Pengetahuan Gizi terkait Penyakit Degeneratif, Pola Konsumsi, dan Aktivitas Fisik Mahasiswa IPB

PENGETAHUAN GIZI TERKAIT PENYAKIT
DEGENERATIF, POLA KONSUMSI, DAN
AKTIVITAS FISIK MAHASISWA IPB

KIKY YUNITA SARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengetahuan Gizi terkait
Penyakit Degeneratif, Pola Konsumsi, dan Aktivitas Fisik Mahasiswa IPB adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Kiky Yunita Sari
NIM I14110005

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama terkait

iv

v

ABSTRAK

KIKY YUNITA SARI. Pengetahuan Gizi terkait Penyakit Degeneratif, Pola
Konsumsi, dan Aktivitas Fisik Mahasiswa IPB. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA.
Tujuan umum penelitian adalah menganalisis hubungan antara pengetahuan
gizi terkait penyakit degeneratif dengan pola konsumsi dan aktivitas fisik
mahasiswa IPB. Desain penelitian adalah cross-sectional study dengan teknik
penarikan sampel secara purposive sebanyak 80 contoh mahasiswa GIZ dan MNH
IPB. Pengetahuan gizi terkait penyakit degeneratif pada contoh GIZ (79.3±9.5)
lebih tinggi dibanding MNH (39.3±17.1). Rata-rata frekuensi konsumsi makanan
berlemak dan jeroan, makanan manis, makanan asin dan awetan, fast food, soft
drink, dan minuman berkafein lebih tinggi pada contoh MNH (8.8±5.2; 2.1±3.7;
16.5±11.2; 7.9±2.2; 4.6±3.7; 3.6±4.2; 2.6±3.0) kali/minggu dibanding GIZ
(7.8±4.0; 0.9±1.3; 13.5±8.7; 5.9±3.2; 4.1±2.8; 2.3±3.3; 1.3±2.6) kali/minggu secara
berturut-turut. Namun, frekuensi konsumsi sayur dan buah lebih tinggi pada contoh
GIZ (18.6±12.5; 10.3±8.9) kali/minggu dibanding MNH (15.0±11.5; 6.1±5.4)
kali/minggu secara berturut-turut. Tingkat aktivitas fisik GIZ (1.56±0.21) relatif
sama dengan MNH (1.59±0.19). Berdasarkan uji korelasi Spearman, terdapat
hubungan yang signifikan (p Rp 12 000 000
Riwayat
Ada
Sebaran contoh

penyakit
Tidak ada
orang tua
Pengetahuan Pengetahuan < 60% (kurang)
Khomsan 2000
gizi
gizi terkait 60-80% (sedang)
penyakit
> 80% (baik)
degeneratif
Pola
Jenis
Sayur dan buah, Makanan
konsumsi
manis; Makanan berlemak
dan jeroan; Makanan asin dan
awetan, Fast food; Soft drink;
dan Minuman berkafein
Frekuensi
Tidak pernah

Sebaran contoh
< 3 kali/minggu
3-6 kali/minggu
≥ 7 kali/minggu
Aktivitas
Tingkat
Ringan (1.40-1.69)
FAO/WHO/UNU
fisik
aktivitas
Sedang (1.70-1.90)
2001
Berat (2.00-2.40)

9

Tabel 2 Pengkategorian dan analisis variabel penelitian (lanjutan)
Jenis Data
Variabel
Kategori Penelitian

Sumber
Hipertensi
Tekanan
Normal ( Rp 1 800 000
Total
Rata-rata ± SD

GIZ
n
%
1
2.5
29
72.5
8
20.0
2
5.0
40 100.0
1 008 750 ±

358 574

MNH
Total
n
%
n
%
0
0.0
1 1.25
32 80.0 61 76.25
8
20.0 16 20.0
0
0.0
2
2.5
40 100.0 80 100.0
938 750 ± 974 000 ±

