PENGARUH KONSENTRASI DAN MACAM ESSENTIAL OIL CITRUS SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP MUTU BUAH MELON POTONG SEGAR (Cucumis melo L.)

(1)

SKRIPSI

Oleh :

Siti Raudhotul Jannah 20120210059

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

ii SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dari Peryaratan Guna Memperoleh

Derajat Sarjana Pertanian

Oleh :

Siti Raudhotul Jannah 20120210059

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

v

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH KONSENTRASI DAN MACAM ESSENTIAL OIL CITRUS SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP MUTU BUAH MELON (Cucumis melo L.) POTONG SEGAR”. Penyusunan skripsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan pendidikan Strata Satu (S1) di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa tersusunnya laporan magang profesi ini tidak terlepas dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkaan terimakasih kepada :

1. Ir. Agung Astuti, M.Si selaku dosen pembimbing satu yang telah memberikan arahan, waktu dan tenaga dalam membantu penelitian ini.

2. Ir. Nafi Ananda Utama, M.S selaku dosen pembimbing dua yang telah memeberikan arahan, waktu dan tenaga dalam membantu penelitian ini 3. Chandra Kurnia Setiawan, SP. M.Sc. selaku penguji skripsi, terima kasih atas

koreksi dan masukkannya

4. Ir. Sarjiyah, M.S selaku Dekan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 5. Dr. Innaka Ageng Rineksane, S.P., M.P. selaku Kepala Prodi Agroteknologi,


(6)

vi

7. Ibu Yupin Rawasmawati dan Bapak Sholeh Hidayat selaku Orang Tua saya, yang telah memberikan segalanya untuk saya, baik itu doa, motivasi, dan dukungan finansial.

8. Adik saya Muhammad Abdul Munir Ramadhan dan Ali Zainal Abidin beserta keluarga tercinta lainnya yang selalu menjadi penyemangat saya dalam mengerjakan skripsi.

9. Teman-teman seperjuangan Agroteknologi angkatan 2012 yang senantiasa memberikan dukungan dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi. Skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca.

10. Teman-teman Drums Corp Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan pengalaman yang tidak terlupakan.

Penulis mengharapkan kritik dan saran apabila dalam penyusunan skripsi masih terdapat kekurangan.

Yogyakarta, Januari 2017


(7)

vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A.Buah Melon ... 6

B.Fisiologi Pasca Panen ... 8

C. Buah Potong Segar ... 10

D. Edible Coating ... 15

E.Alginat ... 17

F. Essential Oil Sebagai Antibakteri ... 19

G.Hipotesis ... 23

III. TATA CARA PENELITIAN ... 24

A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

B.Bahan dan Alat ... 24

C.Metode Penelitan ... 24

D.Cara Penelitian ... 26

E.Parameter yang Diamati ... 30

F. Analisis Data ... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A.Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pembusuk Melon ... 36


(8)

viii

B. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN ... 66


(9)

ix

1. Nutrisi Buah Melon ... 7

2. Kegunaan pengguaan edible film dan coating. ... 16

3. Skala Perubahan Warna Melon ... 32

4. Identifikasi bakteri pembusukan buah Melon. ... 37

5. Hasil Rerata Susut Bobot buah Melon potong segar yang diberikan perlakuan dan tanpa perlakuan. ... 51


(10)

x

2. Proses Browning pada Buah... 13

3. (a) Bentuk Sel dan Cat Gram (b) Bentuk Koloni ... 36

4. Histogram Daya Hambat Bakteri Metode Paper Disk. ... 39

5. Histogram Daya Hambat Bakteri Metode Pour Plate. ... 41

6. Grafik populasi Bakteri Pembusukan Buah Melon dalam x106 (CFU/ml). ... 43

7. Histogram Nilai Rata-rata Warna Buah Melon. ... 47

8. (a) Buah Melon Potong segar pada hari ke-0. (b) Buah Melon Potong segar pada hari ke-5. ... 48

9. (a) Buah Melon Potong segar pada hari ke-10. (b) Buah Melon Potong segar pada hari ke-15. ... 49

10. Histogram Susut Bobot buah Melon potong segar. ... 52

11. Grafik Gula Reduksi Buah Melon Potong Segar. ... 54

12. Grafik Regresi Total Asam Buah Melon Potong Segar. ... 58


(11)

xi

1. Skema Penelitian. ... 66

2. Lay Out Penelitian ... 68

3. Perhitungan Kultur Bakteri ... 69

4. Hasil Sidik Ragam ... 70


(12)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh: Siti Rau dhotul J annah

201 202 10059

Program Stucti Agroteknologi

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada Tanggal 20 Desember 201 6

Skripsi tersebut telab diterima sebagai persyaratan yang diperlukan guna mem peroleh derajat Sarjana Pertanian

Pembimb ing/Penguji Utam a: Anggota Penguji

Ir. Agung Astuti, M , Si Chandra Kumia Setiawan, SP. M.Sc.

NIK : 1961 0831 198610 133002 NTK. 1987100720 1310 133058

Pem bimbinglPenguji Pen damping :

,

Jr. Ncifi Ananda Dtama, M .S

N1K : 1961 08311 98610 133002


(13)

xiii

The research was conducted using experimental method which organized in Random Complete Plan (RCP) with single factor experimental plan. The study was divided into two steps. The first was Lemon and Orange essential oil Antibacteria test, and the second was edible coating aplication of Antibacteria alginat on the fresh-cut Melon. The parameter being observed was the resistivity of antibacteria, microbiology population, color, weight loss, sugarreduction, total titrable acid, and pH. The results of the research indicated that essential oil of Lemon 0,8% capabled to inhibit of the fresh-cut Melon bacterial decomposition. The essential oil of Orange 0,6% capable to keep the quality of physical properties (color and wight loss), biological (microbiology population) and chemical properties (sugar reduction, quantity of acid, and pH)on fresh-cut Melon.


(14)

1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengolahan minimal (minimal processing) pada buah dan sayur atau dikenal pula dengan istilah potong segar (fresh-cut) merupakan pengolahan sayuran yang melibatkan pencucian, pengupasan, dan pengirisan sebelum dikemas dan menggunakan suhu rendah untuk penyimpanan sehingga mudah dikonsumsi tanpa menghilangkan kesegaran dan nilai gizi yang dikandungnya (Latifa, 2009).

Konsumsi buah Melon di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 1,94 sampai 2,10 kg/kapita dan diperkirakan pada tahun 2015 sampai 2018 konsumsi buah Melon akan meningkat hingga mencapai 2,80 sampai 3,14 kg/kapita/tahun (Kementrian Negara dan Riset, 2012). Jumlah konsumsi buah Melon yang terus meningkat, memerlukan teknologi untuk mempermudah masyarakat mengkonsumsi buah Melon dalam bentuk buah potong segar. Berkembangnya pengolahan minimal produk Hortikultura disebabkan kebutuhan masyarakat akan produk buah dan sayur segar yang lebih mudah untuk digunakan maupun dikonsumsi. Perubahan gaya hidup yang serba cepat tersebut menuntut tersedianya pangan praktis untuk dikonsumsi.

Penyiapan buah Melon sebelum dikonsumsi meliputi pencucian, pengupasan, dan pemotongan. Pada umumnya konsumen hanya membeli setengah dari buah Melon yang utuh, sehingga mengharuskan pemotongan pada buah Melon. Pemotongan dapat mengakibatkan kerusakan sifat fisik, biologis dan kimia pada buah.


(15)

Tahapan produk buah potong segar melalui berbagai perlakuan yaitu pengupasan, pemotongan, pencucian dan pengemasan. Pengupasan dan pemotongan dapat mengganggu integritas jaringan dan sel buah, akibatnya terjadi peningkatan produksi etilen, peningkatan laju respirasi, degradasi membran, kehilangan air, dan kerusakan akibat mikroorganisme. Dampak lebih lanjut adalah terjadinya perubahan enzimatis dan penurunan umur simpan serta mutu buah (Latifa, 2009). Melon memiliki tekstur yang lembut dan daging buah yang penuh nutrisi, pemotongan buah Melon dapat mempercepat kerusakan biologis.

Edible coating adalah teknologi ramah lingkungan yang diterapkan pada banyak produk untuk mengontrol perpindahan kelembaban, pertukaran gas atau proses oksidasi. Edible coating dapat memberikan lapisan pelindung tambahan untuk memproduksi dan juga dapat memberikan efek yang sama sebagai penyimpanan atmosfer diubah dalam memodifikasi komposisi gas internal. Salah satu keuntungan utama menggunakan edible film dan coating adalah bahwa beberapa bahan aktif dapat dimasukkan ke dalam matriks polimer dan dikonsumsi dengan makanan, sehingga meningkatkan keselamatan atau gizi dan sensorik (Dhall, 2013)

Alginat memiliki potensi untuk membentuk komponen biopolimer film atau coating karena alginat memiliki struktur koloid yang unik, sebagai penstabil, pengikat, pensuspensi, pembentuk film, pembentuk gel, dan stabilitas emulsi (Nasyiah. dkk., 2014). Alginat memiliki sifat barrier yang baik terhadap O2 , pada

suhu rendah dapat menghambat oksidasi lipid dalam makanan, dapat memperbaiki flavor dan tekstur (Helmi, 2012). NamunAlginat tidak memiliki sifat antimikroba


(16)

sehingga diperlukan penambahan zat aktif lain yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba pada komoditas.

Peningkatan resisten bakteri terhadap antibiotik mulai meluas mengingat pemakaian antibiotik dalam bidang perternakan dan pertanian dengan komponen antibiotik yang sama, akibatnya dibutuhkan penelitian untuk mencari antibiotik baru. (Bansode and Chavan, 2012). Penggunaan essential oil sebagai antimikroba yang digunakan menjadi salah satu solusi menanggulangi resisten antibiotik sintetik.

Banyak tanaman yang mampu dimanfaatkan minyak atsirinya termasuk jenis Citrus. Citrus salah satu sumber yang kaya flavonoid alami karena mengandung konsentrasi senyawa fenolik yang tinggi (Shalu. et al., 2015). Flavonoid berperan secara langsung dengan mengganggu fungsi sel mikroorganisme dan penghambatan siklus sel mikroba. Mekanisme kerja senyawa flavonoid terlihat dengan membentuk kompleks protein ekstraseluler dan terlarut dengan dinding mikroba (Kompasiana, 2015).

Penelitian Olivas et al. (2007) penggunaan alginat dengan larutan solusi kalsium klorida 10 (w/v) pada fresh-cut Apel mampu mempertahankan kekerasan selama penyimpanan, pada penelitian Raybaudi-Massilia, et al. (2008) pengaplikasian Alginat dengan essential oil Kayu Manis, Cengkeh, Sereh masing-masing sebanyak 0,7 (v/v) dan minyak Cinnamaldehyde, Eugenol, Citral masing masing sebesar 0,5 (v/v) pada Apel potong segar mampu menghambat mikrobiota asli selama 30 hari dan mengurangi > 4 log CFU/g E. coli 0157: H7 pada minggu pertama penyimpanan. Penelitian Raybaudi-Massilia et al. (2008) penggunaan


(17)

alginat dengan menambahkan essential oil Kayu Manis 0,7% (w/v) Kemangi 0,7 % (w/v) Serai 0,7 % (w/v) dan memakai larutan solusi asam malat 2,5 % (w/v) pada Melon potong segar mampu menghambat pertumbuhan mikroba dan mengurangi hingga 3,1 log CFU / g setelah 30 hari penyimpanan (Olivas et al.; Montero-Calderon et al.; Raybaudi-Massilia et al., dalam Rojas-Grau et al., 2009).

