Gambaran mikroskopis Gambaran klinis Anonymous, 2004.

Tabel 2 . Penilaian luas area tubuh Browder, 2007. Age In Years 1 1 to 4 5 to 9 10 to 14 15 Adult Area Burned Percentage of Total Body Surface Head 19 17 13 11 9 7 Neck 2 2 2 2 2 3 Anterior Trunk 13 13 13 13 13 13 Posterior Trunk 13 13 13 13 13 13 Left Buttock 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 Right Buttock 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 Genitals 1 1 1 1 1 1 Right Upper Arm 4 4 4 4 4 4 Left Upper Arm 4 4 4 4 4 4 Right Lower Arm 3 3 3 3 3 3 Left Lower Arm 3 3 3 3 3 3 Right Hand 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 Left Hand 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 Right Thigh 5.5 6.5 8 8.5 9 9.5 Left Thigh 5.5 6.5 8 8.5 9 9.5 Right Lower Leg 5 5 5.5 6 6.5 7 Left Lower Leg 5 5 5.5 6 6.5 7 Right Foot 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 Left Foot 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5

I. Pembagian Luka Bakar

1. Luka bakar berat major burn

a. Derajat II-III 20 pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun b. Derajat II-III 25 pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum d. Adanya cedera pada jalan nafas cedera inhalasi tanpa memperhitungkan luas luka bakar e. Luka bakar listrik tegangan tinggi f. Disertai trauma lainnya g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi.

2. Luka bakar sedang moderate burn

a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 pada anak usia 10 tahun atau dewasa 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 c. Luka bakar dengan derajat III 10 pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.

3. Luka bakar ringan

a. Luka bakar dengan luas 15 pada dewasa b. Luka bakar dengan luas 10 pada anak dan usia lanjut c. Luka bakar dengan luas 2 pada segala usia tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum De Jong, 2007.

J. Patofisiologi Luka Bakar

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi, Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga. Apabila luas luka bakar kurang dari 20, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO dan terkontaminasi kulit mati. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60 hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah ini ditandai dengan meningkatnya diuresis. Terjadinya kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman sehingga mempermudah terjadinya infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah. Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik akibatnya luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat

Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR ANTARA PEMBERIAN MADU DAN KLINDAMISIN SECARA TOPIKAL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

2 16 60

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN MADU BUNGA AKASIA TOPIKAL, OXOFERIN, DAN OKSITETRASIKLIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN DEWASA GALUR Sprague Dawley

1 13 78

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA SAYAT TERBUKA ANTARA PEMBERIAN ETAKRIDIN LAKTAT DAN PEMBERIAN PROPOLIS SECARA TOPIKAL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

4 42 59

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN MADU TOPIKAL NEKTAR KOPI DENGAN SILVER SULFADIAZINE PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 7 82

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DENGAN PEMBERIAN MADU DAN PEMBERIAN GENTAMISIN TOPIKAL PADA TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus)

1 17 71

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN MADU TOPIKAL NEKTAR KOPI DENGAN HIDROGEL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague Dawley

1 14 71

PERBANDINGANTINGKATKESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN MADU DENGAN TUMBUKAN DAUN BINAHONG PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley

3 27 79

EFEK PEMBERIAN GERUSAN DAUN TAPAK DARA (Chatarantus roseus) TERHADAP KECEPATAN PROSES KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus).

0 0 14

EFEK PEMBERIAN GERUSAN DAUN PEGAGAN ( Centella asiatica (L) Urban ) TERHADAP KECEPATAN KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus).

0 0 14

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA SAYAT TERBUKA ANTARA PEMBERIAN ETAKRIDIN LAKTAT DAN PEMBERIAN PROPOLIS SECARA TOPIKAL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

0 0 7