Pemahaman Gender Siswa - Siswi Sekolah Umum( Studi Deskriptif Pada Siswa Siswi SMA Negeri 17 Medan.
PEMAHAMAN GENDER SISWA-SISWI SEKOLAH UMUM
(STUDI DESKRIPTIF PADA SISWA-SISWI SMA NEGERI 17 MEDAN)Oleh :
Chandra Lee Wirasetya 030901014
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
(2)
ABSTRAK
Isue gender merupakan sebuah wacana dan pergerakan untuk mencapai kesetaraan peran, hak dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Isue gender diangkat dari adanya perlakuan diskriminatif yang terjadi dalam konstruksi sosial masyarakat, khususnya dalam masyarakat yang menganut sistem kekerabatan patrilineal. Pergerakan gender ini berputar disekitar permasalahan yang umum terjadi terhadap kaum perempuan, yaitu stereotyping, marginalisasi, subordinasi, beban ganda, dan kekerasan. Sebagai upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), isue yang lahir sekitar tahun 1950 – 1960 ini telah mendapatkan perhatian khusus dari PBB, dan di Indonesia, pergerakan ini telah mendapatkan sebuah tempat dalam konstitusi dengan adanya Inpres No. 9 Tahun 2000, oleh karena itu, yang menjadi perumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana pemahaman gender pelajar sekolah umum, dalam hal ini pada siswa-siswi SMA N 17 Medan.
Tujuan dari penelitian ini adalah, untuk mengetahui pengetahuan yang dimiliki oleh pelajar Sekolah Umum mengenai pemahaman gender, serta untuk mengungkapkan berbagai kondisi gender yang telah lama tersosialisasi begitu lama dalam sistem sosial masyarakat. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan deskriptif dengan metode survei. Lokasi penelitian bertempat di SMA N 17 Medan, dengan jumlah responden sebanyak 89 orang, dan responden merupakan siswa-siswi SMA N 17 yang aktif sekolah.
Berdasarkan perolehan data dan hasil analisa penelitian, disimpulkan bahwa responden (70,69%) tidak mengetahui dengan baik gender sebenarnya. Hampir keseluruhan responden (52,81%) melekatkan gender dan jenis kelamin memiliki pengertian yang sama. Distribusi kekuasaan menurut responden dimiliki oleh laki-laki di segala aspek kehidupan, rumah tangga (71,61%) dan juga pada keseharian (61,76%), dan untuk kehidupan rumah tangga terdapat pembagian peran, dimana ibu bertanggung jawab untuk membesarkan anak dan ayah pada pemenuhan kebutuhan hidup (66,72%), walaupun kesempatan karir yang dimiliki laki-laki dan perempuan diberikan sama (77,41). Keberanian seakan-akan merupakan hal yang absolut untuk dimiliki laki-laki (62,69%), walaupun tidak berarti bahwa perempuan dan laki-laki tidak memiliki kecekatan yang sama (56,01%). Beban ganda sendiri merupakan fenomena yang terjadi dalam kehidupan responden (73,12%), berikut juga penempatan pelaku pelecehan seksual bukan hanya pada laki-laki, akan tetapi juga pada perempuan (51,58%). Dari hasil analisa keseluruhan data, maka penulis menyimpulkan bahwa responden, yakni siswa-siswi SMA N 17 Medan tidak memahami dengan baik konsep gender sebenarnya.
(3)
KATA PENGANTAR
Pertama-tama Penulis mengucapkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Karya tulis/skripsi ini merupakan sebuah ketentuan yang berlaku di Universitas Sumatera Utara dan di PTN maupun PTS lainnya, kepada setiap mahasiswa yang ingin menyelesaikan porgram studi S-1.
Untuk memenuhi kewajiban tersebut, maka Penulis menyusun skripsi yang sederhana ini yang diberi judul : Pemahaman Gender Pada Siswa-siswi Sekolah Umum, Studi Deskriptif Pada Siswa-siswi SMA N 17 Medan”.
Berpedoman pada judul tersebut di atas, Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini, Penulis tidak luput dari kekurangan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.
Dengan demikian, melalui skripsi ini, Penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada berbagai pihak, baik berupa bimbingan maupun fasilitas pendukung yang telah Penulis dapatkan selama penyusunan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen wali penulis selama masa perkuliahan,
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, MA, selaku ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,
(4)
3. Ibu Harmona Daulay, S.Sos, M.Si, selaku dosen pembimbing penulis selama masa penyelesaian skripsi yang telah banyak membimbing, memberi pengarahan dan dukungan pada penulis,
4. Ibu Dra. Rosmiani, MA, selaku sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,
5. Bapak Drs. Karbin Tarigan, selaku Kepala SMA N 17 Medan, dan Bapak Simatupang, selaku PKS II,
6. Bapak dan Ibu Dosen yang selama ini telah memberikan ilmu dan pendidikan kepada penulis selama masa perkuliahan sehingga penulis dapat memperoleh ilmu yang berharga dan bermanfaat,
7. Kedua orang tua, Bapak Togap Elpe Simanjuntak, Ibu Meliana Sibarani, yang telah memberikan dorongan, baik material maupun spiritual kepada Penulis selama kuliah dan menyelesaikan skripsi ini,
8. Kakak-kakakku, Mutiara Selvia Anggrany ”Reni”, semoga cepat dapat jodoh, dan Vienna Sri Yanthi yang berada di Bekasi,
9. Teman-teman Panitia Olimpiade Sosiologi 2006, khususnya Panitia Olimpiade Sosiologi 2007, Ilham, Eva Ramadhani, Kiki Octania, Darma, I can’t wait to work again with you guys,
10. Teman-teman Sos’ 03, Fadillah Rizky, Sari, Rima, Ina, Hasrad, Siddik, Mansur, Madhan, Alex, Ruhmini, Lena, serta lainnya yang tidak disebutkan namanya, 11. Sahabat-sahabatku “Teru” yang selalu disibuki dengan tugas inteligen di Rusia,
Ditta di Okinawa (smoga lancar dengan perusahaan barunya), Kozue Takada untuk lagu yang sangat indah, Sergei Machianov (semangat bro, buat selesain kuliahmu, caiyoo!!), Renton Thruston dan Eureka yang cantik (make a nice good family there ), Andre (Alm) untuk ideologinya, Ryuzaki (it’s crazy
(5)
analysis theory you gave me to solve mystery), Michael Crichton “TIMELINE”,
juga buat rekan-rekan O 7; June, Mei, Abi, Michel, THANKS guyZ atas persahabatan kalian selama ini, untuk canda tawa, susah senang dan sedih gembiranya, gak sabar lagi untuk berkumpul kembali bersama kalian dan彼方
輪ズッチズット会いしてぇいつ。
12. Buat teman-teman baikku, Yuna, Ayu “jj”, Bagus “Bagong” yang gendut, Dicky “Bulin, Stephen, Michael”, Wildan, Dewi Syafitri, Ismail yang selalu merasa sempurna, Reinly yang kepedean dengan mendapatkan cewek, Aldo si pecinta anime, Agus untuk VGA dan RAMnya, 蟻 ガ ット う 皆 untuk dukungannya. Anime Lover just like me : Aldo
13. Dan kepada responden yang tidak dapat disebutkan namanya karena terlalu banyak, inilah yang bisa kuberikan kepada kalian, “arrigattou gozaimas”
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini, masih banyak terdapat ketidaksempurnaan. Karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran sekiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan berdayaguna bagi civitas akademika di Universitas Sumatera Utara. Terima Kasih.