Penelitian edible coating dari alginat dengan menambahkan essential oil Lemon dan Jeruk sebagai antibakteri perlu diujicoba karena diduga dapat mempertahankan mutu produk Melon potong segar. Permasalahan utama dalam penelitian tersebut yaitu efektifitas essential oil sebagai antibakteri bagi buah Melon potong segar, serta pengaruh Alginat yang ditambahkan essential oil sebagai antimikroba terhadap usaha mempertahankan mutu buah Melon potong segar. Diduga perlakuan edible coating Alginat dengan essential oli mampu menghambat perkembangan bakteri pembusuk buah Melon potong segar dan mempertahankan mutu buah Melon potong segar.

B. Rumusan Masalah Permasalahan utama dalam penelitian yaitu:

1. Seberapa besar kemampuan essential oil sebagai antibakteri terhadap bakteri pembusukan buah Melon potong segar?

2. Seberapa besar kemampuan alginat yang ditambahkan essential oil sebagai antibakteri dalam mempertahankan mutu buah Melon potong segar?


(18)

C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menentukan konsentrasi terbaik dari berbagai essential oil sebagai antibakteri bagi bakteri pembusukan buah Melon potong segar.

2. Mengkaji efektifitas edible coating dari alginat dengan essential oil sebagai antibakteri dalam mempertahankan mutu buah Melon potong segar.


(19)

6

Keluarga Cucurbitaceae seperti Melon, Labu, dan Mentimun terdiri dari ratusan spesies liar dan varietas yang dibudidayakan (Gene, 1997). Melon berasal dari daerah lembah panas Persia atau daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika. (Margianasari, 2012). Melon di pasar dunia terdiri dari 7 varietas kelompok utama, tetapi hanya 3 diantaranya yang umum dibudidayakan di Indonesia, yaitu Reticalatus (Cucumis melo var. reticalatus) Inodorus (Cucumis melo var. inodorus) dan Cantaloupensis (cucumis melo var. cantaloupensis) (Margianasari, 2012).

Kelompok Reticulatus memiliki beberapa sebutan, diantaranya Tock Melon, Netted Melon, Amrerican cantaloupe atau false cantaloupe. Kelompok ini memiliki ciri kulit buah keras, kasar, berjalar (net), bentuk buah bulat, daging buah beraroma, berwarna hijau atau orange, umur buah masak antara 75-90, serta tahan lama disimpan (Margianasari, 2012). Buah Cucurbitaceae bukan sumber yang signifikan dari kalori atau protein, namun buah-buahan tersebut menjadi sumber yang penting dari serat, mineral, pro-vitamin A (beta-carotene), dan vitamin C (Gene, 1997).

Melon rendah kalori yaitu 34 kalori dalam 100 g buah. Meskipun demikian, buah Melon kaya akan senyawa poli-fenolik, vitamin dan mineral. Buah Melon merupakan sumber dari vitamin A, (100 g memberikan 3382 IU atau sekitar 112% dari tingkat harian yang direkomendasikan) salah satu yang tertinggi di antara buah Cucurbita. Vitamin A merupakan antioksidan kuat dan sangat


(20)

penting untuk penglihatan yang sehat. Hal ini juga diperlukan untuk menjaga selaput lendir sehat dan kulit. Konsumsi buah-buahan alami yang kaya akan vitamin A telah dikenal untuk membantu melindungi dari paru-paru dan rongga mulut kanker (Umesh, 2009). Tabel 1 menunjukkan nutrisi Melon dalam 100 g. Tabel 1. Nutrisi Buah Melon

Kandungan Nilai nutrisi Persentasi dari

rekomendasi per hari

Energy 34 kalori 1,5%

Karbohidrat 8,6 g 6,5%

Protein 0,84 g 1,5%

Total lemak 0,19 g <1%

Serat 0,9 g 2,25%

Vitamin A 3382 IU 112%

Vitamin C 36,7 mg 61%

VitaminE 0.05 g 0,5%

Vitamin K 2,5 mg 2%

Sumber : USDA, National Nutrient Database for Standard Reference

Buah Melon kaya akan antioksidan flavonoid seperti beta-karoten, lutein, zea-xanthin dan cryptoxanthin. Antioksidan ini memiliki kemampuan untuk membantu melindungi sel-sel dan struktur lainnya dalam tubuh dari radikal bebas oksigen dan karenanya, menawarkan perlindungan terhadap usus besar, prostat, payudara, endometrium, paru-paru, dan kanker pancreas (Umesh, 2009). Buah juga mengandung vitamin B-kompleks, seperti niacin, asam pantotenat dan vitamin C, dan mineral seperti mangan. Konsumsi makanan kaya vitamin-C membantu tubuh manusia mengembangkan resistensi terhadap agen infeksi dan mengais berbahaya radikal bebas oksigen. Mangan digunakan oleh tubuh sebagai co-faktor untuk enzim antioksidan, superoksida dismutase. Komersial, Melon yang digunakan untuk mengekstrak dismutase enzim dismutase (SOD), yang


(21)

memainkan peran penting sebagai kuat pertahanan antioksidan lini pertama dalam tubuh manusia (Umesh, 2009).

B. Fisiologi Pasca Panen

Fisiologi pasca panen adalah berbagai proses yang terjadi pada bagian tanaman setelah dipanen atau dipisahkan dari inangnya. Proses fisiologi mengarah kerusakan sehingga untuk keperluan pemasaran dan konsumsi hampir semua proses fisiologi pascapanen harus diperlambat (Murdijati dan Yuliana, 2014).

Skema perkembangan produk pertanian dibagi menjadi 5 tahap yaitu pertumbuhan (development), pematangan awal (pre-maturation), pematangan (maturation), pemasakan (ripening), dan penuaan (senescense). Respirasi merupakan proses oksidasi substrat kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Proses respirasi digunakan untuk menyediakan energi untuk proses jalur reaksi lain selama pertumbuhan dan pemeliharaan, selain itu dapat dipergunakan untuk transpor mineral, larutan di antara sel, dan sintesis metabolit penting seperti karbohidrat, asam amino dan asam lemak (Murdijati dan Yuliana, 2014).

Menurut Murdijati dan Yuliana (2014) pada respirasi aerob (membutuhkan O2 untuk menghasilkan energi), satu molekul heksosa membutuhkan O2 sebesar

192 g untuk menghasilkan enam molekul karbon dioksida (264 g), enam molekul air (180 g) dan 673 kkal energi. Namun, energi yang dipergunakan untuk kelangsungan hidup suatu komoditas pertanian hanya sekitar 281 kkal (41% dari total energi) atau 38 ATP, sedangkan 392 kkal (57% dari total energi) hilang


(22)

sebagai panas dan 13 kkal hilang sebagai entropi selama reaksi oksidasi berlangsung.

Berikut ini reaksi kimia respirasi aerob :

C6H12O6 + 6O2+ 38 ADP + 38 Pi → 6CO2 + 44H2O + 38 ATP

Menurut Pantastico (1997) respirasi dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu: 1). pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, 2). oksidasi gula menjadi asam piruvat, 3). Transportasi piruvat dan asam-asam organik secara aerobik menjadi CO2, air dan energi. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai substrat dalam proses pemecahan polisakarida. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai sustrat dalam proses pemecahan.

Menurut Murdijati dan Yuliana, (2014) pada proses respirasi anaerob, pemecahan gula menghasilkan alkohol, CO2, 2 mol ATP dan 21 kkal panas,

berikut rumus respirasi anaerob:

C6H12O6 → 2C3H6O3 + 2ATP + CO2 + 21 kkal

Ada dua faktor yang mempengaruhi respirasi pada buah yaitu faktor internal (seperti susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan) dan faktor eksternal (seperti suhu sekira buah, gas Etilen, zat-zat pengatur tumbuhan, dan yang terakhir kadar dari O2 dan CO2) (Pantastico, 1997).

Buah dan sayuran mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga nutrisi yang mana sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dan sebagainya. Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah


(23)

merupakan faktor pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran.Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah-dan sayuran tersebut tumbuh dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang, hanya berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama setelah produk tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan menyebabkan pembusukan yang serius. Infeksi mikroorganisme di atas di namakan infeksi laten (I Made dan Utama, 2001).

Proses pematangan Perubahan warna terjadi pada kulit dan daging buah. Perubahan warna terjadi karena sedikitnya dua hal yaitu degradasi klorofil dan sintesa antosianin (Purwanti dan Nur, 2015). Degradasi klorofil diawali dengan fitol oleh klorofilase. Enzim tersebut dapat menurunkan kandungan klorofil dengan kuat, penurunan jumlah klorofil seiring dengan peningkatan aktifitas enzim klorofilase dan puncak aktifitas enzim terjadi pada tahap timbul warna (colour break), perubahan dari warna hijau menjadi warna kuning. Akumulasi antosianin maksimum terjadi pada saat klorofil sudah mengalami degradasi sempurna (Murdijati dan Yuliana, 2014).

C. Buah Potong Segar

Permintaan produk buah potong segar atau fresh-cut telah tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian besar permintaan konsumen menginginkan produk pertanian yang segar sehat, makanan nyaman dan aditif bebas yang aman dan bergizi, sehingga industri makanan menanggapi permintaan


(24)

konsumen dengan produk pengembangan yang kreatif, praktek produksi baru, penggunaan teknologi inovatif dan pemasaran terampil inisiatif (Jennylynd and Tipvanna, 2010).

Buah potong segar buah tropis yang berada di pasar terdiri dari beberapa komoditas yaitu seperti Melon, Blewah, Semangka, Mangga, Manggis, Rambutan, Nangka, Jeruk Bali, Pepaya, Durian, Jeruk, Nanas Dan Campuran Buah (Jennylynd and Tipvanna, 2010). Produk buah potong segar adalah produk yang sudah dipangkas, dikupas dan atau dipotong menjadi produk siap saji, yang kemudian dikemas untuk ditawarkan kepada konsumen dengan gizi yang tinggi, kenyamana, rasa dan tetap menjaga kesegaran dalam produk fresh-cut (Jennylynd and Tipvanna, 2010).

Kondisi ideal buah potong segar berkaitan dengan penampilan umum produk, kualitas sensorik, rasa dan kualitas gizi (Jennylynd and Tipvanna, 2010). Konsumen menilai kualitas dari buah potong segar bergantung pada penampakan produk, kekerasan, kualitas sensorik (aroma, rasa dan tekstur), kualitas nutrisi dan yang terakhir keamanan dikonsumsi (mikrobilogi) (Jennylynd and Tipvanna, 2010).

Produk buah potong segar tidak hanya harus terlihat segar, tetapi harus memiliki sensorik sifat aroma, rasa, tekstur dan daya tarik visual terkait serta aman, sehat dan bergizi dengan produk yang terlihat freshly. Jadi hanya produk segar berkualitas baik harus digunakan sebagai bahan awal dalam pengolahan buah potong segar (Jennylynd and Tipvanna, 2010).


