Perawatan Penderita Stroke di Rumah oleh Keluarga Suku Batak Toba di Pematangsiantar

(1)

PERAWATAN PENDERITA STROKE DI RUMAH OLEH KELUARGA SUKU BATAK TOBA DI PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI Oleh Delima Siahaan

071101052

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, hikmat, dan penyertaanNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perawatan Penderita Stroke di Rumah oleh Keluarga Suku Batak Toba di Pematangsiantar”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian proposal ini, sebagai berikut:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp., MNS selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Rosina Tarigan, S.Kp, M.Kep, SpKMB, CWCC dan Lufthiani, S.Kep., Ns., M.Kes. selaku dosen penguji yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Ismayadi, SKep., Ns. selaku dosen pembimbing akademik yang membantu penulis dalam perkuliahan.

5. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf yang membantu memfasilitasi secara administratif.


(4)

6. Pihak RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar yang telah memberi izin dan informasi penelitian bagi penulis.

7. Seluruh responden yang telah bersedia berpartispasi selama proses penelitian berlangsung dan setiap anggota keluarga responden yang ikut mendukung penelitian ini.

8. Terima kasih kepada Ayahanda terkasih H.P Siahaan dan Ibunda L. Sitinjak tercinta yang selalu mendoakan dan menyayangi, memberikan dukungan baik moril maupun materil, dan senantiasa memberikan yang terbaik untuk penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada saudara-saudaraku Artha Siahaan, S.E., Margaretha Siahaan, S.Si., Megawati Siahaan, S.E., Jojor Siahaan, S.E., dan adikku Samuel Parningotan Siahaan yang selalu mendoakan, memotivasi, dan memberi semangat bagi penulis.

9. Terima kasih buat KTB penulis (Kak Grace, Tiwi, Vina) dan teman-teman koordinasi UP Fakultas Keperawatan USU (Trimurti, Dian, Dahlia, Novia, Tia, Fransiska, Rutami, Devi, dan Gita), serta terima kasih buat adik-adik KK penulis (Putri, Novia, Pesta, Sri Sihotang, dan Sri Rejeki) yang selalu sabar mendukung, memotivasi, dan berdoa bagi penulis.

10. Teman-teman Fakultas Keperawatan stambuk 2007 Wasli, Nova, Novri, Marli, dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih buat setiap kebersamaan yang boleh terjadi selama empat tahun ini dalam menyelesaikan studi di fakultas keperawatan.

11. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan penuh kasih melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

.

Medan, Juni 2011


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pengesahan Skripsi ... i

Prakata ... ... ii

Daftar Isi ... v

Daftar Skema ... vii

Daftar Tabel ... viii

Abstrak ... ix

Abstract ... x

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1.Latar Belakang ... 1

2.Pertanyaan Penelitian ... 5

3.Tujuan Penelitian ... 5

4.Manfaat Penelitian ... 5

Bab 2. Tinjauan Kepustakaan ... 7

1. Stroke ... 7

1.1 Defenisi Stroke... 7

1.2 Penyebab Stroke ... 7

1.3 Faktor Risiko Stroke ... 8

1. 3.1 Faktor Risiko Stroke yang Tidak Dapat Diubah .... 9

1.3.2 Faktor Risiko yang Dapat Dikontrol ... 9

1.4 Klasifikasi Stroke ... 11

1.5 Manifestasi Klinis Stroke ... 12

1.6 Rehabilitasi ... 15

2. Perawatan Penderita Stroke di Rumah ... 16

2.1 Membantu Aktivitas Fisik setelah Stroke ... 17

2.2 Menangani Kebersihan Diri ... 17

2.3 Menangani Masalah Makan dan Minum ... 19

2.4 Kepatuhan Program Pengobatan di Rumah ... 20

2.5 Mengatasi Masalah Emosional dan Kognitif ... 20

2.6 Pencegahan Cedera/ Jatuh ... 22

3. Konsep Keluarga ... 24

3.1 Definisi Keluarga ... 24

3.2 Ciri-Ciri Keluarga ... 24

3.3 Tipe Keluarga ... 24

3.4 Struktur Keluarga ... 26

3.5 Fungsi Pokok Keluarga ... 27

3.6 Peran Keluarga ... 28

4. Suku Batak Toba ... 28

3.1 Sejarah Suku Batak Toba ... 28

3.2 Pengobatan dalam Budaya Batak Toba ... 29

3.2.1 Obat Urut dan Tulang (Dappol Siburuk) ... 29

3.2.2 Pengobatan Tawar Mulajadi ... 30

Bab 3. Kerangka Konsep ... 31

1. Kerangka Konseptual ... 31


(7)

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 33

1. Desain Penelitian ... 33

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

3. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 34

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 34

5. Instrumen Penelitian ... 35

6. Validitas dan Reliabilitas ... 36

7. Teknik Pengumpulan Data ... 37

8. Analisa Data ... 38

Bab 5. Hasil dan Pembahasan ... 41

1. Hasil ... 41

2.Pembahasan ... 55

Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 80

1.Kesimpulan ... 80

2.Saran ... 81

Daftar Pustaka ... 84

Lampiran-lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 88

2. Instrumen Penelitian ... 89

3. Anggaran Biaya Penelitian... 95

4. Jadwal Penelitian ... 96

5. Surat Izin Penelitian ... 97

6. Surat Izin Pengambilan Data ... 98

7. Hasil Pengolahan Data dengan Komputerisasi ... 99


(8)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Perawatan Penderita Stroke di Rumah oleh Keluarga Suku Batak Toba ... 31


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar(n=26) ... 42

Tabel 5.2 Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam membantu aktivitas fisik setelah stroke (n=26) ... 43 Tabel 5.3 Kategori perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku

Batak Toba di Pematangsiantar dalam membantu aktivitas fisik setelah stroke (n=26) ... 44

Tabel 5.4 Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani kebersihan diri penderita stroke (n=26) ... 45

Tabel 5.5 Kategori perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani kebersihan diri penderita stroke (n=26) ... 46

Tabel 5.6 Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani masalah makan dan minum penderita stroke (n=26) ... 47 Tabel 5.7 Kategori perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku

Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani masalah makan dan minum penderita stroke (n=26) ... 48

Tabel 5.8 Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani kepatuhan program pengobatan penderita stroke (n=26) ... 49

Tabel 5.9 Kategori perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani kepatuhan program pengobatan di rumah penderita stroke (n=26) ... 50

Tabel 5.10 Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam mengatasi masalah kognitif dan emosional penderita stroke (n=26) ... 51 Tabel 5.11 Kategori perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku

Batak Toba di Pematangsiantar dalam mengatasi masalah kognitif dan emosional penderita stroke (n=26) ... 53

Tabel 5.12 Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Tobadi Pematangsiantar dalam pencegahan cedera/ jatuh penderita stroke ... 53 Tabel 5.13 Kategori perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku

Batak Toba di Pematangsiantar dalam pencegahan cedera/ jatuh penderita stroke (n=26) ... 54 Tabel 5.14 Kategori perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku


(10)

Judul : Perawatan Penderita Stroke di Rumah oleh Keluarga Suku Batak Toba di Pematangsiantar

Peneliti : Delima Siahaan

NIM : 071101052

Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2011

Abstrak

Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga merupakan segala tindakan yang dilakukan keluarga demi mempertahankan kesehatan penderita stroke, seperti membantu aktivitas fisik setelah stroke, menangani kebersihan diri, menangani masalah makan dan minum, kepatuhan program pengobatan di rumah, mengatasi masalah kognitif dan emosional, dan pencegahan cedera/ jatuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar. Desain penelitian ini adalah penelitian deskripsi dengan metode kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 26 responden dengan tehnik pengambilan sampel adalah

purposive sampling. Peneliti menentukan kriteria sampel yaitu keluarga suku

Batak Toba asli, merupakan keluarga kandung dengan penderita stroke, dan bersedia menjadi responden. Hasil penelitian menunjukkan perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dikategorikan baik sebanyak 19 responden (73,1%) dan cukup baik sebanyak 7 responden (26,9%). Hasil penelitian juga menunjukkan adanya pantangan, anjuran/ kepercayaan, dan penggunaan obat tradisional dalam keluarga suku Batak Toba selama merawat anggota keluarganya yang sakit stroke. Penelitian ini hanya memperhatikan perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba. Maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi penggunaan pengobatan tradisional selama perawatan penderita stroke yang dilakukan keluarga di rumah serta pengaruh pengobatan tradisional terhadap pemulihan stroke.


(11)

Title : Care of Stroke Patients at Home by Batak Toba Tribe Family in Pematangsiantar

Name : Delima Siahaan

NIM : 071101052

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2011

Abstract

Care of stroke patients at home by a family is all actions taken to preserve the health of stroke patients, such as helping to physical activity after stroke, handle personal hygiene, dealing with eating and drinking, compliance with care programs at home, overcome cognitive and emotional problems, and injury prevention / fall. This study aims to identify stroke patients care at home by the Batak Toba tribe family in Pematangsiantar. The design of this study is a description of explorative with quantitative methods. The sample in this study were as many as 26 respondents with sampling technique was purposive sampling. Researchers determined that the sample criteria Toba Batak indigenous tribal families, the biological family with the stroke patients, and willing to be respondents. Results showed care of stroke patients at home by the Batak Toba family in Pematangsiantar 19 respondents (73,1%) good categorized and 7 respondents (26,9%) good enough categorized. The results also indicate the existence of taboos, the suggestion / belief, and the use of traditional medicine in Batak Toba families caring for a stroke patients in their family. This study concerned only patients with stroke care at home by the family of Toba Batak tribe. It is necessary to further research to identify factors that influence the use of traditional medicine for treatment of stroke patients who carried the family at home and the influence of traditional treatment of stroke recovery.