287 225
324 700

P

0.419

Secara keseluruhan baik GIZ (72.5%) ataupun MNH (80.0%) memiliki uang
saku sebesar Rp 600 000-1 199 999. Uang saku paling rendah yaitu < Rp 600 000
sebanyak 2.5% pada GIZ dan tidak ada pada MNH. Uang saku di atas Rp 1 800 000
hanya dimiliki oleh contoh GIZ (5.0%). Rata-rata uang saku per bulan GIZ (1 008
750 ± 358 574) lebih tinggi dibanding MNH (938 750 ± 287 225). Hasil uji Mann
Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p ≥0.05) antara
kedua contoh berdasarkan uang saku.
Asal Daerah
Salah satu faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi adalah asal daerah/ suku. Pola kebudayaan mempengaruhi orang dalam
memilih makanan. Suku melalui sistem sosial budaya mempunyai pengaruh
terhadap apa, kapan, dan bagaimana makanan dikonsumsi oleh keluarga.
Kebudayaan tidak hanya menentukan makanan apa yang dimakan, tetapi untuk

siapa dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan. Kebiasaan makan
keluarga dipengaruhi pula oleh aturan atau tatanan yang didasarkan kepada adat
istiadat dan agama (Suhardjo 1989). Asal daerah dalam penelitian ini dibedakan
menjadi dua, yaitu Jawa dan luar Jawa. Mayoritas contoh GIZ (65.0%) dan MNH
(70.0%) berasal dari Pulau Jawa, hanya 35.0% (GIZ) dan 30.0% (MNH) berasal
dari luar Pulau Jawa. Hasil uji beda Chi-square menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang nyata (p ≥0.05) antara kedua contoh berdasarkan asal daerah,
karena baik contoh GIZ maupun MNH mayoritas berasal dari pulau Jawa. Sebaran
contoh berdasarkan asal daerah ditunjukkan dalam Tabel 6.

14

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan asal daerah
Asal daerah
Jawa
Luar jawa
Total

GIZ
n

26
14
40

MNH

%
65.0
35.0
100.0

n
28
12
40

%
70.0
30.0
100.0


Total
n
54
26
80

%
67.5
32.5
100.0

P
0.633

Karakteristik Keluarga
Pendidikan Orang Tua
Pendidikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perubahan sikap dan
perilaku seseorang. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan
seseorang/ masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplikasikannya dalam

perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi
(Atmarita 2004). Tingkat pendidikan orang tua merupakan jenjang pendidikan
terakhir yang ditempuh oleh orang tua contoh. Tingkat pendidikan ayah contoh GIZ
(52.5%) dan MNH (35.5%) mencapai pendidikan perguruan tinggi, hanya 2.5%
(GIZ) dan 5.0% (MNH) yang tidak tamat SD. Tingkat pendidikan ibu contoh GIZ
(47.5%) dan MNH (42.5%) mencapai pendidikan SMA, hanya 5.0% (GIZ) yang
tidak tamat SD. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan orang
tua
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Tamat Perguruan Tinggi
Total

n
1
1
4
13
21
40

Ayah
GIZ
MNH
%
n
%
2.5
2
5.0
2.5
7
17.5
10.0
4
10.0
32.5 13 32.5
52.5 14 35.5
100.0 40 100.0

n
2
4
3
19
12
40

Ibu
GIZ
MNH
%
n
%
5.0
0
0.0
10.0
8
20.0
7.5
5
12.5
47.5 17 42.5
30.0 10 25.0
100.0 40 100.0

Tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan ibu mempengaruhi derajat
kesehatan keluarga. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung mempunyai
pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak yang baik (Madanijah 2003).
Pekerjaan Orang Tua
Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling
menentukan kuantitas dan kualitas makanan, karena jenis pekerjaan memiliki
hubungan dengan pendapatan yang diterima (Suhardjo 1989). Sebagian besar ayah
contoh GIZ (30.0%) bekerja sebagai PNS dan MNH (25.0%) bekerja sebagai
wiraswasta. Ayah contoh GIZ (2.5%) bekerja sebagai petani/ nelayan/ buruh dan
MNH (7.5%) bekerja sebagai polisi/ ABRI. Sedangkan ibu baik GIZ (50.0%) dan
MNH (55.5%) tidak bekerja, hanya sebagian kecil GIZ (2.5%) yang bekerja sebagai