(25)

Berbagai perlakuan yang dialami buah potong segar seperti pengupasan dan pengirisan dapat mengganggu integritas jaringan dan sel buah, sehingga terjadi peningkatan produksi etilen, peningkatan laju respirasi, degradasi membran, kehilangan air, dan kerusakan akibat mikroorganisme. Dampak lebih lanjut adalah terjadinya perubahan enzimatis dan penurunan umur simpan serta mutu (Latifa, 2009).

Gambar 1. Alur Minimaly Procesing

Sumber : Jennylynd B. James and Tipvanna Ngarmsak, 2010.

Proses buah potong segar mengalami luka pada komoditas, maka berdampak pada sifat fisiologis, perubahan biokimia dan kontaminasi mikroba. Pengolahan buah potong segar mengakibatkan perlukaan pada jaringan buah seperti pada proses pemotongan. Hal tersebut dapat meningkatkan produksi etilen, merangsang respirasi dan metabolisme fenolik. (Jennylynd and Tipvanna, 2010).

Fenilalanin (asam amino) merupakan perkusor hampir semua komponen fenolik, reaksi pembentukan komponen fenolik dengan perkusor fenilalanin disebut juga metabolisme fenilpropanoid. Metabolisme tersebut diinduksi oleh


(26)

fenilalanin ammonia liase (PAL) yang terdapat dalam jaringan vaskular dan mengeliminasi ammonia dari fenilalanin menghasilkan trans-sianamat (Murdijati dan Yuliana, 2014).

Luka menghasilkan sinyal yang akan menginduksi sintesis enzim PAL dalam metabolisme fenolik yang berfungsi meningkatkan produksi komponen dan pencoklatan. Induksi luka terhadap aktivitas PAL tidak hanya terjadi pada sel dekat luka tersebut, tetapi terjadi juga pada sel-sel yang berada 2,5 cm dari daerah luka (Murdijati dan Yuliana, 2014).

Gambar 2. Proses Browning pada Buah.

Sumber : Jennylynd B. James and Tipvanna Ngarmsak, 2010.

Komponen fenolik tersebut berperan dalam pembentukan warna coklat yang disebabkan oksidasi komponen fenolik oleh polifenol oksidase (PPO) dan menghasilkan o-quinon yang selanjutnya mengalami polimerisasi menghasilkan pigmen coklat yang tidak larut dalam air (Murdijati dan Yuliana, 2014). Pada buah dan sayuran yang utuh substrat yang terdiri atas senyawa-senyawa fenol terpisah dari enzim polifenol oksidase sehingga tidak terjadi reaksi pencoklatan. Ketika sel pecah akibat pengirisan atau pemotongan, substrat dan enzim akan


(27)

bertemu pada keadaan aerob sehingga terjadi reaksi pencoklatan enzimatis (Ernawati, 2012).

Penghambatan browning dapat dilakukan baik dengan perlakuan fisik (pemanasan, pendinginan, pembekuan, aplikasi tekanan tinggi, irradiasi, dan lain-lain), maupun penambahan zat penghambat (pereduksi, pengkelat, asidulan, penghambatan enzim, dan agen pengkompleks). Perlakuan yang dilakukan untuk mendapatkan penghambatan yang lebih efektif. Penggunaan zat penghambat sebaiknya tidak mempengaruhi tekstur, rasa, dan aroma produk akhir (Catur, 2016).

Tingkat pernapasan yang meningkat mengakibatkan kehilangan air, penurunan kadar karbohidrat, vitamin dan asam organik, serta memberi dengan dampak negatif pada rasa dan aroma. Kehilangan air dikarenakan degradasi dinding sel yang mengakibatkan hilangnya turgor. Pada waktu yang bersamaan, terjadi pertumbuhan mikroba pada permukaan potongan. Di sisi lain, gula pada buah menjadi tersedia sehingga mempercepat kesempatan untuk pembusukan mikroba (Jennylynd and Tipvanna, 2010).

Produk buah potong segar sangat rentan terhadap serangan mikroba karena selama pemrosesan terjadi perubahan jaringan. Proses yang dilalui seperti pemotongan, pengirisan, pengupasan memberikan kesempatan untuk kontaminasi mikrobiologi, proses tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan buah dan struktur sel, menyebabkan kehilangan nutrisi dan cairan seluler (Olusola, 2002).


(28)

Faktor yang mempengaruhi stabilitas mikroba dan kualitas produk buah potong segar dapat disederhanakan menjadi empat kategori utama, yaitu sebagai berikut (Olusola, 2002):

1. Sifat intrinsik dari produk seperti pH, kadar air, nutrisi dan pelindung struktur biologis seperti kulit atau kutikula.

2. Faktor pemrosesan seperti pada saat pencucian, pengupasan, pengirisan, packaging, kondisi temperatur selama proses berlangsung dan yang terakhir penambahan pengawet.

3. Faktor ekstrinsik seperti temperatur penyimpanan dan penggunan memodifikasi atmosfir.

4. Sifat implisit dari spesies mikrobia seperti tingkat pertumbuhan, suhu dan toleransi pH dan interaksi.

Umur simpan produk buah potong segar ditentukan berdasarkan total mikroba atau dari kelompok mikroorganisme dan pengamatan dari catatan pembusukan terkait serta tingkat degradasi enzimatik dari jaringan (Olusola, 2002).

D. Edible Coating

Edible coating adalah zat yang membentuk lapisan luar pada objek serta legal dan aman untuk digunakan pada produk makanan (Elizabeth. et al., 2012). Penggunaan edible coating pada Minimally Processing bertujuan memberikan suasana termodifikasi sehingga dapat memperlambat transfer gas, mengurangi kelembaban dan kehilangan aroma, menunda perubahan warna, dan meningkatkan penampilan umum dari produk (Olivas, and Barabosa-Canovas, 2005).


(29)

Penggunaan edible coating yang sering digunakan pada buah dan sayur dengan tujuan untuk mengurangi hilangnya kelembaban maupun melembut dan mengerutnya daging komoditas karena hilangnya turgor, sehingga dapat memperbaiki penampilan (Elizabeth. et al., 2012).

Polimer adalah bahan utama dari berbagai edible coating, banyak polimer yang dapat dimakan dan tidak beracun (Elizabeth. et al., 2012). Edible film atau coating sendiri dapat dibuat dari tiga jenis bahan yakni hidrokoloid (alginat, karaginan, pati), lipid (lilin/wax, asam lemak) , dan komposit dari keduanya (Aji P. dkk., 2010).

Tabel 2. Kegunaan pengguaan edible film dan coating.

Kegunaan Jenis Film yang sesuai

Memperlambat migrasi kelembapan Lipid, komposit

Memperlambat migrasi gas Hidrokoloid, lipid atau komposit Memperlambat migrasi minyak dan

lemak

Hidrokoloid

Memperlambat migrasi bahan terlarut Hidrokoloid, lipid, atau komposit Memperbaiki interigasi stuktur atau

sifat-sifat penanganan

Hidrokoloid, lipid, atau komposit Mempertahankan senyawa flavor yang

volatile

Hidrokoloid, lipid, atau komposit Pembawa bahan tambahan pangan Hidrokoloid, lipid, atau komposit Sumber : Latifa (2009).

Edible film dan coating yang bersifat antimikroba berpotensi dapat mencegah kontaminasi patogen pada berbagai bahan pangan yang memiliki jaringan (daging, buah-buahan, sayuran). Kombinasi antimikroba dengan pengemas film untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba pada makanan dapat memperpanjang masa simpan dan memperbaiki mutu pangan (Christiana dkk., 2012).


(30)

Jenis bahan antimikroba yang dapat ditambahkan ke dalam matriks edible coating/film antara lain adalah minyak atsiri, rempah-rempah dalam bentuk bubuk atau essential oil, kitosan, dan bakteriosin seperti nisin. Bahan antimikroba dari senyawa kimia antara lain adalah asam organik seperti asam laktat, asetat, malat, dan sitrat, serta sistem laktoperoksidase yang merupakan antimikroba alami yang terdapat dalam susu dan saliva dari mamalia (Christiana. dkk., 2012).

Metode yang sering digunakan adalah penambahan/ inkorporasi bahan antimikroba ke dalam edible film. Bahan aktif tersebut ditambahkan ke dalam matriks bahan pengemas, baik dalam bentuk bubuk ataupun dalam bentuk minyak atsiri. Sementara kitosan biasanya ditambahkan dalam matriks atau dilapiskan pada lapisan film (Christiana. dkk., 2012).

Keuntungan penambahan bahan aktif antimikroba ke dalam edible coating adalah meningkatkan daya simpan. Selain itu, sifat penghalang yang berasal dari lapisan film yang diperkuat dengan komponen aktif antimikroba dapat menghambat bakteri pembusuk dan mengurangi risiko kesehatan. Penggunaan bahan antimikroba dari bahan alami juga lebih aman dibanding bahan antimikroba sintetis. Penggunaan bahan antimikroba yang diaplikasikan secara langsung pada permukaan buah akan dinetralkan oleh komponen yang ada dalam buah (Rojas-Grau et al. 2009). Kelemahan penggunaan antimikroba alami adalah dapat memengaruhi rasa karena flavor minyak atsiri yang sangat kuat (Christiana. dkk., 2012).


(31)

E. Alginat

Alginat adalah polimer linier organik polisakarida yang terdiri dari monomer α-L asam guluronat (G) dan β-D asam manuronat (M), atau dapat berupa kombinasi dari kedua monomer tersebut. Alginat dapat diperoleh dari ganggang coklat yang berasal dari genus Ascophyllum, Ecklonia, Durvillaea, Laminaria, Lessonia, Macrocystis, Sargassum, dan Turbinaria (Wikipedia, 2013).

Alginat merupakan hidrokoloid polisakarida yang potensial untuk dibuat edible film, karena sifatnya yang kaku, dapat dimakan dan dapat diperbaharui (Murdinah, dkk., 2007). Alginat termasuk dalam kelompok hidrokoloid yang memiliki potensi sebagai edible coating pada produk pangan. Alginat merupakan konstituen dari dinding sel pada alga yang banyak dijumpai pada alga coklat (Phaessential oilphycota). Senyawa ini merupakan heteropolisakarida dari hasil pembentukan rantai monomer asam manuronat dan asam guluronat (Nasyiah. dkk., 2014). Alginat memiliki potensi untuk membentuk komponen biopolimer film atau coating karena alginat memiliki struktur koloid yang unik, sebagai penstabil, pengikat, pensuspensi, pembentuk film, pembentuk gel, dan stabilitas emulsi (Nasyiah. dkk., 2014). Alginat memiliki sifat barrier yang baik terhadap O2

, pada suhu rendah dapat menghambat oksidasi lipid dalam makanan, dapat memperbaiki flavor dan tekstur (Helmi, 2012).

Pada penelitian Nasyiah dkk. (2014) pemberian edible coating pada dodol rumput laut memberikan hasil edible coating dari Nutrien alginat memiliki pengaruh terhadap kemunduran mutu dodol rumput laut berdasarkan nilai TPC,


(32)

kadar air, Aw, pH dan organoleptik, edible coating Nutrien alginat 2,5% merupakan konsentrasi terbaik yang mampu mempertahankan mutu dodol rumput laut hingga hari ke-8.

