ANALISIS PERAN BUPATI DALAM PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus Pada Bupati Hj. Sri Surya Widati dalam Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Kabupaten Bantul Tahun 2010-2015)

(1)

ANALISIS PERAN BUPATI DALAM PERLINDUNGAN

PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

(Studi Kasus Pada Bupati H

Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

di Kabupaten B

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

SKRIPSI

ANALISIS PERAN BUPATI DALAM PERLINDUNGAN

PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

DI KABUPATEN BANTUL

(Studi Kasus Pada Bupati Hj. Sri Surya Widati

Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

di Kabupaten Bantul Tahun 2010-2015)

Disusun oleh: ARWITA SARI

20110520085

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016

ANALISIS PERAN BUPATI DALAM PERLINDUNGAN

PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

idati dalam

Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

2015)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

SKRIPSI

ANALISIS PERAN BUPATI DALAM PERLINDUNGAN

PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

DI KABUPATEN BANTUL

(Studi Kasus Pada Bupati Hj. Sri Surya Widati dalam

Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

di Kabupaten Bantul Tahun 2010-2015)

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu

Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh: ARWITA SARI

20110520085

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Arwita Sari

NIM : 20110520085

Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: “ANALISIS PERAN BUPATI DALAM PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus Pada Bupati Hj. Sri Surya Widati dalam Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Kabupaten Bantul Tahun 2010-2015).” Adalah benar-benar merupakan karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dalam naskah dan disebut dalam daftar pustaka. Selanjutnya apabila di kemudian hari terbukti terdapat duplikasi, maka saya akan bertanggungjawab serta menerima segala konsekuensi yang menyertainya.

Yogyakarta, Desember 2016 Yang membuat pernyataan,


(5)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi rabil ’alamin, Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga diberikan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nanti-nantikan syafaatnya di yaumul akhir nanti. Atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS PERAN BUPATI DALAM PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus pada Bupati Hj. Sri Surya Widati dalam Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Kabupaten Bantul Tahun 2010-2015)”. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan doa serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A selaku rector Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Ali Muhammad S.IP., MA., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Dr. Titin Purwaningsih, S.IP., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Ibu Ane Permatasari, S.IP., MA. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya juga begitu sabar dalam memberikan bimbingan dan memberikan arahan kepada penulis dari awal hingga selesainya skripsi ini dan kepada dosen penguji I Bapak Drs. H. Muchamad Zaenuri, M. Si. atas bimbingannya juga kepada dosen penguji II Ibu Dr. Titin Purwaningsih, S.IP., M.Si.

5. Bapak dan ibu dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(6)

6. Seluruh staf Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, khususnya Bu Ning, Pak Wisnu dan Pak Wahid.

7. Selurus staf Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

8. Badan Kesejarteraan Keluarga Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bantul dan juga PPT ARUM DALU Kabupaten Bantul.

9. Semua pihak yang sudah membantu menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terimakasih.

Wassaalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, Desember 2016


(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk Mamak dan Bapak tersayang, sebagai tanda bakti hormat dan rasa terimakasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini untuk Mamakku Ponijah dan Bapakku Sunarwito yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan karya kecil ini. Trimakasih Mak, atas setiap doa yang selalu Mamak panjatkan untukku, atas semua usaha yang sudah Mamak lakukan untuk membuatku sampai di titik ini, tidak terhitung berapa tetes keringat yang menetes demi bisa melihatku sampai dititik ini, begitu banyak pengorbanan yang sudah mamak lakukan untukku yang tiada mungkin aku bisa membalasnya. Trimakasih pak atas setiap doa yang selalu bapak panjatkan untukku disini agar aku berhasil mencapai impianku, juga semangat yang selalu bapak berikan selama ini. Semoga ini menjadi langkah awal bagiku untuk membuat Mamak dan Bapak bahagia. Trimakasih Mamak, Trimakasih Bapak….. I love you so much 

Untuk adikku tersayang Rudi Santoso, tetap semangat, selalu berdoa dan terus berusaha, semua akan indah pada waktunya. Trimakasih sudah memberiku semangat dan selalu mendoakanku. Semoga selalu sukses, doaku menyertaimu dek 

Untuk Pamanku Jemakir, S.IP dan Bibiku Isnatiyah, trimakasih untuk semuanya, kalian tidak hanya Paman dan Bibi bagiku, tapi kalian adalah orang tua kedua bagiku. Terimakasih sudah selalu sabar menghadapiku, trimakasih atas cinta dan kasih sayangsnya selama ini, tidak mungkin bisa ku balas kebaikan kalian selama ini. Tapi doaku selalu menyertai kalian, semoga kalian selalu sehat. Juga trimakasih kepada semua keluarga yang selalu memdoakan yang terbaik untukku.

Trimakasih Ardiani Rahma Putri, S.H  trimaksih untuk semangat yang selalu diberikan, semoga lekas dapat kerjaan  trimakasih Anis Candra Renita, S.E yang banyak membantu selama skripsi ini dibuat, trimakasih dukungannya, semangatnya, semoga selalu sehat dan sukses dalam segala hal. Trimakasih


(8)

Nining Indah Sawitri, S.Km teman seperjuangan dari TK sampai sekarang walaupun beda kampus, semoga kita selalu menjadi teman baik, semoga cepat dapat kerjaan setelah lulus nanti dan selalu sukses dimanapun berada 

Untuk teman-teman IP angkatan 2011 khususnya Rivu Hayati, Rahartami Indah Duanti, Kherlina Hakim Simamora, Desi Lestari, Imam Pamungkas Walto, Dimas Safitra Untara Bakti, Eko teriyono dan teman-teman yang lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, semoga kalian selalu sukses dimanapun kalian berada 

Untuk teman-teman KKN 33 posko Sidorejo, Kasihan Bantul. Trimakasih untuk kebersamaan dan kenangan yang kita lalui bersama waktu itu 

Dan untuk semua pihak yang membentu dalam penulisan skripsi ini yang tidak saya sebutkan satu per satu. Saya ucapkan trimakasih banyak atas setiap doa dan semangat yang diberikan. Semoga selalu sehat dan selalu sukses 


(9)

MOTTO

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang sabar.”

(QS. Ali-Imran: 146)

“Man Jadda Wa Jadda”

Barangsiapa yang bersungguh–sungguh akan mendapatkannya.

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.

Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan),

tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).

Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

(QS. Al-Insyirah, 6-8)

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)”

(Ar-Rahman: 60)

“Tetap Semangat, Selalu Berdoa, Terus Berusaha, Semua Akan Indah

pada Waktunya”


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK ... xii

SINOPSIS ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Rumusan Masalah ... 6

3. Tujuan Penelitian ... 6

4. Manfaat Penelitian ... 7

4.1. Manfaat Teoritis ... 7

4.2. Manfaat Praktis ... 7

5. Kerangka Dasar Teori ... 7

5.1. Pemerintah Daerah ... 8

5.2. Kebijakan Publik ... 13

5.3. Perempuan dan Anak... 20

6. Definisi Konsepsional ... 33

7. Definisi Operasional ... 34

8. Metode Penelitian ... 35

BAB II DESKRIPSI WILAYAH DAN OBJEK PENELITIAN ... 41

1. Deskripsi Wilayah Kabupaten Bantul ... 41

1.1. Sejarah Kabupaten Bantul ... 41

1.2. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul ... 43


(11)

1.4. Iklim ... 46

2. Kondisi Demografi Kabupaten Bantul ... 47

3. Visi Misi Kabupaten Bantul ... 51

4. Profil Bupati Kabupaten Bantul ... 55

5. Jumlah Kasus Terhadap Perempuan dan Anak Kabupaten Bantul ... 57

6. Program Kegiatan Terkait Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Kabupaten Bantul ... 64

BAB III Analisis Peran Bupati Dalam Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Kabupaten Bantul (Sudi kasus pada Bupati Hj. Sri Surya Widati dalam Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Kabupaten Bantul Tahun 2010-2015 ... 66

1. Memimpin Pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Daerah ... 69

1.1. Menetapkan Perda ... 70

1.2. Koordinasi Pelaksanaan Tugas Antar Instansi Pemerintahan yang Ada di Wilayah Daerah ... 72

2. Memelihara Ketentraman dan Ketertiban Masyarakat ... 81

2.1. Upaya Perlindungan Terhadap Perempuan dan Anak Kabupaten Bantul ... 82

2.2. Melaksanakan Wewenang Lain Sesuai dengan Ketentuan Perundang-Undangan ... 93

3. Hambatan yang Dialami Pemerintah Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Perempuan dan Anak Kabupaten Bantul ... 114

BAB IV PENUTUP ... 118

1. Kesimpulan ... 118

2. Saran ... 119 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.2. Daftar Kecamatan Kabupaten Bantul ... 44

Tabel 2.4. Tabel Kepadatan Penduduk Agraris ... 50

Tabel 2.6. Tabel Kepadatan Penduduk Geografis Per Kecamatan Tahun 2012 ... 51

Tabel 2.7. Jumlah Korban Berdasarkan Jenis Kekerasan Tahun 2010-2015 ... 57

Tabel 2.8. Jumlah Korban Berdasarkan Klasifikasi Umur ... 59

Tabel 2.9. Jumlah Korban Menurut Tingkat Pendidikan ... 60

Tabel 2.10. Jumlah Korban Berdasarkan Tempat Kejadian ... 61

Tabel 2.11. Jumlah Korban Kekerasan Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 63

