6 Dengan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Analisis Peran Bupati Dalam Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Bantul dengan Study Kasus Pada Bupati Hj. Sri Surya
Widati Dalam Perlindungan Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan Di Kabupaten Bantul Tahun 2010-2015.Peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut agar dapat mengetahui secara mendalam tentang bagaimana peran Bupati Hj Sri Surya Widati dalam perlindungan perempuan
dan anak korban kekerasan di Kabupaten Bantul selama masa jabatannya periode 2010-2015.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, maka dapat diajukan rumusan masalah dalampenelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana Peran Bupati Hj. Sri Surya Widati dalam Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Kabupaten Bantul Tahun
2010-2015?
3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui peran Hj. Sri Surya Widati sebagai Bupati Bantul dalam perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan di Kabupaten
Bantul pada tahun 2010-2015.
7
4. Manfaat Penelitian 4.1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan, referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu
pemerintahan dan menambah kajian ilmu pemerintahan.Penelitian ini adalah sebuah penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran
kecil tentang kepedulian bupati Bantul terhadap permasalahan perempuan dan anak di Kabupaten Bantul.
4.2. Manfaat Praktis
Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah untuk memberikan masukan kepada akademisi dan masyarakat luas tentang bagaimana
peran dan kepedulian Bupati Bantul terhadap permasalahan perempuan dan anak yang terjadi di Kabupaten Bantul.
5. Kerangka Dasar Teori
Kerangka dasar teori merupakan uraian tentang berbagai konsep atau teori yang dibutuhkan dan relevan dengan penelitian sebagai kejelasan titik
tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan masalah, memuat pokok- pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan
disorot. Adapun yang dimaksud dengan teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruk, definisi, dan proporsi, untuk menerangkan suatu fenomena
secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Menurut Koentjoroningrat teori adalah: Suatu pernyataan mengenai sebab akibat atau
mengenai adanya suatu hubungan positif antara gejala-gejala yang diteliti di
8 satu atau beberapa faktor tertentu dalam masyarakat. Kerangka teori
merupakan alat bantu bagi penulis untuk memahami dan menganalisa permasalahan.
2
5.1. Pemerintah Daerah 5.1.1. Pengertian Pemerintah Daerah
Pengaturan tentang pemerintah daerah diatur dalam Pasan 18 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Amandemen kedua. Pemerintah
Daerah adalah institusi atau lembaga yang melaksanakan kegiatan pemerintah dalam arti sempit yaitu eksekutif dan administratif negara,
sedangkan pemerintah dalam arti luas meliputi eksekutif, legislatif dan yudikatif serta administratif negara.
Pengertian Pemerintah Daerah dalam Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,
yang dinyatakan: “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
2
Koentjoroningrat, 1997.Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia. Hal. 9
9 “Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.”
Berdasarkan perkembangan hukum dan politik untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih efektif
dan akuntabel sesuai dengan aspirasi masyarakat, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah perlu dilakukan secara lebih terbuka
dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah perlu
dilakukan perubahan dengan memberikan kesempatan bagi calon perseorangan untuk ikut serta dalam pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan
perangkat daerah sebagai 9nsure penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah dikaitkan dengan pengertian penyelenggaraaan
urusan pemerintahan memiliki pengertian adalah pemerintah daerah Gubernur, Bupati atau Walikota bersama DPRD menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya.Disamping itu melalui otonomi seluas-luasnya, daerah diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi dan efektifitaspenyelenggaraan otonomi daerah. Dalam menyelenggarakan otonomi daerah perlu memperhatikan
hubungan antar susunan pemerintah dan antar pemerintah daerah, pemerintah boleh menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan
10 pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah pusat. Maksudnya, pelaksanaan kepemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah daerah masih berpatokan padaundang-undang
pemerintahan daerah. 5.1.2. Asas penyelenggaraan pemerintah Daerah
Dijelaskan pasal 58 yaitu dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan Negara
yang terdiri atas: 1. Kepastian hokum
2. Tertib penyelenggara Negara 3. Kepentingan umum,
4. Keterbukaan, 5. Proporsionalitas
6. Profesionalitas 7. Akuntabilitas
8. Efisiensi 9. Efektivitas, dan
10. Keadilan 5.1.3. Tugas, Wewenang dan Hak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Tugas kepala daerah diatur dalam padal 65 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah:
11 5.1.3.1. Kepala daerah mempunyai tugas:
1. Memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
2. Memelihara Ketentraman Dan Ketertiban Masyarakat. 3. Menyusun dan mengajukan rancangan perda tentang
RPJPD dan rancangan perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan
menetapkan RKPD. 4. Menyusun dan mengajukan rancangan perda tentang
APBD, rancangan perda tentang perubahan APBD, dan rancangan perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama. 5. Mewakili daerahnya didalam dan di luar pengadilan, dan
dapat menunjuk kuasa hokum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah. 7. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. 5.1.3.2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1
kepala daerah berwenang: 1. Mengajukan rancangan perda.