Penelitian Olivas et al. (2007) penggunaan alginat dengan larutan solusi kalsium klorida 10 (w/v) pada fresh-cut Apel mampu mempertahankan kekerasan selama penyimpanan, pada penelitian Montero-Calderon. et al. (2008) pengaplikasian Alginat dengan kalsium klorida 2 (w/v) pada Nanas potong segar mampu menahan kehilangan kadar air pada buah. Penelitian Raybaudi-Massilia et al. (2008) penggunaan alginat dengan menambahkan Essential Oil Kayu Manis 0,7% (w/v) Kemangi 0,7 % (w/v) Serai 0,7 % (w/v) dan memakai larutan solusi asam malat 2,5 % (w/v) pada Melon potong segar mampu menghambat pertumbuhan mikroba dan mengurangi hingga 3,1 log CFU / g setelah 30 hari penyimpanan (Olivas et al.; Montero-Calderon et al.; Raybaudi-Massilia et al., dalam Rojas-Grau et al., 2009).

F. Essential Oil Sebagai Antibakteri

Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile) yang merupakan salah satu hasil metabolisme tanaman. Essential oil bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, serta berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Minyak atsiri larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Retna. dkk., 2007). Minyak atsiri pada industri banyak digunakan sebagai bahan pembuat kosmetik, parfum, antiseptik dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atsiri mampu bertindak sebagai bahan terapi (aromaterapi) atau bahan obat suatu jenis penyakit. Fungsi minyak


(33)

atsiri sebagai bahan obat tersebut disebabkan adanya bahan aktif, sebagai contoh bahan anti radang, hepatoprotektor, analgetik, anestetik, antiseptik, psikoaktif dan anti bakteri (Retna. dkk., 2007).

Secara umum, minyak atsiri memiliki sifat antibakteri yang kuat terhadap patogen penyebab penyakit yang terdapat pada makanan (foodborne pathogen). Hal ini karena minyak atsiri mengandung senyawa fenolik dalam konsentrasi tinggi seperti carvacrol, eugenol, dan thymol, yang memiliki sifat antioksidan dan antimikroba (Christina. dkk., 2012).

Mekanisme minyak atsiri dalam menghambat antimikroba dapat melalui beberapa cara, antara lain 1) mengganggu komponen penyusun dinding sel, 2) bereaksi dengan membran sel sehingga meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, dan 3) menonaktifkan enzim essensial yang menghambat sintesis protein dan kerusakan fungsi materi genetik. Pada minyak atsiri, mekanisme antimikroba yakni dengan cara mengganggu membran sitoplasma mikroba, memotong jalannya daya motif proton, aliran elektron, dan transpor aktif, dan atau mengkoagulasi isi sel (Christiana. dkk., 2012).

Pada penelitian Gholamreza Kavoosia et al. (2014) menggunakan Edible coating dari gelatin (10% b / v) yang ditambahkan minyak atsiri dari Zataria multiflora (ZMO, 2, 4, 6 dan w / w dari gelatin 8%) sebagai antimikroba dapat mengurangi jumlah koloni bakteri Gram-positif mau pun Gram-negatif. Semakin tinggi konsentrasi ZMO semakin tinggi persentase jumlah koloni yang berkurang, dan dapat disimpulkan bahwa gelatin dengan ZMO dapat digunakan sebagai


(34)

pelapis aktif karena antioksidan yang sangat baik dan sifat antimikroba untuk aplikasi kemasan makanan.

Pada penelitian Rosa et al. (2007) aplikasi menggunakan Edible coating dari alginat yang ditambahkan dengan antimikroba dari essential oil (sirih, kayu manis dan kemangi) dan larutan solusi dari asam malat untuk mempertahankan dan umur simpan pada Melon potong segar yang dinokulasikan dengan Salmonella Enteritidis. Melon potong segar yang dilapisi alginat dengan essensial oil dapat mempertahkan umur simpan buah sampai 21 hari sedangkan perlakuan kontrol yang tidak dilapisi edible coating dan essential oil mencapai 4 hari dan pada perlakuan yang dilapisi edible coating tanpa essential oil mencapai 10 hari.

1. Lemon (Citrus limon)

Buah lemon merupakan sumber dari senyawa fenolik (terutama flavonoid) dan nutrisi lainnya dan senyawa non-gizi (vitamin, mineral, serat makanan, minyak atsiri, asam organik dan karotenoid), yang diperlukan untuk pertumbuhan yang normal dan sistem fisiologis manusia (Felipe. et al., 2013).

Buah Lemon sumber yang kaya flavonoid dan banyak flavon polymethoxylated yang langka di tanaman lain (Bansode, and Chavan, 2012). Flavonoid berperan secara langsung dengan mengganggu fungsi sel mikroorganisme dan penghambatan siklus sel mikroba, mekanisme kerjanya sebagai antibakteri yaitu dengan membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut dengan dinding mikroba (Kompasiana, 2015). Minyak essensial oil dari Citrus limon (Rutaceae) kaya senyawa biologis aktif sebagai antibakteri, antijamur, antiparasit dan kegiatan antiviral (Felipe. et al., 2013).


(35)

Pada penelitian Najwa Nasser AL-Jabri and Muh. Amzad Hossain (2014) membandingkan essential oil Lemon Turki dan India pada bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa and Proteus vulgaris dengan konsentrasi 2 mg/ml; 1 mg/ml; 0,5 mg/ml; 0,25 mg/ml dan kontrol menggunakan 1 mg/ml amoxisilin. Hasil yang didapatkan pada Essential Oil Lemon Turki membentuk zona hambat seluas 0-7 mm pada P. aeruginosa dengan konsentrasi 1; 0,5 dan 0,25 mg/ml. Bakteri P. vulgaris dan S. aureus dengan konsentrasi 0,5 mg/ml membentuk zona hambat 5 dan 6 mm, namun pada bakteri E. coli tidak sama sekali membentuk zona hambat. Berbeda dengan Essential Oil Lemon Turki, Essential Oil Lemon India mampu membuat zona hambat pada bakteri E. coli, S. aureus dan P. aeruginosa sebesar 6, 75 dan 70 mm pada konsentrasi 2 mg/ml, namun pada bakteri P. vulgaris dengan konsentrasi 0,25 mg/ml menunjukkan aktifitas yang sedikit sedangkan pada S. aureus dengan konsentrasi yang sama menunjukkan aktifitas yang tinggi.

2. Jeruk (Citrus)

Kandungan kulit Jeruk yaitu glikosida flavon (nessential oil hesperidin, naringin, hesperidin dan narirutin) triterpen (Limonene dan sitrol) Pigmen (antosianin, beta-cryptoxanthin, cryptoxanthin, zeaxanthin, rutin, eriocitrin dan homocysteine), flavon polimetakrilat (tangeretin dan nobiletin), dan yang terakhir Flavonoid (sitakridon, sitbrasine dan noradrenalin) (Parle and Chaturvendi, 2012).

Essential Oil dari Jeruk efektif untuk mencegah kontaminasi penyimpanan dari jamur A.Niger, karena bahan aktif dari Jeruk seperti Limonene 84,2%, lialol 4,4%, mycene 4,% (Parle and Chaturvendi, 2012). Penelitian Chia-Min Lin et al.


(36)

(2010) menggunakan Essenstial Oil dari kulit Jeruk untuk menanggulangi kontaminasi makanan melalui pisau stenlis dan talenan yang digunakan, sebelumnya dilakukan penginokulasian bakteri Vibrio parahaemolyticus, Salmonella typhimurium, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus pada pisau dan talenan. Lalu diaplikasikan pada makanan yang sudah diberi essential oil secara surface dengan konsentrasi 1; 2,5; 5; 7,5 hingga 10% (v/v), dan didapatkan hasil konsentrasi terendah yaitu 1% dan 2,5% mampu menghambat bakteri V. parahaemolyticus, konsentrasi 2,5% dan 5% mampu menghambat S. typhimurium dan E. coli, dan yang terakhir pada bakteri S. aureus digunakan konsentrasi paling tinggi yaitu 5% dan 10%.

G. Hipotesis

Diduga perlakuan edible coating alginat dengan essential oli mampu menghambat perkembangan bakteri pembusuk dan mempertahankan mutu buah Melon potong segar, konsentrasi terbaik pada perlakuan essential oil 0,7% (v/v).


(37)

24

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai bulan September sampai November 2016.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu alginat, buah Melon, gliserol, aquades, Pepton, Dextros, extrak Yeast, metanol, essensial oli Lemon, essensial oli Jeruk, agar-agar, alkohol, CaCl2, Nelson A, Nelson B,

Arsenomolibdat, Indikator PP 1%, NaOH 0,1N, Hexana.

Alat yang digunakan plastik Wrapping, sterofoam, pisau, mortar, cooler, petridisk, Autoklaf, pH meter, label, ketras sampul, koran, kertas saring, magnetic stirrer, spektrotometer, tabung labu, vortex, erlenmeyer, Plate count, glove, masker, tissue, timbangan analitik, karet gelang, kapas, pelastik pp.

C. Metode Penelitan

Penelitian eksperimental terdiri dari 2 tahap yaitu 1) Uji Antimikroba essential oil Lemon dan Jeruk 2) Aplikasi edible coating alginat berantibakteri pada buah Melon potong segar. Tahapan penelitian tersaji pada lampiran 1.

Tahap I : Uji Antibakteri essential oil Lemon dan Jeruk disusun dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan rancangan percoban faktor tunggal terdiri dari 6 perlakuan yaitu:


(38)

A : Essential Oil Lemon 0,6% (v/v) B : Essential Oil Lemon 0,7% (v/v) C : Essential Oil Lemon 0,8% (v/v) D : Essential Oil Jeruk 0,6% (v/v) E : Essential Oil Jeruk 0,7% (v/v) F : Essential Oil Jeruk 0,8% (v/v)

Tahap II: Aplikasi edible coating alginat berantibakteri essential oil Lemon dan Jeruk disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan rancangan percobaan faktor tunggal terdiri dari tunggal 6 perlakuan yaitu:

A : Essential Oil Lemon 0,6 % (v/v) B : Essential Oil Lemon 0,7 % (v/v) C : Essential Oil Lemon 0,8 % (v/v) D : Essential Oil Jeruk 0,6 % (v/v) E : Essential Oil Jeruk 0,7 (v/v) F : Essential Oil Jeruk 0,8 (v/v) G : Kontrol

Jumlah dari perlakuan yaitu 7 dengan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga menghasilkan 21 unit. Setiap unit terdiri dari 21 potong sampel dengan lebar 3 cm, 21 sampel korban dan 3 sampel perlakuan. Lay Out penelitian (Lampiran 2).


(39)

D. Cara Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian inti terdiri dari tahap I: uji antibakteri dan tahap II : aplikasi edible coating Alginat dengan antibakteri essential oil.

