9 Tabel 2.1 Lanjutan
C
s
=
e
I R
S
1
5 ,
2. 15
8. Beban geser nominal V menurut
Pasal 6.1.2 SNI-1726-2002 harus didistribusikan sepanjang tinggi
struktur gedung menjadi beban- beban
gempa nominal
statik ekuivalen Fi yang menangkap pada
pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan:
F
i
=
n
i i
i i
i
z w
z w
1
V 2. 16
Keterangan: Fi
= gaya statik ekuivalen pada
lantai ke-i Wi
= berat lantai ke-i beban mati dan beban hidup
Zi = ketinggian lantai ke-i dari
dasar Gaya gempa lateral di tingkat harus
ditentukan dari persamaan berikut: F
x
= C
vx
V 2. 17 Dan,
C
vx
=
n
i k
i i
k x
x
h w
h w
1
2. 18
Keterangan: C
vx
= faktor distribusi vertikal w
i
dan w
x
= berat total bangunan pada tingkat i atau x
h
i
dan h
x
= tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x
k = eksponen yang terkait
dengan perioda struktur
Sumber: SNI-1726 2002 dan SNI-1726 2012
2.3 Perkuatan Struktur
Perkuatan retrofitting merupakan usaha untuk memperkuat struktur atau memperbaiki struktur yang sudah ada untuk mengembalikan keadaan struktur
kembali berfungsi seperti awal dibangun atau layak dihuni. Ada berbagai hal yang menyebabkan sebuah struktur memerlukan perkuatan contohnya seperti kerusakan
10 akibat gempa, bangunan yang sudah tua dan penambahan beban pada suatu
struktur. Dari hal hal tersebut perkuatan merupakan solusi tepat jika dibandingkan dengan biaya untuk membangun bangunan kembali. Terdapat berbagai macam
metode perkuatan yang umum digunakan pada struktur beton bertulang, antara lain penambahan komponen struktur kolom, dinding, peningkatan kekuatan elemen
struktur pembesaran dimensi, penambahan lapisan berupa pelat baja atau bahan komposit seperti FRP, pengurangan berat komponen non struktur dan penambahan
breising. Keefektifan dari metode perkuatan struktur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Perbandingan breising terhadap masing masing perkuatan
Sumber: IST Group 2004
Gambar 2.3 menunjukan perbandingan antara masing-masing perkuatan dengan rangka tanpa perkuatan. Monolithic wall memiliki kekakuan yang sangat
tinggi namum memiliki daktilitas yang sangat rendah. Post-Cast wall memiliki kekuatan yang berada dibawah monolithic wall diikuti concrete blocks yang
daktilitasnya meningkat berbanding dengan penuruan kekuatan gaya lateral. Perkuatan breising relatif memberikan kekuatan dengan daktilitas yang tidak jauh
dari rangka tanpa perkuatan.
11
2.4 Struktur Rangka Breising
Breising adalah suatu sistem rangka batang vertikal yang memikul beban lateral melalui kekakuan aksial portal. Interaksi breising dan portal ketika
menerima beban lateral, breising bersimpangan layaknya sebuah rangka batang, sedangkan portal kaku bersimpangan geser. Breising merupakan metode yang
sangat efesien dan ekonomis untuk menahan gaya horisontal pada struktur rangka. Breising efesien karena bekerja diagonal pada tegangan aksial dan menyebabkan
kebutuhan untuk ukuran batang breising kecil, dalam memberikan kekakuan dan kekuatan terhadap gaya geser horisontal Smith and Coull, 1991.