12 2. Menetapkan perda yang telah mendapat persetujuan bersama
DPRD. 3. Menetapkan perkada dan keputusan kepala Daerah.
4. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah danatau masyarakat.
5. Melaksabakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5.1.3.3. Kepala daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana
dimmaksud pada ayai 1 dan ayat 2. 5.1.3.4. Dalam hal kepala daerah sedang menjalani masa tahanan
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan wewenang kepala
daerah. 5.1.3.5. Apabila kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau
berhalangan sementara dan tidak ada wakil kepala daerah, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah.
5.1.3.6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang kepala daerah oleh wakil kepala daerah dan
pelaksanaan tugas sehari-hari kepala daerah oleh sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 4 sampai dengan ayat 6
yang diatur dalam peraturan pemerintah.
13
5.2. Kebijakan Publik 5.2.1. Pengertian Kebijakan Publik
Secara etimologis istilah kebijakan berasal dari kata Policy. Seringkali penggunanya saling dipertukarkan dengan istilah-istilah
lain seperti tujuan program, keputusan, undang-undang, ketentuan- ketentuan, usulan-usulan, dan rancangan-rancangan besar.Menurut
PBB kebijakan itu diartikan sebagai pendanaan untuk bertindak, pedoman itu boleh jadi sangat sederhana atau kompleks, bersifat
umum atau khusus, luad atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat.
3
Sedangkan publik didefinisikan sebagai masyarakat, misalnya public relation hubungan masyarakat, public service
pelayanan masyarakat, public opinion pendapat masyarakat dan lain-lain. Arti dari publik itu sendiri adalah sejumlah manusia yang
memiliki kesamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai Norma yang mereka
miliki.
4
Kebijakan publik adalah jalan untuk mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan.Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah
mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka kebijakan publik adalah seluruh sarana dan
3
Sholihin abdul wahab, 2001.Kebijaksanaan. Jakarta: Bumi aksara. Hal: 2
4
Inu Kencana Syafi’e, 1999.ilmu Administrasi Public. Jakarta: Rineka Cipta. hal: 18
14 prasarana untuk mencapai ‘’tempat tujuan” tersebut.
5
Berikut definisi kebijakan menurut para ahli:
1. Menurut RC. Chandler dan JC. Plano kebijakan public adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya
yang ada untuk memecahkan masalah public.
6
2. Menurut A. Hoogerwef, kebijakan public sebagai unsur penting dari politik, dapat diartikan sebagai usaha untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu menurut waktu tertentu.
7
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa kebijakan publik adalah pengetahuan tentang sebab-sebab, konsekuensi dan kinerja
kebijakan dan program publik, sedangkan pengetahuan dalam kebijakan publik adalah proses penyediaan informasi dan
pengetahuan untuk para eksekutif, anggota legislatif, lembaga peradilan dan masyarakat umum yang berguna bagi proses
perumusan kebijakan serta dapat meningkatkan kinerja kebijakan
5.2.2 Model Kebijakan Publik
Untuk lebih memahami proses kebijakan publik maka dikembangkan beberapa model dalam pembuatan suatu kebijakan
publik. Diantaranya:
5
Rian Nugrohodwijowijoto, 2003.Kebijakan Publik, Formulasi, dan Evaluasi. Jakarta: Gramedia. Hal: 51
6
Menurut RC. Chandler dan JC.Plano, 1998. The Public Administration Dictionary, CA ABC CLIO inc, Santa Barbara.
7
A. Hoogerwerf, 1979. Politicologie. Alphe aan den Rijn.
15 1. Model kelembagaan
Model kelembagaan secara sederhana bermakna bahwa tugas pembuat kebijakan publik adalah tugas pemerintah. Jadi
apa pun yang dibuat pemerintah dengan cara apapun adalah kebijakan publik.