1. Penelitian Pendahuluan

a. Pembuatan Melon Potong Segar

Melon dibersihkan dengan cara merendamnya dalam larutan sodium (300 ppm) lalu dicuci dan dikeringkan dengan tissue. Satu buah Melon dipotong dan diiris sebanyak 12 potong dengan lebar 3 cm menggunakan yang tajam. Potongan Melon dikemas menggunakan sterofoam dan wrapping plastik lalu disimpan dalam cooler dengan suhu 10°C. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan parameter perubahan warna.

b. Isolasi dan Karakteristik Isolat Bakteri Pembusukan Buah Melon i. Sterilasi Alat

Streilisasi alat menggunakan autoklaf pada tekanan 1 atm dengan suhu 121°C selama 15-30 menit. Alat-alat yang akan disterilkan dibungkus dengan kertas payung sebelum dimasukan ke dalam autoklaf. Alat yang disterilkan antara lain pestidish, erlemeyer, tabung reaksi, dryglaski, batang pengaduk.

ii. Pembuatan Media

Pembuatan media NA yaitu dengan melarutkan Peptone 5 gram dan atau yeast extrak sebanyak 3 gram dalam aquades 1000 ml dengan api kecil dan diaduk secara continue sampai homogen. Tambahkan agar-agar sebanyak 15


(40)

gram. Setelah homogen, medium diukur pH 7,2 lalu disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121°C dan tekanan 1,5 atm selama 15 menit.

iii. Isolasi Pembuatan Bakteri Buah Melon Potong Segar

Buah Melon potong segar yang telah tidak enak rasanya diisolasi, dengan cara menimbang sampel buah melon yang telah busuk sebanyak 1 g. Sampel yang telah ditimbang, dihaluskan menggunakan mortar (penumbuk) kemudain dibuat suspenses sampai dengan konsentrasi 10-2 10-4 dan 10-6 . Ambil 1 ml dari pengenceran yang terakhir sehingga mendapatkan 10-7 pada media lalu dituangkan pada cawan petri metode surface dan streak yang selanjutnya diinokulasi ke masing-masing media NA, diinkubasi selama 48 jam.

iv. Pemurnian Bakteri Buah Melon Potong Segar

Pemurnian mikroba diperoleh hasil dari tahap isolasi. Mikroba yang tumbuh diinokulasi pada media NA yang baru dan diinkubasi selama 48 jam.

v. Identifikasi dan Karakteristik Mikroba Buah Melon Potong Segar

Koloni mikroba yang telah tumbuh setelah dilakukan inkubasi selanjutnya dilakukan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis diamati dengan melihat morfologi. Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan mengamati koloni mikroba di bawah miskroskop dengan pembesaran 40 x 10 (Lampiran 1a).

c. Pembanyakan Bakteri Pembusukan Buah Melon Potong Segar Hasil isolasi yang didapatkan, dipindahkan pada media agar miring dan medium cair pada tabung reaksi, kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 48 jam. Kemurnian isolat, diuji kembali dengan pengamatan miskropkopik. Jika


(41)

setiap tabung terdapat satu jenis mikroba maka isolasi tersebut telah berhasil. Koloni mikroba yang telah dimurnikan selanjutnya diperbanyak pada NC, lalu digojog kultur selama 24 jam (109 CFU/ ml), dari inokulum cair mikroba siap diinokulasi (Lampiran 3).

2. Penelitian Inti

a. Tahap I : Uji Antibakteri Essential Oil Lemon dan Jeruk i. Uji Daya Hambat Antimikroba dengan Metode Paper Disk

Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan untuk mengetahui kemampuan daya hambat antara essential oil Lemon dan essential oil Jeruk pada bakteri pembusuk. Pada buah Melon potong segar. Pengujian ini menggunakan metode Paper Disk yaitu dengan cara mencelupkan lembaran Paper Disk 6 mm kedalam larutan antimikroba lalu dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah diisolasi Mikroba dari Pembusukan buah Melon potong segar.

Cawan petri diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Setelah melalui masa inkubasi, akan muncul zona penghambatan dan dilakukan pengukuran diameter zona penghambatan dengan cara diameter zona bening yang terbentuk.

ii. Uji Daya Hambat Antimikroba dengan Metode Pour Plate

Pengujian dengan metode pour plate dilakukan pada media NA yang dicampurkan Antimikroba kemudian dicampurkan ke dalam cawan petri. Stok mikroba kemudian dicampurkan ke dalam medium tersebut sebanyak 1 ml. selanjutnya diinkubasi selama 48 jam dan hasilnya diamati uji daya hambat dari bakteri yang tumbuh pada media tersebut.


(42)

d. Tahap II : Aplikasi Edible Coating Alginat Berantibakteri Essential Oil Lemon dan Jeruk

i. Pembuatan Edible Coating Berantibakteri

Edible coating dari alginat dijabarkan yaitu alginat pada 2% (w/v) dan gliserol pada 1,5% (v/v) yang dicampurkan ke dalam air suling steril dipanaskan pada 70° C dan diaduk sampai pelarutan total, dan yang terakhir tambahkan essential oil sesuai dengan perlakuan (0,6; 0,7; 0,8; % (v/v) (Rosa. et al., 2007). Larutan kalsium klorida 2% (v/v) disiapkan secara terpisah.

ii. Pembuatan Kultur Bakteri

Stok bakteri pembusuk diambil 1 ose dan diisolasi ke dalam Nutrien Cair (NC). NC digunakan 10% dari jumlah volume larutan bakteri yang akan diaplikasi ke dalam NC dan digojog selama 48 jam. Setelah NC digojog selama 48 jam, diambil 1 ml dari NC yang berisikan bakteri dan dimasukan ke dalam air steril 9 ml sehingga menjadi 10-1, lalu diambil 1 ml dari 10-1 dan dimasukan ke dalam air steril 99 ml sehingga menjadi 10-3. Pengenceran bakteri 10-3 dimasukan kedalam air steril 900 ml sehingga volum kultur bakteri yang didapatkan sebanyak 1000 ml.

iii. Aplikasi Edible Coating Berantibakteri

Melon dibersihkan dengan cara merendamnya dalam sodium (300 ppm) kemudian dicuci dan dikeringkan dengan kertas penyerap. Setelah bersih, buah Melon dipotong dan diiris lebar 3 cm dengan pisau dan kemudian dipotong dengan pisau yang tajam menjadi 12 potongan dalam satu buah Melon. Potongan


(43)

Melon dicelupkan ke dalam edible coating berantimikroba selama 2 menit pada suhu ruangan sebesar 18 °C, setelah itu dibiarkan menetes selama 1 menit (Rosa. et al., 2007). Setelah tidak ada lagi yang menetes, dicelupkan ke dalam larutan CaCl2 2% selama 2 menit. Sebelum dikemas dan disimpan dalam cooler bersuhu

10°C, Melon potong segar dan disemprot dengan kultur bakteri pembusuk (Lampiran 5d).

iv. Pengamatan

Pengamatan dilakukan lima hari sekali selama 15 hari penelitian. Parameter yang diamati menguji sifat biologis (mikrobiologi), fisik (susut bobot, dan warna), kimia (pH, gula reduksi, dan asam tertitrasi) (Lampiran 1b).

E. Parameter yang Diamati 1. Tahap I : Uji Antibakteri

a. Daya Hambat dengan Metode Paper Disk (cm)

Uji aktivitas antibakteri essential oil Lemon dan Jeruk terhadap bakteri pembusukan Melon potong segar dengan cara Kirby Bauer dalam Gusti. dkk, (2013). Pada permukaan media yang berisi bakteri, diletakkan paper disk (kertas cakram) berdiameter 1,6 cm yang telah diteteskan masing-masing larutan konsentrasi 0,6; 0,7; 0,8 % (v/v) pada setiap perlakuan. Selanjutnya, diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 °C. Zona hambat yang terbentuk dari masing-masing kertas cakram diukur menggunakan jangka sorong dengan satuan cm sebagai data penelitian.


(44)

b. Daya Hambat dengan Metode Pour Plate (CFU/ml)

Perhitungan daya hambat metode Pour Plate dilakukan dengan cara menghitung jumlah pertumbuhan bakteri pada media yang telah dicampurkan dengan konsentrasi antimikroba. Kemudian hasil dari pertumbuhan mikroba yang paling sedikit (CFU/ml) menentukan konsentrasi yang baik sebagai antibakteri. Perhitungan bakteri dengan plate count harus memenuhi beberapa syarat, yaitu sebagai berikut:

1. Jumlah koloni tiap cendawan petri antara 30-300 koloni.

2. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan petri (spreader).

3. Perbandingan jumlah koloni dari pengenceran sebelumnya jika sama atau lebih kecil 2 maka hasilnya dirata-rata, dan jika lebih besar 2 maka yang dipakai adalah jumlah koloni dari hasil pengenceran sebelumnya.

4. Jika dengan ulangan memenuhi syarat, maka hasilnya dirata-rata.

2. Tahap II: Aplikasi Edible Coating Alginat Berantibakteri Essential Oil Lemon dan Jeruk

a. Uji Mikrobiologi (CFU/ml)

Uji mikrobiologi dilakukan dengan menghitung total mikrobal menggunakan metode plate count. Media yang digunakan yaitu NA untuk bakteri dan pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 5, 10 dan 15. Seri pengenceran dilakukan dengan menghaluskan bahan dan ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril digojog sampai


(45)

homogen dengan vortex. Diencerkan 10-2, diambil 1 ml hasil penyaringan pada langkan pertama hingga mendapatkan pengenceran 10-3. Lalu, kegiatan pengenceran diulangi sampai mendapatkan pengenceran 10-7.

Petridis yang berisi media sebanyak 8 ml dan mengental, diinokulasi dari hasil pengenceran 10-5, 10-6, 10-7 dengan metode sureface menggunakan dryglasky. Setelah diinokulasi, suspensi diinkubasi selama 48 jam sehingga hasilnya mampu dihitung pertumbuhan mikroba dengan coloni Counter.

Perhitungan mikroba dengan plate count harus memenuhi beberapa syarat, yaitu sebagai berikut:

1. Jumlah koloni tiap cendawan petri antara 30-300 koloni.

2. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan petri (spreader).

3. Perbandingan jumlah koloni dari pengenceran sebelumnya jika sama atau lebih kecil 2 maka hasilnya dirata-rata, dan jika lebih besar 2 maka yang dipakai adalah jumlah koloni dari hasil pengenceran sebelumnya.

4. Jika dengan ulangan memenuhi syarat, maka hasilnya dirata-rata.

b. Uji Warna

Pengujian warna bertujuan untuk mengetahui kualitas hasil tangkapan dengan menggunakan indera sensori pengelihatan. Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan alat berupa skor sheet warna dan muncell color. Pada skor sheet digunakan angka 1 sebagai nilai terrendah dan angka 4 untuk nilai tertinggi.


(46)

Pengujian tersebut dilakukan oleh 10 panelis dengan dengan skala penilaian sebagai berikut (Lampiran 5e):

Tabel 1. Skala Perubahan Warna Melon Skala Keterangan

1 2,5 green yellow 8/10 2 5 yellow 8/10

3 2,5 yellow 5/6 4 2,5 yellow 5/4

Selanjutnya nilai dari warna buah Melon potong segar dihitung menggunakan rumus : warna =

x 100%

c. Susut Bobot

Susut bobot dapat dilakukan dengan menimbang buah Melon potong segar mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-15 selama penyimpanan, hasil timbangan buah dapat dinyatakan dalam persen. Susut bobot dapat dihitung dengan rumusan yang digunakan yaitu :

susut bobot (%) =

x 100% Keterangan : B0 = berat awal

Bt = berat pada saat pengamatan

d. Uji Gula Reduksi

Uji kadar gula reduksi menggunakan metode Nelson-Somogyi. Gula reduksi dapat mereduksi ion kupri menjadi kupro-oksida, dalam hal ini mereduksi reagen Nelson (Arsenomolibdat) menghasilkan warna biru. Campurkan Nelson A 25 ml dengan Nelson B 1 ml. Lalu masukan sampel dipipet sebanyak 1 ml ditambah 1 ml reagens C masukkan ke tabung reaksi lalu ditutup dan dipanaskan dalam waterbath selama 20 menit. Sampel didinginkan dan ditambahkan 2 ml


(47)

reagen Arsenomolibdat kemudian digojok lalu tambahkan 7 ml akuades. Setelah itu dibaca absorbansinya pada λ = 540 mm dengan spektrofotometer.

e. Total Asam Tertitrasi

Penentuan total asam tertitrasi dilakukan dengan menghancurkan buah Melon potong segar sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam gelas piala tambahkan 100 ml akuades dan digojok. Kemudian disaring dan didapatkan filtrat Melon potong segar. Filtrat lalu diambil 10 ml dengan pipet dan dimasukan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 1-2 tetes indicator phenolphthalein (PP) 1% maka diperoleh larutan Melon potong segar. Langkah selanjutnya yaitu dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda.