(12)

Judul : Perawatan Penderita Stroke di Rumah oleh Keluarga Suku Batak Toba di Pematangsiantar

Peneliti : Delima Siahaan

NIM : 071101052

Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2011

Abstrak

Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga merupakan segala tindakan yang dilakukan keluarga demi mempertahankan kesehatan penderita stroke, seperti membantu aktivitas fisik setelah stroke, menangani kebersihan diri, menangani masalah makan dan minum, kepatuhan program pengobatan di rumah, mengatasi masalah kognitif dan emosional, dan pencegahan cedera/ jatuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar. Desain penelitian ini adalah penelitian deskripsi dengan metode kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 26 responden dengan tehnik pengambilan sampel adalah

purposive sampling. Peneliti menentukan kriteria sampel yaitu keluarga suku

Batak Toba asli, merupakan keluarga kandung dengan penderita stroke, dan bersedia menjadi responden. Hasil penelitian menunjukkan perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dikategorikan baik sebanyak 19 responden (73,1%) dan cukup baik sebanyak 7 responden (26,9%). Hasil penelitian juga menunjukkan adanya pantangan, anjuran/ kepercayaan, dan penggunaan obat tradisional dalam keluarga suku Batak Toba selama merawat anggota keluarganya yang sakit stroke. Penelitian ini hanya memperhatikan perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba. Maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi penggunaan pengobatan tradisional selama perawatan penderita stroke yang dilakukan keluarga di rumah serta pengaruh pengobatan tradisional terhadap pemulihan stroke.


(13)

Title : Care of Stroke Patients at Home by Batak Toba Tribe Family in Pematangsiantar

Name : Delima Siahaan

NIM : 071101052

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2011

Abstract

Care of stroke patients at home by a family is all actions taken to preserve the health of stroke patients, such as helping to physical activity after stroke, handle personal hygiene, dealing with eating and drinking, compliance with care programs at home, overcome cognitive and emotional problems, and injury prevention / fall. This study aims to identify stroke patients care at home by the Batak Toba tribe family in Pematangsiantar. The design of this study is a description of explorative with quantitative methods. The sample in this study were as many as 26 respondents with sampling technique was purposive sampling. Researchers determined that the sample criteria Toba Batak indigenous tribal families, the biological family with the stroke patients, and willing to be respondents. Results showed care of stroke patients at home by the Batak Toba family in Pematangsiantar 19 respondents (73,1%) good categorized and 7 respondents (26,9%) good enough categorized. The results also indicate the existence of taboos, the suggestion / belief, and the use of traditional medicine in Batak Toba families caring for a stroke patients in their family. This study concerned only patients with stroke care at home by the family of Toba Batak tribe. It is necessary to further research to identify factors that influence the use of traditional medicine for treatment of stroke patients who carried the family at home and the influence of traditional treatment of stroke recovery.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah berhentinya suplai darah ke bagian otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak (Smeltzer & Suzane, 2001). Hal ini dapat terjadi karena pecahnya pembuluh darah atau terhalanginya asupan darah ke otak oleh gumpalan. Terhambatnya penyediaan oksigen dan nutrisi ke otak menimbulkan masalah kesehatan yang serius karena dapat menimbulkan kecatatan fisik mental bahkan kematian (WHO, 2010).

World Health Organisation (WHO) menyatakan bahwa sekitar 5, 5 juta orang di dunia meninggal akibat stroke pada tahun 2002 (Juniarti, 2008). Konferensi Stroke Internasional tahun 2008 yang diadakan di Wina, Austria, mengungkapkan bahwa jumlah kasus stroke di kawasan Asia terus meningkat (Jurnal Stroke, 2010). Projodisastro (2009) dalam Juniarti (2008) memperkirakan penyakit jantung dan stroke akan menjadi penyebab utama kematian di dunia pada tahun 2020. Selain itu, WHO (2004) dalam Aziz et al (2008) memprediksi bahwa jumlah kasus stroke akan meningkat sehubungan dengan peningkatan trend dalam populasi lanjut usia di seluruh dunia.

Data stroke yang dikeluarkan oleh Yayasan Stroke Indonesia menyatakan bahwa penderita stroke di Indonesia jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun (Jurnal Stroke, 2010). Berdasarkan penelitian Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 di 33 provinsi dan 440 kabupaten di Indonesia diperoleh hasil bahwa penyakit stroke merupakan pembunuh utama di kalangan penduduk perkotaan


(15)

(Riskesdas, 2007). Secara kasar, setiap hari ada dua orang Indonesia mengalami serangan stroke.

Penderita stroke tidak dapat disembuhkan secara total. Namun, apabila ditangani dengan baik maka dapat meringankan beban penderita, meminimalkan kecacatan, dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam beraktivitas. Smeltzer & Suzane (2001) menyatakan bahwa kira-kira dua juta orang penderita stroke yang mampu bertahan hidup mempunyai beberapa kecatatan. Sekitar 40% dari mereka memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Penelitian Van Excel, dkk (2005) terhadap 151 penderita stroke dan keluarganya menunjukkan bahwa anggota keluarga yang merawat penderita stroke rata-rata menghabiskan waktu 3,4 jam sehari untuk bersama penderita stroke (misalnya, mengantar ke dokter, mandi, dan berpakaian) dan 10,8 jam sehari untuk tugas mengawasi penderita stroke (misalnya, mengawasi saat jalan dan makan) (Bethesda Stroke Center, 2007).

Seringkali ketika pulang dari rumah sakit, pasien pasca stroke masih mengalami gejala sisa, misalnya keadaan kehilangan fungsi motorik (hemiplegi), kehilangan komunikasi atau kesulitan berbicara (disatria), gangguan persepsi, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, atau disfungsi kandung kemih, bahkan pasien pulang dalam keadaan bedrest total. Oleh karena itu, perawatan yang diberikan kepada penderita stroke harus dilakukan secara terus-menerus. Perawatan ini bertujuan agar kondisi klien membaik, risiko serangan stroke berulang menurun, tidak terjadi komplikasi, atau kematian mendadak. Oleh karena itu, perawat perlu mengkaji kebutuhan pasien dalam perawatan di rumah sehingga perawatan mampu dilakukan secara optimal oleh keluarga maupun


(16)

pasien sendiri di rumah secara terus-menerus demi tercapainya keadaan fisik yang maksimal (Smeltzer & Suzane, 2001).

Penderita stroke membutuhkan penanganan yang komprehensif, termasuk upaya pemulihan dan rehabilitasi dalam jangka lama, bahkan sepanjang sisa hidup penderita. Keluarga sangat berperan dalam fase pemulihan ini sehingga keluarga diharapkan terlibat dalam penanganan penderita sejak awal perawatan (Mulyatsih, 2008). Penderita stroke cenderung dapat mempertahankan kemampuannya untuk melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari jika mereka menerima pelayanan terapi dan perawatan di rumah. Terapi dan perawatan di rumah dapat menurunkan risiko kematian atau kemunduran dalam kemampuan melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari (Outpatient Service Trialist, 2003). Friedman (1998) menyatakan bahwa keluarga sangat mendukung masa penyembuhan dan pemulihan. David Reiss (1981) dalam Friedman (1998) berpendapat bahwa keluarga memiliki struktur nilai, norma dan budaya yang mempengaruhi segala tindakan yang akan dilakukan oleh keluarga. Keluarga juga dapat menciptakan paradigmanya sendiri, yaitu struktur yang menyangkut keyakinan-keyakinan bersama, ketetapan, dan asumsi-asumsi tentang dunia sosial. Keyakinan-keyakinan ini berasal dari pengalaman masa lalu keluarga. Sebuah nilai dari keluarga dan sistem keyakinan membentuk pola-pola tingkah lakunya sendiri dalam menghadapi masalah-masalah yang ada dalam keluarga. Keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai keluarga menentukan bagaimana sebuah keluarga akan mengatasi masalah kesehatan.

Provinsi Sumatera Utara memiliki beraneka ragam kebudayaan. Suku Batak Toba adalah adalah salah satu suku asli di Sumatera Utara. Data sensus


(17)

Badan Pusat Statistik pada tahun 2002 menunjukkan bahwa penduduk Sumatera Utara didominasi oleh suku Batak Toba (Widiantoro, 2008 dalam Pakpahan 2010).

Di Sumatera Utara, masih ada masyarakat suku Batak Toba yang menganut kepercayaan dari nenek moyang mereka. Kepercayaan ini membentuk pola pikir dan tingkah laku yang mempengaruhi orang Batak Toba dalam hal kesehatan. Salah satu kepercayaan dari masyarakat suku Batak Toba, yaitu apabila seseorang jatuh sakit maka tondi (roh) si sakit pergi ke suatu tempat meninggalkan tubuhnya. Bila ada anggota keluarga suku Batak Toba yang sakit, mereka akan membawa orang yang sakit ke Baso atau Datu (orang pintar atau dukun). Mereka percaya Baso dapat mengembalikan roh orang sakit. Masyarakat Batak Toba juga percaya bahwa ulos tondi dari hula-hula (saudara laki-laki ibu) dapat menyembuhkan dan mengobati penyakit. Selain itu, sebagian masyarakat Batak Toba yang tidak sembuh dari penyakitnya masih mencari pengobatan alternatif sebagai pilihan lain untuk mendapatkan kesembuhan.