Model kelembagaan sebenarnya merupakan deviasi ataupun turunan dari ilmu politik tradisional yang lebih
menekankan struktur daripada proses atau perilaku politik. Prosesnya mengandaikan bahwa tugas formulasi kebijakan
adalah tugas lembaga-lembaga pemerintah yang dilakukan secara otonom tanpa berinteraksi dengan lingkungannya.
8
2. Model Kelompok Model ini mengandaikan kebijakan publik sebagai titik
keseimbangan. Inti gagasannya adalah interaksi didalam kelompok akan megahasilkan keseimbangan dan keseimbangan
adalah yang terbaik. Individu setiap kelompok kepentingan berinteraksi secara formal maupun informal, secara langsung
atau melalui media massa menyampaikan tuntutannya kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan publik yang
diperlukan.
9
8
Rian Nugroho, 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: Gramedia. Hal 109
9
Ibid 111
16 3. Model ElitMassa
Model ini menjelaskan bahwa didalam setiap masyarakat pasti terdapat dua kelompok, yaitu pemegang kekuasaan atau
elit dan yang tidak memiliki kekuasaan atau massa. Teori ini mengembangkan diri kepada kenyataan bahwa sedemokratis
apapun, selalu ada bias didalam formulasi kebijakan, karena pada akhirnya kebijakan-kebijakan yang diambil merupakan
preferensi dari para elit.
10
5.2.3. Implementasi Kebijakan Publik
Menurut agustino studi implementasi suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu
kebijakan. Dalam prakteknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan
politis dengan adanya intervesi berbagai kepentingan. Selain itu Agustino juga mengutip dari pernyataan seorang
ahli studi kebijakan Eugne Bardach tentang kerumitan dalam proses implementasi, yang menyatakan pernyataan sebagai berikut:
11
“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas.
Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan- slogan yang kedengaranyya mengenakan bagi telinga para
pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara
yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien.”
10
Ibid 113
11
Leo Agustino, 2014. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Albfabeta. Hal:138
17 Secara luas implementasi dipandang mempuanyai makna
pelaksanaan undang-undang yang merupakan suatu tahap dari proses kegitan antar berbagai actor dimana organisaasi, prosedur dan teknik
saling bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program.
Jadi implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang merujuk pada kegiatan antar aktor yang terlibat, sesuai dengan apa
yang diformulasikan dalam kebijakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat DanilMuazmania dan Paul Sabatier di bukunya
Implementasi and Public Policy, didalam bukunya Leo Agustino Dasar-Dasar Kebijakan Publik, yang dikemukakan bahwa,
implementasi kebijakan adalah sebagai berikut: “Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam
bentuk-bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-pemerintah, atau keputusan-keputusan eksekutif
yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin
diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstruktur atau
mengatur proses implementasinya.”
12
Dari beberapa definisi di atas dapat dinyatakan bahwa implementasi kebijakan, menyangkut 3 hal, sesuai dengan
pernyataan yang dikemukakan Leo Agustino yaitu
13
1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan. 2. Aktifitas atau kegiatan pencapaian-pencapaian tujuan.
12
Leo Agustino, 2014. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Albfabeta. Hal:139
13
Ibid
18 3. Adanya hasil kegiatan.
Selain itu masih banyak sekali kebijakan didasari dari ide-ide yang kelihatannya sangat layak namun mengalami kesulitan ketika
harus dipraktekkan dilapangan. Karena disebabkan banyak factor- faktor yang mempengaruhinya. Sehingga selama proses
implementasi beragam interpretasi dan asumsi atau tujuan, target dan strategi pencapaian tujuan dapat berkembang bahkan bahkan dalam
lembaha implementasi selalu melakukan diskresi atau keluasan dalam mengimplementasikan kebijakan. Hal ini karena kondisi
social ekonomi maupun politik masyarakat yang tidak memungkinkan, ini lah yang menyebabkan seatu kebijakan yang
seharusnya tinggal dilaksanakan akhirnya banyak menimbulkan penundaan.
Sedangkan menurut Rian Nugroho D, Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
mencapai tujuan. Tidak lebih tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan ada dua pilihan langka yaitu,
langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik
tersebut:
14
secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
14
Rian Nugroho, 2003. Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo. Hal: 153-159
19
Gambar 1.1 Sekuensi Implementasi Kebijakan
Sumber: Rian Nugroho. Formulasi, Implementasi dan Evaluasi.