Selanjutnya hasil titrasi dihitung menggunakan rumus : TA =

f. Uji pH

Penentuan nilai pH menggunakan pH meter (Merynda. dkk., 2012), elektroda pH meter sebelum digunakan distandarisasi menggunakan larutan buffer. Kemudian dbersihkan menggunakan aquadest dan dikeringkan. Sampel Melon potong segar dihancurkan lalu ditimbang sebanyak 1 gram. Kemudian sample ditambahkan aquadest sebanyak 5 ml, digojog sampai homogen. Dicelupkan elektroda ke dalam sampel, dibiarkan elektroda sampai diperoleh pembacaan yang stabil. Nilai pH dapat langsung dibaca pada skala pH meter.


(48)

F. Analisis Data

Data hasil pengamatan diolah dengan Analysis of Variance (ANOVA) dengan taraf nyata α = 5%. Apabila terdapat pengaruh yang signifikan dari perlakuan yang dicobakan, maka dilakukan uji lanjutan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan α = 5 %, sedangkan data daya hambat (metode paper disk dan pour plate), mikrobiologi, warna dan pH dianalisa menggunakan histogram secara deskriptif.


(49)

36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan penelitian, maka dilakukan isolasi dan identifikasi bakteri pembusukan buah Melon terlebih dahulu, selanjutnya penelitian inti dilakukan dengan 2 tahap yaitu tahap I: uji antimikroba essensial oil Lemon dan Jeruk, dan tahap II: uji aplikasi edible coating Alginat berantimikroba essensial oil Lemon dan Jeruk.

A. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pembusuk Melon

Tahap awal dari isolasi dan identifikasi bakteri pembusukan Melon, yaitu membuat buah potong segar Melon yang disimpan dalam refrigator. Pada hari ke 0 buah Melon potong segar diisolasi dalam pengenceran 10-4 , 10-5 dan 10-6 dengan menggunakan media nutrien agar, menunjukkan tidak adanya populasi mikroba. Namun diduga populasi bakteri berada di pengenceran 10-2 dan 10-3. Pada hari ke-5 buah Melon potong segar sudah mulai tidak enak rasanya, sehingga diisolasi dan mendapatkan bakteri pembusukan dengan identifikasi pada tabel 4 dan bentuk sel dan sifat gram serta bentuk koloni pada gambar 3.


(50)

Tabel 1. Identifikasi bakteri pembusukan buah Melon.

No Identifikasi Bakter Pembusukan Melon

1 Warna Krem

2 Diameter 0,2

3 Bentuk Koloni Curled

4 Bentuk Tepi Ciliate

5 Stuktur Dalam Arborecent

6 Elevasi Umbunate

7 Sifat Aerobisitas Fakluatif Aerob

8 Sifat Gram Positif

9 Bentuk Sel Bacil

Diduga bakteri pembusukan pada buah Melon potong segar berdasarkan identifikasi yang dilakukan, merupakan bakteri Asam Laktat. Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri gram-positif yang tidak membentuk spora dan dapat memfermentasikan karbohidrat untuk menghasilkan asam laktat (Wikipedia, 2016). Secara umum bakteri Asam Laktat menunjukkan karakteristik, bakteri gram-positif, tidak membentuk spora, berbentuk batang atau bulat, kebanyakan toleran terhadap udara (Tatang dan Wardah, 2014). Bakteri tersebut, telah ditemukan hampir disetiap produk buah potong segar termasuk Melon, Pepaya, Nanas, Kubis, Wortel, Sawi Putih, Seledri, Paprika, dan berbagai salad campuran (Barth, et al., 2009). Setelah diidentifikasi, bakteri dipindahkan ke dalam agar miring dan nutrien cair untuk dijadikan stok untuk digunakan pada tahap penelitian selanjutnya.

Nutrien cair digunakan untuk menjadi sumber kultur bakteri yang nantinya akan diberikan pada buah Melon potong segar yang sudah diaplikasikan dengan Alginat dan berbagai konsentrasi essential oil. Keberadaan bakteri pada stok nutrient cair sebanyak 108 CFU/ml sedangkan pada Melon di hari ke-0 populasi


(51)

bakteri sebanyak 103 CFU/ml sehingga pemberian kultur bakteri harus disamakan dengan populasi bakteri melon segar (Lampiran 3).

Stok nutrient cair diambil sebanyak 1 ml dan dimasukan ke dalam 9 ml aquades steril sehingga populasi turun menjadi 10-1 CFU/ml, lalu diambil kembali 1 ml dan dimasukan ke dalam aquades steril sebanyak 99 ml sehingga menjadi 10-3 CFU/ml. Setelah mendapatkan 103 CFU/ml, aquades yang berisikan populasi tersebut dimasukkan ke dalam 900 ml aquades steril sehingga mendapatkan 1000 ml.

B. Uji Antibakteri Essential Oil Lemon dan Jeruk

Uji antimikroba pada tahap I menggunakan 2 metode yaitu metode paper disk dan metode pour plate. Bakteri yang digunakan merupakan bakteri yang diisolasi pada tahap sebelumnya.

1. Daya Hambat Antibakteri dengan Metode Paper Disk

Uji daya hambat metode paper disk menggunakan kertas saring berdiameter 1,6 cm yang direndam dengan larutan essential oil Lemon dan Jeruk masing-masing konsentrasi 0,6; 0,7; 0,8% v/v (sesuai dengan perlakuan) dan diletakan di atas nutrien agar yang sudah diisolasi dengan bakteri pembusukan buah Melon. Setelah 48 jam diinkubasi, isolat diamati zona bening. Berdasarkan gambar 4 secara keseluruhan essential oil Lemon menghasilkan daya hambat (cm) lebih tinggi dibandingkan dengan essential oil Jeruk. Minimum konsentrasi daya hambat (MIC) pada essential oil Lemon dan Jeruk yaitu 0,6% dengan luas daya hambat yang dihasilkan masing-masing 3,29 dan 2,73 cm, sedangkan daya hambat tertinggi yang dihasilkan essential oil Lemon dan Jeruk dengan


(52)

konsentrasi 0,8% yang menghasilkan daya hambat 4,69 dan 3,49 cm. Hasil uji daya hambat metode paper disk disajikan pada gambar 4 (Lampiran 5a).

Gambar 2. Histogram Daya Hambat Bakteri Metode Paper Disk.

Minyak atsiri memiliki sifat antibakteri yang kuat terhadap patogen penyebab penyakit yang terdapat pada makanan (foodborne pathogen), dikarenakan minyak atsiri mengandung senyawa fenolik dalam konsentrasi tinggi seperti carvacrol, eugenol, dan thymol, yang memiliki sifat antioksidan dan antimikroba (Christina. dkk., 2012).

Kandungan dalam essential oil Lemon kurang lebih 70% d-limonene dan terpinene 9,5 % dibandingkan dengan Jeruk dengan kandungan d-limonene 93% myrcene 1,85% (Stefani et al., 2011). Zat aktif terpiene menjadi yang pertama untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang diikuti oleh d-limonene dan yang terakhir myrcene (Felipe. et al., 2013). Hal ini menyebabkan essential oil Lemon lebih unggul menghambat bakteri dalam jangka waktu 48 jam pada media nutrien agar (lampiran 5-a).

0 1 2 3 4 5 Da y a H a m ba t (cm ) Perlakuan Lemon 0,6% Lemon 0,7% Lemon 0,8% Jeruk 0,6% Jeruk 0,7% Jeruk 0,8% A B C D E

A B C D E Ket : F


(53)

Terlihat pada gambar 4 menunjukkan semakin tinggi konsentrasinya semakin tinggi daya hambat yang dihasilkan. Menurut Stefani et al., (2011) Essential oil Citrus yang diuji menunjukkan aktivitas antioksidan yang baik tergantung pada konsentrasi. Hal tersebut berkaitan dengan jumlah zat aktif yang berada di dalamnya, semakin tinggi konsentrasi essential oil yang diberikan, semakin banyak kandungan zat aktif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga semakin tinggi daya hambat yang dihasilkan.

Essential oil citrus mampu menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk, yang ditunjukkan oleh zona hambat yang dihasilkan. Luas dari zona hambat yang dihasilkan terkait dengan jenis dan konsentrasi essential oilcitrus. Lemon dengan konsentrasi 0,7% terbukti paling efektif menghambat pertumbuhan bakteri. hal ini didukung dengan penelitian Stefani et al., (2011) essential oil Lemon dengan kandungan d-limonene 70% dan terpinene 9,5 % lebih unggul dari essential oil Jeruk Keprok, Jeruk Manis dan Jeruk Mandarin.

2. Daya Hambat Antibakteri dengan Metode Pour Plate

Uji daya hambat metode pour plate yaitu menggunakan media nutrien agar yang diberikan konsentrasi essential oil Lemon dan Jeruk (masing-masing 0,6; 0,7; 0,8% v/v), lalu diisolasikan bakteri pembusukan buah Melon. Setelah diinkubasi selama 48 jam, populasi bakteri dihitung menggunakan colouny counter.

Berdasarkan hasil gambar 5 secara keseluruhan essential oil Lemon lebih tinggi menghasilkan daya hambat pada metode pour plate dibandingkan dengan essential oil Jeruk, karena pada konsentrasi 0,6; 0,7; 0,8 % menunjukkan tidak ada


(54)

pertumbuhan mikrobia. Sedangkan Minimum bacteridal consentraton (MBC) pada essential oil Jeruk, semakin tinggi konsentrasi penghambatannya yang semakin besar, ditunjukkan dengan populasi bakteri yang semakin menurun pada konsentrasi 0,8% (6,33x102 CFU/ml) dibanding konsentrasi 0,6% (122x102 CFU/ml ). Hal ini berarti dengan konsentrasi 0,6%, essential oil Lemon adalah yang paling efektif menghambat populasi bakteri pembusukan buah Melon potong segar. Hasil uji daya hambat dengan metode pour plate tersaji pada gambar 5 (Lampiran 5b).

Gambar 3. Histogram Daya Hambat Bakteri Metode Pour Plate.

Nutrien agar pada kasus ini menjadi sumber nutrisi bagi sel bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak. Bakteri melakukan transport nutrisi melalui dingding sel dan membran sel. Membran sitoplasma merupakan penghalang utama pada kebanyakan bakteri Asam Laktat gram positif yaitu terdiri dari dua lapisan lipida, yang melekat pada molekul protein di dalam dua lapisan lipida tersebut dari sisi sitoplasmik hingga sisi dingding sel. Mekanisme transport pada kebanyakan bakeri melibatkan pengangkutan molekul nutrisi dari luar ke dalam sel, serta pengeluaran berbagai produk dari sel ke lingkungan (Tatang dan Wardah, 2014).