Kepercayaan di atas membuat masyarakat suku Batak Toba memiliki keunikan tersendiri dalam hal kesehatan, termasuk dalam melakukan perawatan penderita stroke. Keluarga suku Batak Toba dengan anggota keluarga penderita stroke memiliki cara yang berbeda dalam melakukan perawatan di rumah. Adanya pantangan-pantang dalam suku Batak Toba dalam hal kesehatan dan keterlibatan pengobatan lain di luar pengobatan medis, membuat keluarga suku Batak Toba mempunyai cara tersendiri dalam merawat anggota keluarga yang sedang sakit. Fenomena yang terlihat dari masyarakat menunjukkan bahwa ada perlakuan yang berbeda yang dilakukan oleh keluarga suku Batak Toba dalam yang merawat


(18)

penderita stroke. Keluarga suku Batak Toba mulai melibatkan pengobatan dokter dalam merawat penderita stroke meskipun tidak dapat dipungkiri rendahnya pelayanan kesehatan membuat keluarga mencari cara lain di luar tindakan medis dalam merawat penderita stroke.

Berdasarkan uraian di atas, keluarga suku Batak Toba memiliki cara yang berbeda dalam melakukan perawatan penderita stroke di rumah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba.

2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Bagi Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk mengetahui perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba. Praktisi keperawatan, khususnya perawat komunitas, mampu memberikan pelayanan kesehatan di rumah kepada keluarga yang merawat penderita stroke dengan memperhatikan kepercayaan atau kebiasaan suku Batak Toba dalam merawat penderita stroke.


(19)

4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan tentang perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba.

4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi dan referensi untuk penelitian berikutnya yang berhubungan dengan perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Stroke 1.1 Defenisi Stroke

Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya suplai darah ke otak (Price& Wilson, 2005).

Stroke adalah suatu gangguan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Batticaca, 2008).

Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

1.2 Penyebab Stroke

Menurut Mutaqin (2008), penyebab stroke terdiri dari: a. Trombosis Serebral

Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan darah yang menyebabkan


(21)

iskemi serebral. Tanda dan neurologis sering kali memburuk pada 48 jam setelah trombosis

b. Hemoragi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk dalam perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak membengkak, sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.

c. Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah hipertensi yang parah, henti jantung-paru, curah jantung yang turun akibat aritmia.

d. Hipoksia Setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah spasme arteri serebral yang disertai dengan subaraknoid dan vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.

1.3 Faktor Risiko Stroke

Ada sejumlah faktor risiko yang dapat memicu terjadinya stroke. Menurut University of Pittsburgh Medical Center (2003) dan American Heart Association


(22)

(2007), ada dua jenis faktor risiko stroke yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah/ dikontrol dan faktor risiko yang dapat dikontrol.

1.3.1 Faktor Risiko Stroke yang Tidak Dapat Diubah

a. Usia

Stroke dapat menyerang segala usia, tetapi semakin tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan orang tersebut terserang stroke.

b. Jenis Kelamin

Laki-laki dua kali lebih berisiko daripada perempuan, tetapi jumlah perempuan yang meninggal akibat stroke lebih banyak.

c. Riwayat Keluarga

Keluarga dengan riwayat anggota keluarga pernah mengalami stroke berisiko lebih besar daripada keluarga tanpa riwayat stroke.

d. Ras

Ras Afrika-Amerika mempunyai risiko yang lebih tinggi mengalami kematian dan kecatatan akibat stroke dibandingkan dengan ras kulit putih.

1.3.2 Faktor Risiko yang Dapat Dikontrol

a. Tekanan Darah Tinggi

Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama penyebab stroke. b. Merokok

Merokok dapat mengakibatkan rusaknya pembuluh darah dan peningkatan plak pada dinding pembuluh darah yang dapat menghambat sirkulasi darah. Nikotin dari rokok dapat meningkatkan tekanan darah.


(23)

c. Diabetes Melitus

Penyakit diabetes mellitus dapat mempercepat timbulnya plak pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya stroke iskemik. Penderita diabetes cenderung menderita obesitas. Obesitas dapat mengakibatkan hipertensi dan tingginya kadar kolesterol, di mana keduanya merupakan faktor risiko stroke.

d. Obesitas

Peningkatan berat badan dapat meningkatkan risiko stroke. Obesitas juga dapat menimbulkan faktor risiko lainnya seperti tekanan darang tinggi, tingginya kolesterol jahat, dan diabetes.

e. Penyakit pada Arteri Carotid dan Arteri Lainnya

Pembuluh darah arteri carotid merupakan pembuluh darah utama yang membawa darah ke otak dan leher. Rusaknya pembuluh darah carotid akibat lemak menimbulkan plak pada dinding arteri sehingga menghalangi aliran darah di arteri.

f. Kurangnya Aktivitas Fisik

Latihan penting untuk mengontrol faktor risiko stroke, seperti berat badan, tekanan darah, kolesterol, dan diabetes.

g. Alkohol, Kopi, dan Penggunaan Obat-Obatan

Konsumsi alkohol meningkatkan risiko stroke. Minum alkohol lebih dari satu gelas pada pria dan lebih dua gelas pada pria dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Selain itu, minum tiga gelas kopi sehari dapat meningkatkan tekanan darah dan risiko stroke. Penggunaan obat-obatan


(24)

seperti kokain dan amphetamine merupakan risiko terbesar terjadinya stroke pada dewasa muda.

h. Kurang Nutrisi

Diet tinggi lemak, gula, dan garam meningkatkan risiko stroke.Penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumsi 5 porsi buah dan sayur sehari dapat mengurangi risiko stroke sebesar 30%.

i. Stres

Penelitian menunjukkan hubungan antara stress dengan mempersempit pembuluh darah carotid.

j. Estrogen

Pemakaian pil KB atau Hormone Replacement Theraphy (HRT) yang mengandung estrogen dapat mengubah kemampuan penggumpalan darah yang dapat mengakibatkan stroke.

1.4 Klasifikasi Stroke

Menurut Muttaqin (2008), stroke dikelompokan atas dua yaitu: a. Stroke Hemoragi

Stroke hemoragi merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu. Stroke in biasanya kejadiannya saat melakukakn aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi pada saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.


(25)

b. Stroke Nonhemoragik

Stroke nonhemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral. Stroke ini biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.

1.5 Manifestasi Klinis Stroke

Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Suzane (2001) adalah: a. Kehilangan motorik

Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.

b. Kehilangan komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:

1) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk berbicara.

2) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara) yang terutama ekspresif atau reseptif.


(26)

3) Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

c. Gangguan persepsi

Gangguan persepsi merupakan ketidakmampuan menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual spasial, dan kehilangan sensori.

1) Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Hominus heminopsia (kehilangan setengah lapang pandang) dapat terjadi karena stroke dan mungkin sementara atau permanen. Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis. Kepala pasien berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi tersebut. Hal ini disebut amorfosintesis. Pada keadaan ini, pasien tidak mampu melihat makanan pada setengah mampan dan hanya setengah ruangan yang terlihat.

2) Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh.

3) Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta


(27)

kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik

Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori, atau intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respon alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologik lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilits emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.

e. Disfungsi kandung kemih

Pasien pasca stroke mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan menggunakan urinal/ bedpan karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang-kadang setelah stroke, kandung kemih menjadi atonik, dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Inkontinensia ani dan urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologik luas.


(28)

1.6 Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke. Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh kembali apa yang mungkin dapat dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi tubuh pada penderita stroke (Stroke and Heart Foundation, 2010).

Lumbantobing (2004) menyatakan bahwa tujuan rehabilitasi ialah menjaga atau meningkatkan kemampuan jasmani, rohani, keadaan ekonomi dan kemampuan kerja semaksimal mungkin. Berbagai usaha dilakukan untuk mencapai tujuan ini, diantaranya terapi fisik/ fisioterapi, latihan bicara, latihan mental, terapi okupasi, psikoterapi , memberi alat bantu, ortotik prostetik, dan olah raga.

Bentuk tindakan di atas tentunya disesuaikan dengan berat ringan cacat, bentuk cacat, kemampuan atau tingkat mental penderita. Young & Forster (2007) dan Duncan et al (2005) menyatakan bahwa penanganan rehabilitasi merupakan pendekatan multidisiplin, beberapa ahli di berbagai bidang bekerja sama, misalnya dokter keluarga, ahli rehabilitasi medik, ahli saraf, perawat dan anggota keluarga. Koordinator tindakan rehabilitasi ini sebaiknya dipegang oleh dokter keluarga, yang lebih banyak mengetahui penderita, keluarganya, latar belakang pendidikannya, serta tugas jabatan. Dokter keluarga dapat bertidak sebagai motivator, memberi bimbingan dan petunjuk kepada penderita dan keluarganya (Bradford Institute for Health Research, 2010).


(29)

2. Perawatan Penderita Stroke di Rumah

Menurut Batticaca (2008), penanganan dan perawatan penderita stroke di rumah antara lain, berobat secara teratur ke dokter, tidak menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter, meminta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh, memperbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah, membantu kebutuhan klien, memotivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik, memeriksakan tekanan darah secara teratur, dan segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.

