1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Permasalahan pengemis merupakan masalah yang serius di kota Medan, berdasarkan data dari Dinas Sosial Sumut, 2009 tercatat 3.440 orang pengemis,
sedangkan di tahun 2012 meningkat mencapai 12.680 Suadi, 2014. Saat menjelang hari-hari besar keagamaan termasuk ramadhan dan lebaran jumlah pengemis juga
meningkat. Banyak dari mereka berkeliaran di persimpangan-persimpangan lampu merah, mendatangi rumah-rumah ibadah, rumah-rumah warga, pertokoan dan kantor-
kantor pemerintah dan swasta Safitri, 2009. Hal ini membuat dinas sosial dan tenaga kerja Dinsosnaker kota Medan
kewalahan menangani para pengemis, meskipun mereka sudah melakuan beberapa upaya untuk penanganan, pembinaan dan rehabilitasi sosial agar para pengemis tidak
kembali lagi ke jalanan Dinsosnaker, 2013. Pemerintah juga membuat peraturan yang melarang orang-orang untuk mengemis, yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana KUHP Pasal 504, buku ketiga bab dua tentang pelanggaran ketertiban umum Solahuddin, 2007. Sayangnya, berbagai upaya-upaya yang telah
dilakukan tersebut tidak efektif. Sebenarnya, sudah diperjelas dalam peraturan pemerintah bahwa orang-orang
juga tidak boleh memberikan uang kepada pengemis. Selain tidak akan mengurangi angka pengemis, memberikan uang kepada pengemis berarti memupuk kebiasaan
mengemis dan malas bekerja, yang membuat orang-orang menjadi tidak produktif.
Universitas Sumatera Utara
Seperti berita-berita di televisi dan media-media massa lainnya, yang belum lama ini tentang banyaknya pengemis yang mempunyai penghasilan lebih tinggi dari
rata-rata pegawai kantoran dan karyawan UMR upah minimum regional yang ditetapkan oleh pemerintah IndonesiaKristanti, 2013. Sehingga inilah salah satu
yang membuat orang mempersepsikan mengemis sebagai suatu kegiatan untuk menghasilkan uang dengan mudah dan cepat.
Masyarakat tetap memberikan sumbangan kepada pengemis, meskipun sudah adanya larangan untuk memberikan sumbangan. Hal ini masih terjadi, karena
memberikan sumbangan terhadap seseorang merupakan bentuk perilaku menolong Wrightsman Deaux, 1981, perilaku menolong tersebut secara umum dianggap
sebagai perilaku yang baik dan positif yang dapat menguntungkan orang lain Baron Branscombe, 2012. Hal ini juga dapat dilihat secara nyata pada hasil wawancara
sebagai berikut : “ ….saya membantu pengemis karena saya kasihan. Sebagai manusia
sebaiknya kita saling tolong menolong.” Komunikasi Personal, 2014.
Peneliti menarik kesimpulan bahwa masyarakat menganggap memberikan sumbangan kepada pengemis merupakan suatu perbuatan yang baik di dalam norma
masyarakat dan inilah yang akan memberikan penguatan bagi pengemis. Perilaku menolong merupakan tindakan yang memberi keuntungan bagi orang lain
Hogg Vaughan 2002. Memberikan sumbangan kepada pengemis adalah bentuk perilaku donation, yang merupakan dimensi dari perilaku menolong Wrightsman
Deaux, 1981, dimana donation merupakan perilaku memberikan uang atau barang
Universitas Sumatera Utara
kepada seseorang yang membutuhkan, berarti segala bentuk memberikan sumbangan kepada pengemis merupakan perilaku menolong pengemis.
Di dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk menelaah salah satu faktor dari perilaku menolong yang membuat orang-orang terus saja memberikan uang
kepada pengemis, meskipun adanya peraturan-peraturan yang telah diterbitkan oleh pemerintah. Penelitian ini penting untuk mengetahui apa yang membuat orang-orang
yang tidak mematuhi larangan memberikan sumbangan kepada pengemis dan pengetahuan ini nantinya dapat bermanfaat bagi stakeholders misal : Dinas Sosial
untuk menjadi landasan dalam mengkonstruksi strategi pengurangan pengemis di jalanan.
Adapun faktor yang akan ditelaah peneliti adalah belief in just world. Belief in just world merupakan sejauh apa kepercayaan seseorang bahwa mereka hidup didunia
yang setiap orang akan memperoleh apa yang sepatutnya ia peroleh, di mana hal-hal yang baik akan dibalas dengan yang baik, sedangkan hal-hal yang buruk akan dibalas
dengan yang buruk Montada Lerner, 1998. Orang-orang yang memiliki kepercayaan bahwa adanya belief in just world mereka akan berperilaku sesuai
dengan aturan-aturan yang adil dan hal itu dipengaruhi oleh perilaku sosialnya dalam kehidupan sehari-hari, Hal ini terjadi karena konsep belief in just world menunjukkan
kontrak personal antara individu dengan dunia sosialnya sehingga semakin kuat individu memegang belief in just world maka semakin kuat juga kewajibannya untuk
berperilaku sesuai dengan aturan keadilan Dalbert, Lipkus, Sallay, Goch, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan fenomena lapangan yang peneliti lihat pada orang-orang yang memiliki kepercayaan adanya belief in just world terlihat memiliki perilaku menolong
yang tinggi, dimana saharusnya orang-orang yang memiliki kepercayaan adanya belief in just world akan berperilaku sesuai dengan aturan. sehingga dalam hal ini saat
seseorang melihat ada pengemis yang membutuhkan pertolongan, seseorang itu tidak akan memberikan pertolongan kepada pengemis karena ia memiliki kepercayaan
bahwa adanya belief in just world sehingga ia percaya seseorang jadi pengemis karena kesalahan yang telah dibuatnya sendiri sehingga pantas untuk seseorang
tersebut jadi pengemis. Tetapi peneliti melihat fenomena yang terjadikhususnya di kota Medan, orang-orang yang memiliki kepercayaan adanya belief in just world
menunjukkan perilaku tidak sesuai dengan aturan. Dimana adanya orang-orang yang terus saja memberikan sumbangan kepada pengemis walaupun banyak upaya dan
peraturan yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk tidak boleh menolong pengemis.
Dengan demikian, peneliti menduga bahwa secara psikologis, perilaku individu yang terus saja memberikan sumbangan berupa uang atau barang kepada
pengemis dapat didasari pada belief in just world yang dimilikinya. Dugaan ini akan diteliti secara empiris dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin
melihat hubungan antara belief in just world dengan perilaku menolong pengemis.
B. Rumusan Masalah