Tabel 2.12. Jumlah Kekerasan Berdasarkan Status Perkawinan ... 64

Tabel 2.13. Program Kegiatan BKK PP dan KB dalam Perlindungan Perempuandan Anak Kabupaten Bantul ... 65

Tabel 3.1. Program dan Kegiatan BKK PP dan KB Kabupaten Bantul ... 73

Tabel 3.2. Data Jumlah Pasangan Nikah Dini di Kabupaten Bantul Tahun 2014 Berdasarkan Umur dan Tingkat Pendidikan Tahun 2014 ... 77

Tabel 3.3. Data Pasangan Nikah Dini Berdasarkan Pekerjaan dan Alasan Pernikahan di Kabupaten Bantul Tahun 2014 ... 78

Tabel 3.4. Data kekerasan 2010-2015 Kabupaten Bantul ... 85

Tabel 3.5. Susunan dan Personalia ... 96

Tabel 3.6. Struktur tentang Penunjukan Pelaksana dan Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Korban Kekerasan Perempuan dan Anak Kabupaten Bantul “ARUM DALU” ... 101


(13)

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK

Gambar 1.1. Sekuensi Implementasi Kebijakan ... 19 Gambar 2.1. Peta Geografis Kabupaten Bantul ... 43 Gambar 3.1 Bagan Sistem/Alur Penanganan Korban Kekerasan ... 98 Gambar 3.2 Susunan Organisasi Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)

Perempuan dan Anak Kabupaten Bantul “ARUM DALU” ... 100 Gambar 3.3. Mekanisme Kerja Pusat Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan

(PPT) Perempuan dan Anak Kabupaten Bantul “ARUM DALU” ... 108 Gambar 3.4. SOP Pelayanan Pengaduan di PPT “ARUM DALU”

Kabupaten Bantul ... 109 Grafik 2.3. Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantul Tahun 2011


(14)

SINOPSIS

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan yang disebut Kepala Daerah. Dalam sebuah Daerah, kemajuan Daerah tersebut tidak terlepas dari sosok Kepala Daerah baik itu perempuan ataupun laki-laki. Kepala Daerah adalah posisi sentral dan strategis dalam sistem Pemerintahan Daerah. Kabupaten Bantul menjadi daerah yang memiliki daya tarik tersendiri di DIY. Kabupaten ini dipimpin oleh seorang Bupati bernama Hj. Sri Surya Widati untuk periode 2010-2015. Dalam masa kepemimpinannya terdapat beberapa masalah perempuan dan anak yang dihadapi oleh Ibu Hj. Sri Surya Widati dalam menjalankan roda pemerintahan. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor BKK, PP dan KB Kabupaten Bantul, pada tahun 2010 hingga tahun 2015 tercatat 603 kasus kekerasan yang yang terjadi terhadap perempuan dan anak yang dicatat oleh kantor BKK, PP dan KB Kabupeten Bantul.

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan memanfaatkan informasi dari informan, menggunakan tehnik wawancara mendalam dan observasi lapangan. Penelitian ini dilakukan guna menjawab pertanyaan bagaimana peran Hj. Sri Surya Widati selaku Bupati Bantul dalam perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di Kabupaten Bantul.

Peran Bupati Hj. Sri Surya Widati dalam perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di Kabupaten Bantul sudah cukup baik, terbukti dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan selama masa jabatannya yang berpihak terhadap kepentingan perempuan dan anak di Kabupaten Bantul. Dalam kepemimpinannya Hj. Sri Surya Widati membuat Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2013 tentang perlindungan anak dan perempuan korban kekerasan serta Keputusan Bupati Nomor 291 Tahun 2014 tentang pembentukan forum penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak Kabupaten Bantul. Kepeduliannya sebagai bupati juga terlihat dari beberapa program kegiatan yang ada di Kantor BKK PP dan KB yang dibuat dalam upaya mengurangi tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bantul.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peran Bupati Kabupaten Bantul dalam permasalahan yang terjadi kepada perempuan dan anak di bawah umur di Kabupaten Bantul sudah terlihat kemampuan dan peningkatan kapabilitas pelaksanaan dalam permasalahan perempuan dan anak yang terjadi di Kabupaten Bantul. Peran kepemimpinan Bupati perempuan Kabupaten Bantul secara umum sudah cukup baik, namun dari beberapa sisi lain juga terdapat catatan-catatan khusus yang harus dan bisa diperbaiki.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan yang disebut Kepala Daerah, Kepala daerah untuk daerah kota disebut Walikota. Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan dengan Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat di Daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap Daerah dipimpin oleh Kepala Daerah sebagai kepala eksekutif yang dibantu oleh Wakil Kepala Daerah. Dalam hal ini Kepala Daerah memiliki tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD Kabupaten.

Dalam sebuah Daerah, kemajuan Daerah tersebut tidak terlepas dari sosok Kepala Daerah baik itu perempuan ataupun laki-laki. Kepala Daerah adalah posisi sentral dan strategis dalam sistem Pemerintahan Daerah. Begitu strategisnya kedudukan dan peran kepala Daerah dalam system pemerintahan Daerah, sehingga seorang Kepala Daerah harus menerapkan pola kegiatan yang dinamik, aktif, kreatif, serta komunikatif, menerapkan pola kekuasaan yang tepat maupun pola prilaku kepemimpinan yang sesuai tuntutan kebutuhan yang dipengaruhi oleh latar belakang individual masing-masing Kepala Daerah.

Seperti disebutkan sebelumnya dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014, pada pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah


(16)

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah Daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 1 ayat 3, juga disebutkan bahwa pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Kabupaten Bantul menjadi daerah yang memiliki daya tarik tersendiri di DIY. Kabupaten ini dipimpin oleh seorang Bupati bernama Hj. Sri Surya Widati untuk periode 2010-2015. Kehadiran Hj. Sri Surya Widati yang menjabat sebagai Bupati Bantul mencatat Sejarah Kabupaten Bantul untuk pertama kalinya dipimpin oleh seorang Bupati perempuan pada masa jabatan Juli 2010 hingga Juli 2015.

Dalam masa kepemimpinannya terdapat beberapa masalah perempuan dan anak yang dihadapi oleh Ibu Hj. Sri Surya Widati dalam menjalankan roda pemerintahan. Beberapa masalah yang dihadapi dalam masa kepemimpinan Bupati perempuan di Kabupaten Bantul antara lain masalah kesehatan reproduksi, kekerasan rumah tangga, kematian ibu melahirkan, kekerasan terhadap anak, pemerkosaan, perdagangan perempuan, dan sedikitnya akses pada bidang politik.

Kekerasan merupakan sebuah terminologi yang sarat dengan arti dan makna “derita”, baik dikaji dari perspektif psikologik maupun hukum, bahwa


(17)

di dalamnya terkandung perilaku manusia (seseorang/kelompok orang) yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain, (pribadi/ kelompok).

Fenomena kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak yang terjadi saaat ini bagaikan gunung es, dimana hanya sebagian kecil yang berani melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada pihak yang berwajib. Tindak kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak di negeri kita selama ini merupakan masalah sosial dan kemanusiaan yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Dimana-mana kini berjatuhan korban tindak kekerasan yang umumnya kalangan perempuan dan anak. Fenomena ini mengingatkan kita pada jaman jahilliah yang berlandaskan hukum rimba atau jaman Herodes yang membenarkan hukum penguasa, serta jaman-jaman lainnya yang dikenal dengan jaman kegelapan.Pertanyaannya apakah telah terjadi kemunduran moral dan nilai dalam masyarakat kita yang menyukai harmoni dan membenci konflik apalagi kekerasan.

Sebenarnya tindak kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak bisa dicegah dengan beberapa upaya, beberapa diantaranya dengan memberikan pemahaman seputar kekerasan sejak dini, yaitu dimulai dari keluarga. Selain itu meningkatkan kesadaran masyarakat betapa pentingnya usaha untuk mengatasi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik di dalam konteks individual, sosial maupun institusional. Hal ini perlu dilakukan agar dapat mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dikemudian hari.


(18)

Perempuan dan anak sebagai korban tindak kekerasan bukan merupakan fenomena baru. Tindak kekerasan di kalangan perempuan dan anak sering sekali terjadi beberapa tahun terakhir. Kekerasan yang terjadi di Kabupaten Bantul dalam 5 tahun terakhir sungguh memperihatinkan, sehingga menjadi perhatian khusus bagi pemerintah Kabupaten Bantul. Jumlah kasus kekerasan pada tahun 2010 terjadi 64 kasus kekerasan di Kabupaten Bantul. Kemudian pada tahun 2011 kasus kekerasan yang terjadi di Kabupaten Bantul menurun menjadi 59 kasus. Namun pada tahun 2012 kasus kekerasan meningkat hingga 120 kasus. Pada tahun 2013 kekerasan di Kabupaten Bantul meningkat pesat hingga 155 kasus. Pada tahun 2014 mengalami penurunan kasus kekerasan yaitu hanya 93 kasus dan tahun 2015 terjadi 112 kasus kekerasan di Kabupaten Bantul1. Jumlah kasus yang semakin bertambah pada setiap tahunnya membuat pemerintah Kabupaten Bantul membentuk rumah singgah bagi korban kekerasan yang ada di Kabupaten Bantul, juga beberapa regulasi guna melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan.