Vallery (2006) dalam Agustina,dkk (2009) mengemukakan bahwa pasien dan orang yang merawat/ keluarga perlu menyadari semua tantangan dan tanggung jawab yang akan dihadapi sebelum meninggalkan rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi lain. Meskipun sebagian besar pasien telah mengalami pemulihan yang cukup bermakna sebelum di pulangkan, sebagian masih memerlukan bantuan untuk turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian, makan, dan berjalan. Keluarga sebaiknya mengetahui tentang layanan komunitas lokal yang dapat memberikan bantuan, termasuk dokter keluarga, perawat kunjungan rumah, ahli fisioterapi, petugas sosial, ahli terapi wicara, dan layanan relawan. Kebutuhan pasien pasca rawat dapat meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual.

Berikut ini merupakan perawatan penderita stroke yang dapat dilakukan oleh keluarga di rumah.


(30)

2.1 Membantu aktivitas fisik setelah stroke

Penderita stroke perlu melakukan kembali aktivitas sebelumnya sebanyak mungkin. Jenis aktivitas yang mungkin dilakukan bergantung pada efek stroke. Penderita stroke yang tidak banyak mengalami masalah fisik dapat mencoba berjalan, menggunakan sepeda statis, dan melakukan aktivitas olahraga yang biasa mereka lakukan. Penderita stroke yang masalahnya lebih berat, misalnya penderita stroke dengan hemiplegia, mungkin memerlukan bantuan ahli fisioterapi atau spesialis olahraga. Secara umum, seperti pada orang lain, sebaiknya penderita stroke melakukan sekitar setengah jam aktivitas yang menyebabkan pasien merasa hangat, sedikit terengah-engah, dan sedikit berkeringat, tiga kali seminggu atau lebih. (Thomas, 2000).

Penderita stroke dengan masalah orientasi ruang atau apraksia sering membutuhkan bantuan untuk mengenakan busana karena ketidakmampuan menggunakan kedua lengan dengan benar, bahkan meskipun mereka tidak mengalami kelemahan yang nyata pada anggota badan. Penderita stroke dengan masalah orientasi ruang atau apraksia kadang-kadang mengenakan busana di bagian yang salah dan sering tidak dapat memasukkan kancing. Penting bagi orang yang merawat penderita untuk berhati-hati agar sendi yang lumpuh tidak teregang, terutama sendi bahu. (Graham, 2006).

2.2 Menangani kebersihan diri

Penderita stroke juga memerlukan bantuan keluarga dalam memenuhi perawatan diri. Kemunduran fisik akibat stroke menyebabkan kemunduran gerak fungsional baik kemampuan mobilisasi atau perawatan diri (Pudjiastuti, 2003).


(31)

Perawatan kulit sangat penting untuk mencegah dekubitus (luka karena tekanan) dan infeksi kulit. Adanya dekubitus dan infeksi luka menunjukkan bahwa perawatan penderita stroke kurang optimal. Keduanya sebaiknya dicegah karena dekubitus dapat menimbulkan nyeri dan memiliki proses penyembuhan luka yang lama dan jika terinfeksi, luka ini dapat mengancam nyawa. Penderita stroke dapat mengalami dekubitus karena berkurangnya sensasi dan mobilitas. Inkontinensia, malnutrisi, dan dehidrasi juga meningkatkan risiko timbulnya dekubitus dan menghambat proses penyembuhan luka (Leigh, 2005).

Penderita stroke yang tidak dapat bergerak harus sering digerakkan dan direposisi. Hal yang perlu diperhatikan keluarga dalam perawatan kulit dapat meliputi perhatian terhadap kondisi seprai tempat tidur penderita stroke harus terpasang kencang dan perhatian terhadap bagian-bagian tubuh yang paling berisiko pada penderita yang hanya dapat berbaring atau duduk di kursi roda, antara lain punggung bawah (sakrum), paha, tumit, siku, bahu, dan tulang belikat (skapula). Keluarga dapat menggunakan spons kering untuk membantali titik-titik tekanan ini sekali sehari agar mencegah tertekannya saraf dan terbentuknya dekubitus. Keluarga memeriksa ada tidaknya abrasi, lepuh, dan kemerahan kulit yang tidak hilang ketika ditekan karena hal-hal ini menunjukkan awal dekubitus. Selain itu, kulit penderita stroke harus dijaga kering dan diberi bedak (Leigh, 2005).

Stroke dapat mempengaruhi indra penglihatan. Jika penderita stroke selalu membuka mata dalam jangka panjang, maka mata mereka dapat mengering dan menyebabkan infeksi dan ulkus kornea. Keluarga dapat menggunakan kain lembab yang bersih untuk membersihkan kelopak mata pasien jika diperlukan.


(32)

Jika pasien selalu membuka mata dalam jangka panjang, maka mata mereka dapat mengering dan menyebabkan infeksi dan ulkus kornea. Untuk mencegah hal ini, keluarga dianjurkan penggunaan pelumas, salep, atau air mata buatan yang dapat dibeli bebas (Edmund, 2007).

Penderita stroke yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus membersihkan mulutnya dengan sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap sekitar satu jam. Perawatan mulut yang teratur sangat penting, terutama untuk penderita yang sulit atau tidak dapat menelan (Edmund, 2007).

2.3 Menangani masalah makan dan minum

Penderita stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan seimbang dengan cukup serat, cairan (2 liter atau lebih sehari), dan miktonutrien. Jika nafsu makan penderita berkurang maka penedrita stroke dapat diberi makanan ringan tinggi-kalori yang lezat dalam jumlah terbatas setiap 2-3 jam, bersama dengan minuman suplemen nutrisional. Penderita stroke harus makan dalam posisi duduk, bukan berbaring, untuk mencegah tersedak dan pneumonia aspirasi (John, 2004; Lotta, 2006; David 2002).

Keluarga dapat elakukan modifikasi dalam penggunaan alat makan penderita stroke, seperti meletakkan antiselip pada alas piring atau menggunakan piring yang cekung sehingga makanan tidak mudah tumpah. Keluarga dapat juga menyediakankan alat-alat bantu untuk penderita stroke yang makan dengan satu tangan, seperti mangkuk telur yang dapat ditempelkan pada meja (John, 2004; Lotta, 2006; David 2002).


(33)

2.4 Kepatuhan program pengobatan di rumah

Pelayanan kesehatan berperan dalam upaya promotif, pencegahan, diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan (rehabilitasi) suatu penyakit (Maryam, 2008). Dukungan keluarga diketahui sangat penting dalam kepatuhan terhadap program pengobatan jangka panjang (Schatz, 1988 dalam Stanley, 2006). Keluarga bertanggung jawab terhadap semua prosedur dan pengobatan anggota keluarga yang sakit, seperti menggunakan obat menggunakan alat-alat khusus, dan menjalankan latihan (Friedman, 1998).

2.5 Mengatasi Masalah Emosional dan Kognitif

Sebagian masalah emosional muncul segera setelah stroke, sebagai akibat kerusakan di otak. Hampir 70% pasien stroke sedikit banyak mengalami masalah emosional, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung, atau depresi. Terdapat bukti bahwa orang yang menderita depresi pasca stroke memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar meninggal dalam 10 tahun dibandingkan dengan penderita stroke tanpa depresi. Namun, jika penderita stroke dan orang yang merawatnya menyadari masalah ini, biasanya ada hal-hal yang dapat dikerjakan untuk mengatasi masalah tersebut (Lotta, 2006).

Ketidakmampuan seseorang untuk mengekspresikan dirinya sendiri akibat masalah bahasa dapat menimbulkan sikap mudah marah. Masalah emosional lain timbul pada tahap lebih belakangan, misalnya sewaktu pasien akhirnya menyadari dampak penuh stroke atas kemandirian mereka.

Orang yang pernah mengalami stroke sangat rentan terhadap perubahan dalam situasi mereka, terutama jika mereka akan meninggalkan rumah sakit atau


(34)

saat mereka pertama kali keluar rumah untuk berjalan-jalan. Ini merupakan reaksi fisiologis normal, dan penderita stroke harus didorong untuk membahas kekhawatiran mereka akan karier serta anggota keluarga sehingga masalah tersebut dapat diatasi sebanyak mungkin (Lotta, 2006).

Pada sebagian besar kasus, masalah emosional mereda seiring waktu, tetapi ketika terjadi, masalah itu dapat menyebabkan penderita stroke menolak terapi atau kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat memengaruhi pemulihan penderita. Masalah emosional reaktif ini sering dapat dikurangi secara substansial dengan mendorong penderita stroke membicarakan ketakutan dan kemarahan mereka. Penderita stroke harus merasa bahwa mereka adalah anggota keluarga yang berharga. Penting bagi keluarga untuk mempertahankan lingkungan rumah yang suportif, yang mendorong timbulnya perhatian orang lain dan aktivitas waktu luang, misalnya membaca, memasak, berjalan-jalan, berbelanja, bermain, dan berbicara. Penderita stroke yang keluarganya atau orang yang merawatnya tidak suportif dan yang memiliki kehidupan keluarga yang tidak berfungsi cenderung memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan dengan penderita lainnya. Sebagian penderita stroke mungkin merasa nyaman jika mereka berbagi pengalaman mereka dengan penderita stroke lain (Lotta, 2006).