Medan, Penulis
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak ……… i
Kata Pengatar ……… ii
Daftar Isi ……… iii
Daftar Tabel ……… ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1
1.2 Perumusan Masalah ……… 9
1.3 Tujuan Penelitian ……… 9
1.4 Manfaat Penelitian ……… 10
1.5 Kerangka Teori ……… 11
1.5.1 Konseptualisasi Gender ……… 11
1.5.2 Kajian Gender dan Relasi ……… 13
1.6 Defenisi Konsep ……… 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA Studi Kekerasan dan Keadilan Gender dalam Pembangunan …….... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ……… 29
3.2 Lokasi Penelitian ……… 30
3.3 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ……… 30
3.4 Teknik Pengumpulan Data ……… 33
3.5 Teknik Analisa Data ……… 35
3.6 Jadwal Penelitian ……… 36
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA 4.1 Profil Responden ……… 37
4.1.1 Jenis Kelamin Responden ……… 37
4.1.2 Identitas Suku ……… 37
4.1.3 Agama ……… 38
4.1.4 Strata Kelas ……… 39
4.2 Penyajian Data ……… 39
4.2.1 Data Sistem Patriarkhi dan Isu Gender ……… 39
4.2.1.1 Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Jenis Kelamin ……… 40
4.2.1.2 Pengetahuan Responden Terhadap Arti Konsep Jenis Kelamin ……… 40
4.2.1.3 Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Gender ……… 41
4.2.1.4 Pengetahuan Responden Terhadap Arti Konsep Gender ……… 42 4.2.1.5 Pendapat Responden Terhadap Kesamaan
Arti dari Konsep Jenis Kelamin dan Gender … . 43 4.2.1.6 Pengetahuan Responden Tentang Muatan
(7)
4.2.1.7 Data Tentang Persepsi Responden Terhadap Muatan Ajar Yang Bias Gender Dalam Buku
Pelajaran SD ……… 45 4.2.1.8 Data Pengalaman Responden Ketika Mendapatkan
Perlakuan Diskriminatif ……… 46 4.2.1.9 Reaksi Responden Terhadap Penerimaan
Lapangan Kerja Yang Diskriminatif ……… 47 4.2.1.10 Data Tingkat Pengetahuan Responden
Terhadap Konsep Patriarkhi ……… 48 4.2.1.11 Pengetahuan Responden Terhadap Arti Dari
Dari Konsep Patriarkhi ……… 49 4.2.1.12 Data Tentang Sumber Responden Mendengar
Konsep Patriarkhi ……… 50 4.2.1.13 Data Tentang Pengaruh Sosialisasi Mainan
Pada Masa Kecil ……… 51 4.2.1.14 Data Tentang Penanaman Sikap “Ramah,
Lembut, dan Melayani” Pada Anak
Perempuan Dalam Keluarga ……… 52 4.2.1.15 Data Tentang Penanaman Sikap “Kuat, Berani
dan Berkuasa” Pada Anak Laki-laki Dalam
Keluarga ……… 53
4.2.1.16 Pendapat Responden Tentang Kesempatan Karir Dalam Lingkungan Kerja ……… 54 4.2.1.17 Pendapat Responden Terhadap Laki-laki
Berkuasa Dalam Kehidupan Rumah Tangga …... 55 4.2.1.18 Pendapat Responden Terhadap Laki-laki
Berkuasa Dalam Kehidupan Sehari-hari …….… 56 4.2.1.19 Sumber Pertama Kalinya Responden Mempelajari
Peran dan Tanggung Jawab Antara Laki-laki dan
Perempuan ……… 57
4.2.2 Data Ketidakadilan Gender ………. 58 4.2.2.1 Pendapat Responden Terhadap Keberanian
Yang Dimiliki Antara Anak Laki-laki dan
Perempuan ... 58 4.2.2.2 Pendapat Tentang Kecekatan Yang Dimiliki
Antara Laki-laki dan Perempuan ... 59 4.2.2.3 Data Pengalaman Responden Tentang
Stereotype Pada Kaum Perempuan ... 60 4.2.2.4 Pendapat Responden Tentang Pekerjaan
Domestik Yang Hanya Dilakukan Oleh
Perempuan ... 61 4.2.2.5 Data Terhadap Pendapat Responden
Mengenai Perempuan Diasosiasikan di Sektor Domestik ... 62 4.2.2.6 Data Terhadap Pendapat Responden Mengenai
Tanggung Jawab Dalam Keluarga ... 63 4.2.2.7 Data Tentang Tanggapan Responden Tentang
Peran Dan Tanggung Jawab Laki-laki Yang
(8)
4.2.2.8 Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap Beban Ganda Pada Kaum Ibu ... 65 4.2.2.9 Data Tentang Pandangan Responden Terhadap
Ibu Yang Melakukan Pekerjaan Domestik
Setelah Seharian Bekerja di Kantor ... 66 4.2.2.10 Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap
Penghargaan Pada Orang Tua ………. 67 4.2.2.11 Data Tentang Pengetahuan Responden Terhadap
Marginalisasi Pada Tenaga Kerja Perempuan di Tempat Kerja ... 68 4.2.2.12 Data Tentang Tanggapan Terhadap Upah Yang
Diterima Oleh Tenaga Kerja ……… 69 4.2.2.13 Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap
Siulan Sebagai Bentuk Pelecehan Seksual …….. 70 4.2.2.14 Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap
Laki-laki Yang Menyentuh Bagian Tubuh Sendiri Sebagai Bentuk Pelecehan Seksual ……… 71 4.2.2.15 Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap
Perempuan Yang Melakukan Pelecehan Seks Dengan Memberikan Sentuhan Kepada
Laki-laki ... 72 4.2.3 Informasi Tanggap Gender ... 73
4.2.3.1 Data Tentang Pengetahuan Responden Tentang Inpres No. 9 Tahun 2000 ……… 73 4.2.2.16 Data Tentang Pengetahuan Responden Terhadap
Informasi Bahwa MENEG PP Memperjuangkan Kesetaraan Gender ……… 74 4.3 Data Pertanyaan Terbuka ……… 75 4.4 Analisa Pemahaman Gender pada Siswa-siswi SMA N 17 ……… 76 4.4.1 Profil Informan ………. 76 4.4.2 Analisa Data Sistem Patriarkhi dan Isu Gender ………... 77 4.4.2.1 Jenis Kelamin dan Gender dan Isu Gender ... 78 4.4.2.2 Muatan Isu Gender Yang Dikemas Dalam
Pendidikan ... 79 4.4.2.3 Perlakuan Diskriminatif ... 80 4.4.2.4 Patriarkhi : Pengertian, Sumber Informasi dan
Instrumen Penyampai ... 81 4.4.2.5 Penanaman Sikap Maskulin dan Feminim ... 83 4.4.2.6 Kesempatan Karir Yang Dimiliki oleh Laki-laki
dan Perempuan ... 85 4.4.2.7 Pendapat Responden Mengenai Super Ordinat
dan Sub Ordinat ... 86 4.4.2.8 Sumber Penanaman Peran danTanggung Jawab
Antar Jenis Kelamin ... 87 4.4.3 Analisa Data Ketidakadilan Gender ... 88
4.4.3.1 Keberanian dan Kecekatan Yang Dimiliki Antara Anak Laki-laki dan Perempuan ... 88 4.4.3.2 Pengalaman Responden Tentang Stereotype Pada
(9)
4.4.3.3 Analisa Data Terhadap Peran Perempuan Hanya
Di Sektor Domestik ... 90
4.4.3.4 Analisa Data Pendapat Responden Terhadap Tanggung Jawab Dalam Keluarga ... 91
4.4.3.5 Analisa Data Terhadap Pandangan Responden Terhadap Beban Ganda ... 92
4.4.3.6 Marginalisasi Terhadap TKW ... 93
4.4.3.7 Pelecehan Seksual ... 94
4.4.4 Saluran Informasi Tanggap Gender ... 96
4.4.5 Analisa Pertanyaan Free Response ... 97
4.4.5.1 Analisa Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap Peran dan Kedudukan Yang Dijalani Oleh Laki-laki dan Perempuan Dari Segi Agama dan Budaya Responden ……… 97
4.4.5.2 Analisa Data Tentang Tanggapan Responden Terhadap Makna Keadilan Berhubungan Antar Jenis Kelamin, yaitu Laki-laki dan Perempuan Dalam Kehidupan Sosial ……… 99
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 102
5.1.1 Sistem Patriarkhi dan Isu Gender ... 103
5.1.2 Ketidakadilan Gender ... 104
5.2 Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Distribusi Siswi SMA Negeri 17 Medan Berdasarkan Kelas ... 31
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 36
Tabel 3. Jenis Kelamin Sampel ... 37
Tabel 4. Identitas Suku Sampel ... 38
Tabel 5. Agama Sampel ... 38
Tabel 6. Strata Kelas Sampel ... 39
Tabel 7. Komposisi Jawaban Terhadap Pemahaman Jenis Kelamin ... 40
Tabel 8. Komposisi Jawaban Tentang Pemahaman Terhadap Arti Jenis Kelamin ... 41
Tabel 9. Komposisi Jawaban Tentang Pengalaman Mendengar Istilah Gender ... 42
Tabel 10.Komposisi Jawaban Terhadap Pengertian Gender ... 43
Tabel 11.Komposisi Jawaban Terhadap Arti Yang Sama Antara Konsep Jenis Kelamin dan Gender ... 44
Tabel 12.Komposisi Jawaban Terhadap Muatan Isu Gender Yang Dikemas Dalam Pendidikan ... 45
Tabel 13.Komposisi Jawaban Terhadap Muatan Bias Gender ... 46
Tabel 14.Komposisi Jawaban Terhadap Pengabaian Karena Memiliki Jenis Kelamin Yang Berbeda ... 47
Tabel 15.Komposisi Jawaban Terhadap Penerimaan Lapangan Kerja Yang Diskriminatif ... 48
Tabel 16.Komposisi Jawaban Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Patriarkhi ... 49
Tabel 17.Komposisi Jawaban Terhadap Pemahaman Arti Konsep Patriarkhi ... 50
Tabel 18.Komposisi Jawaban Terhadap Sumber Responden Mendengar Konsep Patriarkhi ... 51
Tabel 19.Komposisi Jawaban Terhadap Sosialisasi Mainan Pada Masa Kecil ... 52
Tabel 20.Komposisi Jawaban Terhadap Sifat Ramah, Lembut dan Melayani Pada Anak Perempuan ... 53
Tabel 21.Komposisi Jawaban Pengajaran Kuat, Berani dan Sifat Berkuasa Pada Anak Laki-laki ... 54
Tabel 22.Komposisi Jawaban Tentang Kesamaan Kesempatan Karir Yang Dimiliki ... 55
Tabel 23.Komposisi Jawaban Terhadap Laki-laki Sebagai Penguasa di Kehidupan Rumah Tangga ... 56
Tabel 24.Komposisi Jawaban Responden Terhadap Laki-laki Lebih Menguasai Dalam Kehidupan Sehari-hari ... 57
Tabel 25.Komposisi Jawaban Terhadap Peran dan Tanggung Jawab ... 58
Tabel 26.Komposisi Jawaban Terhadap Keberanian antara Anak Laki-laki dan Perempuan ... 59
Tabel 27.Komposisi Jawaban Terhadap Kecekatan Antara Laki-laki dan Perempuan ... 60
Tabel 28.Komposisi Jawaban Terhadap Stereotype Untuk Kaum Perempuan ... 61 Tabel 29.Komposisi Jawaban Terhadap Pekerjaan Domestik Yang Hanya
(11)
Dilakukan Anak Perempuan ... 62 Tabel 30.Komposisi Jawaban Terhadap Perempuan Hanya Bertempat di
Sektor Domestik ... 63 Tabel 31.Komposisi Jawaban Terhadap Tanggung Jawab Dalam
Keluarga ... 64 Tabel 32.Komposisi Jawaban Terhadap Peran dan Tanggung Jawab Laki-laki
Yang Lebih Besar Daripada Perempuan ... 65 Tabel 33.Komposisi Jawaban Terhadap Beban Ganda Terhadap Kaum
Ibu ... 66 Tabel 34.Komposisi Jawaban Terhadap Tanggapan Beban Ganda Terhadap Kaum
Ibu ... 67 Tabel 35.Komposisi Jawaban Terhadap Penghargaan Pada Orang Tua ... 68 Tabel 36.Komposisi Jawaban Terhadap Marginalisasi Pada TKW ... 69 Tabel 37.Komposisi Jawaban Terhadap Upah Yang Diterima Oleh
Tenaga Kerja ... 70 Tabel 38.Komposisi Jawaban Terhadap Siulan Sebagai Bentuk Pelecehan
Seksual ... 71 Tabel 39.Komposisi Jawaban Terhadap Laki-laki Menyentuh Bagian
Tubuh Sendiri ... 72 Tabel 40.Komposisi Jawaban Terhadap Pelecehan Yang Dilakukan
Oleh Perempuan ... 73 Tabel 41.Komposisi Jawaban Terhadap Informasi Tentang Inpres No. 9
Tahun 2000 ... 74 Tabel 42.Komposisi Jawaban Terhadap MENEG PP Memperjuangkan
(12)
ABSTRAK
Isue gender merupakan sebuah wacana dan pergerakan untuk mencapai kesetaraan peran, hak dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Isue gender diangkat dari adanya perlakuan diskriminatif yang terjadi dalam konstruksi sosial masyarakat, khususnya dalam masyarakat yang menganut sistem kekerabatan patrilineal. Pergerakan gender ini berputar disekitar permasalahan yang umum terjadi terhadap kaum perempuan, yaitu stereotyping, marginalisasi, subordinasi, beban ganda, dan kekerasan. Sebagai upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), isue yang lahir sekitar tahun 1950 – 1960 ini telah mendapatkan perhatian khusus dari PBB, dan di Indonesia, pergerakan ini telah mendapatkan sebuah tempat dalam konstitusi dengan adanya Inpres No. 9 Tahun 2000, oleh karena itu, yang menjadi perumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana pemahaman gender pelajar sekolah umum, dalam hal ini pada siswa-siswi SMA N 17 Medan.