Kebijakan publik dalam bentuk undang-undang atau peraturan daerah adalah jenis kebijakan public yang memerlukan
kebijakan publikpenjelasan atau yang sering di istilahkan sebagai peraturan pelaksana. Kebijakan publik yang langsung dioperasikan
Antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas dan lain-lain.
Sementara menurut Van Mater dan Van Horn menyatakan bahwa variable-variabel kebijakan bersangkut paut dengan tujuan-
Kebijakan Publik
Kebijakan Publik Penjelasan
Program
Proyek
Kegiatan
Manfaat
20 tujuan yang telah digariskan oleh sumber yang tersedia. Pusat
perhatian pada bahan-bahan meliputi baik organisasi formal maupun informal, sedangkan komunikasi antar hubungan di dalam
lingkungan system politik dan kelompok-kelompok sasaran, akhirnya pusat perhatian adalah sikap pelaksana mengantarkan pada
telah mengenai orientasi dari mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan.
15
5.3. Tindak KekerasanPerempuan dan Anak 5.3.1 Pengertian Kekerasan
Kekerasan berarti penganiyaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Kekerasan dapat diartikan sebagai perihal keras atau
perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain dan menyebabkan kerusakan fisik
pada orang lain.
16
Pada penjelasan Pasal 89 KUHP dijelaskan bahwa:
17
Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah, misalnya
memukul, dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan lain sebagainya. Yang
disamakan dengan kekerasan menurut pasal ini adalah membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya.
15
Samudra Wibawa, 1991. Kebijakan Publik dan analisis. Jakarta: Intermedia. Hal: 66
16
W.J.S Poerwadarminta, 1990. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: P.N Balai Pustaka. Hal: 425
17
R. Soesilo, 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentarnya Pasal Demi Pasal. Bogor: Politea. Hal: 84
21 Menurut Richard J. Galles 2004, child abuse atau tindak
kekerasan terhadap anak adalah merbuatan di sengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya tehadap anak-anak secara fisik
maupun emosional. Sementara itu, menurut Barker 1987, yang dimaksud dengan kekerasn terhadap anak adalah tindakan yang
melukai berulang-ulang, baik secara fisik maupun emosional kepada anak yang seharusnya dilindungi dan tergantung, melalui
desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan yang permanen atau kekerasan seksual, dimana hal ini
biasanya dilakukan para orang tua atau pihak lain yang seharusnya merawat dan melindungi anak-anak itu.
18
Sementara itu, Deklarasi tentang Eliminasi Kekerasan terhadap Perempuan pada Tahun 1993 mendefinisikan kekerasan
terhadap perempuan adalah sebagai berikut: “Kekerasan Terhadap perempuan adalah segala bentuk
tindak kekerasan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental
atau penderitaan terhadap perempuan; termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-
mena kebebasan, baik yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi.”
19
Kekerasan terhadap perempuan bias terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Akan tetapi, sangat mengherankan
bahwa banyak kekerasan yang terjadi di rumah tangga dan kebanyakaan kekerasan tersebut dilakukan oleh seorang yang dekat
18
Munandar Sulaeman dan Siti Homzah, 2010. Kekerasan Terhadap Perempuan: Tinjauan dalam Berbagai Disiplin Ilmu Kasus Kekerasan. Bandung: PT Refika Aditama. Hal: 51
19
Munandar Sulaeman dan Siti Homzah. OP.Cit. 2010. Hal: 60
22 dan dikenal bail oleh korban. Menurut Moors, kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga KDRT bias desebabkan oleh ketergantungan ekonomi istri kepada suaminya, karena istri
mungkin akan direndahkan oleh suami.
20
5.3.2. Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Perempuan 5.3.2.1. Pengertian Perempuan
Adapun pengertian perempuan sendiri secara etimologis
dalam bukunya Zaitunah Subhan.
21
Perempuan berasal dari kata empu yang artinya dihargai. Lebih lanjut Zaitunah menjelaskan
pergeseran istilah dari wanita ke perempuan. Kata wanita dianggap berasal dari Bahasa Sansekerta, dengan dasar kata wan yang berarti
nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti yang dinafsui atau merupakan objek nafsu. Jadi secara simbolik mengubah
penggunaan kata wanita ke perempuan adalah mengubah objek menjadi subjek. Tetapi dalam Bahasa Inggris wan ditulis dengan
kata want atau men dalam Bahasa Belanda, wun dan schen dalam Bahasa Jerman. Kata tersebut mempunyai arti like, wish, desire,
aim. Kata want dalam Bahasa Inggris bentuk lampaunya wanted. Jadi wanita adalah who is being wanted seseorang yang
dibutuhkan yaitu seseorang yang diingini.