Masalah emosional penderita stroke dapat diatasi dengan konseling individual atau terapi kelompok. Psikoterapi juga dapat membantu sebagian penderita, misalnya mereka yang mengalami apatis berat, depresi, tak tertarik atau menentang pengobatan. Jika masalahnya menetap, terutama depresi, dokter mungkin menganjurkan obat antidepresan (misalnya, fluoksetin dan amitriptilin)


(35)

atau berkonsultasi dengan psikiater atau ahli psikologi klinis. Konsultasi dini biasanya dianjurkan untuk penderita stroke yang mengalami depresi berat, terutama mereka yang mungkin ingin bunuh diri (Lotta, 2006).

Masalah kognitif pada penderita stroke mencakup kesulitan berpikir, memusatkan perhatian, mengingat, membuat keputusan, menggunakan nalar, membuat rencana, dan belajar. Hal-hal ini sering menjadi komplikasi stroke, mengenai sekitar 64% dari penderita stroke yang selamat dan menyebabkan demensia pada 1 dari 5 penderita stroke usia yang lebih lanjut. Namun, bagi banyak penderita stroke, masalah kognitif yang ringan cenderung akan mereda seiring dengan waktu, dan kemampuan mereka akan pulih sepenuhnya (John, 2004).

Jika penderita stroke tidak dapat mengikuti instruksi di obat resep, orang yang merawat perlu menjamin bahwa penderita stroke minum obat dalam jumlah dan saat yang tepat. Ada baiknya dibuat bagan atau tabel tentang aktivitas harian, obat, dan kemajuan penderita stroke pada selembar kertas (John, 2004).

Penderita stroke dengan gangguan kognitif yang parah, misalnya demensia, jarang pulih sempurna dan dapat bertambah buruk seiring dengan waktu. Hal ini terutama berlaku pada orang berusia lanjut yang pernah mengalami beberapa kali stroke serta mengidap penyakit-penyakit lain (John, 2004).

2.6 Pencegahan cedera/ jatuh

Thomas (2000) dan Leigh (2005) menyatakan faktor risiko yang mempermudah pasien jatuh antara lain masalah ayunan langkah dan keseimbangan, obat-obat sedatif, kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari,


(36)

inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan berkurangnya kekuatan tungkai bawah.

Yudi (2007) menyatakan bahwa indikasi terbaik bahwa penderita stroke siap bergerak ke tingkat mobilitas vang lebih tinggi adalah kemampuan menoleransi tingkat mobilitas yang telah mereka capai. Demi alasan keamanan, sebaiknya ada satu atau dua orang asisten berdiri di samping penderita stroke dan membantu penderita, terutama pada tahap-tahap awal. Ketika berdiri atau berjalan, penderita stroke sebaiknya berupaya menggunakan tungkai mereka yang lumpuh dengan menopangkan beban badan mereka pada tungkai tersebut sebisa mungkin dan dengan memindahkan beban badan dari satu sisi tubuh ke sisi lainnya. Pada awalnya, penderita stroke harus mencoba hanya beberapa langkah kecil. Sesi latihan yang sering dan singkat, dengan peningkatan gerakan secara perlahan, merupakan cara yang paling aman dan efektif. Jika penderita stroke telah yakin dapat berjalan di lantai yang datar, mereka dapat mulai naik tangga, tetapi tetap memperhatikan bahwa susunan tangganya telah aman dan kuat.

Selain itu, Graham (2006) menyatakan jika penderita stroke menggunakan kursi roda, sebaiknya rumah mereka memiliki tangga, dibangun jalan masuk landai dari kayu atau beton. Keluarga juga mungkin perlu memperlebar pintu-pintu rumah agar penderita stroke dapat bergerak bebas di dalam rumah. Pemasangan kabel listrik yang aman, pegangan tangan di kamar mandi,, dan adaptasi rumah lainnya juga dapat membantu penderita stroke.


(37)

3. Konsep Keluarga 3.1 Definisi Keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional serta mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998).

Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluargalah, pendidikan kepada individu dimulai dan dari keluarga inilah akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka seyogyanya dimulai dari keluarga (Setiadi, 2008).

3.2 Ciri-Ciri Keluarga

Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton, ciri-ciri keluarga yaitu disatukan oleh hubungan perkawinan, berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan perkawinan yang disengaja dibentuk atau dipelihara, mempunyai suatu sistem tata nama (nomeclatur) termasuk perhitungan garis keturunan, mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak, dan merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga.

3.3 Tipe Keluarga

Tipe keluarga dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: Secara tradisional. Keluarga dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:


(38)

a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunan atau diadopsi atau keduanya.

b. Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).

Secara modern, keluarga dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Tradisional Nuclear, adalah keluarga inti (ayah, ibu, anak) tinggal dalam

satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam satu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.

b. Reconstituted Nuclear adalah pembentukan baru dari keluarga inti melalui

perkawinankembali suami/ istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.

c. Niddle Age/ Aging Couple adalah suami sebagai pencari uang, istri di

rumah, atau kedua-duanya bekerja, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/ perkawinan/ meniti karier.

d. Dyadic Nuclear adalah suami istri yang sudah berumur dan tidak

mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah.

e. Single Parent adalah satu orang tua kaibat perceraian atau kematian

pasangannya dan anak-anak dapat tinggal di rumah atau di luar rumah.

f. Dual Carrier adalah suami istri atau keduanya orang carier dan tanpa


(39)

g. Commuter Married adalah suami istri atau keduanya orang karier dan

tinggal terpisah pada jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.

h. Cohibing Couple adalah dua orang atau satu pasangan yang tinggal

bersama tanpa kawin

Gay and lesbian Family adalah keluarga yang dibentuk oleh pasangan

yang berjenis kelamin sama (Friedman, 1998).

3.4 Struktur Keluarga

Menurut Friedman (1998), struktur keluarga terdiri dari: a. Pola dan Proses Komunikasi

Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi ada yang tidak. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi seperti pengirim pesan, pesan, lingkungan, media, dan penerima pesan. b. Struktur Peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan.

c. Struktur Kekuatan

Hal ini mendasari suatu proses dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, seperti konsesus, tawar menawar, musyawarah, atau paksaan. d. Nilai-Nilai Keluarga

Nilai merupakan suatu sistem, sikap, dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai


(40)

keluarga juga merupakan suatau pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan.

3.5 Fungsi Pokok Keluarga

Friedman (1998) mengemukakan bahwa keluarga mempunyai lima fungsi dasar, yaitu:

a. Fungsi Afektif yaitubfungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.

b. Fungsi Sosialisasi yaitu fungsi untuk mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

c. Fungsi Reproduksi yaitu fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

d. Fungsi Ekonomi yaitu fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluatga secara ekonomi dan tempat utuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Fungsi Perawatan/ Pemeliharaan Kesehatan yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memilki produktivitas yang tinggi.


(41)

3.6 Peran Keluarga

Effendy (1998) mengungkapkan ada beberapa peran keluarga, yaitu: a. Peran Ayah

Ayah sebagai suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

b. Peran Ibu

Sebagai istri dari suaminya dan ibu bagi anak-anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahn dalam keluarga.

c. Peran Anak

Anak-anak melaksanakan peranan psikologis sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

4. Suku Batak Toba

3.1 Sejarah Suku Batak Toba

Suku Batak adalah salah satu dari ratusan suku yang terdapat di Indonesia. Suku Batak terdapat di wilayah Sumatera Utara. Sebahagian masyarakat Batak mempercayai bahwa suku Batak berasal dari Pusuk Buhit daerah Sianjur Mula Mula sebelah barat Pangururan di pinggiran Danau Toba.


(42)

Menurut kepercayaan orang Batak Toba, asal orang Batak Toba dimulai dari si Raja Batak (leluhur orang Batak) yang bermukim di Kaki Pusuk Buhit, terletak di sebelah barat Pulau Samosir. Si Raja Batak mempunyai dua orang putra yakni Guru Tatean Bulan dan Saribu Raja Isumbaon. Guru Tatean Bulan mempunyai empat orang putra yakni Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Manalu Raja. Sementara Raja Isumbaon mempunyai tiga orang putra yakni Tuan Sorimangaraja, si Raja Asiasi, dan Sungkar Somalindang. Kemudian keturunan ini berpencar mendiami daerah-daerah tertentu di Sumatera Utara, terutama berdiam di Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi Ajibata (berbatasan dengan Parapat), Pulau Samosir, Pakkat serta Sarula (Pakpahan, 2010).

3.2 Pengobatan dalam Budaya Batak Toba

Suku Batak Toba memiliki cara berbeda dalam melakukan pengobatan penyakit yang timbul dalam masyarakat Batak Toba. Tradisi suku Batak Toba ini diturunkan dari nenek moyang mereka (Manik, 2008).

3.2.1 Obat Urut dan Tulang (Dappol Siburuk)

Asal mula manusia menurut orang Batak adalah dari ayam atau burung. Obat Dappol Siburuk ini dulunya berasal dari burung siburuk yang mana langsung dipraktekkan dengan penelitian alami dan hampir seluruh keturunan Si Raja Batak menggunakan obat ini dalam kehidupan sehari-hari. Dappol dalam bahasa Indonesia berarti urut atau kusuk. Siburuk artinya burung.

