Memasuki orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan
sebagai sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan.Sampai dengan tahun 1980 luas lahan mencapai
294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton.Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan
rakyat.Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat perkebunan PIR-bun.Perkembangan perkebunan semakin
pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan yaitu PIR- transmigrasi sejak tahun 1986.Program tersebut berhasil menambah luas lahan
produksi kelapa sawit. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta hektar yang terbesar di berbagai sentral produksi,
seperti Sumatera dan KalimantanFauzi,2002.
2.2 Varietas Kelapa Sawit
2.2.1. Pembagian Variates Berdasarkan Ketebalan Tempurung danDaging Buah a.
Dura Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada
bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35-50. Kernel daging biji biasanya besar
dengan kandungan minyak yang rendah. Dari empat pohon induk yang tumbuh di Kebun Raya Bogor, varietas ini kemudian menyebar ke tempat lain antara lain ke
Negara Timur Jauh. Dalam persilangan, varietas Dura dipakai sebagai pohon induk betina.
b. Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat
tipis. Jenis pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain. Varietas ini dikenal segabai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur
pada fase dini. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara pisifera dengan dura akan menghasilkan
varietas Tenera. c.
Tenera Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura
dan pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan-perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0.5-4 mm, dan
terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60-96 . Tandan buah dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada
Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil. d.
Macro carya Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.
e. Diwikka-wakka
Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah. Diwikka-wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakkadura, diwikka-
wakkapisifera dan diwikka-wakkatenera. Dua varietas kelapa sawit yang disebutkan terakhir ini jarang dijumpai dan kurang begitu dikenal di Indonesia.
Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan presentase atau rendemen minyak yang dikandungnya. Rendemen minyak
tertinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu sekitar 22-24, sedangkan pada varietas Dura antara 16-18. Jenis kelapa sawit yang diusahakan tentu saja yang
mengandung rendemen minyak tinggi sebab minyak sawit merupakan hasil olahan yang utama. Sehingga tidak mengherenkan jika lebih banyak perkebunan yang
menanam kelapa sawit dari varietas Tenera.
2.2.2 Pembagian Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah
a. Nigrescens
Buah berwarna unggu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi jingga kehitam-hitaman pada waktu masak. Varietas ini banyak ditanam di
perkebunan. b.
Virescens Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna buah berubah
menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan. Varietas ini jarang dijumpai di lapangan.
c. Albescens
Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna unggu kehitaman. Varietas
ini juga jarang dijumpai Tim Penulis PS,1997.
2.3 Pengolahan kelapa sawit