22
Secara biologis dari segi fisik, perempuan dibedakan dari perempuan lebih kecil dari laki-laki, suaranya lebih halus,
20
Fathul Djannah, et.al, 2003. Kekerasan Terhadap Istri. Yogyakarta: LKiS. Hak: 2
21
Zaitunah Subhan, op.Cit. hal: 19
22
Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit. hal: 448
23 perkembangan tubuh perempuan terjadi lebih dini, kekuatan
permpuan tidak sekuat laki-laki dan sebagainya. Perempuan mempunyai sikap pembawaan yang kalem, perasaan perempuan
lebih cepat menangis dan bahkan pingsan apabila menghadapi persoalan berat.
23
Sementara kartini Kartono, mengatakan bahwa perbedaan sosiologis yang dialami sejak lahir pada umumnya
kemudian diperkuat oleh struktur kebudayaan yang ada, khususnya oleh adat istiadat, system social-ekonomi serta pengaruh
pendidikan.
24
5.3.2.2 Bentuk kekerasan terhadap perempuan
Secara spesifikasi bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang tertuang dalam Deklarasi Penghapusan Kekerasan
terhadap Perempuan Declaration on the Elimination of Violence against Women, yang diadopsi Majelis PBB tahun 1993, pada
pasal 2 adalah sebagai berikut:
1. Tindak kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam keluarga.
Tindak kekerasan ini biasanya seperti pemukulan, penyalahgunaan seksual atas anak-anak perempuan dalam
rumah tangga, kekerasan yang berhubungan dengan mas kawin mahar, pemerkosaan dalam perkawinan, perusakan alat
kelamin perempuan, dan praktik-praktik kekejaman tradisional
23
Murtadlo Muthahari, 1995. Hak-hak wanita dalam Islam. Jakarta: Lentera. Hal: 110-111
24
Kartini Kartono, 1989. Psokologi Wanita, Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa. Bandung: Mandar Maju. Hal: 4
24 lain terhadap perempuan diluar hubungan suami-istri, serta
kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi.
2. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologi yang terjadi dalam masyarakat luas.
Tindak kekerasan ini biasanya seperti pemerkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan, dan ancaman seksual
ditempat kerja, dalam lembaga-lembaga pendidikan dan sebagainya.
3. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau dibenarkan oleh Negara.
Tindakan kekerasan ini biasanya pelanggaran- pelanggaran hak asasi perempuan dalam pertentangan antar
kelompok, dalam situasi konflik bersenjata, berkait dengan Antara lain pembunuhan, pemerkosaan, perbudakan seksual
dan kehamilan paksa.
25
5.3.3. Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan
Secara sederhana, terdapat 6 faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan yaitu:
1. Fakta bahwa laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
2. Masyarakat masih membesarkan anak laki-laki dengan didikan yang bertumpukan pada kekuatan fisik, yaitu untuk
25
Fathul Djannah, et.al. Op.Cit. 2003. Hal: 12-13
25 menumbuhkan keyakinan bahwa mereka harus kuat dan berani
serta tidak toleran. 3. Budaya yang mengkondisikan perempuan atau istri tergantung
kepada laki-laki atau kepada suami, khususnya secara ekonomi.
4. Persepsi tentang kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga yang dianggap harus ditutup karenatermasuk wilayah privat
suami-istri dan buka sebgai persoalan social. 5. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama tentang
penghormatan pada posisi suami, tentang aturan mendidik istri, dan tentang ajaran kepatuhan istri kepada suami.
6. Kondisi kepribadian dan psikologis suami yang tidak stabil dan tidak benar.
5.3.4. Perlindungan terhadap perempuan
Perlindungan terhadap anak dan perempuan, merupakan hak asai yang harus di peroleh. Sehubungan dengan hal ini, pasal 27
ayat 1 UUD 1945, menentukan bahwa setiap warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pernyataan dari pasal tersebut menunjukkan tidak ada
perbedaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan bagi
26 semua warga Negara, baik wanita, pria, dewasa, dan anak-anak
dalam mendapatkan perlindungan hukum.