Menurut masyarakat Batak Toba, awal pengobatan dappol siburuk ini merupakan penggunaan minyak dari hasil memasak burung siburuk dengan


(43)

minyak kelapa. Hasil dari olahan tersebut kemudian digunakan sebagai minyak untuk mengkusut atau memijat orang sakit (Manik, 2008).

3.2.2 Pengobatan Tawar Mulajadi

Zaman dahulu, banyak orang Batak yang menderita penyakit kulit bahkan sampai membusuk. Melihat kejadian tersebut Si Raja Batak berpesan bahwa untuk mengobati setiap orang yang berpenyakit kulit supaya menggunakan Tawar Mulajadi. Tawar Mulajadi adalah sesuatu yang berasal dari asap dapur. Orang Batak pada zaman dahulu menggunakan kayu bakar untuk memasak, maka di atas dapur tersebut ada serpihan hitam bergantungan. Serpihan itu berasal dari asap pada saat memasak. Menurut orang Batak, serpihan hitam tersebut dinamakan Tawar Mulajadi atau Tappar Api. Serpihan hitam ini kemudian diseduh dengan air hangat (Manik, 2008).


(44)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar, yang akan digambarkan ke dalam tiga kategori yaitu baik, cukup baik, dan kurang baik.

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Perawatan Penderita

Stroke di Rumah oleh Keluarga Suku Batak Toba di Pematangsiantar

1. Baik

2. Cukup Baik 3. Kurang Baik

Perawatan Penderita Stroke di Rumah oleh Keluarga Suku Batak Toba

1. Membantu aktivitas fisik setelah stroke 2. Menangani kebersihan diri

3. Menangani masalah makan dan minum 4. Kepatuhan program pengobatan di rumah 5. Mengatasi masalah kognitif dan emosional 6. Pencegahan cedera/ jatuh


(45)

2. Defenisi Operasional

Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba merupakan segala bentuk perlakuan keluarga suku Batak Toba di rumah dalam membantu anggota keluarganya yang sakit stroke untuk melakukan aktivitas fisik setelah stroke, menangani kebersihan diri, menangani masalah makan dan minum, kepatuhan program pengobatan di rumah, mengatasi masalah emosional dan kognitif, dan pencegahan cedera/ jatuh.


(46)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskripsi eksploratif dengan metode kuantitatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi secara mendalam perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar.

2. Populasi dan Sampel Peneltian 2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi pada penelitian ini adalah keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar yang merawat penderita stroke di rumah.

2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi (Hidayat, 2009). Arikunto (2006) menyatakan bahwa penentuan sampel untuk penelitian deskriptif minimal 30 sampel. Dalam penelitian ini, peneliti seharusnya meneliti 30 keluarga suku Batak Toba yang merawat penderita stroke di Pematangsiantar. Namun, karena keterbatasan waktu maka peneliti hanya meneliti 26 sampel.

Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive


(47)

yang memenuhi kriteria, yaitu keluarga suku Batak Toba asli, merupakan keluarga kandung dengan penderita stroke, dan bersedia menjadi responden.

3. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 sampai dengan Juni 2011. Pengumpulan data telah dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai April 2011. Penelitian ini dilakukan di Pematangsiantar. Adapun alasan peneliti memilih lokasi ini karena Pematangsiantar merupakan daerah dengan penduduk Batak Toba yang masih menganut nilai-nilai suku Batak Toba yang belum terkontaminasi budaya asing di luar suku Batak Toba. Selain itu, lokasi ini belum pernah dilakukan penelitian tentang perawatan penderitan stroke oleh keluarga suku Batak Toba. Untuk memudahkan peneliti maka peneliti melakukan pengambilan sampel penelitian di Polineurologi Rumah Sakit Umum Daerah dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar. Rumah sakit ini merupakan satu-satunya rumah sakit rujukan milik pemerintah kota Pematangsiantar.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan USU. Dalam pengumpulan data terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik dalam pengumpulan data. Dalam proses pengumpulan data, peneliti menjelaskan maksud, tujuan, dan prosedur penelitian kepada responden. Apabila responden bersedia untuk diteliti maka terlebih dahulu responden harus menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap


(48)

menghormati haknya. Peneliti tidak mencantumkan nama responden dalam lembar kuesioner yang diisi oleh responden demi menjaga kerahasian responden. Lembar tersebut hanya diberi kode tertentu untuk menjamin kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden (Nursalam, 2003).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka dalam bentuk kuesioner yang harus dijawab oleh responden.

Instrumen ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama yaitu kuesioner data demografi responden yang meliputi umur, jenis kelamin, hubungan dengan penderita, agama, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan perawatan penderita stroke di rumah. Bagian kedua yaitu kuesioner yang berisi pernyataan-pernyataan yang menggambarkan bagaimana perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba. Kuesioner ini terdiri dari 25 pernyataan yang peneliti kembangkan dari teori perawatan penderita stoke di rumah. Kuesioner terdiri dari pernyataan yang mengidentifikasi dan mendeskripsikan perawatan stroke di rumah, seperti membantu aktivitas fisik setelah stroke, menangani kebersihan diri, menangani masalah makan dan minum, kepatuhan program pengobatan di rumah, mengatasi masalah kognitif dan emosional, dan pencegahan cedera/ jatuh

Peneliti menggunakan skala likert, dengan jawaban selalu (SL): 4, sering: 3, kadang-kadang (KD): 2, dan tidak pernah (TP): 1. Total skor yang terendah adalah 25 dan skor tertinggi ada 100. Untuk mengetahui kategori perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar, peneliti melakukan penilaian terhadap jawaban dari tiap pertanyaan, yaitu


(49)

berdasarkan rumus statistik, p= rentang/ banyak kelas (Hidayat, 2007), di mana p merupakan panjang kelas dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) sebesar 75 dan 3 kategori kelas untuk perawatan penderita stroke di rumah (baik, cukup baik, kurang baik). Batas kelas interval pertama digunakan p=25 dan nilai terendah 25. Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh skor dari masing-masing kategori, yaitu kategori kurang baik dengan nilai 25-49, kategori cukup baik dengan nilai 50-74, dan kategori baik dengan nilai 75-100.

Bagian ketiga dari instrument penelitian ini yaitu kuesioner yang berisi pertanyaan terbuka mengenai pantangan, anjuran/ kepercayaan, dan penggunaan obat tradisional dalam keluarga suku Batak Toba selama merawat penderita stroke di rumah. Peneliti mengumpulkan semua jawaban dari pertanyaan terbuka dan menganalisa setiap jawaban dari masing-masing responden untuk mengetahui adanya pantangan, anjuran/ kepercayaan, dan penggunaan obat tradisional dalam keluarga suku Batak Toba selama merawat anggota keluarganya yang sakit stroke.

6. Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka. Oleh karena itu, kuesioner perlu diuji validitas dan reabilitas. Uji validitas yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah uji validitas isi. Validitas isi adalah suatu keputusan tentang bagaimana instrument dengan baik mewakili karakteristik yang dikaji. Penelitian tentang validitas isi bersifat subjektif dan keputusan apakah instrument sudah mewakili atau tidak yang didasarkan pada pendapat ahli (Brockopp, 1999). Instrumen penelitian ini telah diuji validitas oleh dosen


(50)

pembimbing skripsi Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS dan telah dinyatakan valid dan dapat digunakan.

Uji reliabilitas instrument bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang relatif sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok subjek yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok subjek yang sama (Azwar, 2003). Adapun uji reliabilitas yang dilakukan pada instrument penelitian ini yaitu pertanyaan tertutup dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang telah dibuat peneliti. Menurut Brockopp (1999) reliable suatu instrument menggambarkan stabilitas dan konsistensi suatu instrument. Uji reliabilitas instrument dilakukan sebelum pengumpulan data. Uji reliabilitas instrument penelitian ini telah dilakukan terhadap 10 responden yang memenuhi kriteria sampel penelitian (Azwar, 2003). Kemudian jawaban dari responden diolah dengan menggunakan bantuan komputerisasi (SPSS Statistic 17.0). Dari hasil perhitungan kesepuluh responden terhadap jawaban dari instrument penelitian, diperoleh nilai reliabilitas instrumen penelitian ini yaitu 0,879. Berdasarkan nilai reliabilitas instrument yang didapat maka instrument penelitian ini sudah reliabel dan dapat digunakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Polit & Hungler (1999), bahwa suatu instrument dikatakan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas (nilai

cronbach’s alpha) lebih besar dari 0,70.

7. Teknik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. Permohonan izin pelaksanaan penelitian didapatkan dari institusi


(51)

pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) kemudian permohonan izin dikirim ke tempat penelitian (RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar). Untuk memudahkan peneliti menemukan responden sesuai kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, peneliti meminta daftar status pasien rawat jalan dari perawat polineurologi untuk mengetahui diagnosa medis setiap pasien yang sedang berobat jalan saat itu. Apabila peneliti telah menemukan responden yang memenuhi kriteria maka responden diambil menjadi subjek penelitian.

Setelah mendapatkan responden, peneliti menjelaskan pada calon responden tentang tujuan, manfaat dan pengisian kuesioner, responden yang bersedia diminta menandatangani informed concern (surat persetujuan). Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti. Peneliti tetap mendamping responden selama mengisi kuesioner.

8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul maka akan dilakukan analisa data melalui beberapa tahap, pertama editing yaitu memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk. Pada tahap ini peneliti telah memasukkan data responden, baik itu data demogarfi maupun data dari semua jawaban responden pada pertanyaan tertutup yang ada pada instrument penelitian. Peneliti telah memastikan bahwa semua data yang dimasukkan adalah sesuai petunjuk.

