Korosi di dalam tanah selain terjadi pada pipa-pipa dan kabel-kabel juga terjadi pada pondasi-pondasi logam yang terendam di dalamnya. Tiang- tiang baja yang dikubur jauh di
dalam tanah yang sudah lama tidak digali terkena korosi karena kurangnya oksigen dalam tanah. Pada pemasangan pipa-pipa dalam tanah, tanah yang digali dan kemudian ditutup lagi
memungkinkan adanya oksigen terkurung di dalam tanah dapat menyebabkan korosi. Korosi elektrokimia dapat terjadi dalam tanah akibat adanya arus listrik yang disebabkan oleh
kebocoran arus listrik dari kabel-kabel jalan rel kereta api atau sumber-sumber lain Trethewey dan Chamberlin, 1991. Tanah harus dianalisis terlebih dahulu sebelum logam-
logam dimasukkan ke dalamnya, karena tanah dapat mengandung berbagai macam zat-zat kimia dan mineral-mineral yang korosif. Setelah dianalisis, kita dapat menentukan usaha
perlindungan yang tepat terhadap logam-logam tersebut dari serangan korosi di dalam tanah Trethewey dan Chamberlin, 1991.
4. Zat-zat kimia
Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan korosi antara lain adalah asam, basa dan garam baik dalam bentuk cair, padat maupun gas. Pada umumnya korosi oleh zat-zat kimia pada suatu
material dapat terjadi bila material mengalami kontak langsung dengan zat-zat kimia tersebut.
B. Material Baja
Baja mempunyai kandungan unsur utama yaitu besi. Besi merupakan jenis logam yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tabel periodik unsur besi mempunyai
simbol Fe yang termasuk dalam golongan VIII B dan periode 4 dengan nomor atom 26. Dilihat komposisinya baja terdiri dari 2 jenis, yaitu baja karbon dan baja paduan. Baja
karbon dibedakan antara baja karbon rendah, baja karbon menengah dan baja karbon tinggi, sedangkan baja paduan merupakan paduan besi dengan kandungan kromium minimal 10,5.
Salah satu jenis baja karbon rendah adalah baja lunak mild steel yang merupakan paduan logam yang terdiri dari besi, karbon, mangan, silikon dan lain-lain. Baja lunak memiliki
ketahanan korosi yang baik dalam larutan basa, beberapa senyawa organik, asam pengoksidasi kuat,dan memiliki sifat mekanik yang baik serta mudah dibuat, tetapi baja lunak
sangat mudah terkorosi dalam larutan nitrat, hidroksida, dan amonia Roberge, 2000.
Tabel 2. Komposisi baja lunak mild steel
Unsur Persen
Fe C
Si Mn
P S
94,47 00,16
00,19 04,80
00,16 00,22
Sumber : Roberge 2000.
C. Bentuk-Bentuk Korosi
Menurut Fontana dan Greene 1986, korosi dapat dibagi menjadi enam jenis berdasarkan bentuknya yaitu : korosi batas butir, korosi merata, korosi sumur, korosi celah, korosi
galvanik dan korosi erosi.
1. Korosi batas butir
Korosi batas butir merupakan serangan korosi yang terjadi pada batas butir logam atau daerah sekitarnya tanpa serangan yang cukup besar terhadap butirnya sendiri. Seperti yang diketahui
bahwa logam merupakan susunan butiran-butiran kristal seperti butiran pasir yang menyusun batu pasir. Butiran-butiran tersebut saling terikat yang kemudian membentuk mikrostruktur.
Adanya serangan korosi batas butir menyebabkan butiran menjadi lemah terutama di batas butir sehingga logam kehilangan kekuatan. Dalam hal ini timbul keretakan pada logam
akibat korosi melalui batas butir. Retak yang ditimbulkan korosi jenis ini disebut stress corrosion cracking SCC yang terdiri atas retak interglanular dan retak transgranular.
Retak intergranular berjalan sepanjang batas butir, sedangkan retak transganular berjalan tanpa menyusuri batas butir tersebut Fontana dan Greene, 1986.
2. Korosi merata
Korosi merata merupakan bentuk korosi yang sering terjadi dan banyak dijumpai pada besi yang terendam dalam larutan asam. Jenis korosi ini terlihat secara merata pada permukaan
logam dengan intensitas yang sama, yang akan menjadi tipis secara merata pada permukaannya dengan kecepatan yang hampir sama, sehingga daerah-daerah anoda dan
katoda tersebar pada seluruh permukaan. Contohnya sebatang besi Fe atau seng Zn direndam dalam larutan H
2
SO
4,
keduanya akan larut dengan laju yang merata pada permukaan logam Fontana dan Greene, 1986.
3. Korosi sumuran
Korosi sumuran adalah korosi yang terjadi pada daerah tertentu. Bentuk korosi ini umumnya disebabkan oleh klorida. Korosi jenis ini terjadi karena komposisi material yang tidak
homogen, rusaknya lapisan pelindung, adanya endapan dipermukaan material, serta adanya kerusakan pada bagian material Fontana dan Greene, 1986.
4. Korosi celah
Korosi celah merupakan korosi yang terkonsentrasi pada daerah tertentu. Korosi ini terjadi pada suatu logam di daerah yang berhubungan langsung dengan bahan lain yang bukan
logam Fontana dan Greene, 1986.