Geometrik rangka breising di kelompokkan berdasarkan dari karakter daktilitasnya. Salah satunya rangka breising konsentrik dan rangka breising
eksentrik. Pada rangka breising konsentrik sumbu dari semua batang berpotongan pada satu titik sehingga gaya pada batang adalah axial. Rangka breising konsentrik
memiliki jumlah kekakuan yang besar namun daktilitas yang dimiliki rendah. Rangka breising konsentrik merupakan pilihan tepat untuk penahan beban lateral
diarea aktivitas seismik yang minim dimana daktilitas yang tinggi tidak penting. Disisi lain rangka breising eksentrik memanfaatkan elemen link untuk membawa
lentur dan geser kedalam rangka, yang menurunkan kekakuan untuk rasio berat badan tapi meningkatan daktilitas Kowalczyk, 1995. Gambar 2.4 menampilkan
tipe – tipe dari breising konsentrik
Gambar 2.4 Tipe-tipe Breising Konsentrik
Sumber: AISC 341-10 2010
12
2.4.1 Sistem Rangka Breising Konsentrik Biasa
Rangka breising konsentrik biasa dapat diaplikasikan untuk rangka breising yang terhubung secara konsentris. Eksentrisitas yang lebih rendah dibandingkan
panjang balok diizinkan jika, breising diperhitungkan untuk momen eksentrik dengan perkuatan beban gempa. Rangka breising konsentrik biasa didesain dengan
ketentuan yang diharapkan untuk memberikan kapasitas simpangan inelastik yang terbatas pada bagian dan sambungannya. Pada perencanaan SRBKB tidak
memerlukan analisis tambahan. Rasio kelangsingan breising adalah KLr ≤
4 √ � AISC 341-10, 2010.
2.4.2 Sistem Rangka Breising Konsentrik Khusus
Menurut AISC 341-10 2010 rangka batang breising konsentrik khusus dapat diaplikasikan untuk rangka breising yang terdiri dari batang yang terhubung
secara konsentris. Kebutuhan kekuatan dari kolom, balok dan sambungan dalam rangka batang breising konsentrik khusus didasarkan pada kombinasi beban dan
fungsi penggunaan gedung yang telah termasuk perkuatan beban seismik. Dalam menentukan perkuatan beban gempa, pengaruh dari gaya horizontal termasuk kuat
lebih, E
mh
harus diambil sebagai gaya terbesar ditentukan dari 2 analisis berikut: -
Analisis yang mengasumsikan semua breising untuk menahan kekuatan yang sesuai dengan kekuatan breising diharapkan pada tekanan dan tarikan.
- Analisis yang mengasumsikan semua breising untuk menahan gaya yang
sesuai dengan kekuatan yang diharapkan dan semua breising dalam tekan diasumsikan untuk menahan kekuatan tekuk yang diharapkan.
Breising harus ditentukan untuk mengabaikan tekan atau tarik yang berasal dari beban gravitasi. Analisis harus mempertimbangkan kedua arah dari
pembebanan rangka. Penjabaran kekuatan pasca tekuk breising harus diambil maksimal 0,3 kali dari kekuatan breising pada tekanan yang diinginkan. Sedangkan
untuk penjabaran dari kekuatan tarik breising dirumuskan sebagai berikut: Ry = fy . Ag
2. 19 Keterangan:
Ry adalah ratio dari tegangan leleh yang diinginkan fy adalah tegangan leleh minimum dari baja yang digunakan
Ag adalah luas kotor mm
2
13 Untuk pendistribusian beban lateral breising, salah satu dari gaya paralel ke
breising setidaknya antara 30 sampai 70 dari total gaya lateral. Sepanjang garis itu gaya lateral ditahan oleh tarik breising, kecuali jika kekuatan yang tersedia dari
setiap breising pada tekanan lebih besar dari kebutuhan kekuatan yang dihasilkan kombinasi beban yang ditentukan oleh kode bangunan yang berlaku termasuk
perkuatan beban gempa. Untuk tujuan dari ketentuan ini, batang dari breising didefinisikan sebagai batang sendiri atau batang paralel dengan rencana
mengimbangi ≤10 dari dimensi bangunan tegak lurus pada batang breising. Kolom dan breising harus memenuhi persyaratan daktilitas yang tinggi dan untuk
balok harus memenuhi kecukupan daktilitas. Breising harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Kelangsingan breising memiliki KLr ≤ 200
2. Jarak konektor harus menyesuaikan dengan rasio kelangsingan ar
i.