Tujuan dari penelitian ini adalah, untuk mengetahui pengetahuan yang dimiliki oleh pelajar Sekolah Umum mengenai pemahaman gender, serta untuk mengungkapkan berbagai kondisi gender yang telah lama tersosialisasi begitu lama dalam sistem sosial masyarakat. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan deskriptif dengan metode survei. Lokasi penelitian bertempat di SMA N 17 Medan, dengan jumlah responden sebanyak 89 orang, dan responden merupakan siswa-siswi SMA N 17 yang aktif sekolah.
Berdasarkan perolehan data dan hasil analisa penelitian, disimpulkan bahwa responden (70,69%) tidak mengetahui dengan baik gender sebenarnya. Hampir keseluruhan responden (52,81%) melekatkan gender dan jenis kelamin memiliki pengertian yang sama. Distribusi kekuasaan menurut responden dimiliki oleh laki-laki di segala aspek kehidupan, rumah tangga (71,61%) dan juga pada keseharian (61,76%), dan untuk kehidupan rumah tangga terdapat pembagian peran, dimana ibu bertanggung jawab untuk membesarkan anak dan ayah pada pemenuhan kebutuhan hidup (66,72%), walaupun kesempatan karir yang dimiliki laki-laki dan perempuan diberikan sama (77,41). Keberanian seakan-akan merupakan hal yang absolut untuk dimiliki laki-laki (62,69%), walaupun tidak berarti bahwa perempuan dan laki-laki tidak memiliki kecekatan yang sama (56,01%). Beban ganda sendiri merupakan fenomena yang terjadi dalam kehidupan responden (73,12%), berikut juga penempatan pelaku pelecehan seksual bukan hanya pada laki-laki, akan tetapi juga pada perempuan (51,58%). Dari hasil analisa keseluruhan data, maka penulis menyimpulkan bahwa responden, yakni siswa-siswi SMA N 17 Medan tidak memahami dengan baik konsep gender sebenarnya.
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Perjuangan kesamaan hak, peran, dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dimulai dengan timbulnya gerakan emansipasi di tahun 1950 dan 1960-an. Perjuangan kesamaan laki-laki dan perempuan diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari konferensi PBB tahun 1975, memprioritaskan pembangunan bagi kaum perempuan. Dari deklarasi tersebut mulai diperkenalkan tema Women In Development (WID), yang bermaksud mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan. Sampai akhirnya sekitar tahun 1980-an, berbagai studi menunjukkan bahwa kualitas kesetaraan lebih penting daripada sekedar kuantitas, maka tema WID diubah menjadi Women and Development (WAD). Dan kemudian program WAD diteruskan oleh Gender and Development (GAD) sebagai tindak lanjut dari pembangunan dengan peran antara laki-laki perempuan dalam mendirikan kesinambungan pembangunan.
Di Indonesia sendiri perjuangan persamaan gender ini telah dimulai oleh R. A Kartini, yang menempatkan beliau menjadi salah satu pahlawan nasional wanita. Akan tetapi hingga sekarang ini, ketertinggalan perempuan mencerminkan masih
(14)
adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia, hal ini dapat terlihat dari gambaran kondisi perempuan di Indonesia.
Dalam beberapa aspek pembangunan, perempuan kurang dapat berperan aktif yang disebabkan oleh kondisi dan posisi yang kurang menguntungkan dibanding laki-laki. Seperti peluang dan kesempatan yang terbatas dalam mengakses dan mengontrol sumber daya pembangunan, sistem upah yang merugikan, tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah, sehingga manfaat pembangunan kurang diterima kaum perempuan.
Berbagai upaya pembangunan nasional yang selama ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik perempuan maupun laki-laki, ternyata belum dapat memberikan manfaat yang setara bagi perempuan dan laki-laki, bahkan belum cukup efektif memperkecil kesenjangan yang ada di antara laki-laki dan perempuan. Upaya-upaya tersebut selalu dihalangi dengan adanya peran ganda, subordinasi, marginalisasi, stereotyping, pelecehan, kekerasan, trafficking dimana melibatkan perempuan sebagai korban.
Kesenjangan yang terdapat antara laki-laki dan perempuan bukan hanya terdapat dalam kehidupan rumah tangga (pembedaan terhadap domestik dan publik) akan tetapi isu-isu terhadap kesenjangan gender juga terdapat dalam bidang pendidikan, kesehatan, politik dan hukum, ekonomi dan ketenagakerjaan, agama, serta bidang informasi dan komunikasi.
Upaya mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis
(15)
Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional-PROPENAS 2000-2004, dan dipertegas dalam Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan nasional, sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.
Tuntutan atas kesamaan hak bagi setiap manusia didasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Pasal 28 ayat (2) UUD RI 1945 telah menegaskan bahwa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakukan yang bersifat diskriminatif itu.” Sementara itu Pasal 3 UU No. 30 Tahun 1999 tentang HAM telah menegaskan bahwa “…setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat yang sama dan sederajat….”
Kesetaraan dan keadilan gender tidak terlepas dari proses perjuangan hak-hak azasi manusia (HAM) yang dideklarasikan PBB tahun 1948. Pelaksanaan HAM memberikan aspirasi bagi kaum perempuan dalam mengatasi kepincangan dan ketidakadilan perlakuan sebagai konstruksi sosial, yang menempatkan perempuan dalam status di belakang laki-laki.
Dalam masyarakat Indonesia sendiri, gender masih diartikan sebagai perbedaan jenis kelamin. Mayoritas masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi budaya tentang peran fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan perempuan. Kondisi demikian mengakibatkan kesenjangan peran sosial dan tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi, marginalisasi, subordinasi,
(16)
stereotyping, terhadap salah satu gender semakin meningkat, ditambah lagi dengan masyarakat adat Indonesia menganut paham patriarkhi.
Dalam bidang pendidikan, sekolah berfungsi untuk melakukan transfer nilai- nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat, termakasud nilai dan norma gender. Nilai-nilai dan norma-norma tersebut di transfer secara lugas maupun tersembunyi, baik melalui teks-teks tertulis dalam buku pelajaran, maupun dalam perlakuan-perlakuan yang mencerminkan nilai dan norma gender yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat.
Sosialisasi bias gender dalam dunia pendidikan telah lama dimulai tanpa disadari oleh masyarakat sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari muatan teks bacaan yang digunakan sewaktu SD, seperti kutipan berikut : “Ayah (laki-laki) bekerja di kantor, sedangkan ibu (perempuan) bekerja di kebun” atau “Ayah membaca Koran dan ibu memasak di dapur”.
Sosialisasi yang panjang tersebut mengakibatkan gender dianggap sebagai ketentuan dari Tuhan, artinya gender telah menjadi bagian dari sistem nilai atau ideologi dalam masyarakat. Sebagai sistem nilai, maka gender merasuk dan berpengaruh pada sistem sosial dan kemudian berpengaruh pula pada benda atau teknologi yang ada. Kerangka berpikir dalam pendekatan ide kognisi dalam kebudayaan dicerminkan oleh pengertian tersebut, bahwa bangunan atas kebudayaan (sistem nilai budaya atau ideologi) akan mempengaruhi bangunan tengah kebudayaan (sistem sosial budaya) dan akhirnya sistem nilai dan sistem sosial budaya akan mempengaruhi benda budaya (teknologi artefak).
(17)
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, maka sistem nilai gender akan berpengaruh pada sistem sosial di sekolah. Artinya perilaku yang tampak dalam kehidupan sosial sekolah akan menampakkan bias gender. Interaksi guru, guru-murid, murid-guru-murid, baik di kelas maupun di luar kelas tidak terlepas dari hal tersebut. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran sendiri yang merupakan bagian inti dari kehidupan sosial sekolah akan menampakkan bias gender.
Oleh karena itu kebijakan pemerintah tentang pengarustamaan gender telah tertuang dalam Inpres Tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender dan Pembangunan Nasional. Berpedoman pada hal tersebut Departemen Pendidikan Nasional merespon adanya program pengarustamaan gender di bidang pendidikan dan secara terus menerus untuk mengupayakan terselenggaranya pembangunan di bidang perspektif gender. Salah satu bentuk program pengerustamaan gender adalah sosialisasi pengarustamaan gender dalam bidang pendidikan. Tanggapan sekolah terhadap program pengarusutamaan gender ini salah satunya terlihat dengan keterbukaan pihak sekolah untuk menerima pihak-pihak dari luar untuk mengadakan kegiatan yang bersifat kewanitaan, seperti “Koteks goes to school” 1
Pada Tahun 2003 sendiri telah tersusun program pendidikan perspektif gender sangat memperhatikan adanya perempuan dan laki-laki diberi peluang yang sama dalam memperoleh pendidikan. Sasaran pendidikan adalah kaum perempuan untuk , yang memberikan pemahaman mengenai problem kewanitaan secara biologis maupun tentang kehidupan sosial perempuan.
1
(18)
mengejar ketertinggalan agar tidak terjadi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan2
1. Berpendidikan rendah
.
Ketertinggalan perempuan disebabkan masih kentalnya pandangan akan lebih pentingnya anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki akan menjadi kepala keluarga, anak laki-laki akan meniti karir yang dapat dibanggakan dan dipamerkan serta merupakan tumpuan harapan untuk menghidupi keluarganya. Penilaian tersebut menempatkan anak laki-laki dan perempuan seakan-akan memiliki nilai yang berbeda. Semakin tinggi tingkat pendidikan anak laki-laki, semakin tinggi pula nilai dan kedudukannya.
Beberapa isu yang selalu dihadapi oleh perempuan di Indonesia yang diakibatkan dari sistem patriarkhi yang dianut oleh mayoritas masyarakat budaya di Indonesia :
Anak perempuan jarang bersekolah tinggi misalnya melanjutkan sekolah di SMP/SMU, apalagi ke Perguruan Tinggi. Mereka hanya tamat Sekolah Dasar, setelah itu tinggal di rumah membantu orangtua membanting tulang mencari nafkah dan biaya pendidikan untuk saudara laki-laki. Akibat dari pendidikan yang rendah ini, perempuan semakin terpinggirkan dan tinggal dalam kebodohan dengan dalih kodrat.
