25 Level  kinerja  ATC  40  ditentukan  berdasarkan  perpindahan  yang  terjadi
pada  struktur.  Kinerja  menurut  ATC  40  dibagi  menjadi  4  level  kinerja  yaitu Intermediate  Occupancy,  Damage  Control,  Life  Safety,  dan  Structural  Stability.
Pada  Structural  Stability  Vi  adalah  total  gaya  geser  lateral  pada  tingkat  I  dan  Pi adalah  total  beban  gravitasi  dari  beban  mati  dan  beban  hidup.  Pembagian  level
kinerja munurut ATC 40 ditunjukan pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Deformation Limit menurut ATC 40
Interstory Drift Limit
Intermediate Occupancy
Damage Control
Life Safety Structural
Stability Max. Total Roof
Displacement 0.01
0.01-0.02 0.02
0.33 ViPi Max. Inelastic Drift
0.005 0.005-0.015
No. Limit No. Limit
Sumber: ATC 40 1996
2.9 Penelitian Terkait Penggunaan Breising Sebagai Perkuatan Struktur
Rangka Beton Bertulang
Penggunaan  breising  sebagai  perkuatan  suatu  struktur  bukanlah  hal  yang baru  dalam  bidang  konstruksi.  Selain  sudah  banyak  diterapkan  dalam  struktur
gedung,  bebarapa  penelitian  juga  telah  banyak  dilakukan  untuk  membuktikan keefektifan dari penggunaan breising. Penelitian tersebut antara lain:
2.9.1 Youssef et al 2007
Penelitian  tentang  kinerja  seismik  rangka  breising  baja  yang  diperkuat dengan breising baja konsentrik telah dilakukan oleh Youssef et al 2007 dengan
membuat dan membebani 2 model struktur dengan skala yang diperkecil sebesar 25  dari  aslinya.  Model  1  rangka  tanpa  perkuatan  yang  dirancang  sesuai  dengan
persyaratan SRPMM, sedangkan model 2 rangka tanpa perkuatan dengan breising baja X dengan pendetailan biasa. Gambar 2.11 menampilkan pendetailan dan beban
pada  model  rangka  tanpa  perkuatan  dan  rangka  breising.  Kedua  model  dibebani siklik sampai runtuh dan hubungan antara beban dengan simpangan serta pola retak
dicatat. Data-data pengujian disajikan pada Tabel 2.5.
26
Gambar 2.11 a Detail rangka tanpa perkuatan b Detail rangka breising
Sumber: Youssef et.al 2007
Tabel 2.5 Data model setelah dari hasil pengujian Balok
Kolom Beban
retak Beban
leleh Beban
Maks Model 1
140x160mm 140x160mm
Tulangan 2M10
4M15 30 kN
37,5 kN 55 kN
Sengkang ∅6-35
∅6-35 Model 2
140x160mm 140x160mm
Tulangan 2M10
4M10 Sengkang
∅6-70 ∅6-70
90 kN 105 kN  140 kN
Breising L25x25x3,2
Sumber: Youssef et.al 2007
Hasil pengujian menunjukkan hubungan beban dan rasio simpangan seperti pada  Gambar  2.12.  dimana  kurva  menunjukkan  dari  rangka  mulai  retak  hingga
keadaan  ultimit.  Rangka  breising  mampu  menahan  hingga  beban  140  kN  , sedangkan rangka momen hanya mampu menahan hingga beban 55 kN.
Gambar 2.12 Hubungan Beban dan Rasio Simpangan
Sumber: Youssef et.al 2007
a b
27 Gambar  2.12  menunjukan  rangka  breising  jauh  lebih  kuat  dan  kaku
dibandingkan  dengan  rangka  momen  dengan  pendetailan  khusus  untuk  seismik. Kemudian rangka breising yang dirancang dengan faktor reduksi beban yang sama
dengan faktor reduksi untuk SRPMM menunjukan perilaku yang memadai dalam menahan  beban  gempa.  Dan  untuk  perencanaan  rangka  breising  baja  dapat
dilakukan dengan cara konvensional tanpa pendetailan khusus.