Namun, kalangan perempuan terkadang lebih memilih menyembunyikan tindak kekerasan yang dialaminya. Ini tentu ada kaitannya dengan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat mengenai kedudukan perempuan selama ini dalam masyarakat. Bila terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan korbannya pihak perempuan, terkadang mereka enggan melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya kepada pihak


(19)

yang berwajib, karena hal ini dianggap aib bagi keluarga bila nanti ada orang yang tahu. Demikian juga tindak kekerasan terhadap anak dalam kasus seksual, dimana posisi anak sering dianggap sebagai derivat dari orang tua yang sering membuatnya tidak berdaya. Disamping itu dikenal beberapa kassus yang berkaitan dengan eksploitasi, penganiayaan dan pembunuhan terhadap anak oleh orang tuanya sendiri.

BPPM DIY melalui salah satu alat kelengkapannya, yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (P2TPAKK) Rekso Dyah Utami mencatat adanya 120 laporan yang masuk pada tahun 2014. Lebih spesifik lagi kasus kekerasan terhadap istri mendominasi jumlah tersebut secara mencolok, yaitu 70 laporan.Sementara kekerasan terhadap anak sendiri terjadi 24 kali di tahun 2014.

Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor BKK, PP dan KB Kabupaten Bantul, pada tahun 2010 hingga tahun 2015 tercatat 603 kasus kekerasan yang yang terjadi terhadap perempuan dan anak yang dicatat oleh kantor BKK, PP dan KB Kabupeten Bantul. Pada masa kepemimpinan Hj Sri Surya Widati menjadi Bupati Bantul, penurunan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menurut Andri Irawan dari Divisi Hukum Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Anak (P2TP2A) Bantul mengungkapkan, jumlah kasus kekerasan paling sedikit hanya di tahun 2011 yaitu 59 kasus, secara kualitas justru semakin banyak jenis kekerasan yang terjadi. Jenis tindak kekerasan yang sering menimpa korban adalah kekerasan fisik, penelantaran, pencabulan, perkosaan dan kekerasan lainnya.


(20)

Dengan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisis Peran Bupati Dalam Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Bantul dengan Study Kasus Pada Bupati Hj. Sri Surya Widati Dalam Perlindungan Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan Di Kabupaten Bantul Tahun 2010-2015.Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut agar dapat mengetahui secara mendalam tentang bagaimana peran Bupati Hj Sri Surya Widati dalam perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di Kabupaten Bantul selama masa jabatannya periode 2010-2015.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, maka dapat diajukan rumusan masalah dalampenelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana Peran Bupati Hj. Sri Surya Widati dalam Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Kabupaten Bantul Tahun 2010-2015?

3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui peran Hj. Sri Surya Widati sebagai Bupati Bantul dalam perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di Kabupaten Bantul pada tahun 2010-2015.


(21)

4. Manfaat Penelitian 4.1.Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan, referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu pemerintahan dan menambah kajian ilmu pemerintahan.Penelitian ini adalah sebuah penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran kecil tentang kepedulian bupati Bantul terhadap permasalahan perempuan dan anak di Kabupaten Bantul.

4.2.Manfaat Praktis

Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah untuk memberikan masukan kepada akademisi dan masyarakat luas tentang bagaimana peran dan kepedulian Bupati Bantul terhadap permasalahan perempuan dan anak yang terjadi di Kabupaten Bantul.

5. Kerangka Dasar Teori

Kerangka dasar teori merupakan uraian tentang berbagai konsep atau teori yang dibutuhkan dan relevan dengan penelitian sebagai kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan masalah, memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disorot. Adapun yang dimaksud dengan teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruk, definisi, dan proporsi, untuk menerangkan suatu fenomena secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Menurut Koentjoroningrat teori adalah: Suatu pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan positif antara gejala-gejala yang diteliti di


(22)

satu atau beberapa faktor tertentu dalam masyarakat. Kerangka teori merupakan alat bantu bagi penulis untuk memahami dan menganalisa permasalahan.2

5.1. Pemerintah Daerah

5.1.1. Pengertian Pemerintah Daerah

Pengaturan tentang pemerintah daerah diatur dalam Pasan 18 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Amandemen kedua. Pemerintah Daerah adalah institusi atau lembaga yang melaksanakan kegiatan pemerintah dalam arti sempit yaitu eksekutif dan administratif negara, sedangkan pemerintah dalam arti luas meliputi eksekutif, legislatif dan yudikatif serta administratif negara.

Pengertian Pemerintah Daerah dalam Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang dinyatakan:

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”


(23)

“Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.”

Berdasarkan perkembangan hukum dan politik untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih efektif dan akuntabel sesuai dengan aspirasi masyarakat, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah perlu dilakukan secara lebih terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah perlu dilakukan perubahan dengan memberikan kesempatan bagi calon perseorangan untuk ikut serta dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai 9nsure penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah dikaitkan dengan pengertian penyelenggaraaan urusan pemerintahan memiliki pengertian adalah pemerintah daerah (Gubernur, Bupati atau Walikota) bersama DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya.Disamping itu melalui otonomi seluas-luasnya, daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitaspenyelenggaraan otonomi daerah. Dalam menyelenggarakan otonomi daerah perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintah dan antar pemerintah daerah, pemerintah boleh menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan


(24)

pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Maksudnya, pelaksanaan kepemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah daerah masih berpatokan padaundang-undang pemerintahan daerah.

5.1.2. Asas penyelenggaraan pemerintah Daerah

Dijelaskan pasal 58 yaitu dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan Negara yang terdiri atas:

1. Kepastian hokum

2. Tertib penyelenggara Negara 3. Kepentingan umum,

4. Keterbukaan, 5. Proporsionalitas 6. Profesionalitas 7. Akuntabilitas 8. Efisiensi 9. Efektivitas, dan 10. Keadilan

5.1.3. Tugas, Wewenang dan Hak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Tugas kepala daerah diatur dalam padal 65 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah:


(25)

5.1.3.1. Kepala daerah mempunyai tugas:

1. Memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.

2. Memelihara Ketentraman Dan Ketertiban Masyarakat. 3. Menyusun dan mengajukan rancangan perda tentang

RPJPD dan rancangan perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD.

4. Menyusun dan mengajukan rancangan perda tentang APBD, rancangan perda tentang perubahan APBD, dan rancangan perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama.

5. Mewakili daerahnya didalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hokum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah.

7. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5.1.3.2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepala daerah berwenang:


(26)

2. Menetapkan perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD.

3. Menetapkan perkada dan keputusan kepala Daerah.

4. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat.

5. Melaksabakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5.1.3.3. Kepala daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana dimmaksud pada ayai 1 dan ayat 2.

5.1.3.4. Dalam hal kepala daerah sedang menjalani masa tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah.

5.1.3.5. Apabila kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara dan tidak ada wakil kepala daerah, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah. 5.1.3.6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan

wewenang kepala daerah oleh wakil kepala daerah dan pelaksanaan tugas sehari-hari kepala daerah oleh sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 4 sampai dengan ayat 6 yang diatur dalam peraturan pemerintah.


(27)

5.2.Kebijakan Publik

5.2.1. Pengertian Kebijakan Publik

Secara etimologis istilah kebijakan berasal dari kata (Policy). Seringkali penggunanya saling dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan, dan rancangan-rancangan besar.Menurut PBB kebijakan itu diartikan sebagai pendanaan untuk bertindak, pedoman itu boleh jadi sangat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luad atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat.3

Sedangkan publik didefinisikan sebagai masyarakat, misalnya public relation (hubungan masyarakat), public service (pelayanan masyarakat), public opinion (pendapat masyarakat) dan lain-lain. Arti dari publik itu sendiri adalah sejumlah manusia yang memiliki kesamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai Norma yang mereka miliki.4

Kebijakan publik adalah jalan untuk mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan.Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka kebijakan publik adalah seluruh sarana dan

3 Sholihin abdul wahab, 2001.Kebijaksanaan. Jakarta: Bumi aksara. Hal: 2


(28)

prasarana untuk mencapai ‘’tempat tujuan” tersebut.5 Berikut definisi kebijakan menurut para ahli:

1. Menurut RC. Chandler dan JC. Plano kebijakan public adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah public.6

2. Menurut A. Hoogerwef, kebijakan public sebagai unsur penting dari politik, dapat diartikan sebagai usaha untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu menurut waktu tertentu.7

Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa kebijakan publik adalah pengetahuan tentang sebab-sebab, konsekuensi dan kinerja kebijakan dan program publik, sedangkan pengetahuan dalam kebijakan publik adalah proses penyediaan informasi dan pengetahuan untuk para eksekutif, anggota legislatif, lembaga peradilan dan masyarakat umum yang berguna bagi proses perumusan kebijakan serta dapat meningkatkan kinerja kebijakan 5.2.2 Model Kebijakan Publik

Untuk lebih memahami proses kebijakan publik maka dikembangkan beberapa model dalam pembuatan suatu kebijakan publik. Diantaranya:

5 Rian Nugrohodwijowijoto, 2003.Kebijakan Publik, Formulasi, dan Evaluasi. Jakarta: Gramedia. Hal: 51

6 Menurut RC. Chandler dan JC.Plano, 1998. The Public Administration Dictionary, CA ABC CLIO inc, Santa Barbara.


(29)

1. Model kelembagaan

Model kelembagaan secara sederhana bermakna bahwa tugas pembuat kebijakan publik adalah tugas pemerintah. Jadi apa pun yang dibuat pemerintah dengan cara apapun adalah kebijakan publik.