2
(19)
2. Kawin paksa
Ini juga sudah menjadi tradisi. Banyak alasan mengapa terjadi kawin paksa. Umpamanya, orangtua perempuan memaksa anaknya untuk kawin supaya ia mendapat penghormatan dari orang lain, segera mendapat cucu, merasa berutang budi kepada pihak laki-laki, meringankan beban keluarga, calon menantu kebetulan orang kaya sehingga derajatnya di tengah masyarakat akan meningkat, dan masih banyak alasan lain.
3. Tidak berhak mengemukakan pendapat
Di kebanyakan budaya di Indonesia, perempuan tidak boleh angkat bicara, sekalipun keputusan itu merugikan dirinya sendiri. Dalam hal suami-istri, seandainya suami tidak ada di rumah sementara ada satu hal penting yang harus diputuskan saat itu juga, maka istri tidak boleh mengambil keputusan sendiri, melainkan harus menunggu suami pulang atau bila ada ayah mertuanya, maka itulah yang bisa membantu memberi keputusan. Dalam musyawarah adat, perempuan tidak dilibatkan. Mereka hanya menunggu apa yang diputuskan oleh kaum lelaki.
4. Anak perempuan tidak membawa rejeki
Pada masyarakat Nias dan Cina, bila seorang ibu melahirkan anak pertama perempuan, maka keluarga tersebut akan sangat kecewa, sebab yang paling diharapkan lahir adalah anak laki-laki yang dianggap sebagai pembawa rejeki dan generasi penerus. Perempuan dianggap kurang penting, inferior, dan tidak berkompeten memegang satu jabatan.
(20)
5. Peminggiran terhadap Janda dan Perawan Tua.
Bagi perempuan yang sudah menyandang status janda dan perawan tua sudah barang tentu mereka kurang diperhitungkan dan difungsikan dengan alasan kurang mampu apalagi bila kondisi sosial ekonomi yang tidak memadai.
6. Pemuas kaum lelaki
Posisi perempuan ditempatkan sebagai pemuas kebutuhan biologis saja dan melupakan kebutuhan sosial lainnya.
7. Mengalami kekerasan
Karena posisi perempuan cenderung lebih rendah di mayoritas budaya patrilineal, cenderung terjadi kekerasan kepada perempuan. Kekerasan yang terjadi bukan hanya terbentuk secara fisik melainkan juga secara non fisik. Selain dari pada sistem patriarkhi yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, terdapat isu-isu lainnya yang mencerminkan keadaan bias gender, dengan banyaknya akses yang lebih didominasi oleh laki-laki seperti, pemilihan Ketua Kelas, Ketua OSIS, Informal Leader, Pemimpin Upacara, yang lebih cenderung dikandidati oleh siswa laki-laki, juga pembedaan perlakuan guru terhadap siswa perempuan dan laki-laki, perwakilan sekolah, pemisahan blok denah tempat duduk antara perempuan dan laki-laki sampai dengan penggunaan seragam, dimana hal-hal demikian sepertinya menjadi hal yang biasa bagi masyarakat dan mungkin tidak menyadari bahwa telah terjadi bias gender disekeliling mereka.
Pengetahuan dan pemahaman manusia dimulai dengan adanya sosialisasi panjang dalam hidupnya. Banyak institusi yang memberikan pengetahuan kepada
(21)
masyarakat, termakasud juga Sekolah sebagai unit institusi pendidikan. Pada SMA N 17 sendiri, terletak di lingkungan masyarakat yang mayoritas berasal dari suku Batak Karo dan Batak Toba yang dikenal memiliki sistem patriarkhi yang sangat melekat dalam kehidupan berbudayanya, serta lokasi Sekolah berada di sekitar pinggiran kota Medan, yang sering diasumsikan oleh masyarakat bahwa daerah pinggiran kota akan mengalami dampak yang lebih kecil terhadap penyebaran informasi daripada kawasan pusat kota.
Ketertarikan untuk melakukan penelitian tentang pemahaman gender ini dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan gender yang tidak disadari oleh siswa-siswi yang duduk di bangku sekolah.
1.2 Perumusan Masalah
Dari yang telah diuraikan di latar belakang, adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah pemahaman gender pelajar sekolah umum, dalam hal ini pada siswa-siswi SMA N 17 Medan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui bagaimanakah pengetahuan pelajar SMA khususnya pada siswa-siswi SMA N 17 Medan mengenai konsep gender dan perbedaannya dengan jenis kelamin.
(22)
2. Untuk mengungkapkan berbagai kondisi gender yang terdapat dalam sistem sosial yang telah tersosialisasikan dalam waktu yang lama (membudaya).
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi Manfaat dari Penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang konsep Gender dan konstruksi sosial yang tersusun di dalam masyarakat,
2. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) untuk menambah dan memperkaya bahan referensi dan bahan penelitian serta sumber bacaan,
3. Secara kritis, hasil dari penulisan penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran dan kontribusi motivasi kepada mahasiswa untuk meningkatkan kualitas pengetahuan khususnya dalam ilmu teknologi informasi dan komunikasi.
(23)
1.5 Kerangka Teori
1.5.1 Konseptualisasi Gender: Pendekatan Konstruksi Sosial
Gender diartikan sebagai konstruksi sosiokultural yang membedakan karakteristik maskulin dan feminin. Gender berbeda dengan seks atau jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis. Pemahaman mengenai jenis kelamin laki laki sering berkaitan erat dengan gender maskulin dan jenis kelamin perempuan berhubungan dengan gender feminin, kaitan antara jenis kelamin dengan gender bukanlah merupakan korelasi absolut3
Menurut Chafetz (1991), ketidakseimbangan berdasarkan gender (gender inequality) mengacu pada ketidakseimbangan akses ke sumber-sumber yang langka . Hal ini disebabkan yang dianggap maskulin dalam suatu kebudayaan dapat dianggap feminin dalam budaya lain. Dengan kata lain, kategori maskulin atau feminin itu bergantung pada konteks sosial budaya setempat.
Gender membagi atribut dan pekerjaan menjadi maskulin dan feminin. Realitas sosial menunjukkan bahwa pembagian peran berdasarkan gender melahirkan suatu keadaan yang tidak seimbang saat perempuan menjadi tersubordinasi oleh laki laki. Hal ini yang disebut dengan ketimpangan gender. Analisis tentang gender dalam kegiatan ekonomi, misalnya, tidak dapat dipisahkan dari analisis tentang keluarga. Keluarga dan ekonomi merupakan dua lembaga yang saling berhubungan sekalipun tampaknya keduanya terpisah satu sama lain.
3
(24)
dalam masyarakat4
Sebagai konstruksi sosial budaya, gender terbentuk dari sejarah pengalaman manusia yang diinterpretasikan dan dimaknai berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Pembagian kerja secara seksual bersumber dari pengalaman awal manusia. Pada awal kehidupan manusia, berburu merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup dan berburu hampir selalu dilakukan oleh laki-laki. Perempuan dan anak-anak bergantung pada laki-laki untuk memperoleh daging. Pengalaman awal laki-laki yang berbeda dengan perempuan kemudian melahirkan anggapan yang berbeda terhadap . Ketidakseimbangan ini didasarkan pada keanggotaan kategori gender. Sumber-sumber yang penting itu meliputi kekuasaan barang-barang material, jasa yang diberikan orang lain, prestise, peranan yang menentukan, waktu yang leluasa, maknan dan perawatan medis, otonomi pribadi, kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan, serta kebebasan dari paksaan atau siksaan fisik.
Ketimpangan gender di dalam keluarga serta rendahnya otoritas perempuan dilihat pada sumber-sumber yang dianggap langka dan tidak memperhatikan, misalnya, mengapa ketimpangan semacam ini terjadi dan membentuk suatu realitas sosial serta mengapa ketimpangan tersebut dilestarikan oleh berbagai pihak.
Konstruksi sosial telah hadir untuk menjelaskan kecenderungan tersebut dengan cara melihat realitas sebagai sesuatu yang dibentuk secara sosial. Dalam hal ini, konstruksionisme sosial menekankan tentang bagaimana realitas keadaan dan pengalaman mengenai sesuatu diketahui dan diinterpretasikan melalui aktivitas sosial.
4
Chafetz, Janet Saltzman. The Gender Division of Labour and Reproduction of Female Disadvantage : Toward and Integreted Theory” dalam R. L. Blumber (ed). Gender Family and Economy : The Triple Overlap. Nebury Park : Sage Publikation.
(25)
dua jenis kelamin ini. Subordinasi perempuan itu tidak hanya bersifat kultural, tetapi juga berakar pada pembagian kerja berdasarkan gender.
Pembagian kerja ini bersumber pada asosiasi simbolis antara perempuan dengan alam (nature) dan laki laki dengan budaya (culture). Perempuan dengan fungsi reproduksinya diasosiasikan dengan domestik dan laki laki di lingkungan publik akhirnya melahirkan hubungan hubungan hierarkis, yakni laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
Nilai-nilai budaya yang membedakan peran laki-laki dan perempuan dalam realitas sosial dapat ditemukan dalam berbagai basis kebudayaan, seperti dalam lembaga-lembaga sosial, ajaran-ajaran agama, mitos mitos, simbol, serta praktik-praktik sosial lainnya. Nilai-nilai budaya ini bersifat objektif karena kebudayaan adalah milik publik.
Kajian Gender dan Relasi
Istilah Gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan bentukan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan. Pembedaan tersebut sangat dibutuhkan karena selama ini kita seringkali mencampuradukkan ciri manusia yang bersifat kodrati dan tidak berubah, dengan ciri manusia yang bersifat nonkodrati yang sebenarnya dapat berubah atau diubah. Dengan kata lain masyarakat tidak membedakan yang mana sebetulnya jenis kelamin (kodrat) dan yang mana gender.
(26)
Penanaman konsep gender dilakukan sebagai pengetahuan juga berupa penanaman sikap. Sehingga gendering merupakan konstruksi sosial-psikologis berarti secara historis dan budaya. Penanaman pengetahuan yang baru dan pembentukan sikap gender memerlukan langkah-langkah yang berbeda dengan pengetahuan lainnya mengingat gender merupakan suatu pemaknaan budaya yang telah melekat di masyarakat.
Dalam perkembangannya, sistem sosial, membentuk status, peran dan tanggung jawab sosial yang diberikan kepada setiap unit sosial yang berada di dalamnya. Status dan peran tersebut memberikan atribut secara tidak langsung kepada individu terhadap cara mereka berinteraksi di kelompok. Atribut tersebut memberikan memberikan tanggung jawab kepada individu akan berjalannya keharmonisan dalam kelompok dengan menciptakan aturan dan norma yang berfungsi sebagai pembatas atas perilaku individu agar sesuai dengan perilaku kelompok. Atribut yang terbentuk tersebut merupakan sebuah proses organis yang dibutuhkan untuk mendapatkan keteraturan dalam berinteraksi dalam sistem sosial.