Tahap kedua adalah coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada lembar kuesioner untuk mempermudah mengadakan tabulasi dan analisa data. Pada tahap ini, peneliti melakukakan pengkodean melalui angka tertentu, baik


(52)

pada data demografi maupun data dari semua jawaban responden pada pertanyaan tertutup. Adapun pengkodean yang dilakukan peneliti pada data demografi responden yaitu pada interval usia responden kode 1=15-30 tahun, kode 2=31-45 tahun, kode 3=46-60 tahun, dan kode 4= >60 tahun. Pengkodean pada jenis kelamin yaitu kode 1=laki-laki dank ode 2=perempuan. Pengkodean pada hubungan responden dengan penderita stroke yaitu kode 1 untuk 1=istri, 2=suami, dan 3=anak. Pengkodean pada agama responden yaitu 1=Islam dan 2=Kristen. Pengkodean pada pekerjaan responden yaitu 1=ibu rumah tangga, 2=pegawai swasta/ Wiraswata, 3=PNS/ TNI/ Polri, dan 4=pensiunan. Pengkodean penghasilan per bulan yaitu 1= <Rp500.000, 2=Rp500.000–Rp1.000.000, 3=Rp1.000.000–Rp3.000.000, dan 4= >Rp3.000.000. Selain itu, peneliti juga melakukan pengkodean pada jawaban responen pada pertanyaan terbuka yaitu, 1=tidak pernah, 2=kadang-kadang, 3=sering, dan 4=selalu. Pemberian kode ini memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi data yang telah terkumpul.

Tahap ketiga adalah processing yaitu memasukkan data dari lembar kuesioner ke dalam program computer. Peneliti telah memasukkan data ke dalam program computer dalam bentuk kode sesuai dengan yang telah dibuat pada saat

coding.

Tahap keempat cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah dimasukkan untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Peneliti telah melakukan pengecekan kembali dan pada saat tahap ini peneliti melakukan tiga kali pengecekan hingga akhirnya data yang telah dimasukan adalah benar dan tepat. Pada tahap ini didapati bahwa ada data yang tidak tepat karena kesalahan peneliti pada tahap processing sehingga peneliti memastikan data yang telah dimasukan


(53)

dengan mengecek ulang data yang di computer dengan data yang di kuesioner dan menyakinkan bahwa data yang sudah masuk sudah benar. Pada tahap cleaning yang telah dilakukan, peneliti telah memastikan bahwa data telah siap ditabulasi.

Tahap kelima tabulating yaitu menganalisa data secara deskriptif. Peneliti telah melakukan pengolahan data dengan tehnik komputerisasi dan memperoleh hasil tabulasi dalam bentuk angka. Peneliti kemudian menyajikan hasilnya dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi.


(54)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai April 2011 dan jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 26 orang. Berikut ini dijabarkan deskripsi dan persentase karakteristik responden dan perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar.

1.1 Deskripsi karakteristik responden

Deskripsi karakteristik responden mencakup usia, jenis kelamin, hubungan responden dengan penderita, agama, pekerjaan, penghasilan per bulan, dan dapat dilihat pada tabel 5.1. Data yang diperoleh menunjukkan mayoritas responden berada pada rentang kelompok usia 46–60 tahun yaitu 11 responden (42,3%). Mayoritas jenis kelamin responden adalah perempuan yaitu 17 responden (65,4%) dan hubungan responden dengan penderita stroke mayoritas adalah sebagai istri yaitu 11 responden (42,3%) dan sebagai anak yaitu 11 responden (42,3%). Lebih dari separuh responden beragama Kristen yaitu 22 responden (84,6%), serta mayoritas responden bekerja sebagai PNS/ TNI/ Polri yaitu 9 responden (34,6%), dan mayoritas responden berpenghasilan di atas Rp 3.000.000,- per bulan yaitu sebanyak 11 responden (42,3%). Perincian data demografi responden diperlihatkan pada tabel di bawah ini.


(55)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden perawatan

penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar (n=26)

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) Usia 15-30 tahun 31-45 tahun 46-60 tahun >60 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

Hubungan dengan penderita

Istri Suami Anak Agama Islam Kristen Pekerjaan

Ibu rumah tangga

Pegawai swasta/ Wiraswata PNS/ TNI/ Polri

Pensiunan

Penghasilan per bulan

<Rp 500.000,-

Rp 500.000 – Rp 1.000.000 Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 >Rp 3.000.000 6 4 11 5 9 17 11 4 11 4 22 7 7 9 3 2 5 8 11 23,1 15,4 42,3 19,2 34,6 65,4 42,3 15,4 42,3 15,4 84,6 26,9 26,9 34,6 11,5 7,7 19,2 30,8 42,3

1.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Jawaban terhadap Perawatan Penderita Stroke di Rumah oleh Keluarga Suku Batak Toba di Pematangsiantar

Berikut ini merupakan deskripsi responden berdasarkan jawaban terhadap instrumen penelitian perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar.


(56)

1.2.1 Membantu Aktivitas Fisik setelah Stroke

Tabel 5.2 menunjukkan hasil penelitian tentang perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam membantu aktivitas fisik setelah stroke. Dari hasil penelitiann didapati bahwa sebanyak 16 responden (61,5%) menjawab selalu membantu penderita stroke dalam melakukan kegiatan sehari-hari (seperti duduk, berjalan, berpakaian). Sebagian responden (50%) menjawab selalu dan sebanyak 7 responden (26,9%) menjawab tidak pernah menopang bagian tubuh penderita stroke yang lemah, misalnya dengan menggunakan bantal atau kasur khusus. Sebanyak 16 responden (61,5%) menjawab selalu memberikan perhatian khusus pada bagian tubuh penderita stroke yang lemah ketika membantunya melakukan aktivitas, misalnya tidak menarik lengan yang lemah saat membantu duduk, berdiri, berjalan. Perincian data perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam membantu aktivitas fisik setelah stroke diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.2 Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba

di Pematangsiantar dalam membantu aktivitas fisik setelah stroke (n=26)

No Perawatan penderita stroke TP KD SR SL

f % f % f % f %

1.

2.

Keluarga membantu penderita stroke dalam melakukan kegiatan sehari-hari (seperti duduk, berjalan, berpakaian).

Keluarga menopang bagian tubuh penderita stroke yang lemah, misalnya dengan menggunakan bantal atau kasur khusus. 1 7 3,8 26,9 2 3 7,7 11,5 7 3 26,9 11,5 16 13 61,5 50


(57)

Tabel 5.2 (lanjutan)

No Perawatan penderita stroke TP KD SR SL

f % f % f % f %

3. Keluarga memberikan

perhatian khusus pada bagian tubuh penderita stroke yang lemah ketika membantunya melakukan aktivitas, misalnya tidak menarik lengan yang lemah saat membantu duduk, berdiri, berjalan.

- - 3 11,5 7 26,9 16 61,5

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam membantu aktivitas fisik setelah stroke berada dalam kategori kurang baik sebanyak 2 responden (7,69%), cukup baik sebanyak 4 responden (15,39%), dan baik sebanyak 20 responden (76,92%).

Tabel 5.3 Kategori perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku

Batak Toba di Pematangsiantar dalam membantu aktivitas fisik setelah stroke (n=26)

Kategori Frekuensi Persentase (%)

Kurang baik 2 7,69

Cukup baik 4 15,39

Baik 20 76,92

1.2.2 Menangani Kebersihan Diri

Tabel 5.4 menunjukkan hasil penelitian tentang perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani kebersihan diri penderita stroke. Dari hasil penelitian didapati bahwa sebanyak 16 responden (61,5%) selalu membantu penderita stroke dalam menyediakan alat-alat mandi. Pernyataan keluarga membantu penderita stroke dalam


(58)

membersihkan dirinya, seperti memotong kuku, menjaga kebersihan rambut dijawab selalu sebanyak 14 responden (53,8%). Ada 12 responden (46,2%) yang selalu membantu penderita stroke dalam melakukan perawatan mata dan mulut (seperti membersihkan kelopak mata, penggunaan salep mata, membersihkan mulut dengan sikat gigi yang lembut). Sebanyak 14 responden (53,8%) selalu memperhatikan kesehatan kulit penderita stroke (misalnya, mandi teratur, membantu menge-lap tubuh, menggunakan pakaian dari kain katun untuk menjaga kulit tetap kering). Perincian data perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani kebersihan diri penderita stroke diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.4 Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba

di Pematangsiantar dalam menangani kebersihan diri penderita stroke (n=26)

No Perawatan Penderita Stroke

TP KD SR SL

f % f % f % f %

1.

2.

3.

Keluarga membantu penderita stroke dalam menyediakan alat-alat mandi.

Keluarga membantu penderita stroke dalam membersihkan dirinya, seperti memotong kuku, menjaga kebersihan rambut.

Keluarga membantu penderita stroke dalam melakukan perawatan mata dan mulut (seperti membersihkan kelopak mata, penggunaan salep mata, membersihkan mulut dengan sikat gigi yang lembut). 1 - 4 3,8 - 15,4 6 8 7 23,1 30,8 26,9 3 4 3 11,5 11,5 11,5 16 14 12 61,5 53,8 46,2


(59)

Tabel 5.4 (lanjutan)

No Perawatan Penderita Stroke

TP KD SR SL

f % f % f % f %

4. Keluarga memperhatikan kesehatan kulit penderita stroke (misalnya, mandi teratur, membantu menge-lap tubuh, menggunakan pakaian dari kain katun untuk menjaga kulit tetap kering).

