel dapat diartikan bahwa semakin baik sikap terhadap seks maka akan semakin baik pula perilaku seksnya. c. Hubungan variabel pengetahuan dan sikap adalah positif (searah) dan
signifikan karena probability sig pearson correlation (0,00)<0,05. Dilihat dari besarnya koefisien korelasi, hubungan variabel pengetahuan dan sikap adalah sedang (0,422). Artinya semakin baik pengetahuan terhadap seks maka akan semakin baik atau positif juga perilaku seksnya.
Pembasahasan
Berdasarkan pada hasil penelitian yang menunjukan hubungan positif (searah) antara variable, diperlukan pembahasan deskriptif lebih lanjut dari sudut pandang norma. Keterkaitan pengetahuan, sikap, dan perilaku responden terhadap perilaku seks bebas erat kaitannya dengan norma norma yang berlaku. Seperti dijelaskan pada latar belakang, penyusun memilih sudut pandang norma agama
melalui Al Quran Surat Al-Israa’ Ayat 32. Meskipun ditemukan
hasil mayoritas responden pada kategori “baik”, beberapa data dari jawaban kuisioner masih menunjukan adanya ketidak sesuaian pada norma agama lewat beberapa perilaku seperti pada poin : menonton video porno, biasa menggunakan alat kontrasepsi saat berhubungan dengan selain istri, berpikiran tergoda untuk mengunjungi lokalisasi, atau anggapan
(4)
8 perilaku seks bebas bisa dikendalikan dan aman dengan alat kontrasepsi. Seyognya, penghayatan Quran Surat Al-Israa’ Ayat 32 dilakuakan secara total. Al-Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menafsirkan ayat Al Quran Surat Al-Israa’ Ayat 32 lebih lanjut: “Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam rangka melarang hamba-hamba-Nya dari perbuatan zina dan larangan
mendekatinya, yaitu larangan
mendekati sebab-sebab dan
pendorong-pendorongnya.”
Maka dari itu, kegiatan mendekati sebab sebab perilaku seks bebas termasuk faktor factor pendorong yang disebutkan lewat beberapa contoh poin diatas mutlak perlu dihindari. Meski beberapa responden belum menjalani perilaku nyata seks
bebas, pencegahan harus diperhatikan dengan memahami dan menghayati norma agama secara utuh dan komperhensif.
Selain norma agama, norma kesusilaan juga mengatur masalah perilaku seks bebas dengan jelas. Salah satu dari pilar norma kesusilaan adalah menjaga kehormatan ikatan perkawinan. Perilaku mengkhianati pasangan dengan mengunjungi lokalisasi dan mempraktekan tindakan seks dengan selain pasangan sah perkawinan jelas melanggar norma kesusilaan yang ada.
Norma dari segi hukum juga membahas masalah perilaku seks bebas beresiko dalam aturan perundang-undangan. Salah satu aturan tertuang pada Pasal 296 KUHP: “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau
(5)
9 memudahkan perbuatan asusila oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah”. Pada penelitian ini, responden terpapar resiko perilaku seks bebas melalui aktifitas di lokalisasi pelacuran. Melalui pembahasan ini, diharapkan urgensi dari penelitian ini semakin kuat. Hubungan variabel pengetahuan, sikap, dan perilaku seks bebas juga tidak lepas dari adanya norma-norma yang berlaku untuk mengatur kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Ketika semua hubungan faktor diatas diikat oleh kesadaran akan norma
norma yang berlaku, diharapkan perilaku seks yang lebih baik, bertanggung jawab, dan sesuai kaidah agama serta norma bisa diwujudkan.
Kesimpulan
1. Hubungan antara variabel pengetahuan dan perilaku adalah positif (searah) dan signifikan.
2. Hubungan variabel sikap dan perilaku adalah positif (searah) dan siginfikan. 3. Hubungan antara variabel
pengetahuan dan sikap adalah positif (searah) dan signfikan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka bagi para pihak yang peduli terhadap penyimpangan perilaku seks maka dapat mengambil langkah atau upaya untuk
(6)
10 menguranginya dengan beberapa strategi diantaranya dengan cara meningkatkan ilmu pengetahuan tentang perilaku seks terhadap masyarakat, mengingat kembali kaidah norma misalkan melalui penyuluhan, pemasangan poster, dan lain-lain. Strategi lainnya yaitu dengan memperbaiki sikap masayarakat terhadap bab seks. Perbaikan sikap dapat dilakukan dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman terlebih dulu.
Daftar Pustaka
BKKBN. 2007. “Remaja dan SPN (Seks Pranikah)”. www.bkkbn.go.id
WebsDetailRubrik.phpMyID =518.pdf.Diakses pada tanggal 1 Maret 2010
Darmasih, R. 2009.”Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah pada
Remajadi Surakarta”. Fakultas Ilmu Kesehatan UMS. Skripsi. Surakarta
Kusumastuti,2010. “Hubungan Antara Pengetahuan dengan Sikap Seksual Pranikah
Remaja”.Fakultas
Kedokteran UNS. KTI. Surakarta Notoatmodjo, S.2002.”Metodologi Penelitian Kesehatan”Jakarta:Rineka Cipta.
_____________.2007.”Promosi Kesehatan Ilmu dan Ilmu Perilaku”. Jakarta
Taufiqurrahman, M. A. 2008. “Pengantar Metodologi Penelitian untuk
Kesehatan”,Surakarta: LPP
UNS
Walgito B,2003. Psikologi Sosial(Suatu Pengantar). Yogyakarta : Andri Offiset
Al-Quran dan Terjemahannya. 2014. Jakarta Selatan : Departemen
Agama RI.
Moeljatno. KUHP: Kitab Undang-undang Hukum Pidana, cet. Ke-24, (Jakarta : Bumi Aksara, 2012