Terjadi kontradiksi yang bias apabila atribut tersebut kemudian berbenturan dengan masyarakat yang memiliki sistem patriarkhi dalam tatanan budaya mereka. Sistem tersebut memberikan arti yang bias terhadap relasi antara laki-laki dan perempuan. Patriarkhi sendiri mnitikberatkan bahwa laki-laki memiliki nilai yang lebih daripada perempuan, sehingga seolah-olah terjadi perbedaan status dan peran antara laki-laki dan perempuan itu sendiri. Pembedaan tersebut menghasilkan ketidakadilan dan diskriminasi yang dialami oleh perempuan sebagai kaum “bawah”.
(27)
Fenomena adanya bias gender dapat tampil dalam bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender, seperti :
a. Marjinalisasi (pemiskinan),
Perempuan cenderung dimarginalkan, yaitu diposisikan dipinggir. Dalam rumah tangga, perempuan adalah konco wingking di dapur.
b. Subordinasi (penomorduaan),
Kaum perempuan harus tunduk kepada kaum laki-laki. Pemimpin (superordinat) hanya pantas dipegang oleh laki-laki, sedangkan perempuan hanya boleh menjadi yang dipimpin (subordinat).
c. Kekerasaan,
Kaum perempuan berada dalam posisi yang lemah, karenanya kaum perempuan sering menjadi sasaran tindak kekerasan (violence) oleh kaum laki-laki. Dalam masyarakat, bentuk kekerasan itu mulai dari digoda, dilecehkan, dipukul, dicerai sampai diperkosa.
d. Beban ganda
Akibat ketidakadilan gender itu, kaum perempuan harus menerima beban pekerjaan yang lebih berat dan lebih lama daripada yang dipikul kaum laki-laki. Dalam bekerja, laki-laki paling aktif makasimal bekerja rata-rata 10 jam/hari, sedangkan perempuan bekerja 18 jam/hari. Pada umumnya beban ini dianggap remeh oleh kaum laki-laki, karena secara ekonomi dinilai kurang berarti.
(28)
1.6 Defenisi Konsep Pemahaman Gender
Kemampuan individu yang berkaitan dengan pengetahuan terhadap penanaman peran, status, dan tanggung jawab sosial dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial.
Gender
Perbedaan tingkah laku antar jenis kelamin yang merupakan hasil bentukan masyarakat. Gender tidak bersifat biologis melainkan sebuah bentukan masyarakat melalui proses sosial-budaya yang panjang. Gender diartikan sebagai konstruksi sosiokultural yang membedakan karakteristik maskulin dan feminin. Gender berbeda dengan seks atau jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis (Moore, 1988, 1994:10)5
Pembedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan keadaan biologis (jasmani)
. Jenis Kelamin
6 . Konstruksi Sosial
Suatu proses pembangunan nilai, norma secara sosial yang dibangun berdasarkan hasil pikiran masyarakat. Konstruksi sosial cenderung menjadi kebiasaan dalam masyarakat dalam menilai suatu fenomena sosial.
5
Moore, hal. 10. Moore, Hendrietta. L. Feminism and Anthropology. Cambridge : Polity Press. 1998.
6
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka, Jakarta.2002
(29)
Ketidakadilan Gender
Secara konseptual ketidakadilan yang berbasis gender sebagai sebuah bentuk refleksif pendefinisian dan pembakuan atas peran-peran yang berbeda (yang seringkali diskriminatif) pada laki-laki dan perempuan terhadap sesuatu yang didasarkan atas pembagian kerja menurut kategori jenis kelamin dan asumsi ideologi patriarkhi. Akibat kuatnya ideologi gender yang patriarkhis yang berkembang di masyarakat ini, maka laki-laki dan perempuan tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan pilihan peran-peran sosial dan kultural karena secara faktual ketidakadikan gender telah termanifestasikan dalam pelbagai bentuk keyataan sosial, budaya, ekonomi, politik dan agama7
Bangunan atau lembaga yang dijadikan sebagai tempat untuk transfer ilmu pengetahuan, nilai dan norma yang terdapat di dalam kehidupan masyarakat
. Sekolah Umum
8
7
Faqih, Mansour. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997
8
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka, Jakarta.2002
. Pengajaran Sekolah umum berorientasi kepada pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan yang umum ataupun keseluruhan tentang lingkungan.
(30)
BAB II Kajian Pustaka
Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan9
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia sehingga seluruh negara menjadi terikat dan harus melaksanakan komitmen tersebut.
Disamping itu pengarusutamaan gender juga merupakan salah satu dari empat key cross cutting issues dalam Propenas. Pelaksanaan PUG diisntruksikan kepada seluruh departemen maupun lembaga pemerintah dan non departemen di pemerintah nasional, propinsi maupun di kabupaten/kota, untuk melakukan penyusunan program dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dengan mempertimbangkan permasalahan kebutuhan, aspirasi perempuan pada pembangunan dalam kebijakan, program/proyek dan kegiatan.
Disadari bahwa keberhasilan pembangunan nasional di Indonesia baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat sangat tergantung dari peran serta laki-laki dan perempuan sebagai pelaku dan pemanfaat hasil pembangunan. Pada pelaksanaannya sampai saat ini peran serta kaum perempuan belum dioptimalkan. Oleh karena itu program pemberdayaan perempuan telah menjadi agenda bangsa dan memerlukan dukungan semua pihak.
9
Kesetaraan dan Keadilan Gender. Rabu, 26 Desember 2006. 23.00 Wib
(31)
Penduduk wanita yang jumlahnya 49.9% (102.847.415) dari total (206.264.595) penduduk Indonesia merupakan sumber daya pembangunan yang cukup besar. Partisipasi aktif wanita dalam setiap proses pembangunan akan mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Kurang berperannya kaum perempuan, akan memperlambat proses pembangunan atau bahkan perempuan dapat menjadi beban pembangunan itu sendiri.
Kenyataannya dalam beberapa aspek pembangunan, perempuan kurang dapat berperan aktif. Hal ini disebabkan karena kondisi dan posisi yang kurang menguntungkan dibanding laki-laki. Seperti peluang dan kesempatan yang terbatas dalam mengakses dan mengontrol sumber daya pembangunan, sistem upah yang merugikan, tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah, sehingga manfaat pembangunan kurang diterima kaum perempuan.
Berbagai upaya pembangunan nasional yang selama ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik perempuan maupun laki-laki, ternyata belum dapat memberikan manfaat yang setara bagi perempuan dan laki-laki. Bahkan belum cukup efektif memperkecil kesenjangan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa hak-hak perempuan memperoleh manfaat secara optimal belum terpenuhi sehingga pembangunan nasional belum mencapai hasil yang optimal, karena masih belum memanfaatkan kapasitas sumber daya manusia secara penuh.
(32)
Faktor penyebab kesenjangan gender yaitu :
1. Tata nilai sosial budaya masyarakat, umumnya lebih mengutamakna laki-laki daripada perempuan (ideologi patriarkhi);
2. Peraturan perundang-undangan masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender; penafsiran ajaran agama yang kurang komprehensif atau cenderung tekstual kurang kontekstual, cenderung dipahami parsial kurang kholistik; kemampuan, kemauan dan kesiapan perempuan sendiri untuk merubah keadaan secara konsisten dan konsekwen.
Adanya kesenjangan pada kondisi dan posisi laki-laki dan perempuan menyebabkan perempuan belum dapat menjadi mitra kerja aktif laki-laki dalam mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik yang diarahkan pada pemerataan pembangunan.
Selain itu rendahnya kualitas perempuan turut mempengaruhi kualitas generasi penerusnya, mengingat mereka mempunyai peran reproduksi yang sangat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia masa depan.
1. Kondisi perempuan Indonesia
Secara keseluruhan indeks kualitas hidup manusia digambarkan melalui Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index (HDI) yang berada pada peringkat ke-96 pada tahun 1995 yang kemudian menurun ke peringkat 109 pada tahun 1998 dari 174 negara. Tahun 1999 berada pada peringkat 102 dari 162 negara dan tahun 2002, 110 dari 173 negara. Berdasarkan Human Development Report 2003,
(33)
HDI Indonesia menempati urutan ke-112 dari 175 negara, dibandingkan Negara-negara ASEAN lainnya seperti HDI Malaysia, Thailand, Philippina yang menempati urutan 59, 70 dan 77.
Sedangkan Gender related Development Index (GDI) berada pada peringkat ke-88 pada tahun 1995, kemudian menurun ke peringkat 90 (1998) dan peringkat 92 (1999 dari 146 negara). Kemudian pada tahun 2002 pada peringkat 91 dari 144 negara GDI inipun masih tertinggal dibandingkan dengan-negara di ASEAN seperti Malaysia, Thailand, Philippina yang masing-masing berada pada peringkat 54, 60, 63. Berdasarkan hasil Survey Penduduk 2000 diketahui jumlah penduduk Indonesia sebesar 206.264.595 orang. Jumlah laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan perempuan, (50,1% di antaranya laki-laki dan 49,9% perempuan).
Indeks pembangunan manusia skala internasional dan nasional dilihat dri tiga aspek yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Kondisi dan posisi perempuan meliputi 3 (tiga) aspek tersebut di atas sebagai berikut:
1) Pendidikan
Ketertinggalan perempuan dalam bidang pendidikan tercermin dari presentase perempuan buta huruf (14,54% tahun 2001) lebih besar dibandingkan laki-laki (6,87%), dengan kecenderungan meningkat selama tahun 1999-2000. Tetapi pada tahun 2002 terjadi penurunan angka buta huruf yang cukup signifikan. Namun angka buta huruf perempuan tetap lebih besar dari laki-laki, khususnya perempuan kepala rumah tangga.
(34)
Menurut Satatistik Kesejahteraan Rakyat 2003, Angka buta huruf perempuan 12,28% sedangkan laki-laki 5,84%.
2) Kesehatan
Dibidang kesehatan dan status gizi perempuan masih merupakan masalah utama, yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI) 390/100.000 (SDKI 1994), 337/100.000 (SDKI 1997), dan menurun 307/100.000 (SDKI 2002).
3) Ekonomi
Di bidang ekonomi, secara umum partisipasi perempuan masih rendah, kemampuan perempuan memperoleh peluang kerja dan berusaha masih rendah, demikian juga dengan akses terhadap sumber daya ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang masih jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu 45% (2002) sedangkan laki-laki 75,34%. Sedangkan ditahun 2003 TPAK laki-laki lebih besar dibanding TPAK perempuan yakni 76,12% berbanding 44,81%. (BPS, Statistik Kesejahteraan Rakya, 2003).