0 50 100 150

0 0 0 122 31.33 6.33 P opu lasi B akte ri x 10

2 (C

F U /m l) Perlakuan Lemon 0,6% Lemon 0,7% Lemon 0,8% Jeruk 0,6% Jeruk 0,7% Jeruk 0,8% A B C D E F A B C D E F


(55)

Bersamaan dengan nutrisi yang ada, essential oil masuk ke dalam sel bakteri dengan melalui dinding sel dan membran. Komponen penyusun dinding sel bakteri terganggu oleh kehadiran essential oil sehingga bereaksi dengan membran sel akibatnya peningkatan permeabilitas dan menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel. Selanjutnya zat aktif masuk ke dalam sel bakteri dan menonaktifkan enzim essensial yang menghambat sintesis protein dan kerusakan fungsi materi genetik (Christiana. dkk., 2012).

Permeabilitas sel bakteri yang terganggu menjadikan pengangkutan molekul nutrisi dari luar ke dalam sel serta pengeluaran berbagai produk dari sel ke lingkungan tidak beraturan, akibatnya sel bakteri mengalami kebocoran isi sel. Hal tersebut mengakibatkan komponen-komponen penting seperti protein, asam nukleat dan nukleotida akan keluar dari sel bakteri yang menyebabkan bakteri tidak dapat melakukan aktivitas kehidupannya dan pertumbuhan bakteri tersebut dapat terhambat atau mati (Ashari dkk, 2014).

Pada penelitian Shalu et al. (2015) penggunaan essensial oil Lemon, Jeruk dan Jeruk Nipis sebagai antibakteri menunjukkan efek penghambatan dan aktivitas spektrum yang luas terhadap terhadap bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella typhi, spesies Shigella dan Candida albicans, essential oil Lemon menunjukkan efek menghambat yang paling tinggi jika dibandingkan dengan Jeruk dan Jeruk Nipis.

Dari hasil uji daya hambat menunjukkan bahwa antara metode paper disk dan pour plate hasilnya saling mendukung yaitu perlakuan essential oil Lemon lebih efektif dibanding essential oil Jeruk dan daya hambat yang tertinggi yaitu


(56)

perlakuan essential oil Lemon dengan konsentrasi 0,6 % dapat menekan semua pertumbuhan populasi bakteri.

C. Aplikasi Edible Coating Alginat Berantibakteri Essential Oil Lemon

dan Jeruk

Aplikasi edible coating berantibakteri essential oil Lemon dan Jeruk dilakukan selama 15 hari dan diamati setiap 5 hari sekali. Parameter yang diamati menguji sifat biologis (mikrobiologi), fisik (susut bobot, dan warna), kimia (pH, gula reduksi, dan asam tertitrasi).

1. Mikrobiologi (CFU/ml)

Konsumen menilai kualitas dari buah potong segar bergantung pada penampakan produk, kekerasan, kualitas sensorik (aroma, rasa dan tekstur), kualitas nutrisi dan yang terakhir keamanan dikonsumsi (mikrobilogi) (Jennylynd and Tipvanna, 2010). Parameter Uji mikrobiologi dilakukan setiap hari pengamatan yaitu pada hari ke 0, 5, 10 dan 15. Media yang digunakan yaitu Nutrien Agar dan alat yang digunakan untuk menghitung populasi bakteri (CFU/ml) yaitu colony counter. Berikut grafik populasi bekteri dalam 106 selama hari pengamatan, tersaji pada gambar 6.


(57)

Gambar 4. Grafik populasi Bakteri Pembusukan Buah Melon dalam x106 (CFU/ml).

Penambahan essential oil sebagai antibakteri menunjukan pengaruh yang postif dalam menghambat pertumbuhan bakteri pada buah potong Melon segar. Terlihat pada pertumbuhan bakteri pada perlakuan kontrol pada hari penyimpanan ke-5 perlakuan tersebut langsung memasuki fase log. Hal tersebut menunjukkan bakteri mampu tumbuh pada buah Melon potong segar tanpa adanya hambatan. Sedangkan pada perlakuan menggunakan essential oil, bakteri tidak mampu tumbuh dengan baik karena pertumbuhannya terhambat meskipun tren pertumbuhan tidak sama.

Pada pengamatan hari ke 0 perlakuan Lemon 0,7% dan Jeruk 0,6; 0,7; 0,8 % mampu menekan populasi bakteri yang disemprotkan sebagai perlakuan. Namun pada perlakuan Lemon 0,6 dan 0,7%, tidak menunjukan penekanan jumlah populasi bakteri. Pada perlakuan Lemon 0,6% dan Jeruk 0,7; 0,8 % mikroba menunjukan pertumbuhan diperlambat, yaitu bakteri mampu memperbanyak dengan memanfaatkan nutrisi yang tersedia pada buah potong segar tanpa diikuti tren kematian ataupun log fase yang nyata.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

0 1 2 3 4 5

P opu lasi B akte ri x 10 6(C F U /m l) Perlakuan Lemon 0,6% Lemon 0,7% Lemon 0,8% Jeruk 0,6% Jeruk 0,7% Jeruk 0,8% Hari 0 Hari 5 Hari 10 Hari 15


(58)

Sedangkan pada perlakuan Lemon 0,7; 0,8% dan Jeruk 0,6% menunjukan hambatan pertumbuhan yang nyata, hal tersebut terlihat pada penyimpanan sampai dengan hari ke-5 pertumbuhan bakteri masih pada fase log atau adaptasi yaitu ditandai dengan penukaran jumlah bakteri disebabkan bakteri belum mampu memanfaatkan nutrisi pada buah potong segar karena hambatan dari essential oil.

Sifat hidrofobik pada essential oil menjadikan essential oil tersebut mampu melewati membran sel mikroba dan masuk mitokondria, mengganggu struktur internal dan menempel pada membran sehingga lebih permeable (Rojas et al., 2009). Menurut Rosa. et al., (2009) essential oil mampu mendegradasi dinding sel, kerusakan sitoplasma membran dan membran protein, kebocoran sel, koagulasi sitoplasma, dan penipisan kekuatan motif proton.

Selanjutnya pada waktu pengamatan hari ke 5 sampai 10 setelah aplikasi pertumbuhan bakteri pada semua perlakuan essential oil menunjukan fase log. Hal tersebut diduga karena bakeri telah beradaptasi terhadap keberadaan essential oil dan mampu memanfaatkan nutrisi buah Melon potong segar.

Adaptasi stres sel bakteri mensintesis beberapa jenis protein kejut atau protein stres dan akan diekspresikan untuk melawan berbagai stres. Protein stres menyediakan perlindungan terhadap stuktur sel, sehingga dapat memberi efek kebalikan dari stres (Tatang dan Wardah, 2014). Sintesis protein dalam jumlah yang besar dimediasi melalui ekspresi sistem gen yang berhubungan dengan stres. Beberapa gen tersebut yang dapat diinduksi, sedangkan gen lain bersifat konsumtif, tetap diekspresikan pada tingkat yang rendah jika sel tidak dalam keadaan stres.


(59)

Pada perlakuan kontrol (tanpa lapisan) pada hari 10 sampai 15 telah memasuki fase stasioner bahkan kematian, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu nutrisi pada permukaan buah sudah berkurang dan kondisi lingkungan pertumbuhan bakteri sudah tidak kondusif. Pada perlakuan Lemon 0,6; 0,8% dan Jeruk 0,7% telah memasuki fase stasioner disebabkan keberadaan nutrisi pada sekitar pertumbuhan bakteri telah berkurang, sedangkan perlakuan Lemon 0,7% dan Jeruk 0,6; 0,8% baru memasuki fase log yang diduga karena nutrisi buah masih berjumlah banyak bagi pertumbuhan bakteri. Bakteri dapat berkembang biak setelah hari penyimpanan 10 sampai 15 dikarekanan lapisan edible coating telah mulai rusak dan sifat dari essential oil sendiri sangat ringan sehingga mudah menghilang. Disisi lain penggunaan zat aktif secara kontinu menyebabkan berkurangnya jumlah zat aktif yang terdapat pada lapisan.

Perlakuan Jeruk 0,6% dapat menghambat pertumbuhan bakteri selama 10 hari waktu penyimpanan sedangkan perlakuan kontrol (tanpa lapisan) tidak menunjukkan adanya hambatan terhadap pertumbuhan bakteri pada buah. Tahap aplikasi (tahap II) menunjukan perlakuan Jeruk lebih mampu menghambat populasi bakteri pada buah Melon potong segar. Hasil tersebut tidak saling mendukung dengan hasil penelitian tahap I (Lemon lebih unggul ketimbang Jeruk), hal ini diduga karena kandungan dan jumlah zat aktif yang berbeda. Terpinene yang menghambat terlebih dahulu diduga telah digunakan pada awal pengamatan (hari 0-5) selanjutnya zat aktif d-limonene yang mengambil alih. Jumlah kandungan d-limonene Jeruk (93%) lebih banyak ketimbang Lemon


(1)

7

15 (p > 0,05), sedangkan pada hari pengamatan ke 10 tidak beda nyata. Tabel 2 menunjukkan perlakuan terbaik yaitu edible coating dengan essensial oil Jeruk 0,6%, sedangkan perlakuan yang terburuk yaitu perlakuan tanpa edible coating dan essential oil.

Tabel 2. Hasil Rerata Susut Bobot buah Melon potong segar yang diberikan perlakuan dan tanpa perlakuan.

Perlakuan Rerata Susut Bobot (%)

Hari ke-

5 10 15

Lemon 0,6% 0,06a 0,10ab 0,15bc

Lemon 0,7% 0,06a 0,11a 0,19b

Lemon 0,8% 0,05a 0,10ab 0,17bc

Jeruk 0,6% 0,03b 0,06b 0,10c

Jeruk 0,7% 0,05a 0,07ab 0,15bc

Jeruk 0,8% 0,06a 0,09ab 0,12bc

Kontrol 0,05a 0,10a 0,27a

Keterangan: angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada yang beda nyata berdasarkan hasil DMRT pada taraf 5%.

Metabolisme bakteri menjadi alasan utama penurunan susut bobot pada buah dalam kasus ini. Karbohidrat atau senyawa kompleks lainnya dirombak oleh bakteri sebagai sumber energi untuk berkembang biak, dan hasil dari perombakan berupa ATP, H2O dan CO2 (Tatang dan Wardah, 2014). Dapat dikatakan metabolisme bakteri mengkonsumsi nutrisi dari buah dan menghasilkan air sebagai hasil samping dari metabolisme bakteri.

Diduga stres pada buah akibat serangan bakteri menjadi salah satu faktor penyusutan bobot buah. Laju respirasi berbanding lurus dengan tingkat stres (Murdijati dan Yuliana, 2014), artinya semakin besar tingkat perlukaan yang dialami komoditi semakin tinggi laju respirasinya. Panas yang dihasilkan selama reaksi respirasi dapat mengakibatkan peningkatan suhu jaringan sehingga meningkatkan laju transpirasi (Murdijati dan Yuliana, 2014). Air yang terevaporasi dari komoditi hampir murni merupakan air yang dapat menembus dinding sela dan kutikula, mempunyai ekuilibrium dinamik dengan isi sel, dan tergantung pada tekanan turgor sel (Murdijati dan Yuliana, 2014).