Model kelembagaan sebenarnya merupakan deviasi ataupun turunan dari ilmu politik tradisional yang lebih menekankan struktur daripada proses atau perilaku politik. Prosesnya mengandaikan bahwa tugas formulasi kebijakan adalah tugas lembaga-lembaga pemerintah yang dilakukan secara otonom tanpa berinteraksi dengan lingkungannya.8

2. Model Kelompok

Model ini mengandaikan kebijakan publik sebagai titik keseimbangan. Inti gagasannya adalah interaksi didalam kelompok akan megahasilkan keseimbangan dan keseimbangan adalah yang terbaik. Individu setiap kelompok kepentingan berinteraksi secara formal maupun informal, secara langsung atau melalui media massa menyampaikan tuntutannya kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan publik yang diperlukan.9

8 Rian Nugroho, 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: Gramedia. Hal 109


(30)

3. Model Elit/Massa

Model ini menjelaskan bahwa didalam setiap masyarakat pasti terdapat dua kelompok, yaitu pemegang kekuasaan atau elit dan yang tidak memiliki kekuasaan atau massa. Teori ini mengembangkan diri kepada kenyataan bahwa sedemokratis apapun, selalu ada bias didalam formulasi kebijakan, karena pada akhirnya kebijakan-kebijakan yang diambil merupakan preferensi dari para elit.10

5.2.3.Implementasi Kebijakan Publik

Menurut agustino studi implementasi suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam prakteknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervesi berbagai kepentingan.

Selain itu Agustino juga mengutip dari pernyataan seorang ahli studi kebijakan Eugne Bardach tentang kerumitan dalam proses implementasi, yang menyatakan pernyataan sebagai berikut:11

“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengaranyya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien.”

10 Ibid 113


(31)

Secara luas implementasi dipandang mempuanyai makna pelaksanaan undang-undang yang merupakan suatu tahap dari proses kegitan antar berbagai actor dimana organisaasi, prosedur dan teknik saling bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program.

Jadi implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang merujuk pada kegiatan antar aktor yang terlibat, sesuai dengan apa yang diformulasikan dalam kebijakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat DanilMuazmania dan Paul Sabatier di bukunya Implementasi and Public Policy, didalam bukunya Leo Agustino Dasar-Dasar Kebijakan Publik, yang dikemukakan bahwa, implementasi kebijakan adalah sebagai berikut:

“Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk-bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-pemerintah, atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses implementasinya.”12

Dari beberapa definisi di atas dapat dinyatakan bahwa implementasi kebijakan, menyangkut 3 hal, sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Leo Agustino yaitu13

1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan.

2. Aktifitas atau kegiatan pencapaian-pencapaian tujuan.

12Leo Agustino, 2014. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Albfabeta. Hal:139 13Ibid


(32)

3. Adanya hasil kegiatan.

Selain itu masih banyak sekali kebijakan didasari dari ide-ide yang kelihatannya sangat layak namun mengalami kesulitan ketika harus dipraktekkan dilapangan. Karena disebabkan banyak factor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga selama proses implementasi beragam interpretasi dan asumsi atau tujuan, target dan strategi pencapaian tujuan dapat berkembang bahkan bahkan dalam lembaha implementasi selalu melakukan diskresi atau keluasan dalam mengimplementasikan kebijakan. Hal ini karena kondisi social ekonomi maupun politik masyarakat yang tidak memungkinkan, ini lah yang menyebabkan seatu kebijakan yang seharusnya tinggal dilaksanakan akhirnya banyak menimbulkan penundaan.

Sedangkan menurut Rian Nugroho D, Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan mencapai tujuan. Tidak lebih tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan ada dua pilihan langka yaitu, langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut:14 secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

14Rian Nugroho, 2003. Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo. Hal: 153-159


(33)

Gambar 1.1

Sekuensi Implementasi Kebijakan

Sumber: Rian Nugroho. Formulasi, Implementasi dan Evaluasi.

Kebijakan publik dalam bentuk undang-undang atau peraturan daerah adalah jenis kebijakan public yang memerlukan kebijakan publikpenjelasan atau yang sering di istilahkan sebagai peraturan pelaksana. Kebijakan publik yang langsung dioperasikan Antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas dan lain-lain.

Sementara menurut Van Mater dan Van Horn menyatakan bahwa variable-variabel kebijakan bersangkut paut dengan

tujuan-Kebijakan Publik

Kebijakan Publik Penjelasan

Program

Proyek

Kegiatan


(34)

tujuan yang telah digariskan oleh sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada bahan-bahan meliputi baik organisasi formal maupun informal, sedangkan komunikasi antar hubungan di dalam lingkungan system politik dan kelompok-kelompok sasaran, akhirnya pusat perhatian adalah sikap pelaksana mengantarkan pada telah mengenai orientasi dari mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan.15

5.3.Tindak KekerasanPerempuan dan Anak 5.3.1 Pengertian Kekerasan

Kekerasan berarti penganiyaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Kekerasan dapat diartikan sebagai perihal keras atau perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain dan menyebabkan kerusakan fisik pada orang lain.16

Pada penjelasan Pasal 89 KUHP dijelaskan bahwa:17

Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah, misalnya memukul, dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan lain sebagainya. Yang disamakan dengan kekerasan menurut pasal ini adalah membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya.

15Samudra Wibawa, 1991. Kebijakan Publik dan analisis. Jakarta: Intermedia. Hal: 66

16W.J.S Poerwadarminta, 1990. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: P.N Balai Pustaka. Hal: 425

17R. Soesilo, 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentarnya Pasal Demi Pasal. Bogor: Politea. Hal: 84


(35)

Menurut Richard J. Galles (2004), child abuse atau tindak kekerasan terhadap anak adalah merbuatan di sengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya tehadap anak-anak secara fisik maupun emosional. Sementara itu, menurut Barker (1987), yang dimaksud dengan kekerasn terhadap anak adalah tindakan yang melukai berulang-ulang, baik secara fisik maupun emosional kepada anak yang seharusnya dilindungi dan tergantung, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan yang permanen atau kekerasan seksual, dimana hal ini biasanya dilakukan para orang tua atau pihak lain yang seharusnya merawat dan melindungi anak-anak itu.18

Sementara itu, Deklarasi tentang Eliminasi Kekerasan terhadap Perempuan pada Tahun 1993 mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan adalah sebagai berikut:

“Kekerasan Terhadap perempuan adalah segala bentuk tindak kekerasan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan; termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi.”19

Kekerasan terhadap perempuan bias terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Akan tetapi, sangat mengherankan bahwa banyak kekerasan yang terjadi di rumah tangga dan kebanyakaan kekerasan tersebut dilakukan oleh seorang yang dekat

18Munandar Sulaeman dan Siti Homzah, 2010. Kekerasan Terhadap Perempuan: Tinjauan dalam Berbagai Disiplin Ilmu & Kasus Kekerasan. Bandung: PT Refika Aditama. Hal: 51


(36)

dan dikenal bail oleh korban. Menurut Moors, kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga (KDRT) bias desebabkan oleh ketergantungan ekonomi istri kepada suaminya, karena istri mungkin akan direndahkan oleh suami.20

5.3.2. Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Perempuan 5.3.2.1. Pengertian Perempuan

Adapun pengertian perempuan sendiri secara etimologis dalam bukunya Zaitunah Subhan.21 Perempuan berasal dari kata empu yang artinya dihargai. Lebih lanjut Zaitunah menjelaskan pergeseran istilah dari wanita ke perempuan. Kata wanita dianggap berasal dari Bahasa Sansekerta, dengan dasar kata wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti yang dinafsui atau merupakan objek nafsu. Jadi secara simbolik mengubah penggunaan kata wanita ke perempuan adalah mengubah objek menjadi subjek. Tetapi dalam Bahasa Inggris wan ditulis dengan kata want atau men dalam Bahasa Belanda, wun dan schen dalam Bahasa Jerman. Kata tersebut mempunyai arti like, wish, desire, aim. Kata want dalam Bahasa Inggris bentuk lampaunya wanted. Jadi wanita adalah who is being wanted (seseorang yang dibutuhkan) yaitu seseorang yang diingini.22

Secara biologis dari segi fisik, perempuan dibedakan dari perempuan lebih kecil dari laki-laki, suaranya lebih halus,

20Fathul Djannah, et.al, 2003. Kekerasan Terhadap Istri. Yogyakarta: LKiS. Hak: 2 21Zaitunah Subhan, op.Cit. hal: 19


(37)

perkembangan tubuh perempuan terjadi lebih dini, kekuatan permpuan tidak sekuat laki-laki dan sebagainya. Perempuan mempunyai sikap pembawaan yang kalem, perasaan perempuan lebih cepat menangis dan bahkan pingsan apabila menghadapi persoalan berat.23 Sementara kartini Kartono, mengatakan bahwa perbedaan sosiologis yang dialami sejak lahir pada umumnya kemudian diperkuat oleh struktur kebudayaan yang ada, khususnya oleh adat istiadat, system social-ekonomi serta pengaruh pendidikan.24

5.3.2.2 Bentuk kekerasan terhadap perempuan

Secara spesifikasi bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang tertuang dalam Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (Declaration on the Elimination of Violence against Women), yang diadopsi Majelis PBB tahun 1993, pada pasal 2 adalah sebagai berikut:

1. Tindak kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam keluarga.

Tindak kekerasan ini biasanya seperti pemukulan, penyalahgunaan seksual atas anak-anak perempuan dalam rumah tangga, kekerasan yang berhubungan dengan mas kawin (mahar), pemerkosaan dalam perkawinan, perusakan alat kelamin perempuan, dan praktik-praktik kekejaman tradisional

23Murtadlo Muthahari, 1995. Hak-hak wanita dalam Islam. Jakarta: Lentera. Hal: 110-111 24Kartini Kartono, 1989. Psokologi Wanita, Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa. Bandung: Mandar Maju. Hal: 4


(38)

lain terhadap perempuan diluar hubungan suami-istri, serta kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi.

2. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologi yang terjadi dalam masyarakat luas.

Tindak kekerasan ini biasanya seperti pemerkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan, dan ancaman seksual ditempat kerja, dalam lembaga-lembaga pendidikan dan sebagainya.

3. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau dibenarkan oleh Negara.

Tindakan kekerasan ini biasanya pelanggaran-pelanggaran hak asasi perempuan dalam pertentangan antar kelompok, dalam situasi konflik bersenjata, berkait dengan Antara lain pembunuhan, pemerkosaan, perbudakan seksual dan kehamilan paksa.25

5.3.3. Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan

Secara sederhana, terdapat 6 faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan yaitu:

1. Fakta bahwa laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.

2. Masyarakat masih membesarkan anak laki-laki dengan didikan yang bertumpukan pada kekuatan fisik, yaitu untuk


(39)

menumbuhkan keyakinan bahwa mereka harus kuat dan berani serta tidak toleran.

3. Budaya yang mengkondisikan perempuan atau istri tergantung kepada laki-laki atau kepada suami, khususnya secara ekonomi.

4. Persepsi tentang kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga yang dianggap harus ditutup karenatermasuk wilayah privat suami-istri dan buka sebgai persoalan social.

5. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama tentang penghormatan pada posisi suami, tentang aturan mendidik istri, dan tentang ajaran kepatuhan istri kepada suami.

6. Kondisi kepribadian dan psikologis suami yang tidak stabil dan tidak benar.

5.3.4. Perlindungan terhadap perempuan

Perlindungan terhadap anak dan perempuan, merupakan hak asai yang harus di peroleh. Sehubungan dengan hal ini, pasal 27 ayat (1) UUD 1945, menentukan bahwa setiap warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pernyataan dari pasal tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan bagi


(40)

semua warga Negara, baik wanita, pria, dewasa, dan anak-anak dalam mendapatkan perlindungan hukum.26

Adapun perlindungan yang berhak diterima oleh korban kekerasan dalam pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Antara lain:

1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga social, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.

2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.

3. Penanganan secra khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.

4. Pendampingan oleh pekerja social dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Pelayanan bimbingan rohani.

5.3.5. Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Anak 5.3.5.1. Pengertian anak

Menurut UU RI No. 4 Tahun 1979, anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun, dan belum pernah menikah. Batas 21 tahun ditentukan karena berdasarkan pertimbangan usaha

26Maidin Gultom, 2012. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Bandung: PT Refika Aditama. Hal: 98


(41)

kesejahteraan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental seorang anak dicapai pada usia tersebut.

UNICEF mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun.27

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, aset dan tunas bangsa, generasi penerus, penerima tongkat estafet pembangunan, pemimpin masa depan dan berbagai ungkapan atribut lain yang melekat pada anak, yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu anak juga memiliki hak asasi manusia yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa di dunia dan merupakan landasan bagi kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di seluruh dunia. Berangkat dari pemikiran tersebut, kepentingan yang utama untuk tumbuh dan berkembang dalam kehidupan anak harus memperoleh prioritas yang sangat tinggi. Secara fisik dan mental dalam pertumbuhannya, anak membutuhkan perawatan, perlindungan sosial, serta perlindunganhukum baik sebelum maupun sesudah lahir. 5.3.5.2. Bentuk Kekerasan Terhadap Anak

Dari klasifikasi yang dilakukan oleh para ahli, ada 4 bentuk tindakan kekerasan atau pelanggaran terhadap hak anak yaitu:


(42)

1. Kekerasan Fisik

Bentuk kekerasan ini paling mudah dikenali. Terkategorisasi sebagai kekerasan jenis ini adalah menampar, menendang, memukul/meninju, mencekik, mendorong, menggigit, membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan sebagainya. Korban kekerasan jenis ini biasanya tampak secara langsung pada fisik korban seperti luka memar, berdarah, patah tulang, pingsan, dan bentuk lainnya yang kondisinya lebih berat. 2. Kekerasan psikis

Kekerasan jenis ini tidak terlalu mudah dikenali. Akibat yang dirasakan oleh korban tidak memberikan bekas yang nampak bagi orang lain. Dampak kekerasan ini akan berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan nyaman, menurunnya harga diri serta martabat korban. Wujud konkret kekerasan jenis ini adalah: penggunaan kata-kata kasar, penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan orang di depan orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman dengan kata-kata, dan sebagainya. Akibat dari prilaku tersebut biasanya korban akan merasa rendah diri, minder, merasa tidak berharga, dan lemah dalam membuat keputusan.

3. Kekerasan seksual

Tindak kekerasan ini adalah segala tindakan yang muncul dalam bentuk paksaan atau ancaman untuk melakukan hubungan


(43)

seksual (seksual intercourse), melakukan penyiksaan atau bertindak sadis serta meninggalkan seseorang termasuk mereka yang tergolong masing berusia anak-anak setelah melakukan hunungan seksualitas.

4. Kekerasan Ekonomi

Kekerasan jenis ini sangat sering terjadi dilingkungan keluarga. Perilaku melarang pasangan untuk bekerja atau mencampuri pekerjaan pasangan, menolak memberikan uang atau mengambil uang serta mengurangi jatah belanja bulanan merupakan contoh kongkret bentuk kekerasan ekonomi. Pada anak kekerasan jenis ini sering terjadi ketika orang tua memaksa anak yang masih berusia di bawah umur untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga, sehingga fenomena penjual Koran, pengamen jalanan, pengemis anak, dan lain-lain kian merebak terutama di perkotaan.28

5.3.5.3. Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Anak

Menurut Jalaludin Rakhmat (1998), secara garis besar ada 3 faktor soSial yang menjadi penyebab terjadinya kasus child abuse tetap marak di masyarakat, di antaranya adalah:

1. Tidak adanya control social terhadap terjadinya kasus atau tindakan kekerasan terhadap anak-anak. Misalnya, seorang bapak yang mencambuk anaknya dengan sabuk atau memukul


(44)

dengan keras kepala anaknya, ia tetap tidak akan dipersoalkan oleh tetangganya kecuali mungkin hanya menggunjingkan selama anak itu tidak meninggal dunia atau selama tidak dilaporkan ke polisi.

2. Adanya hubungan hierarki sosial di masyarakat yang acap kali menempatkan anak pada anak tangga terbawah. Orang dewasa cenderung memiliki hak untuk memperlakukan anak-anak sesuka hati mereka, sementara anak sendiri seolah tidak memiliki hak apapun, baik itu hak untuk bersuara atau hak untuk protes.

3. Ketimpangan social dan struktur social-ekonomi yang menindas acap kali melahirkan semacam kultur kekerasan, khusunya di kalangan keluarga miskin.29

Dari penjelasan diatas memperlihatkan bahwa kondisi yang melatar belakangi kemungkinan terjadinya tindak kekerasan pada anak-anak, selain sifat structural, ternyata acap kali juga bersifat situasional. Artinya, suatu tindakan kekerasan tertentu terjadi pada anak karena dia berada dalam kondisi dan situasi tertentu berinteraksi dengan individu lain (orang dewasa) yang tengah berada pada kondisi tertentu pula.


(45)

5.3.5.4. Perlindungan Terhadap Anak

Dengan menyadari bahwa jumlah anak yang menjadi korban kekerasan dan perlakuan yang salah makin meluas dari hari ke hari, sebagai sebuah Negara hukum, Indonesia sediri sebenarnya telah 10 tahun lebih meratifikasi konvensi hak anak (KHA) dan telah pula memiliki Undang-Undang Perlindungan Anak yang memiliki pasal yang secara normative menjamin upaya pemenuhan hak anak. Undang-undang tersebut dalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Di dalam pasal 2 UU 23/2002 adapun prinsip-prinsip yang harus dipegang oleh Negara dan masyarakat Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan terhadap anak adalah:30

1. Prinsip-prinsip non diskriminasi 2. Kepentingan terbaik bagi anak. 3. Hak untuk hidup.

4. Kelangsungan hidup.

5. Perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak.

Untuk memberikan perlindungan dan menghargai anak sebagai bagian dari warga masyarakat yang memiliki hak untuk berpartisipasi dan berdaya, serta tidak terjadi proses dehumanisasi yang makin parah dan memojokkan anak, beberapa langkah yang perlu dikembangkan adalah:

30Ismantoro Dwi Yuwonop, 2015. Penerapan hukum dalam kasus kekerasan sekseual terhadap anak. Jakarta: Pustaka Yustisia. Hal: 56


(46)

1. Menyusun sebuah strategi dan langkah aksi yang benar-benar nyata untuk membongkar dikhotomi domestic public dalam persoalan anak.