2. Pengertian Kesetaraan dan Keadilan gender
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan
(35)
dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
3. Pengertian gender dan seks
Gender adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan Sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke waktu.
(36)
Seks/kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya.
Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman.
Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah Gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia.
Lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan.
4. Permasalahan Ketidakadilan Gender
Sesungguhnya perbedaan gender dengan pemilahan sifat, peran, dan posisi tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan. Namun pada kenyataannya perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bukan saja bagi kaum perempuan, tetapi juga bagi kaum laki-laki.
(37)
Berbagai pembedaan peran, fungsi, tugas dan tanggung jawab serta kedudukan antara laki-laki dan perempuan baik secara langsung maupun tidak langsung, dan dampak suatu peraturan perundang-undangan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidakadilan karena telah berakar dalam adat, norma ataupun struktur masyarakat.
Gender masih diartikan oleh masyarakat sebagai perbedaan jenis kelamin. Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi budaya tentang peran fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan perempuan. Kondisi demikian mengakibatkan kesenjangan peran sosial dan tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi, terhadap laki-laki dan perempuan. Hanya saja bila dibandingkan, diskriminasi terhadap perempuan kurang menguntungkan dibandingkan laki-laki.
Ketidakadilan gender merupakan suatu sistem dan struktur yang menempatkan laki-laki maupun perempuan sebagai korban dari sistem. Ketidakadilan gender tersebut termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, terutama pada perempuan; misalnya marginalisasi, subordinasi, stereotype/pelabelan negatif sekaligus perlakuan diskriminatif, kekerasan terhadap perempuan, beban kerja lebih banyak dan panjang. Manisfestasi ketidakadilan gender tersebut masing-masing tidak bisa dipisah-pisahkan, saling terkait dan berpengaruh secara dialektis.
(38)
5. Bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender a. Marginalisasi
Proses marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) yang mengakibatkan kemiskinan. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang ummunya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Beberapa studi dilakukan untuk membahas bagaimana program pembangunan telah meminggirkan sekaligus memiskinkan perempuan. Seperti Program revolusi hijau yang memiskinkan perempuan dari pekerjaan di sawah yang menggunakan ani-ani.
b. Subordinasi
Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh apabila seorang istri yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar negeri harus mendapat izin suami, tatapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin dari istri.
(39)
c. Pandangan stereotype
Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotype yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin, (perempuan). Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara. Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nakah utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.
d. Kekerasan
Berbagai bentuk tidak kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan, muncul dalam bebagai bentuk. Kekerasan yang terjadi bukan hanya serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik. Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga di dalam masyarakat itu sendiri.
(40)
Pelaku bisa saja suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga, majikan.
e. Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
(41)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan survei. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, serta mengklarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskriptifkan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang akan diteliti. Penelitian deskriptif tidak melakukan pengujian hipotesis dan tidak mempersoalkan jalinan antar variabel yang ada.
Penggunaan pendekatan kuantitatif digunakan untuk penentuan responden dan peroleh data dengan menggunakan media survei, sedangkan pendekatan kualitatif digunakan pada analisa data untuk memberikan penjelasan terhadap item-item yang dibahas secara ilmiah.
Pendekatan survei digunakan untuk mempermudah pencarian data tepat dipakai jika ingin meneliti kelakuan yang tidak dapat diamati. Dalam hal ini termasuk sesuatu pemahaman yang sangat pribadi, misalnya, mengenai pemahaman konsep gender berikut segenap aspeknya.
(42)
3.2 Lokasi Penelitian
Yang menjadi lokasi penelitian adalah SMAN 17 Jln. Jamin Ginting Km. 13 Medan. Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini adalah :
a. SMA N 17 merupakan Sekolah Menengah Atas yang berbasis pada penekanan pengetahuan umum, selain juga memiliki pelajaran Agama. Pengetahuan umum yang diterima para peserta didik juga diterima pelajar lainnya secara nasional.
b. Para anak didik yang berada di naungan SMA N 17 merupakan multikultural, yaitu berasal dari suku, agama dan etnis yang berbeda. Multikultural ini mengakibatkan keberanekaragaman pemahaman antar kultur. Dalam hal ini adalah pemahaman gender.
c. Lokasi dari SMA N 17, berada di wilayah penduduk yang mayoritas berasal dari suku Batak Karo dimana diketahui bahwa kedua suku tersebut memiliki keterlekatan terhadap sistem patriarkhi yang sangat kuat, dan berada di pinggir tata kota Medan yang diasumsikan lebih lambannya menerima informasi yang diterima daripada yang diterima oleh pusat kota.
3.3 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel a. Populasi
Dalam metode penelitian kata populasi digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. Oleh
(43)
karenanya, populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini ialah semua siswa/i yang ada di SMA N 17 dan MAN 1 Medan.
Tabel 1. Distribusi Siswi SMA Negeri 17 Medan Berdasarkan Kelas
KELAS KOMPOSISI
POPULASI
I 297
II 264
III 269
Jumlah 830
Sumber : Tata Usaha SMA N 17 Medan b. Sampel
Dengan populasi yang berstrata atau terbagi dalam tingkatan-tingkatan kelas, maka pengambilan sampel dilakukan dengan menetapkan jumlah sampel yang akan mewakili setiap tingkatan kelas untuk sebagai sampel penelitian.
Dalam penentuan jumlah sampel, maka penulis memutuskan untuk menggunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90%.
Sehingga dengan demikian, jumlah sampel yang diambil adalah sebagai berikut:
(44)
Jumlah sampel yang diambil dari SMAN 17 Medan, adalah : N
n = Keterangan : N (d)2 + 1
N = Populasi 830 n = Sampel n = d = Presisi
830 (0,1)2 + 1 830
n =
8,3 + 1 830
n = 9,3
n = 89,247 dibulatkan menjadi = 89
Maka untuk menentukan siswa-siswi yang berhak untuk dijadikan responden dari setiap tingkatan kelas, digunakan proporsional random sampling, dengan rumus :
n1 x n keterangan :
n = n : jumlah siswa
N n1 : jumlah sampel
N : jumlah populasi
Dengan perhitungan : Kelas I : n1 x n
n = N
(45)
297 x 89
= = 31,846 = 32 siswa 830
Kelas II : n1 x n n =
N 264 x 89
= = 28,308 = 28 siswa 830
Kelas III : n1 x n n =
N 269 x 89
= = 28,845 = 29 siswa 830
3.4Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Penelitian Lapangan (Field Research) dilakukan dengan mengumpulkan data dari responden secara langsung yang berkaitan dengan masalah Perbandingan Pemahaman Gender Antara Siswa/i Sekolah Umum dengan Sekolah Berbasis Agama. Alat pengumpulan data berupa lembaran pertanyaan (kuesioner) yang terkait dengan permasalahan penelitian yang dibagikan kepada responden yang kemudian di analisis untuk menjawab permasalahan penelitian.
(46)
b. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu mengadakan penelitian dengan jalan mengumpulkan data melalui studi kepustakaan, dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan objek yang diteliti.
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan kuesioner. Dalam kuesioner tersebut nantinya akan dibagi dalam tiga tipe, yaitu 10
1. Pertanyaan Latar (background question/classifier)
:
Digunakan untuk memperoleh karakteristik demografik dari kelompok yang sedang dikaji, seperti : usia, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Pertanyaan Closed-End atau Multiple Choice
Tipe ini digunakan untuk menentukan perasaan atau opini tentang isu tertentu dengan cara membolehkan responden memilih jawaban dari daftar yang sudah disediakan.
3. Pertanyaan Free-Response atau Open-End
Mempersyaratkan responden menjawab pertanyaan dengan kata-kata mereka sendiri.
10
Suhardono, Edy. Refleksi Metodologi Riset : PANORAMA SURVEY. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta : 2001.
(47)
3.5Teknik Analisis Data
Dalam penganalisaan data dilakukan dalam 2 tahapan, yaitu : 1. Persiapan.
Dalam tahapan ini dilakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan identitas responden, dan mengecek kelengkapan data seperti kekurangan lembaran instrumen.
2. Tabulasi.
Dalam tahapan ini termakasud didalamnya peng-coding-an sebagai usaha untuk menyederhanakan data dengan memberikan code atau skor pada item-item yang terdapat dalam instrumen penelitian. Setelah itu memasukkan data-data yang diperoleh pada tabel-tabel tertentu kemudian menghitungnya.
3. Tabel Tunggal
Data yang telah diperoleh dari tabulasi kemudian dianalisa secara deskriptif untuk memperoleh hasil secara ilmiah terhadap item-item pertanyaan.
(48)
3.6 Jadwal Penelitian
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian
No. Kegiatan
Bulan Ke -
1 2 3 4 5 6
1 Pengurusan Ijin Penelitian
2 Persiapan Instrumen Penelitian
3 Pengumpulan Data
4 Pengorganisasian Data
5 Interpretasi Data
6 Pengetikan
7 Penyuntingan
(49)
BAB IV
PENYAJIAN dan ANALISA DATA
4.1 Profil Sampel
Responden merupakan siswa-siswi SMA N 17 Medan yang duduk di kelas IX (9) – XII (12) dan masih aktif dalam kegiatan belajar di sekolah. Banyaknya sampel yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 89 siswa-siswi SMA N 17 Medan.
4.1.1 Jenis Kelamin Responden
Jenis kelamin responden yang diperoleh dari data di lapangan adalah sebagai berikut :
Tabel 3
Jenis Kelamin Sampel
Jenis Kelamin F %
Laki-laki 44 49,44%
Perempuan 45 50,56%
Jumlah 89 100,00%
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
4.1.2 Identitas Suku
Dari keseluruhan responden yang telah diteliti, diperoleh data identitas kesukuan dari keseluruhan sampel penelitian, yaitu :
(50)
Tabel 4
Identitas Suku Sampel
Identitas Suku F %
Karo 39 43,82%
Toba 16 17,98%
Jawa 28 31,46%
Mandailing 2 2,25%
Lainnya 4 4,49%
Jumlah 89 100,00%
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
4.1.3 Agama
Dari keseluruhan sampel yang telah mengisi kuesioner, maka diperolehlah data mengenai identitas keagamaan sampel, dimana hanya ada 3 agama yang menjadi agama mutlak yang dimiliki oleh keseluruhan sampel, yaitu :
Tabel 5 Agama Sampel
Agama F %
Islam 22 24,72%
Protestan 35 39,33%
Katolik 32 35,95%
Hindu 0 0,00%
Budha 0 0,00%
Jumlah 89 100,00%
(51)
4.1.4 Strata Kelas
Berikut adalah tingkatan kelas yang dimiliki oleh keseluruhan sampel penelitian.