15

petani/ nelayan/ buruh dan MNH (5.0%) bekerja sebagai pegawai swasta atau
lainnya. Menurut Suhardjo (1989), seseorang yang memiliki pendidikan biasanya
memiliki pekerjaan dengan upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
tidak memiliki pendidikan. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua
Ayah
Pekerjaan orang tua
Tidak bekerja
PNS
Wiraswasta
Pegawai swasta
Polisi/ ABRI
Petani/ nelayan/ buruh
Lainnya
Total

n
2
12
11
4
3
1
7
40

Ibu

GIZ
MNH
%
n
%
5.0
0
0.0
30.0 8 20.0
27.5 10 25.0
10.0 5 12.5
7.5
3
7.5
2.5
7 17.5
17.5 7 17.5
100.0 40 100.0

GIZ
n
20
7
7
2
0
1
3
40

%
50.0
17.5
17.5
5.0
0.0
2.5
7.5
100.0

MNH
n
%
22
55.5
5
12.5
4
10.0
2
5.0
0
0.0
5
12.5
2
5.0
40 100.0

Pendapatan Orang Tua
Tingginya tingkat pendapatan cenderung di ikuti dengan tingginya jumlah
dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan akan mencerminkan
kemampuan untuk membeli bahan pangan. Konsumsi makanan baik jumlah
maupun mutunya dipengaruhi oleh faktor pendapatan keluarga. Menurut Suhardjo
(1989), perubahan pendapatan secara langsung akan berpengaruh terhadap
konsumsi pangan. Peningkatan pendapatan berarti memperbesar peluang untuk
membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Pendapatan orang
tua merupakan penjumlahan antara pendapatan ayah dan ibu. Sebaran contoh
berdasarkan pendapatan orang tua ditunjukkan dalam Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua
Pendapatan orang tua
< Rp 3 000 000
Rp 3 000 000-5 999 999
Rp 6 000 000-8 999 999
Rp 9 000.000-11 999 999
> Rp 12 000 000
Total
Rata-rata ± SD

GIZ
n
%
12
30.0
13
32.5
9
22.5
2
5.0
4
10.0
40 100.0
6 180 000 ±
6 084 288

MNH
n
%
15
37.5
16
40.0
4
10.0
4
10.0
1
2.5
40 100.0
4 403 125 ±
3 790 661

Total
n
%
27 33.75
29 36.25
13 16.25
6
7.5
5
6.25
80 100.0
5 290 000 ±
5 115 000

P

0.148

Rata-rata pendapatan per bulan orang tua contoh GIZ (Rp 6 180 000 ± 6 084
288) lebih tinggi dari pada MNH (Rp 4 403 125 ± 3 790 661). Mayoritas pendapatan
orang tua contoh GIZ (32.5%) dan MNH (40.0%) antara Rp 3 000 000 - 5 999 999.
Pendapatan orang tua < Rp 3 000 000 sebanyak 30.0% (GIZ) dan 37.5% (MNH),

16

sedangkan pendapatan orang tua > Rp 12 000.000 paling banyak pada contoh GIZ
(10.0%) dibanding MNH (2.5%). Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan (p ≥0.05) antara kedua contoh berdasarkan
pendapatan orang tua.
Data pendapatan per kapita per bulan keluarga contoh diperoleh dari jumlah
total pendapatan seluruh anggota keluarga dibagi jumlah anggota keluarga yang
menjadi tanggungan kepala keluarga. Pendapatan per kapita per bulan menurut BPS
(2014) adalah