2. Menumbuhkan kepekaan slite politik dan aparat di Birokrasi pemerintah terhadap persoalan kelangsungan masa depan anak. 3. Menumbuhkan potensi swakarsa dan mendorong proses

pembentukan mekanisme penanganan anak yang bersifat kontekstual, khususnya ditingkat komunitas melalui LSM dan lain sebagainya.

4. Memperoleh platform politik tentang pentingnya onvestasi yang signifikan bagi kegiatan dan fasilitas pelayanan daasar bagi anak-anak, seperti pendidikan, kesehatan, gizi, perlindungan hukum dari perlakuan salah, diskriminasi, dan eksploitasi, serta perhatian yang serius terhadap anak.31

5.3.5.5. Perlindungan Terhadap Perempuan dan Anak

Menurut Deputi Perlindungan Perempuan Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak RI, bahwa ada 4 indikator prinsip perlindungan yaitu:

1. Setiap anggota keluarga adalah subyek atas hak-haknya.

2. Setiap orang tua dibebani tangung jawab untuk hidup dan tumbuh kembang anak/anggota keluarga.


(47)

3. Masyarakat harus berpartisipasi dalam tanggung jawab orang tua san kewajiban Negara.

4. Negara berkepentingan terhadap kualitas setiap warga dan hak-haknya.

6. Definisi Konsepsional

Definisi konsepsional adalah suatu pengertian dari gejala yang menjadi pokok perhatian.Definisi konsepsional dimaksudkan sebagai gambara yang jelas, menghindari kesalahpahaman terhadap pengertian istilah yang ada dalam pokok permasalahan.Konsep sangat diperlukan dalam penelitian agar dapat menjaga masalah dan menghindari timbulnya kekacauan ataupun kesalahan-kesalahan yang dapat mengaburkan penelitian. Konsep penelitian ini adalah:

6.1.Pemerintah Daerah

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6.2.Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah pengetahuan tentang sebab-sebab, konsekuensi dan kinerja kebijakan dan program publik.


(48)

6.3.Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Kekerasan merupakan sebuah terminologi yang sarat dengan arti dan makna “derita”, baik dikaji dari perspektif psikologik maupun hukum, bahwa di dalamnya terkandung perilaku manusia (seseorang/kelompok orang) yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain, (pribadi/ kelompok).

7. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan outline umum dari tulisan secara keseluruhan yang akan menjadi dasar dalam upaya menjawab pertanyaan penelitian dan mengumpulkan data.Adapun 34ndicator-indikator dalam definisi operasional, untuk mengukur peran Bupati Kabupaten Bantul dalam Perlindungan perempuan dan anak:

7.1.Memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

7.1.1. Menetapkan Perda.

7.1.2. Koordinasi pelaksanaan tugas antar instansi pemerintahan yang ada di wilayah Daerah.

7.2.Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. 7.2.1. Upaya yang dilakukan.

7.2.2. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.


(49)

8. Metode Penelitian

Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan ungkapan lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Seperti juga teori, metodologi diukur berdasarkan kemanfaatannya, dan tidak bisa dinilai apakah suatu metodologi benar atau salah. Untuk menelaah hasil penelitian secara benar, kita tidak cukup sekedar melihat apa yang ditemukan peneliti, tetapi juga bagaimana peneliti sampai pada temuannya berdasarkan kelebihan dan keterbatasan metode yang digunakannya. Metode penelitian adalah tehnik-tehnik spesifik dalam penelitian.32

8.1.Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis meggunakan metode penelitian deskriptif, yang dimaksud dengan metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang tertuju pada pemecahan-pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang atau memusatkan diri pada pemecahan-pemecahan masalah aktual, data-data yang dikumpulkan disusun, kemudian dianalisis.33

Menurut Koentjaraningrat, penelitian deskriptif adalah:

“Memilih atau menggunakan sifat-sifat atau individu, gejala, keadaan atau kelompok tertwntu untuk menentukan frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lainnya dalam masyarakat”.34

32 Dedy Mulyana, 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. PR Remaja Rosdakarya: Bandung. Hal. 145-146

33 Winarno Surahman,.Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Transito. Hal. 139


(50)

8.2.Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Bantul, tepatnya di Kantor Bupati Kabupaten Bantul dan Dinas BKK PP dan KB Kabupaten Bantul. Lokasi ini dipilih setelah melihat posisi tertinggi pada Kabupaten Bantul yang dipemimpin oleh seorang perempuan. Hal ini juga melihat fungsi dari Dinas BKK PP dan KB sebagai dinas yang menangani langsung permasalahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bantul.

8.3.Unit Analisis

Yang dimaksud dengan unit analisis data adalah suatu usaha untuk mengurai suatu masalah atau fokus kajian menjadi bagian-bagian (decompotion) sehingga susunan/tatanan bentuk suatu yang diurai itu tampak dengan jelas dan karenanya bisa secara lebih terang ditangkap maknanya atau lebih jernih dimengerti duduk perkaranya.35Unit analisanya

adalah Kantor Badan Kesejahteraan Keluarga Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BKK PP dan KB)

8.4.Jenis Data

Data merupakan informasi mengenai keberadaan konsep penelitian yang kita peroleh dari unit analisa yang dapat dijadikan sebagai sarana verifikasi empiris dalam kegiatan penelitian. Menurut cara pengumpulannya, secara garis besar data penelitian dibedakan menjadi dua macam yaitu:

35 Djam’an Satori, & Aan Komariah, 2012.Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung. Hal. 200


(51)

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian secara langsung (langsung dari informan) yang memiliki informasi atau data tersebut.36

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua (bukan orang pertama, bukan asli) yang memiliki informasi atau data tersebut.37 Data yang diperoleh dari literature, buku-buku, arsip, internet, jurnal, dokumen-dokumen yang diperlukan sehingga dari data yang diperoleh tersebut nantinya akan penulis analisis melalui data sekunder yang digunakan untuk mendapatkan kesimpulan dari apa yang diteliti.

8.5.Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data adalah suatu prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Untuk memperoleh data yang representatif baik data primer maupun data skunder, maka dalam penelitian menggunakan beberapa tehnik pengumpulan data yang meliputi:

1. Wawancara

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan infoermasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau Tanya jawab.Wawancara dalam penelitian

36 Muhammad Idrus, 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: Erlangga. Hal. 86 37 Ibid.


(52)

kualitatif sifatnya mendalam karena ingin mengeksploitasi informasi secara holistik dan jelas dari infrorman.Wawancara mendalam adalah tanyajawab yang terbuka untuk memperoleh data tentang maksud hati partisipan – bagaimana menggambarkan dunia mereka dan bagaimana mereka menjelaskan atau menyatakan perasaannya tentang kejadian-kejadian penting dalam hidupnya.38

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan data melalui dokumen-dokumen atau catatan yang tersedia yang menjadi objek penelitian. Tehnik ini digunakan untuk memperoleh data skunder yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti.39Adapun dokumen-dokumen yang digunakan berupa dokumen-dokumen resmi, arsip, media masa maupun media cetak, biografi, artikel, tulisan-tulisan, maupun jurnal. 3. Observasi

Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati. Observasi ini dilakukan untuk menentukan data-data yang berhubungan dengan topic penelitian dan objek yang diteliti.

38 Djam’an Satori & Aan Komariah, 2012.Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung. Hal. 130

39 Husaini Usman & Purnomo Setiyadi Akbar, 1998.Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 73


(53)

4. Responden

Ada beberapa responden yang dibutuhkan dalam penelitian ini, diantaranya:

1) Hj. Sri Surya Widati, sebagaiBupati Kabupaten Bantul

2) Anatasia Diah Setiawati, SH., M.Hum. Kepala bidang pemberdayaan perempuan.

3) Sumiyatun, SH, M.Si.Kepala sub Bidang Pengembangan Partisipasi Perempuan dan Pengarusutamaan Gender.

4) Sylvi Kusumaningtyas. S.Sos Kepala Sub Bidang Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak

8.6.Tehnik Analisis Data

Tujuan dari analisis data pada dasarnya adalah menyederhanakan data dalam bentuk yang mudah dibaca dan dipahami. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana data yang terkumpul akan diinterpretasikan sesuai arti kata yang disesuaikan dengan tujuan dankepentingan penelitian. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:40

1. Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.

2. Mempekajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data.

3. Menuliskan ‘model’ yang ditemukan.

40 Lexy Moleong.J, 2004.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung, PT Remaja Rosada Karya. Hal: 248


(54)

4. Koding yang telah dilakukan.

Analisis data dimulai dengan melakukan wawancara mendalam dengan informasi kunci, yaitu seseorang yang benar-benar memahami dan mengetahui situasi objek penelitian. Setelah melakukan wawancara, analisis data dimulai dengan membuat transkrip hasil wawancara, dengan cara memutar kembali rekaman hasil wawancara, mendengarkan dengan seksama, kemudian menuliskan kata-kata yang didengar sesuai dengan apa yang ada direkaman tersebut.

Setelah peneliti menulis hasil wawancara tersebut kedalam transkrip, selanjutnya peneliti harus membaca secara cerat untuk kemudian dilakukan reduksi data. Peneliti membuat reduksi data dengan cara membuat abtraksi, yaitu mengambil dan mencatat informasi-informasi yang bermanfaat sesuai dengan konteks penelitian atau mengabaikan kata-kata yang tidak perlu sehingga didapatkan inti kalimatnya saja, tetapi bahasanya sesuai dengan bahasa informan.