Tabel 6 Strata Kelas Sampel
Strata Kelas F %
Kelas X 32 35,96%
Kelas XI 28 31,46%
Kelas XII 29 32,58%
Jumlah 89 100,00%
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
4.2 Penyajian Data
Data yang telah terkumpul dari lapangan penelitian disajikan dalam bentuk tabel sebagai bahan dasar analisis penelitian. Penyajian data dalam bentuk tabel adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai proporsi kategori pertanyaan yang diberikan dalam kuesioner.
4.2.1 Data Sistem Patriarkhi dan Isu Gender
Ada 19 pertanyaan yang diberikan pada sub bagian Sistem Patriarkhi dan Isu Gender. Berikut adalah penyajian hasil yang diperoleh di lapangan.
(52)
4.2.1.1 Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Jenis Kelamin
Dari pertanyaan “Apakah anda mengetahui arti dari jenis kelamin”, dari responden, diperoleh hasil demikian :
Tabel 7
Komposisi Jawaban Terhadap Pemahaman Jenis Kelamin
No. Jawaban
Responden
Kelas I Kelas II Kelas III
F % F % F %
1 Ya 30 93,75 27 93,43 28 96,55
2 Ragu-ragu 2 6,25 1 3,57 1 3,45
3 Tidak 0 0,00 0 0,00 0 0,00
4 Lainnya 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,00 Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 85 responden menyatakan bahwa mereka mengetahui arti dari jenis kelamin, sementara itu juga masih terdapat 4 responden yang menyatakan mereka ragu apakah mereka mengetahui tentang arti jenis kelamin.
4.2.1.2 Pengetahuan Responden Terhadap Arti Konsep Jenis Kelamin
Menurut responden, dengan pertanyaan “Jika ya, Apakah jenis kelamin itu?”, maka tergambarlah pengertian dari jenis kelamin dari tabel berikut :
(53)
Tabel 8
Komposisi Jawaban Tentang Pemahaman Terhadap Arti Jenis Kelamin
No. Jawaban Responden Kelas I Kelas II Kelas III
F % F % F %
1 Laki-laki memiliki penis dan
perempuan memiliki vagina 25 78,125 22 78,57 24 82,76 2 Laki-laki maskulin dan
perempuan feminim 1 3,125 0 0,00 2 6,9
3 Laki-laki kuat dan perempuan
lemah 4 12,5 5 17,86 3 10,34
4 Lainnya 2 6,25 1 3,57 0 0,00
Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,00
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 71 responden menjawab bahwa mereka menyadari dengan benar jenis kelamin merupakan perbedaan secara biologis, yaitu ditandai dengan laki-laki memiliki penis dan perempuan memiliki vagina. 3 responden menjawab perbedaan secara sifat yang dimiliki oleh perempuan, 12 responden menjawab laki-laki dan perempuan berbeda secara kekuatan yang dimiliki.
4.2.1.3 Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Gender
Pernah tidaknya responden mendengar istilah Gender, dapat dilihat dari tabel berikut :
(54)
Tabel 9
Komposisi Jawaban Tentang Pengalaman Mendengar Istilah Gender
No. Jawaban
Responden
Kelas I Kelas II Kelas III
F % F % F %
1 Ya 28 87,5 19 67,86 22 75,86
2 Ragu-ragu 0 0,00 2 7,14 0 0,00
3 Tidak 3 9,375 6 21,43 7 24,14
4 Lainnya 1 3,125 1 3,57 0 0,00
Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,00
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 69 siswa mengakui bahwa mereka pernah mendengar istilah gender sebelumnya, 2 orang menjawab “ragu-ragu” kalau mereka pernah mendengar istilah tersebut, dan 16 orang merasa bahwa mereka tidak pernah mendengar istilah gender sebelumnya.
4.2.1.4 Pengetahuan Terhadap Arti dari Konsep Gender
Pengalaman responden mendengar istilah Gender tersebut tercermin dari penyajian data berikut dengan menggunakan pertanyaan “Apakah Gender itu?”
(55)
Tabel 10
Komposisi Jawaban Terhadap Pengertian Gender
No. Jawaban Responden Kelas I Kelas II Kelas III
F % F % F %
1
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan
jenis kelamin 24 75 21 75 18 62,08
2
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan
peran sehari-hari 0 0,00 2 7,14 4 13,79
3
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan
sifat (maskulin – feminim) 7 21,875 4 14,29 3 10,34
4 Lainnya 1 3,125 1 3,57 4 13,79
Jumlah 32 100,000 28 100,00 29 100,00
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
Menurut responden, dari tabel di atas terlihat bahwa gender merupakan perbedaan berdasarkan jenis kelamin dengan ditandai sebanyak 63 responden, berdasarkan peran sehari-hari sebanyak 6 responden, dan berdasarkan sifat (maskulin – feminis) sebanyak 14 responden.
4.2.1.5 Pendapat Responden Terhadap Kesamaan Arti dari Konsep Jenis Kelamin dan Gender
Apakah jenis kelamin sama dengan Gender memiliki pengertian yang sama menurut responden dapat dilihat dari tabel berikut :
(56)
Tabel 11
Komposisi Jawaban Terhadap Arti Yang Sama Antara Jenis Kelamin dan Gender
No. Jawaban
Responden
Kelas I Kelas II Kelas III
F % F % F %
1 Ya 18 56,25 16 57,14 13 44,83
2 Ragu-ragu 2 6,25 5 17,86 9 31,03
3 Tidak 11 18,75 6 21,43 6 20,69
4 Lainnya 1 3,125 1 3,57 1 3,45
Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,000
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 47 responden menganggap bahwa jenis kelamin dan gender memiliki arti yang sama, responden yang ragu terhadap kesamaan arti kedua konsep tersebut sebanyak 16 responden, 23 responden mengatakan bahwa jenis kelamin dan gender merupakan 2 konsep yang berbeda pengertiannya, dan 3 responden lainnya tidak menjawab.
4.2.1.6 Pengetahuan Responden Tentang Muatan Isu Gender yang Dikemas Dalam Pendidikan
Penulis mencoba untuk menelusuri kemampuan menilai para responden terhadap isu gender dalam pendidikan dengan menggunakan pertanyaan “Apakah guru atau buku teks pernah memuat isu gender? (Isu gender : perdagangan perempuan, peminggiran hak perempuan, pelecehan dan pelabelan negatif.)”, dan diperoleh hasil demikian :
(57)
Tabel 12
Komposisi Jawaban Terhadap Muatan Isu Gender Yang Dikemas Dalam Pendidikan
No. Jawaban
Responden
Kelas I Kelas II Kelas III
F % F % F %
1 Ya 20 62,5 22 78,57 21 72,42
2 Ragu-ragu 2 6,25 4 14,29 5 17,23
3 Tidak 9 28,125 2 7,14 2 6,9
4 Lainnya 1 3,125 0 0,000 1 3,45
Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,00
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
Dari tabel di atas terlihat bahwa muatan isu gender yang dikemas dalam pendidikan sekolah diingat oleh sebanyak 63 responden. Sementara responden lainnya menjawab “ragu-ragu” akan muatan berbau isu gender pernah diajarkan dalam proses belajar sebanyak 11 responden, sementara 13 responden menjawab “tidak” pernah mengingat akan pelajaran yang menganut muatan isu gender.
4.2.1.7 Data Tentang Persepsi Responden Terhadap Muatan Ajar Yang Bias Gender Dalam Buku Pelajaran SD
Dengan pertanyaan “Dalam buku pelajaran SD, Apakah anda pernah mendengar ungkapan Ayah membaca Koran dan Ibu memasak di dapur?”, didapatlah hasil yang demikian :
(58)
Tabel 13
Komposisi Jawaban Terhadap Muatan Bias Gender
No. Jawaban
Responden
Kelas I Kelas II Kelas III
F % F % F %
1 Ya 23 87.5 21 75 24 82.76
2 Ragu-ragu 0 0,00 2 7.14 0 0,00
3 Tidak 2 6.25 3 10.72 4 13.79
4 Lainnya 2 6.25 2 7,14 1 3.45
Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,00
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
Lebih dari setengah sampel, yaitu 68 responden mengatakan bahwa mereka mengingat dengan kutipan tersebut sewaktu mereka duduk di bangku SD, 2 responden ragu-ragu kalau mereka pernah melihat kutipan tersebut, sementara 9 responden mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak pernah melihat kutipan bahan ajar yang berbau bias gender tersebut.
4.2.1.8 Data Pengalaman Responden Ketika Mendapatkan Perlakuan Diskriminatif
“Apakah responden pernah merasa diabaikan karena memiliki jenis kelamin yang berbeda?”, berikut merupakan jawaban yang diperoleh dari responden di lapangan.
(59)
Tabel 14
Komposisi Jawaban Terhadap Pengabaian Karena Memiliki Jenis Kelamin Yang Berbeda
No. Jawaban
Responden
Kelas I Kelas II Kelas III
F % F % F %
1 Ya 10 31.25 10 35.72 5 17.23
2 Ragu-ragu 2 6.25 2 7,14 1 3.45
3 Tidak 19 59.375 15 53.57 19 65,53
4 Lainnya 1 3.125 1 3.57 4 13.79
Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,00
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
Sebanyak 25 responden merasa mereka pernah diperlakukan diabaikan karena jenis kelamin yang berbeda, 5 orang responden merasa ragu-ragu. Bertolak belakang dengan hal itu, sebanyak 53 responden mengatakan bahwa mereka tidak pernah diperlakukan demikian hanya karena memiliki jenis kelamin yang berbeda.
4.2.1.9 Reaksi Responden Terhadap Penerimaan Lapangan Kerja Yang Diskriminatif
Tanggapan dari responden, apabila sebuah pertambangan dibuka di daerah tempat tinggal responden dan hanya menerima salah satu jenis kelamin sebagai pekerjanya, apakah yang menjadi tanggapan dari responden?. Tabel berikut menggambarkan tanggapan dari responden sebagai berikut :
(60)
Tabel 15
Komposisi Jawaban Terhadap Penerimaan Lapangan Kerja Yang Diskriminatif
No. Jawaban
Responden
Kelas I Kelas II Kelas III
F % F % F %
1 Setuju 9 28,125 7 25 7 24,14
2 Ragu-ragu 1 3,125 2 7,14 7 24.14
3 Tidak Setuju 22 68,75 19 67,86 15 51,72
4 Lainnya 0 0,00 0 0 0 0,00
Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,00
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
Sebanyak 23 reponden setuju apabila dalam pekerjaan di pertambangan hanya dilakukan proses pencarian tenaga kerja yang hanya menerima satu jenis kelamin saja, 10 responden ragu-ragu dengan hal itu, dan yang menolak jenis penerimaan pekerja seperti tersebut sebanyak 56 responden.
