Goal Free Evaluation Model

2.7. Goal Free Evaluation Model

Dalam penelitian ini, peneliti memakai Goal Free Evaluation Model. Goal Free Evaluation Model adalah model evaluasi yang dikembangkan oleh Scriven. Tentang Goal Free Evaluation, Scriven (Arikunto, 2008) mengemukakan bahwa dalam melaksanakan evaluasi program, evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program, yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya (kinerja) suatu program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi (pengaruh) baik hal-hal yang positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal yang negatif (yang tidak diharapkan). Evaluasi model goal free evaluation berfokus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang diimplementasikan, melihat dampak sampingan baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, dan membandingkan dengan sebelum program dilakukan. Tujuan program tidak diperhatikan karena mungkin evaluator terlalu rinci mengamati tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan tetapi evaluator lupa memperhatikan sejauh mana masing-masing penampilan tersebut mendukung penampilan terakhir yang diharapkan oleh tujuan umum maka akibatnya jumlah penampilan khusus ini tidak banyak bermanfaat.

Menurut Scriven (Wirawan, 2011), fungsi model Goal Free Evaluation adalah untuk mengurangi bias dan menambah obyektifitas. Dalam evaluasi yang berorientasi pada tujuan, seorang evaluator secara subjektif persepsinya akan membatasi sesuai dengan tujuan. Goal Free Evaluation berfokus pada hasil yang sebenarnya bukan pada hasil yang direncanakan. Dalam evaluasi bebas tujuan ini, memungkinkan evaluator untuk menambah temuan hasil atau dampak yang tidak direncanakan.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model evaluasi bebas tujuan (Goal Free Evaluation) ini tidak tergantung pada tujuan program, tetapi lebih melihat kepada hasil yang sesungguhnya. Sehingga, evaluator harus lebih objektif dalam mengevaluasi program. Artinya, apapun hasilnya evaluator harus menyampaikannya tanpa menghubungkannya atau melihat tujuan program tersebut. Maka, pada evaluasi ini diharapkan sebelum evaluator mengevaluasi program, evaluator tidak boleh mengetahui tujuan dari program tersebut. Model evaluasi ini bebas dari tujuan program dan dapat mengakibatkan proses evaluasinya melebar dan tidak terkontrol. Dengan demikian, waktu untuk proses evaluasi semakin bertambah, tenaga yang dikeluarkan semakin banyak, dan beban kerja pun semakin meningkat. Untuk menghindarinya, maka sebelum mengevaluasi evaluator Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model evaluasi bebas tujuan (Goal Free Evaluation) ini tidak tergantung pada tujuan program, tetapi lebih melihat kepada hasil yang sesungguhnya. Sehingga, evaluator harus lebih objektif dalam mengevaluasi program. Artinya, apapun hasilnya evaluator harus menyampaikannya tanpa menghubungkannya atau melihat tujuan program tersebut. Maka, pada evaluasi ini diharapkan sebelum evaluator mengevaluasi program, evaluator tidak boleh mengetahui tujuan dari program tersebut. Model evaluasi ini bebas dari tujuan program dan dapat mengakibatkan proses evaluasinya melebar dan tidak terkontrol. Dengan demikian, waktu untuk proses evaluasi semakin bertambah, tenaga yang dikeluarkan semakin banyak, dan beban kerja pun semakin meningkat. Untuk menghindarinya, maka sebelum mengevaluasi evaluator

Pada penelitian ini, peneliti memakai model bebas tujuan karena mengingat implementasi pendidikan karakter di SMP Negeri 2 Salatiga bukanlah merupakan sebuah program yang berdiri sendiri, tetapi hanya diintegrasikan pada setiap mata pelajaran, budaya sekolah dan juga ekstrakurikuler yang ada. Sehingga, dengan peneliti menggunakan model evaluasi ini, peneliti terbantu untuk dapat mengevaluasi secara objektif dengan melihat hasil yang sesungguhnya dari implementasi pendidikan karakter di SMP Negeri 2 Salatiga tanpa harus mengetahui tujuannya.

2.7.1. Karakteristik Goal Free Evaluation Model Ciri-ciri model evaluasi bebas tujuan menurut Scriven (Tayibnapis, 2008), seperti berikut:

1. Evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan khusus program. Sebelum evaluator melakukan evaluasi, sebaiknya evaluator tidak mengetahui tujuan program yang sudah ditetapkan. Bisa dikatakan evaluator tidak diijinkan untuk mengetahui tujuan program tersebut.

2. Tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu dapat menyempitkan fokus evaluasi. Dengan evaluator tidak mengetahui tujuan program, maka evaluator akan secara luas mengevaluasi. Artinya, semua faktor yang mempengaruhi hasil program yang ditemukan dapat menjadi pertimbangan evaluator.

3. Goal Free Evaluation berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang direncanakan. Inilah alasan evaluator tidak diijinkan mengetahui tujuan program sebelum melakukan evaluasi. Karena model ini berfokus pada hasil yang sebenarnya atau hasil yang terlihat di lapangan, bukan berdasarkan tujuan yang ditetapkan.

4. Hubungan evaluator dan manajer atau dengan karyawan proyek dibuat seminimal mungkin. Hubungan personal dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan hasil dari evaluasi. Artinya, ketika evaluator mempunyai hubungan personal yang dekat dengan individu yang terlibat dalam program yang dievaluasi, mungkin saja hasilnya diluar dari kenyataan yang terjadi karena evaluator tidak menginginkan hubungan personalnya terganggu disebabkan hasil yang ditemui kurang baik.

5. Evaluator menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tidak diramalkan. Dampak dari sebuah program sudah diperkirakan sebelum program tersebut dilaksanakan, sehingga untuk memperkecil dampak yang akan ditemui nanti, maka tujuan pun ditetapkan sebagai titik akhir pencapaian program. Melalui model bebas tujuan yang mana evaluator tidak diijinkan mengetahui tujuan program terlebih dahulu, maka evaluator bisa mengetahui dampak lain dari dampak-dampak yang sudah diprediksi sebelumnya, baik itu dampak yang berpengaruh buruk maupun dampak yang berpengaruh baik.

2.7.2. Kekurangan dan Kelebihan Goal Free Evaluation Model Menurut Widoyoko (2009), model Goal Free Evaluation ini mempunyai kekurangan dan kelebihannya. Kelebihan dari model bebas tujuan di antaranya adalah:

1. Evaluator tidak perlu memperhatikan secara rinci setiap komponen, tetapi hanya menekankan pada bagaimana mengurangi prasangka (bias).

2. Model ini menganggap pengguna sebagai audiens utama. Melalui model ini, Scriven ingin evaluator mengukur kesan yang didapat dari sesuatu program dibandingkan dengan kebutuhan pengguna dan tidak membandingkannya dengan pihak penganjur.

3. Pengaruh konsep pada masyarakat, bahwa tanpa mengetahui tujuan dari kegiatan yang telah dilakukan, seorang penilai bisa melakukan evaluasi.

4. Mendorong pertimbangan setiap kemungkinan pengaruh tidak saja yang direncanakan, tetapi juga dapat diperhatikan sampingan lain yang muncul dari produk.

Adapun kelemahan model ini, sebagai berikut:

1. Pada tingkatan praktis, Scriven tidak terlalu berhasil dalam menggambarkan bagaimana evaluasi sebaiknya benar-benar dilaksanakan.

2. Tidak merekomendasikan bagaimana menghasilkan penilaian kebutuhan walau pada akhirnya mengarah pada penilaian kebutuhan.

3. Diperlukan evaluator yang benar-benar kompeten untuk dapat melaksanakan evaluasi model ini.

4. Langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan dalam evaluasi hanya menekankan pada objek sasaran.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya ciri- ciri model evaluasi bebas tujuan ini dapat membantu evaluator dalam mengevaluasi program dengan menggunakan model tersebut. Karena banyak evaluator yang selalu mengevaluasi berdasarkan tujuan program. Titik evaluasi program dari model evaluasi bebas tujuan ini tidak terkait dengan tujuan program, tetapi lebih kepada hasil sesungguhnya yang terlihat oleh evaluator. Model evaluasi ini pun memberi keluasan kepada evaluator untuk melihat semua dampak/pengaruh yang terjadi dalam pelaksanaan dengan tidak dibatasi dengan dampak dari tujuan program. Namun, terlihat suatu kekurangan model ini yaitu tidak diketahuinya proses evaluasi baku untuk menolong evaluator melakukan proses evaluasi, hanya menekankan pada objek sasaran yaitu hasil yang sesungguhnya.