(55)

BAB II

DESKRIPSI WILAYAH DAN OBJEK PENELITIAN

1. Deskripsi Wilayah Kabupaten Bantul

1.1. Sejarah Singkat Pemerintah Kabupaten Bantul

Awal pembentukan wilayah kabupaten Bantuladalah perjuangan gigih Pangeran Diponegoro melawan penjajah bermarkas di Selarong sejak tahun 1825 hingga 1830. Seusai meredam perjuangan Diponegoro, pemerintah Hindia belanda kemudian membentuk komisi khusus untuk menangani daerah Vortenlanden yang antara lain bertugas menangani pemerintah daerah Mataram, Pajang, Sokawati, dan Gunung kidul. Kontrak kasusunan Surakarta dengan Yogyakarta dilakukan baik hal pembagian wilayah maupun pembayaran ongkos perang, penyerahan Pemimpin pemberontak, dan pembentukan wilayah administrative.

Tanggal 26 dan 31 maret 1831 pemerintah hindia Belanda dan Sultan Yogyakarta mengadakan kontrak kerja sama tentang pembagian wilayah administrative baru dalam kasultanan disertai penetapan jabatan kepala wilayahnya. Saat itu kasultanan Yogyakarta dibagi menjadi tiga kabupaten yaitu Bantulkarang untuk kawasan selatan, Denggung untuk kawasan utara, dan Kalasan untuk kawasan timur. Menindaklanjuti untuk pembagian wilayah baru Kasultanan Yogyakarta, tanggal 20 Juli 1831 atau Rabu Kliwon 10 Sapar tahun Dal 1759 (Jawa) secara resmi ditetapkan pembentukan kabupaten Bantul yang sebelumnya dikenal


(56)

bernama Bantulkarang. Seorang Nayaka Kasultanan Yogyakarta bernama Raden Tumenggung Mangun Negoro kemudian dipercaya Sri Sultan Hamengkubuwono V untuk memangku jabatan sebagai Bupati Bantul.

Tanggal 20 Juli ini lah yang setiap tahunnya diperingati sebagai hari jadi kabupaten Bantul.Selain itu tanggal 20 Juli tersebut juga memiliki nilai simbol kepahlawanan dan kekeramatan bagi masyarakat Bantul mengingat perang Diponegoro dikobarkan tanggal 20 Juli 1825.Pada masa kependudukan jepang, pemerintahan berdasarkan pada Usamu Seirei nomor 13 sedangkan stadsgemente ordonantie dihapus.Kabupaten memiliki hak mengelola rumah tangga sendiri (otonom).Kemudian setelah kemerdekaan, pemerintahan ditangani oleh Komite Nasional Daerah untuk melaksanakan UU No 1 tahun 1945.Tetapi di Yogyakarta dan Surakarta undang-undang tersebut tidak diberlakukan hingga dikeluarkannya UU Pokok Pemerintah Daerah No 22 tahun 1948.Dan selanjutnya mengacu UU Nomor 15 tahun 1950 yang isinya pembentukan pemerintahan Daerah Otonom di seluruh Indonesia.


(57)

1.2.Kondisi Geografis Kabupaten Bantul Gambar 2.1

Peta Geografis Kabupaten Bantul

Sumber : http://loketpeta.pu.go.id/peta/peta-infrastruktur-kabupaten-Bantul-2012/

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Apabila dilihat dari bentang alamnya, wilayah Kabupaten Bantul terdiri dari daerah dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian timur dan barat, serta kawasan pantai di sebelah selatan.Kondisi bentang alam tersebut relative membujur dari utara ke selatan.Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07o44’04” sampai 08o00’27” Lintang Selatan dan


(58)

salah satu dari 5 (lima) Kabupaten di DIY, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul, sebelah utara berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.1

Kabupaten Bantul terdiri dari 17 Kecamatan, yaitu Kecamatan Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambanglipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Banguntapan, Sewon, Kasihan, Pajangan, dan Sedayu.

Luas wilayah Kabupaten Bantul adalah 50.685 Ha yang terbagi dalam 17 kecamatan, yaitu:

Tabel 2.2

Daftar Kecamatan Kabupaten Bantul

No Kecamatan Luas wilayah Persentase

1. Srandakan 1.832 Ha 3,61 %

2. Sanden 2.316 Ha 4,57 %

3. Kretek 2.677 Ha 5,28 %

4. Pundong 2.368 Ha 4,67 %

5. Bambanglipuro 2.270 Ha 4,48 %

6. Pandak 2.430 Ha 4,79 %

7. Bantul 2.195 Ha 4,33 %

8. Jetis 2.447 Ha 4,83 %

9. Imogiri 5.449 Ha 10,75 %

10. Dlingo 5.587 Ha 11,02 %

11. Pleret 2.297 Ha 4,53 %

12. Piyungan 3.254 Ha 6,42 %

13. Banguntapan 2.848 Ha 5,62 %

14. Sewon 2.716 Ha 5,36 %

15. Kasihan 3.238 Ha 6,39 %

16. Pajangan 3.325 Ha 6,56 %

17. Sedayu 3.436 Ha 6,78 %

Sumber: BPS Kabupaten Bantul 2014


(59)

1.3.Luas Wilayah Kabupaten Bantul

Kabupaten Bantul memiliki luas daerah sebesar 50,685 Ha, dengan topografi sebagai dataran rendah 140% dan lebih dariseparonya (60%) daerah perbukitan yang kurang subur, secara garis besar terdiri dari:2 a. Bagian Barat, adalah daerah landai yang kurang serta perbukitan

yang membujur dari Utara ke Selatan seluas 89,86 km2 (17,73 % dari seluruh wilayah).

b. Bagian Tengah, adalah daerah datar dan landai merupakan daerah pertanian yang subur seluas 210.94 km2 (41,62 %).

c. Bagian Timur,adalah daerah yang landai, miring dan terjal yang keadaannya masih lebih baik dari daerah bagian Barat, seluas 206,05 km2 (40,65%).

d. Bagian Selatan, adalah sebenarnya merupakan bagian dari daerah bagian Tengah dengan keadaan alamnya yang berpasir dan sedikir berlagun, terbentang di Pantai Selatan dari Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek.

Kondisi yang seperti ini ditambah dengan letaknya yang merupakan perpanjangan dari dataran yang membentang dari kaki Gunung Merapi dan bagian dari lembah Opak dan Progo menjadikan Daerah Kabupaten Bantul termasuk daerah yang subur, baik karena dataran wilayahnya, jenis lapisan tanahnya, pengairannya maupun letaknya yang ada di penghujung selatan tempat sungai-sungai yang

2 Luas wilayah Kabupaten Bantul diakses dari http://www.bpkp.go.id/diy/konten/836/Profil-Kabupaten-Bantul pada tanggal 2 november 2014 pukul 18.00


(60)

bermuara dan menumpuknya lumpur vulkanik besrta endapan-endapan humus dari daerah utara. Kondisi ini tentu saja sangat menguntungkan dan membuat Kabupaten Bantul cocok digunakan sebagai lahan pertanian basah sepanjang tahun dan permukiman pedesaan pertanian.Sehingga tidak mengherankan jika kemudian banyak penduduk Bantul yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian.

Tata guna lahan Kabupaten Bantul:

1. Pekarangan : 18.327,15 Ha (36,16%) 2. Sawah : 16.823,84 Ha (33,19%) 3. Tegalan : 7.554,45 Ha (14,90%) 4. Tanah Hutan : 1.697,80 Ha (3,35%)

Kabupaten Bantul dialiri oleh enam sungai yang mengalir sepanjang tahun dengan panjang 114 Km2. Keenam sungai tersebut yaitu:

1. Sungai Oyo : 35,75 km 2. Sungai Opak : 19,00 km 3. Sungai Code : 7,00 km 4. Sungai Winongo : 18,75 km 5. Sungai Bedog : 9,50 km 6. Sungai Progo : 24,00 km

1.4.Iklim

Menurut data dari Dinas Sumber Daya Air di Kabupaten Bantul terdapat 12 titik Stasiun Pemantau curah hujan, yaitu stasiun Pemantauan Ringinharjo, Nyemengan, Gandok, Kotagede, Pundong, Barongan,


(61)

Ngetak, Gandongan, Piyungan, Sedayu, Ngestiharjo dan Dlingo. Sepanjang Tahun 2013 curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yang tercatat di StasiunPemantauan Ringinharjo, yaitu sebanyak 907 mm dengan jumlah hari hujan 29 hari.3

2. Kondisi Demografi Kabupaten Bantul

2.1. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk

Bedasarkan hasil registrasi penduduk awal tahun 2012 jumlah penduduk di Kabupaten Bantul sebanyak 1,015.465 jiwa. Dengan rincian jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 502.762 jiwa (29,52%) dan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan berjumlah 512.703 jiwa (50,48%).

Jumlah penduduk yang besar merupakan salah satu 47sset penting dan potensi dalam pembangunan.Namun dapat pula menjadi beban pembangunan apabila kualitas penduduk tersebut kurang memadai.