4.2.1.10 Data Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Patriarkhi “Apakah anda mengetahui istilah patriarkhi” merupakan pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui apakah mereka mengetahui tentang istilah patriarkhi, dan hasilnya terlihat dalam tabel berikut :
(61)
Tabel 16
Komposisi Jawaban Data Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Patriarkhi
No. Jawaban
Responden
Kelas I Kelas II Kelas III
F % F % F %
1 Ya 12 37,5 11 39,28 12 41,38
2 Ragu-ragu 3 9,375 4 14,29 9 31,03
3 Tidak 15 46,875 12 42,86 8 27,59
4 Lainnya 2 6,25 1 3,57 0 0,00
Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,00
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
Dari tabel di atas terlihat bahwa sejumlah 35 responden mengetahui istilah Patriarkhi tersebut, 16 responden menjawab ragu-ragu kalau mereka mengetahuinya dan 35 responden mengaku mereka mengetahui istilah Patriarkhi dan hanya sebanyak 3 responden yang tidak menjawab pertanyaan tersebut.
4.2.1.11 Pengetahuan Responden Terhadap Arti dari Konsep Patriarkhi
Pada pertanyaan tentang arti dan Makna patriarkhi, para responden merespon dengan jawaban seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :
(62)
Tabel 17
Komposisi Jawaban Terhadap Pemahaman Arti Konsep Patriarkhi
No. Jawaban Responden Kelas I Kelas II Kelas III
F % F % F %
1
Laki-laki sebagai kepala dan
pembawa nama keluarga 11 34,375 15 53,57 15 51,72
2
Laki-laki sebagai penguasa dan perempuan sebagai yang
dikuasai 1 3,125 1 3,57 2 6,9
3
Perempuan sebagai kepala, pembawa nama keluarga dan
penguasa 11 34,375 3 10,72 0 0,00
4 Lainnya 9 28,125 9 32,14 12 41,38
Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,00
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 41 responden yang patriarkhi merupakan sistem nilai budaya dimana laki-laki sebagai kepala keluarga dan pembawa nama keluarga, 4 responden mengatakan laki-laki sebagai penguasa dan perempuan sebagai yang dikuasai, dan sebanyak 14 menganggap bahwa patriarkhi merupakan perempuan sebagai kepala, pembawa nama dan penguasa dalam keluarga, dan sejumlah 30 tidak memberikan tanggapan.
4.2.1.12 Data Tentang Sumber Responden Mendengar Konsep Patriarkhi
Jika responden menjawab mereka pernah mendengar istilah patriarkhi sebelumnya dan artinya, maka pastilah mereka mengetahuinya melalui beberapa sumber. Berikut merupakan data yang menggambarkan sumber pertama kalinya responden mengetahui patriarkhi.
(63)
Tabel 18
Komposisi Jawaban Terhadap Sumber Responden Mendengar Konsep Patriarkhi
No. Jawaban Responden Kelas I Kelas II Kelas III
F % F % F %
1 Keluarga 7 21,875 8 28,57 7 24,14
2
Sekolah, guru, buku
teks pelajaran 2 6,25 6 21,43 7 24,14
3
Media Televisi, Koran,
Majalah dan
sebagainya
16 50 8 28,57 8 27,58
4 Lainnya 7 21,875 6 21,43 7 24,14
Jumlah 32 100,00 28 100,00 29 100,00
Sumber : Kuesioner Penelitian 2008
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 22 responden mengatakan bahwa keluarga merupakan tempat dimana mereka pertama kalinya mendengar istilah patriarkhi, kemudian 15 responden mengatakan mereka mempelajari patriarkhi dari lingkungan sekolah, 32 responden menjawab media merupakan medium pertama kalinya mereka mengenal konsep tersebut.
4.2.1.13 Data Tentang Pengaruh Sosialisasi Mainan Pada Masa Kecil
Ketika responden ditanyakan mengenai pengalaman masa kecil mereka dalama menerima jenis permainan yang bias gender, maka didapatlah data seperti pada tabel di bawah ini :
(1)
Negeri 17 Medan, dimana lokasi dari sekolah ini dapat dikatakan berada di daerah sisi luar Kota Medan, sehingga diasumsikan bahwa arus informasi yang diterima akan lebih lamban dibandingkan dengan yang berada di daerah pusat kota. Selain itu juga, mayoritas penduduk sekitar yang merupakan Suku Karo yang dikenal memiliki sistem kekerabatan patrilineal menjadi pertimbangan tersendiri kenapa SMA N 17 menjadi objek penelitian.
Dari 830 siswa yang terdaftar, terdapatlah 89 orang yang menjadi sampel dimana untuk mendapatkan jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90%.
5.1.1 Sistem Patriarkhi dan Isu Gender
Hampir keseluruhan sampel, yaitu 79,82% (tabel 8, halaman 41) responden menyadari akan perbedaan yang dimiliki antara laki-laki dan perempuan. Responden (70,69%; tabel 10, halaman 43) tidak mengetahui dengan benar pengertian gender yang sebenarnya dan meletakkan pengertian gender sama dengan pengertian jenis kelamin. Kecilnya pemahaman responden terhadap pemahaman gender tercermin dari hampir lebih dari setengah jumlah responden (52,81%; tabel 11, halaman 44) mengatakan bahwa gender dan jenis kelamin memiliki pengertian yang sama.
Responden, berdasarkan pengalaman pribadi sewaktu SD, mengingat bahwa terdapat ungkapan-ungkapan yang sarat akan bias gender, walaupun demikian, dalam kehidupan sekolah, responden tidak mengalami adanya perlakuan diskriminasi.
(2)
104 Dalam sosialisasi nilai patriarkhi, media massa merupakan medium yang memegang peranan paling besar dan keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam arus sosialisasi gender, seperti penanaman sifat maskulin dan feminim begitu juga dengan penanaman peran dan tanggung jawab.
Dari data yang diperoleh, terlihat sektor publik dan domestik merupakan dua teritori yang dikua sai oleh laki-laki, walaupun responden meletakkan bahwa antara laki-laki dan perempuan seharusnya memiliki kesempatan yang sama dalam meniti karir
5.1.2 Ketidakadilan Gender
Keberanian seakan-akan hal yang absolut menurut responden (62,69%; tabel 26, halaman 59), meskipun begitu, bukan berarti anak laki-laki lebih cekatan daripada anak perempuan (56,09%; tabel 27, halaman 60), begitu juga dengan pekerjaan domestik bukan hanya milik perempuan (71,20%; tabel 29, halaman 62) .
Dalam kehidupan keluarga, terdapat pembagian peran dan tanggung jawab antara orang tua, dimana ibu merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam membesarkan anak sementara laki-laki sebagai pihak yang harus memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Responden mengakui, beban ganda dialami oleh kaum ibu (73,12%; tabel 33, halaman 66) Hal ini dipengaruhi oleh keadaan ibu yang mengalami hal demikian setelah seharian bekerja, ketika pulang ke rumah harus bekerja kembali untuk memenuhi kebutuhan domestik rumah tangga.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
(3)
Pelecehan seksual tampaknya menjadi sebuah kerancuan kepada responden. Mereka (73,14%; tabel 38, halaman 71) menganggap siulan kepada seorang perempuan bukanlah sebuah tindakan pelecehan, meskipun demikian, pelecehan seksual juga dapat dilakukan oleh perempuan.
Saluran informasi yang terhambat seakan-akan menjadi momok yang harus disalahkan dalam penyaluran penyetaraan gender kepada masyarakat. Banyak (51,55% responden; tabel 41, halaman 74) yang tidak mengetahui adanya Inpres No. 9 Tahun 2000, walaupun mereka (67,09%; tabel 42, halaman 75) mengetahui bahwa pemerintah, melalui MENEG PP telah melakukan perjuangan terhadap kesetaraan gender dalam pembangunan.
5.2 SARAN
Ketidakadilan gender kerap terjadi dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Ketidakadilan gender tersebut meletakkan perempuan seolah-olah menjadi mahluk yang tepat untuk dijadikan sasaran “kekuatan” dari laki-laki . Ketidakadilan gender tersebut dapat saja terbendung apabila terdapat kesepahaman antara laki-laki dan perempuan dalam mengelola peran dan tanggung jawab sosial.
Adapun saran yang dapat digunakan untuk menghindari ketidakadilan gender adalah sebagai berikut :
a) Kaum laki-laki hendaknya menghormati dan menghargai peran perempuan yang pada zaman ini sama pentingnya dengan laki-laki.
(4)
106 b) Kaum perempuan harus terus berjuang memikirkan dan berusaha
menggunakan peluang dan kesempatan untuk terpanggil dalam dunia publik.
c) Kaum perempuan harus mendukung semua gerakan dan program yang memberi kesempatan kepada perempuan untuk mendapat tempat/kedudukan yang wajar.
d) Kaum perempuan perlu mengorganisasikan diri. Untuk organisasi perempuan yang sudah ada diharapkan untuk meningkatkan mutunya supaya dapat menjadi tempat untuk melatih diri kaum perempuan secara profesional, yang tidak memandang golongan, jenis kelamin, suku dan agama.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Revisi V, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. 2002.
Burgin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Predana Media. 2005. Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada. 2005
Faqih, Mansour. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1997
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Ketiga. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 2002
Moore, Hendrietta. L. Feminism and Anthropology. Cambridge : Polity Press. 1998 Mosse, Julia, Cleves. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1996 R. L. Blumber(ed). Gender Family and Economy : The Triple Overlap. Nebury
Park : Sage Publication.
Singarimbun, Masri. Metodologi Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES. 1985
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2003
Suhardono, Edy. Refleksi Metodologi Riset : PANORAMA SURVEY. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 2001
Usman, Husaini. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2000 Kumpulan Wacana Mata Kuliah Sosiologi Gender
http://www.menegpp.go.id Safruddin Setia Budi. Mewujudkan Masyarakat Madani Melalui Pendidikan Dalam Perspektif Gender. Selasa, 25 Agustus 2007, 21.10 Wib.
Kesetaraan Gender dalam
(6)
108
Kritik Menuju Proses Pembelajaran yang Berkeadilan
Gender. Selasa, 18 September 2007, 22.10 Wib.
http://sriwijayapost-online.com/Perlakuan yang Salah Bentuk Diskriminasi Gender, Selasa, 18 September 2007, 2205 Wib.
http://www.depdiknas.go.id