5. Korosi galvanik
Korosi galvanik terjadi karena perbedaan potensial antara dua logam yang tidak sama. Bila kedua logam ini bersinggungan akan menghasilkan aliran elektron diantara kedua logam
tersebut. Logam yang lebih mulia bersifat katodik dan akan diserang korosi lebih kecil, sedangkan logam yang kurang mulia bersifat anodik dan akan lebih mudah diserang korosi
Fontana dan Greene, 1986.
6. Korosi erosi
Korosi erosi disebabkan oleh gabungan dari kerusakan elektrokimia dan kecepatan fluida yang tinggi pada permukaan logam. Korosi ini dicirikan oleh adanya gelombang, lembah
yang biasanya merupakan suatu pola tertentu Fontana dan Greene, 1986.
D. Inhibitor Korosi
Inhibitor korosi adalah suatu senyawa organik atau anorganik yang apabila ditambahkan dalam jumlah relatif sedikit ke dalam sistem logam akan menurunkan laju korosi logam.
Menurut Hermawan 2007, suatu zat yang apabila ditambahkan dalam jumlah sedikit ke dalam lingkungan yang korosif dapat secara efektif mengurangi laju korosi. Syarat umum
suatu senyawa yang dapat digunakan sebagai inhibitor korosi adalah senyawa-senyawa yang mampu membentuk kompleks atau memiliki gugus fungsi yang mempu membentuk ikatan
kovalen koordinasi Dalimunthe, 2004.
Dililat dari jenisnya inhibitor korosi terbagi menjadi dua, yaitu inhibitor anorganik dan inhibitor organik. Kedua jenis ini merupakan jenis inhibitor bedasarkan materialnya. Berikut
adalah dua jenis inhibitor korosi :
1. Inhibitor anorganik
Inhibitor anorganik dapat menginhibisi material logam baik secara anodik atau katodik karena memiliki gugus aktif Wiston, 2000. Inhibitor ini terdiri dari beberapa senyawa
anorganik antara lain : fosfat, kromat, dikromat, silikat, borat, molibdat dan arsenat. Senyawa-senyawa tersebut sangat berguna dalam aplikasi pelapisan korosi, namun inhibitor
ini memiliki kelemahan yaitu bersifat toksik Ameer, et al., 2000.
2. Inhibitor organik
Inhibitor ini berperan sebagai inhibitor anodik dan katodik karena dapat menginhibisi reaksi anodik dan katodik, sehingga akan terjadi penurunan laju korosi yang ditandai dengan
melambatnya reaksi anodik, reaksi katodik atau bahkan kedua reaksi tersebut Agrawal, et al., 2004. Senyawa yang digunakan sebagai inhibitor organik adalah senyawa heterosiklik
yang mengandung atom nitrogen, sulfur atau oksigen yang mempunyai elektron bebas Stupnisek-Lisac, et al., 2002.
Inhibitor organik dapat mempengaruhi seluruh permukaan dari suatu logam yang terkorosi apabila digunakan dalam konsentrasi yang cukup. Efektifitas dari inhibitor ini bergantung
pada komposisi kimia, struktur molekul terhadap permukaan logam. Inhibitor organik diklasifikasikan dalam dua bentuk yaitu sintetik dan alami. Inhibitor organik sintetik dapat
menghambat laju korosi logam, namun inhibitor ini sangat berbahaya terhadap manusia dan lingkungan karena inhibitor sintetik ini bersifat toksik. Sedangkan untuk inhibitor organik
alami bersifat non-toksik dan ramah lingkungan karena berasal dari senyawa bahan alam seperti tumbuh –tumbuhan Oguzie, et al., 2007 dan hewan Cheng, et al., 2007 yang
mengandung atom N, O, P, S, dan atom-atom yang memiliki pasangan elektron bebas yang dapat berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk senyawa kompleks dengan logam Ilim
dan Hermawan, 2008
Inhibitor organik alami dari hewan telah diteliti, Utami 2007 melaporkan bahwa kitosan dari kulit udang efektif menurunkan laju korosi baja lunak dalam medium air laut buatan
yang jenuh gas CO
2
dengan metode gravimetri dan diperoleh persen proteksi sebesar 43,59 . Inhibitor organik alami dari ekstrak tumbuhan telah banyak dilakukan, Lestari dkk 2011
melaporkan bahwa ekstrak air kayu akasia mengandung tanin yang efektif menurunkan laju
korosi, pada percobaan ini diperoleh persen proteksi sebesar 36,1 pada konsentrasi 80 mgL dengan metode yang polarisasi potensiodinamik.
Stiadi dkk 1999 melaporkan bahwa tanin murni dapat menghambat laju korosi dalam air laut buatan sebesar 49,31 pada konsentrasi 2000 mgL dengan metode gravimetri.
Ridwanulloh 2009 melaporkan bahwa tanin murni dapat menginhibisi korosi pada baja dalam larutan NaCl yang jenuh gas CO
2
dengan metode gravimetri, pada penelitian ini diperoleh kondisi optimum 100 mgL dengan nilai persen proteksi sebesar 84,30 .
Hermawan 2007 melakukan penelitian tentang laju korosi baja lunak dari beberapa ekstrak metanol tumbuhan daun tembakau, daun lada, daun pepaya, daun teh dan buah pinang yang
efektif menurunkan laju korosi baja lunak dengan metode gravimetri dalam medium air laut buatan yang jenuh gas CO
2
, dari kelima ektrak metanol tumbuhan yang digunakan tersebut, ekstrak metanol buah pinang paling efektif menurunkan laju korosi, dengan nilai laju korosi
sebesar 0,1542 mmpy dan persen proteksi sebesar 85,28 .
E. Tanaman Pinang Areca catechu L.