Komposisi penduduk Kabupaten Bantul didominasi oleh penduduk muda/dewasa. Rasio ketergantungan penduduk usia produktif di Kabupaten Bantul sebesar 47%, yang artinya bahwa 100 orang penduduk usia produktif (15-65 tahun) menanggung sekitar 47 orang yang belum/tidak produktif (kurang dari 15tahun atau lebih dari 65 tahun). Jumlah penduduk Bantul mancapai 781.013 orang pada tahun 2000. Angka ini terus bertambah hingga pada tahun 2011 mencapai


(1)

23

(dokter) untuk gangguan fisik yang dideritanya dan dari psikolog kepada korban yang menderita trauma/masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan korban.

Huruf c

Cukup jelas Huruf d

Yang dimaksudkan dengan “mendapatkan informasi”

adalah akses dan keterangan tentang keberadaan tempat pengaduan, PPT, dan segala hal-hal yang berhubungan dengan pemenuhan hak-haknya dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendampingan dan perkembangan perkara yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non elektronik yang terkait tindak kekerasan.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “kerahasiaan identitasnya”

adalah upaya jaminan kepastian bagi korban untuk tidak disebarluaskan mengenai identitas dirinya, perawatan medis dan penanganan hukum.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “pelayanan optimal” adalah

pelayanan yang mencakup medis, medicolegal ektensial , psikososial dan hukum.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “hak atas kompensasi”

meliputi: pemberdayaan ekonomi, biaya pemulangan, jaminan kesehatan, dan pendidikan atau ketrampilan. Huruf h

Yang dimaksud dengan “penanganan berkelanjutan

sampai tahap rehabilitasi” adalah penanganan yang tidak berhenti sampai penyembuhan fisik dan psikis, bantuan hukum untuk mengembalikan hak-hak keperdataan, tapi sampai korban dapat menjalani kehidupan kembali dalam masyarakat termasuk dalam pemulihan nama baik, dan kewarganegaraan. Huruf i

Yang dimaksud dengan “hak atas penanganan pengaduan” adalah tersedianya unit khusus layanan

terpadu oleh petugas. Huruf j

Cukup jelas Huruf k

Yang dimaksud dengan “hak atas pendampingan”

antara lain: psikolog, psikiater, ahli kesehatan, rohaniawan, advokat, dan anggota keluarga. Sedangkan, pendampingan secara hukum adalah upaya bantuan yang diberikan oleh orang dan/atau lembaga bantuan hukum kepada korban pada setiap


(2)

24

tingkatan pemeriksaan dan selama proses hukum berjalan.

Huruf l

Cukup Jelas Pasal 5

Cukup jelas Pasal 6

Cukup jelas Pasal 7

Cukup jelas Pasal 8

Cukup jelas Pasal 9

Cukup jelas Pasal 10

Cukup jelas Pasal 11

Cukup jelas Pasal 12

Cukup jelas Pasal 13

Cukup jelas Pasal 14

Cukup jelas Pasal 15

Yang dimaksud dengan “melakukan wawancara, dan

observasi terhadap korban” adalah jika kondisi korban sudah

mulai pulih dari trauma dan memungkinkan untuk dilakukannya wawancara. Sedangkan yang dimaksud dengan observasi adalah mengetahui konteks lingkungan, peran dan statusnya ketika terjadi tindak kekerasan kepada korban. Pasal 16

Cukup jelas Pasal 17

Cukup jelas Pasal 18

Cukup jelas Pasal 19


(3)

25 Pasal 20

Cukup jelas Pasal 21

Cukup jelas Pasal 22

Cukup jelas Pasal 23

Cukup jelas Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “jaringan kerja” meliputi:

mitra keluarga, dasawisma, kelompok-kelompok keluarga yang ada di masyarakat. Yang dimaksud

dengan “koordinasi” meliputi: perencanaan,

pelaksanaan dan pemantauan program pencegahan kekerasan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “sistem pencegahan kekerasan” meliputi: pemetaan lokasi atau wilayah

rawan terjadinya kekerasan dan melakukan upaya promotif serta preventif kepada masyarakat.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “Pendidikan kritis tentang hak-hak anak dan perempuan” merupakan upaya membangun kesadaran anak dan perempuan tentang hak-haknya. Tujuan dilaksanakannya pendidikan kritis adalah dapat membantu keputusan dan tidak menjadi korban kekerasan berulang. Bentuk pendidikan kritis bagi masyarakat terdiri dari: pelatihan-pelatihan kesetaraan dan keadilan gender, pendidikan tentang kesehatan reproduksi untuk perempuan, dan pemberian pemahaman peraturan perundang-undangan tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Perlindungan Anak.

Huruf d

Sosialisasi dapat dilakukan melalui media massa, media elektronik, dan penyuluhan langsung kepada masyarakat.

Pasal 25

Huruf a

Upaya pencegahan dalam keluarga dan/atau kerabat terdekat dapat dilakukan dengan memperkuat ketahanan dalam rumah tangga seperti: pengamalan nilai-nilai keagamaan, mengatur waktu rumah tangga, dan komunikasi antar anggota keluarga.


(4)

26 Huruf b

Lembaga pendidikan dapat turut serta mengupayakan pemberian hukuman yang bersifat mendidik, mengupayakan menghapus ketentuan yang tidak berpihak pada korban kekerasan.

Huruf c

Upaya pencegahan dalam masyarakat meliputi: menumbuhkan kepedulian lingkungan terhadap tindak kekerasan yang terjadi di lingkungannya.

Pasal 26

Cukup jelas Pasal 27

Huruf a

Yang dimaksud dengan ”tidak dipungut biaya” adalah

kegiatan penyelenggaran pelayanan dan pendampingan yang dilakukan oleh PPT tidak dibebankan pada korban yang berasal dari keluarga tidak mampu.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “cepat” adalah tindakan segera yang dilakukan tanpa berbelit-belit atau prosedur dipermudah.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “aman dan nyaman” adalah

jaminan perlindungan pelayanan yang terasan nyaman, tidak diganggu, dan dilayani dengan ramah, menghormati dan menghargai.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “empati” adalah tindakan

menghargai, menghormati, menyayangi, bersahabat, dan membahagiakan yang bertujuan menyenangkan dan menenteramkan hati korban.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “non diskriminasi“ artinya

tidak melakukan pembedaan dengan alasan dan cara apapun, baik menyangkut agama dan kepercayaannya, suku, ras, jenis kelamin, warna kulit, bahasa, dan politik.

Huruf f

Cukup jelas Huruf g

Yang dimaksud dengan ”mudah dijangkau” adalah

penyelenggaraan pelayanan dan pendampingan untuk semua orang tanpa memandang status sosialnya, sehingga pelayanan tersebut murah bagi kalangan tidak mampu atau relatif cukup bagi kalangan mampu.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “adanya jaminan kerahasiaan”

adalah adalah upaya jaminan kepastian bagi korban untuk tidak disebarluaskan mengenai identitas dirinya, perawatan medis dan penanganan hukum.


(5)

27 Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29 Huruf a

Cukup jelas Huruf b

Yang dimaksud dengan “persetujuan dilakukan tindakan”

adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh korban atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap korban tersebut.

Pasal 30

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “medicolegal” adalah

pelayanan kedokteran untuk memberikan bantuan professional yang optimal dalam memanfaatkan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Termasuk pelayanan medicolegal antara lain: visum et repertum dan visum et psikiatrikum. Yang dimaksud dengan “visum et repertum” adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap korban berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan proses peradilan.

Yang dimaksud dengan “visum et psikiatrikum”

adalah keterangan yang diberikan oleh seorang Dokter Ahli Jiwa tentang kondisi kesehatan jiwa korban yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara dan untuk keperluan proses peradilan.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas Pasal 32

Cukup jelas Pasal 33


(6)

28 Pasal 34

Cukup jelas Pasal 35

Cukup jelas Pasal 36

Cukup jelas Pasal 37

Cukup jelas Pasal 38

Cukup jelas Pasal 39

Cukup jelas Pasal 40

Cukup jelas Pasal 41

Cukup jelas Pasal 42

Cukup jelas Pasal 43

Cukup jelas Pasal 44

Cukup jelas Pasal 45

Cukup jelas Pasal 46

Cukup jelas Pasal 47

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 28 Salinan sesuai dengan aslinya

a.n. Sekretaris Daerah Kabupaten Bantul u.b. Asisten Pemerintahan

Kepala Bagian Hukum

GUNAWAN BUDI SANTOSO.S.Sos,M.H NIP. 19691231 199603


Dokumen yang terkait

Pengalaman Remaja Putri Korban Kekerasan Seksual di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan

1 71 125

Naskah akademik RAPERDA kabupaten sleman tentang perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan

1 9 2

IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI PERBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NO. 2 TAHUN 2011 DI KABUPATEN BANTUL DALAM PROSES PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK.

0 4 13

SKRIPSI IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI PERBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NO. 2 TAHUN 2011 DI KABUPATEN BANTUL DALAM PROSES PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK.

0 2 13

PENDAHULUAN IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI PERBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NO. 2 TAHUN 2011 DI KABUPATEN BANTUL DALAM PROSES PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK.

0 3 15

PENUTUP IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI PERBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NO. 2 TAHUN 2011 DI KABUPATEN BANTUL DALAM PROSES PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK.

0 2 5

PERAN FORUM PENANGANAN KORBAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK(FPK2PA) BAGI ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN.

0 3 22

PERTE PERAN fORUM PENANGANAN KORBAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK(FPK2PA) BAGI ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN.

0 5 11

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.

0 7 71

PERANAN FORUM PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN PEREMPUAN DAN ANAK (FPK2PA) TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL KORBAN KASUS KEKERASAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL.

0 2 195