26
Adapun perlindungan yang berhak diterima oleh korban kekerasan dalam pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga PKDRT, Antara lain:
1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga social, atau pihak lainnya baik
sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis. 3. Penanganan secra khusus berkaitan dengan kerahasiaan
korban. 4. Pendampingan oleh pekerja social dan bantuan hukum pada
setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Pelayanan bimbingan rohani.
5.3.5. Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Anak 5.3.5.1. Pengertian anak
Menurut UU RI No. 4 Tahun 1979, anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun, dan belum pernah menikah.
Batas 21 tahun ditentukan karena berdasarkan pertimbangan usaha
26
Maidin Gultom, 2012. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Bandung: PT Refika Aditama. Hal: 98
27 kesejahteraan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental
seorang anak dicapai pada usia tersebut. UNICEF mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia
antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah
mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun
.
27
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, aset dan tunas bangsa, generasi penerus, penerima tongkat estafet
pembangunan, pemimpin masa depan dan berbagai ungkapan atribut lain yang melekat pada anak, yang memiliki harkat dan martabat
sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu anak juga memiliki hak asasi manusia yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa di dunia
dan merupakan landasan bagi kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di seluruh dunia. Berangkat dari pemikiran tersebut, kepentingan yang
utama untuk tumbuh dan berkembang dalam kehidupan anak harus memperoleh prioritas yang sangat tinggi. Secara fisik dan mental
dalam pertumbuhannya, anak membutuhkan perawatan, perlindungan sosial, serta perlindunganhukum baik sebelum maupun sesudah lahir.
5.3.5.2. Bentuk Kekerasan Terhadap Anak
Dari klasifikasi yang dilakukan oleh para ahli, ada 4 bentuk tindakan kekerasan atau pelanggaran terhadap hak anak yaitu:
27
Huraerah, Abu, 2006. Kekerasan terhadap Anak. Bandung: Penerbit Nuansa. Hal: 19
28 1. Kekerasan Fisik
Bentuk kekerasan ini paling mudah dikenali. Terkategorisasi sebagai kekerasan jenis ini adalah menampar,
menendang, memukulmeninju, mencekik, mendorong, menggigit, membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan
sebagainya. Korban kekerasan jenis ini biasanya tampak secara langsung pada fisik korban seperti luka memar, berdarah, patah
tulang, pingsan, dan bentuk lainnya yang kondisinya lebih berat. 2. Kekerasan psikis
Kekerasan jenis ini tidak terlalu mudah dikenali. Akibat yang dirasakan oleh korban tidak memberikan bekas yang
nampak bagi orang lain. Dampak kekerasan ini akan berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan nyaman,
menurunnya harga diri serta martabat korban. Wujud konkret kekerasan jenis ini adalah: penggunaan kata-kata kasar,
penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan orang di depan orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman dengan
kata-kata, dan sebagainya. Akibat dari prilaku tersebut biasanya korban akan merasa rendah diri, minder, merasa tidak berharga,
dan lemah dalam membuat keputusan. 3. Kekerasan seksual
Tindak kekerasan ini adalah segala tindakan yang muncul dalam bentuk paksaan atau ancaman untuk melakukan hubungan
29 seksual seksual intercourse, melakukan penyiksaan atau
bertindak sadis serta meninggalkan seseorang termasuk mereka yang tergolong masing berusia anak-anak setelah melakukan
hunungan seksualitas. 4. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan jenis ini sangat sering terjadi dilingkungan keluarga. Perilaku melarang pasangan untuk bekerja atau
mencampuri pekerjaan pasangan, menolak memberikan uang atau mengambil uang serta mengurangi jatah belanja bulanan
merupakan contoh kongkret bentuk kekerasan ekonomi. Pada anak kekerasan jenis ini sering terjadi ketika orang tua memaksa
anak yang masih berusia di bawah umur untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga, sehingga fenomena
penjual Koran, pengamen jalanan, pengemis anak, dan lain-lain kian merebak terutama di perkotaan.