Elemen individual antara konektor tidak melebihi 0,4 kali rasio kelangsingan dari
batang yang dibuat. Jumlah dari ketersediaan kekuatan geser dari konektor harus sama atau melampaui kekuatan tarik yang tersedia dari setiap elemen.
Jarak konektor harus seragam, tidak kurang dari 2 konektor harus digunakan pada batang yang akan dibuat. Konektor tidak boleh berada ditengah dari
seperempat panjang breising. Kecuali dimana tekuk dari breising sekitar tekuk kritis tidak menyebabkan geser dalam sambungan. Desain sambungan harus
mematuhi ketentuan ini. 3.
Luas bersih efektif breising tidak boleh kurang dari luas kotor breising. Spesifikasi minimum kekuatan leleh dari tulangan harus setidaknya sama
dengan spesifikasi minimum kekuatan leleh dari breising. sambungan dari tulangan ke breising harus mempunyai kecukupan kekuatan untuk
mengembalikan kekuatan tulangan yang diharapkan pada setiap sisi dari bagian yang direduksi.
Sambungan breising bisa berupa las atau sambungan breising yaitu kekuatan tarik, kekuatan tekan dan akomodasi dari tekuk breising. Hubungan
kolom harus memenuhi alur pengelasan agar pembuatan sambungan mampu melengkapi penetrasi join alur pengelasan dan kolom harus didesain untuk
14 mengembangkan setidaknya 50 lebih rendah dari kekuatan flexurel yang tersedia
pada sambungan breising.
2.5 Material Beton
Beton concrete merupakan campuran semen portland atau semen hidrolis lainnya, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran
tambahan admixture SNI 2847, 2013. Parameter utama yang mempengaruhi dari kualitas beton adalah kekuatan dan ketahanan. Efek merugikan jangka panjang
dari material beton adalah pengurangan kekuatan dan bisa mengakibatkan kegagalan tak terduga. Menurut Nawy, 2009 properti kekerasan beton dibagi
menjadi 2 kategori yaitu properti dari jangka pendek dan properti dari jangka panjang. Untuk properti jangka pendek kekuatan dalam tekanan, tarik dan geser
serta kekakuan diukur dengan modulus elastisitas. Sedangakan untuk properti jangka panjang bisa diklasifikasikan pada susut dan rangkak.
Hubungan dari tegangan dan regangan material beton sangat penting untuk pengembangan analisis dan desain serta prosedur penggunaan pada struktur beton.
Gambar 2.5 menunjukan kurva tegangan regangan yang didapatkan dari tes menggunakan beton silinder yang dibebani selama beberapa menit. Bagian pertama
dari kurva dapat dianggap linear sebesar 40 dari kekuatan ultimit f’c. Setelah
sekitar 70 dari kegagalan tegangan, material kehilangan sebagian besar dari kekakuannya yang meningkatkan kelinieran kurva dari diagram. Pada beban
ultimit, retak pararel terhadap arah dari beban datang terlihat jelas dan menjadi awal mula kegagalan
Gambar 2.5 Kurva Tegangan Regangan
15 Modulus elastisitas beton adalah perbandingan antara tegangan dan
regangan beton. Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti, nilainya bervariasi tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan,
karakteristik, perbandingan semen dan agregat. Kurva modulus elastisitas beton ditunjukan pada gambar 2.6. Peraturan gedung menurut SNI 2847-2013
memberikan modulus elastisitas E
c
dengan persamaan sebagai berikut: E
c
=33w
c 1.5
√�’� psi 0.043w
c 1.5
√�’� untuk 90 w
c
155 lbft
3
2. 20 atau
E
c
= 57000 √�’� psi 4700√�’� Mpa 2. 21
Keterangan: w
c
= berat jenis dari beton f’c = kekuatan tekan beton
Gambar 2.6 Kurva Hubungan Modulus Elastisitas dengan Tegangan Regangan
2.6 Analisis Pushover