2.9.2 Massumi dan Absalan 2013
Penelitian  tentang  interaksi  antara  sistem  breising  dan  rangka  pemikul momen  pada  rangka  beton  bertulang  dengan  breising  baja  telah  dilakukan  oleh
Massumi dan Absalan 2013 dengan menguji dan memodel 2 buah rangka beton bertulang  yang  dirancang  dengan  peraturan  lama.  Satu  rangka  diperkuat  dengan
breising  baja  BF1  sedangkan  yang  lain  tidak  diperkuat  dengan  breising  baja UBF1. Interaksi antara rangka momen dengan rangka dengan breising dianalisis
dengan membuat model tambahan menggunakan software ANSYS dengan breising ada BF1 dihilangkan tetapi sambungan pelat buhul tetap UBF2.
Gambar  2.13  menampilkan  detail  struktur  yang  akan  diujikan  setelah diskala 12,5 menghasilkan panjang 1,92 m dengan tinggi 1,26 m dengan ukuran
pondasi yaitu panjang 0,8 m lebar 0,3 m dan tinggi 0,3 m. Ukuran balok dan kolom yaitu  120x120  mm,  ukuran  breising  20x20x2  mm  dengan  kuat  leleh  sekitar  240
MPa  dan  kuat  tekan  beton  f’c  25  MPa.  Untuk  pendetailan  sambungan  breising digunakan plat gusset dengan ukuran L 100x100x10 mm dan PL 100x100x8 mm
sebagai dudukan pelat.
a b
28 Gambar 2.13 a Rangka momen b Rangka momen dengan pelat buhul c
Rangka breising beserta pelat buhul d Detail pelat buhul
Sumber: Massumi dan Absalan 2013
Pengujian  kedua  model  tersebut  dilakukan  dengan  memberikan  beban vertikal  berupa  beban  gravitasi  lantai  yang  dibantu  dengan  turnbuckle  yang
tertancap ke bawah dan  beban lateral.   Gambar 2.14 menunjukan pola keretakan rangka dengan breising, dimana penambahan pelat buhul juga memberi kontribusi
dalam bentuk pola keretakan,
Gambar 2.14 Pola retak dari pengujian
Sumber: Massumi dan Absalan 2013
Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  penambahan  breising  pada  rangka beton  bertulang meningkatkan kekuatan, kekakuan dan kapasitas  absorpsi energi
struktur. disamping itu interaksi antara rangka beton bertulang dan sistem breising memiliki dampak positif terhadap perilaku struktur, yakni meningkatkan kekuatan
ultimit struktur. c
d
29 Hasil pengujian software ANSYS juga menghasilkan peningkatan kekuatan
yang signifikan untuk rangka dengan penambahan breising. Ternyata pelat buhul juga  memberikan  kekuatan  pada  rangka  momen.  Hasil  interaksi  keseluruhan
elemen tersebut menghasilkan perkuatan  yang ditinjau dari penambahan masing- masing elemen sampai 100.
Peningkatan  yang signifikan bisa dilihat pada  gambar 2.15. Beban lateral yang mampu diterima oleh rangka breising BF1 mencapai 60 kN, sedangkan rangka
momen hanya mampu menahan beban sampai 13 kN. Rangka dengan pelat buhul mampu  menahan  beban  sekitar  24  kN,  ini  membuktikan  pelat  buhul  juga
memperkuat struktur.
Gambar 2.15 Hubungan antara beban lateral load dan lateral displacement Rangka tanpa breising UBF1, rangka dengan plat buhul UBF2, dan rangka breising BF1
Sumber: Massumi dan Absalan 2013
2.9.3 Massumi dan Tasnimi 2008