1 3,8 3 11,5 8 30,8 14 53,8

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani kebersihan diri penderita stroke dalam kategori cukup baik sebanyak 9 responden (34,62%), dan baik sebanyak 17responden (65,38%).

Tabel 5.5 Kategori perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku

Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani kebersihan diri penderita stroke (n=26)

Kategori Frekuensi Persentase (%)

Kurang baik 0 0

Cukup baik 9 34,62

Baik 17 65,38

1.2.3 Menangani Masalah Makan dan Minum

Tabel 5.6 menunjukkan hasil penelitian tentang perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani masalah makan dan minum penderita stroke. Dari hasil penelitian diperoleh reponden yang menjawab selalu mengingatkan pasien untuk makan/ minum yaitu sebanyak 17 responden (65,4%). Lebih dari sebagian responden, yaitu sebanyak


(60)

15 reponden (57,7%) menjawab selalu mendorong penderita stroke untuk mau makan dengan tepat waktu. Ada 14 responden (53,8%) yang selalu melakukan variasi dalam penyediaan makanan dan minuman penderita stroke dan sebanyak 20 responden (76,9%) selalu membantu anggota keluarganya yang sakit stroke dalam menyediakan makanan dan minuman. Pada pernyataan bahwa keluarga memantau buang air kecil dan buang air besar penderita stroke (seperti memantau frekuensi atau rutinitas BAB/ BAK per hari), ada tiga jawaban responden yaitu jawaban selalu sebanyak 11 (42,3%), sering sebanyak 6 responden (23,1%), dan kadang-kadang 9 responden (34,6%). Perincian data perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani masalah makan dan minum penderita stroke diperlihatkan pada tabel di bawah ini

Tabel 5.6 Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba

di Pematangsiantar dalam menangani masalah makan dan minum penderita stroke (n=26)

No Perawatan penderita stroke

TP KD SR SL

f % f % f % f %

1.

2.

3.

4.

Keluarga mengingatkan pasien untuk makan/ minum.

Keluarga mendorong penderita stroke untuk mau makan dengan tepat waktu.

Keluarga melakukan variasi dalam penyediaan makanan dan minuman penderita stroke. Keluarga membantu anggota keluarganya yang sakit stroke dalam menyediakan makanan dan minuman. 3 2 1 - 11,5 7,7 3,8 - 3 4 5 3 11,5 15,4 19,2 11,5 3 5 6 3 11,5 19,2 23,1 11,5 17 15 14 20 65,4 57,7 53,8 76,9


(61)

Tabel 5.6 (lanjutan)

No Perawatan penderita stroke

TP KD SR SL

f % f % f % f %

5. Keluarga memantau buang air kecil dan buang air besar penderita stroke (seperti memantau frekuensi atau rutinitas BAB/ BAK per hari) apakah teratur atau tidak.

- - 9 34,6 6 23,1 11 42,3

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani masalah makan dan minum penderita stroke dalam kategori cukup baik sebanyak 6 responden (23,08%), dan baik sebanyak 20 responden (76,92%).

Tabel 5.7 Kategori perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku

Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani masalah makan dan minum penderita stroke (n=26)

Kategori Frekuensi Persentase (%)

Kurang baik 0 0

Cukup baik 6 23,08

Baik 20 76,92

1.2.4 Kepatuhan Program Pengobatan di Rumah

Tabel 5.8 menunjukkan hasil penelitian tentang perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani kepatuhan program pengobatan di rumah penderita stroke. Dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 16 responden (61,5%) yang selalu memeriksakan kesehatan penderita stroke secara teratur dan sebanyak 18 responden (69,2%) selalu mengingatkan penderita stroke untuk makan obat secara teratur. Hanya tiga jawaban responden untuk pernyataan keluarga membawa penderita stroke ke


(62)

pelayanan kesehatan jika mengalami masalah kesehatan, yaitu jawaban selalu sebanyak 14 responden (53,8%), jawaban sering sebanyak 8 responden (30,8%), dan kadang-kadang sebanyak 4 responden (15,4%). Begitu juga untuk pernyataan keluarga sepenuhnya mengikuti saran dokter untuk perawatan penderita stroke di rumah (seperti, membeli obat yang telah diresepkan, menghindari makanan tertentu/ kebiasaan buruk mis. merokok), ada tiga jawaban responden yaitu jawaban selalu 21 responden (80,8%), sering 4 responden (15,4%), dan hanya 1 responden (3,8%) menjawab kadang-kadang. Sebanyak 15 responden (57,7%) yang menjawab selalu mengingatkan penderita stroke untuk istirahat atau tidur. Perincian data perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar dalam menangani kepatuhan program pengobatan penderita stroke diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.8 Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba

di Pematangsiantar dalam menangani kepatuhan program pengobatan penderita stroke (n=26)

No Perawatan penderita stroke

TP KD SR SL

F % f % f % f %

1.

2.

3.

4.

Keluarga memeriksakan kesehatan penderita stroke secara teratur

Keluarga mengingatkan penderita stroke untuk makan obat secara teratur. Keluarga membawa penderita stroke ke pelayanan kesehatan jika mengalami masalah kesehatan.

Keluarga sepenuhnya mengikuti saran dokter untuk perawatan penderita stroke di rumah (seperti , membeli obat yang telah

- 1 - - - 3,8 - - 5 4 4 1 19,2 15,4 15,4 3,8 5 3 8 4 19,2 11,5 30,8 15,4 61,5 69,2 53,8 80,8


(1)

Perawatan14

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak pernah 1 3.8 3.8 3.8

Kadan-kadang 4 15.4 15.4 19.2

Sering 3 11.5 11.5 30.8

Selalu 18 69.2 69.2 100.0

Total 26 100.0 100.0

Perawatan15

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kadang-kadang 4 15.4 15.4 15.4

Sering 8 30.8 30.8 46.2

Selalu 14 53.8 53.8 100.0

Total 26 100.0 100.0

Perawatan16

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kadang-kadang 1 3.8 3.8 3.8

Sering 4 15.4 15.4 19.2

Selalu 21 80.8 80.8 100.0

Total 26 100.0 100.0

Perawatan13

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kadang-kadang 5 19.2 19.2 19.2

Sering 5 19.2 19.2 38.5

Selalu 16 61.5 61.5 100.0


(2)

Perawatan17

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak pernah 1 3.8 3.8 3.8

Kadang-kadang 6 23.1 23.1 26.9

Sering 4 15.4 15.4 42.3

Selalu 15 57.7 57.7 100.0

Total 26 100.0 100.0

Perawatan18

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak pernah 5 19.2 19.2 19.2

Kadang-kadang 3 11.5 11.5 30.8

Sering 6 23.1 23.1 53.8

Selalu 12 46.2 46.2 100.0

Total 26 100.0 100.0

Perawatan19

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak pernah 1 3.8 3.8 3.8

Kadang-kadang 4 15.4 15.4 19.2

Sering 13 50.0 50.0 69.2

Selalu 8 30.8 30.8 100.0

Total 26 100.0 100.0

Perawatan20


(3)

Sering 8 30.8 30.8 61.5

Selalu 10 38.5 38.5 100.0

Total 26 100.0 100.0

Perawatan21

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak pernah 2 7.7 7.7 7.7

Kadang-kadang 3 11.5 11.5 19.2

Sering 8 30.8 30.8 50.0

Selalu 13 50.0 50.0 100.0

Total 26 100.0 100.0

Perawatan22

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak pernah 4 15.4 15.4 15.4

Kadang-kadang 6 23.1 23.1 38.5

Sering 9 34.6 34.6 73.1

Selalu 7 26.9 26.9 100.0

Total 26 100.0 100.0

Perawatan23

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Sering 3 11.5 11.5 11.5

Selalu 23 88.5 88.5 100.0


(4)

Perawatan24

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak pernah 5 19.2 19.2 19.2

Kadang-kadang 1 3.8 3.8 23.1

Sering 4 15.4 15.4 38.5

Selalu 16 61.5 61.5 100.0

Total 26 100.0 100.0

Perawatan25

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kadang-kadang 1 3.8 3.8 3.8

Sering 8 30.8 30.8 34.6

Selalu 17 65.4 65.4 100.0

Total 26 100.0 100.0

4.

Kategori Jawaban Responden

NEW FILE. RECODE Perawatan_penderita_Stroke (25 thru 49=1) (50 thru 74=2) (75 thru 100=3) INTO PPS1. VARIABLE LABELS PPS1 'kategori'. EXECUTE. FREQUENCIES VARIABLES=PPS1 /STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN SUM /ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

Statistics

Kategori

N Valid 26

Missing 0


(5)

Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid cukup baik 7 26.9 26.9 26.9

Baik 19 73.1 73.1 100.0


(6)

Lampiran 8

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Delima Siahaan

Tempat Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 21 April1989

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Jln Berdikari No.66 Pasar I Padang Bulan Medan

Riwayat Pendidikan

1.

1995-2001 : SD Negeri 122390 Pematangsiantar

2.

2001-2004 : SMP Negeri 3 Pematangsiantar

3.

2004-2007 : SMU Negeri 3 Pematangsiantar