28
5.3.5.3. Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Anak
Menurut Jalaludin Rakhmat 1998, secara garis besar ada 3 faktor soSial yang menjadi penyebab terjadinya kasus child abuse
tetap marak di masyarakat, di antaranya adalah: 1. Tidak adanya control social terhadap terjadinya kasus atau
tindakan kekerasan terhadap anak-anak. Misalnya, seorang bapak yang mencambuk anaknya dengan sabuk atau memukul
28
Bagong Suyanto, 2010. Masalah Soial Anak. Jakarta: PT Refika Aditama. Hal:29-30
30 dengan keras kepala anaknya, ia tetap tidak akan dipersoalkan
oleh tetangganya kecuali mungkin hanya menggunjingkan selama anak itu tidak meninggal dunia atau selama tidak
dilaporkan ke polisi. 2. Adanya hubungan hierarki sosial di masyarakat yang acap kali
menempatkan anak pada anak tangga terbawah. Orang dewasa cenderung memiliki hak untuk memperlakukan anak-anak
sesuka hati mereka, sementara anak sendiri seolah tidak memiliki hak apapun, baik itu hak untuk bersuara atau hak untuk
protes. 3. Ketimpangan social dan struktur social-ekonomi yang menindas
acap kali melahirkan semacam kultur kekerasan, khusunya di kalangan keluarga miskin.
29
Dari penjelasan diatas memperlihatkan bahwa kondisi yang melatar belakangi kemungkinan terjadinya tindak kekerasan pada
anak-anak, selain sifat structural, ternyata acap kali juga bersifat situasional. Artinya, suatu tindakan kekerasan tertentu terjadi pada
anak karena dia berada dalam kondisi dan situasi tertentu berinteraksi dengan individu lain orang dewasa yang tengah berada
pada kondisi tertentu pula.
29
Bagong Suyanto, 2010. Masalah Soial Anak. Jakarta: PT Refika Aditama. Hal: 71
31
5.3.5.4. Perlindungan Terhadap Anak
Dengan menyadari bahwa jumlah anak yang menjadi korban kekerasan dan perlakuan yang salah makin meluas dari hari ke hari,
sebagai sebuah Negara hukum, Indonesia sediri sebenarnya telah 10 tahun lebih meratifikasi konvensi hak anak KHA dan telah pula
memiliki Undang-Undang Perlindungan Anak yang memiliki pasal yang secara normative menjamin upaya pemenuhan hak anak.
Undang-undang tersebut dalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Di dalam pasal 2 UU 232002
adapun prinsip-prinsip yang harus dipegang oleh Negara dan masyarakat Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan
terhadap anak adalah:
30
1. Prinsip-prinsip non diskriminasi 2. Kepentingan terbaik bagi anak.
3. Hak untuk hidup. 4. Kelangsungan hidup.
5. Perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak. Untuk memberikan perlindungan dan menghargai anak
sebagai bagian dari warga masyarakat yang memiliki hak untuk berpartisipasi dan berdaya, serta tidak terjadi proses dehumanisasi
yang makin parah dan memojokkan anak, beberapa langkah yang perlu dikembangkan adalah:
30
Ismantoro Dwi Yuwonop, 2015. Penerapan hukum dalam kasus kekerasan sekseual terhadap anak. Jakarta: Pustaka Yustisia. Hal: 56
32 1. Menyusun sebuah strategi dan langkah aksi yang benar-benar
nyata untuk membongkar dikhotomi domestic public dalam persoalan anak.
2. Menumbuhkan kepekaan slite politik dan aparat di Birokrasi pemerintah terhadap persoalan kelangsungan masa depan anak.
3. Menumbuhkan potensi swakarsa dan mendorong proses pembentukan mekanisme penanganan anak yang bersifat
kontekstual, khususnya ditingkat komunitas melalui LSM dan lain sebagainya.
4. Memperoleh platform politik tentang pentingnya onvestasi yang signifikan bagi kegiatan dan fasilitas pelayanan daasar bagi
anak-anak, seperti pendidikan, kesehatan, gizi, perlindungan hukum dari perlakuan salah, diskriminasi, dan eksploitasi, serta
perhatian yang serius terhadap anak.
31
5.3.5.5. Perlindungan Terhadap Perempuan dan Anak
Menurut Deputi Perlindungan Perempuan Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak RI, bahwa ada 4 indikator
prinsip perlindungan yaitu: 1. Setiap anggota keluarga adalah subyek atas hak-haknya.
2. Setiap orang tua dibebani tangung jawab untuk hidup dan tumbuh kembang anakanggota keluarga.
31
Bagong Suyanto, 2010. Masalah Soial Anak. Jakarta: PT Refika Aditama. Hal: 421
33 3. Masyarakat harus berpartisipasi dalam tanggung jawab orang
tua san kewajiban Negara. 4. Negara berkepentingan terhadap kualitas setiap warga dan hak-
haknya.
6. Definisi Konsepsional