Perlakuan terbaik yaitu Jeruk 0,6% yang mengalami penyusutan bobot buah yang terendah disebabkan perlakuan tersebut dapat menekan populasi bakteri sehingganya kehilangan air akibat perombakan nutrisi dari buah dapat ditekan. Sedangkan perlakuan kontrol menjadi perlakuan terburuk.

Gula Reduksi. Pada gambar 5 terlihat hari ke-0 buah Melon potong segar mengandung gula reduksi yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan pada saat digunakan buah sudah dalam keadaan matang. Namun dapat diduga pula karena perlukaan pada buah yang dialami, pada hari ke-0 semua perlakuan dikupas, dipotong dan dikemas, buah yang mengalami berbagai perlakuan seperti pengupasan dan pengirisan dapat


(2)

8

mengganggu integritas jaringan dan sel buah, sehingga terjadi peningkatan produksi etilen, peningkatan laju respirasi (Latifah, 2009).

Gambar 51. Grafik Gula Reduksi Buah Melon Potong Segar.

Sedangkan di hari pengamatan ke-5 nilai gula reduksi mengalami penurunan, hal tersebut diduga karena gula sederhana sudah memasuki tahap siklus kreb yaitu dengan mengubah hasil glikolisis menjadi asam-asam organik dan menghasilkan ATP, CO2 dan H2O (Purwiyanto dan Nur, 2015). Disisi lain, bakteri yang masih beradaptasi mengambil gula sederhana untuk dijadikan sumber energi. Selanjutnya pada penyimpanan hari ke-10 kandungan gula reduksi buah lebih tinggi dibandingkan dengan hari pengamatan sebelumnya. Perbanyakan produksi gula tereduksi diduga karena buah kekurangan pasokan gula sederhana akibat keberadaan bakteri, sehingganya buah meningkatkan produksi gula sederhana untuk mencukupi kekurangan tersebut. Sedangkan aktivitas bakteri di sini sudah mulai berkembang biak, sehingga diduga bakteri telah mampu menghidrolisis karbohidrat. Pada hari pengamatan terakhir (hari ke-15), jumlah gula yang tereduksi cenderung kembali rendah, hal tersebut diduga karena nutrisi dari buah sudah semakin menipis.

Perlakuan yang terbaik yaitu perlakuan Jeruk 0,6% dan yang terburuk yaitu Lemon 0,8%. Perlakuan Jeruk 0,6% dapat mempertahankan gula tereduksi sampai pada hari ke-10, terlihat pada gambar 5 uji gula reduksi yang dihasilkan mempunyai nilai tertinggi. Sedangkan perlakuan Lemon 0,8% terendah dikarenakan hasil gula reduksinya menjadi substrat bagi bakteri untuk tumbuh. Kerusakan biologis mempengaruhi nilai gula reduksi pada buah Melon potong segar.

Total Asam. Menurut tabel sidik ragam total asam menunjukkan adanya beda nyata antara pemberian edible coating dengan essential oil dan perlakuan tanpa pemberian edible coating dengan essential oil terhadap susut berat di hari pengamatan ke 5 dan 10 (p > 0,05), sedangkan pada hari pengamatan ke 15 tidak beda nyata.

0 1 2 3 4 5 6 7

Hari 0 Hari 5 Hari 10 Hari 15

G

ul

a

R

eduk

si

(

%

)

Lemon 0,6% Lemon 0,7% Lemon 0,8% Jeruk 0,6% Jeruk 0,7% Jeruk 0,8% Tanpa Lapisan


(3)

9

Tabel 3. Rerata nilai Totam Asam pada setiap hari pengamatan.

Perlakuan Rerata Total Asam (%)

Hari ke-

0 5 10 15

Lemon 0,6% 0,4a 0,4b 0,6c 0,5b

Lemon 0,7% 0,4a 0,4b 0,7c 0,5b

Lemon 0,8% 0,4a 0,7a 1,0b 0,4b

Jeruk 0,6% 0,4a 0,5b 1,1ab 0,4b

Jeruk 0,7% 0,4a 0,4b 1,0b 0,4b

Jeruk 0,8% 0,4a 0,5b 1,2a 0,4b

Kontrol 0,4a 0,6a 1,1ab 0,6a

Keterangan: angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada yang beda nyata berdasarkan hasil DMRT pada taraf 5%.

Pada hari ke-0 total asam buah cenderung rendah, hal tersebut diduga karena penggunaan asam organik pada proses respirasi (siklus krebs) dipercepat karena respon dari pengupasan dan pengirisan buah Melon segar. menurut Muhammad (1999) Penurunan total asam disebabkan adanya penggunaan asam dalam proses respirasi, asam-asam organik merupakan cadangan energi buah dan akan menurun selama peningkatan aktivitas metabolisme. Pada hari pengamatan 5 sampai 10 total asam yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan hari pengamatan pertama (hari ke-0). Diduga hal tersebut dikarenakan bakteri sudah mulai adaptif dan mulai memasuki fase log, sehingga semakin banyak bakteri yang berkembang biak semakin tinggi total asam yang dihasilkan. Pada penyimpanan hari 10 sampai 15, nilai total asam mulai menurun. Penurunan nilai total asam tersebut diduga karena tidak adanya suplai karbohidrat pada buah, sehingga proses respirasi buah maupun sel bakteri mulai menurun.

Tingkat Keasaman. Pada gambar 6 nilai pH buah Melon potong segar mengalami penurunan nilai pH pada setiap hari pengamatan. Hari ke-0 semua perlakuan buah Melon potong segar mempunyai pH rata-rata netral (7-75). Pada hari pengamat ke -5 derajat keasaman mulai naik hingga 6 sampai 6,5 namun pH yang dihasilkan masih tergolong netral. Sedangkan di hari pengamatan ke-10 pH sudah mencapai 5,3 sampai 5,9 yang berarti tingkat keaasaman mulai meningkat, dan pada hari ke-15 kadar keasaaman meningkat kembali mencapai 4,7 sampai 5,6.


(4)

10

Gambar 6. Grafik perubahan pH Buah Melon Potong Segar.

Penurunan nilai pH diduga bisa disebabkan oleh beberapa hal salah satunya serangan bakteri. Hal ini didukung data populasi bakteri yang meningkat seiring penurunan nilai pH. Penurunan nilai pH pada buah dikarenakan hasil metabolit bakteri, sel akan memproduksi akan dan menurunkan pH, pada setiap ADP yang diubah menjadi ATP bakteri akan menghasilkan 2H+ dan 2e- (Tatang dan Wardah, 2014).

Penelitian tahap I dan II tersebut tidak menunjukkan saling mendukung. Diduga karena kandungan dan jumlah zat aktif yang berbeda. Terpinene yang menghambat terlebih dahulu diduga telah digunakan pada awal pengamatan selanjutnya zat aktif d-limonene yang mengambil alih. Jumlah kandungan d-limonene Jeruk (93%) lebih banyak ketimbang Lemon (70%).

Hasil penelitian tidak sama dengan hipotesis yang diambil yaitu konsentrasi 0,7% yang terbaik sedangkan menurut hasil penelitian menggunakan konsentrasi 0,6% . Diduga karena essential oil mempunyai sifat yang sangat ringan (Retna, dkk., 2007) sehingga pemakaian konsentrasi tinggi menjadi tidak efektif.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Essential oil Lemon sebagai antibakteri terhadap bakteri pembusukan buah Melon potong segar lebih baik dibanding Jeruk, ditunjukkan oleh daya hambat tertinggi dengan metode paper disk sebesar 4,69 cm (konsentrasi 0,8%), dan daya hambat dengan metode pour plate yang tidak ada populasi bakteri (konsentrasi -,6-,7,-8%). Pada pengaplikasian pada buah Melon potong segar essential oil Jeruk 0,6% menjadi konsentrasi paling efektif untuk menekan populasi bakteri. 2. Penggunaan edible coating dengan essential oil sebagai antibakteri terbukti dapat

mempertahankan mutu buah Melon potong segar. Konsentrasi essential oil Jeruk 0,6 % dapat mempertahankan kualitas fisik (warna dan susut bobot), kimia (gula reduksi, total asam dan pH) dan biologis (mikrobiologi) pada buah Melon potong.

4 5 6 7 8

Hari 0 Hari 5 Hari 10 Hari 15

Lemon 0,6% Lemon 0,7% Lemon 0,8% Jeruk 0,6% Jeruk 0,7% Jeruk 08,% Kontrol Ket :


(5)

11

Saran

Perlu dilakukan pengujian fisik pada alginat yang ditambahkan dengan essential oil dan dilakukan uji organoleptik pada buah yang diaplikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari Imam Sayuti, Evi Umayah Ulfa dan Endah Puspitasari. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Kombinasi Minyak Atsiri Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val.) dan Bangle (Zingiber cassumunar Roxb.) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa. Fakultas Farmasi universitas Jember.

Barth, Margaret, Thomas R. Hankinson, Hong Zhuang, and Frederick Breidt. 2009. Microbiological Spoilage of Fruits and Vegetables. Microbiological Spoilage of Fruits and Vegetables. 155-156p

Christina W., Miskiyah, dan Widaningrum. 2012. Teknologi Produksi dan Aplikasi Pengemasan Edible Antimikroba Berbasis Pati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. 31(3):85-93.

Ernawati. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Perendaman Blansir Terhadap Mutu Selada Kepala (Lactuca Sativa L.) Terolah Minimal Selama Penyimpanan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Felipe Q.S.G., Juliana M.M., Wylly A. de Oliveira, Fabio S. de Souza, Vinicius N.T., Henrique D.M.C., and Edeltrudes de Oliveira Lima. 2013. Antibacterial activity of the essential oil of Citrus limon against multidrug resistant Acinetobacter strain. Rev. Bras. Farm. Brazil. 94 (2): 142-147.

Helmi F. 2012. Pengaruh Penambahan Plasticizer dan Kitosan Terhadap Karakter Edible Film Ca-Alginat. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Latifa. 2009. Pengaruh Edible Coating Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea Batatas L.) Terhadap Perubahan Warna Apel Potong Segar (Fresh-cut Apple). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Murdijati Garjoti dan Yuliana Reni Swasti . 2014. Fisiologi Pascapanen Buah dan Sayur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal: 7- 167.

Purwanto Hariyadi dan Nur Aini. 2015. Dasar-Dasar Penanganan Pasca Panen Buah dan Sayur. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Retna B.A., Amalia T.S., dan Muji R. 2007. Identifikasi Komponen Utama Minyak Atsiri Temu Kunci (Kaemferia pandurata Roxb.) pada Ketinggian Tempat yang Berbeda. Biodiversitas. Surakarta. 8(2):135-137.


(6)

12

Shalu H., Geeta I., and Ashok W. 2015. Antimicrobial Activity of Citrus Sinensis (Orange), Citrus Limetta (Sweet Lime) and Citrus Limon (Lemon) Peel Oil on Selected Food Borne Pathogens. International Journal of Life Sciences Research. India. 3(3):35-39.

Stefani F., Clara M.DC., and Biancaelena M. 2011. Antibacterial and Antioxidant Activity of Essential Oils from Citrus spp. Journal of Essential Reasearch. ReasearchGate. 23: 27-31.