Kajian Penelitian Terdahulu

2.8. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pendidikan karakter khususnya yang terjadi di sekolah. Berikut ini akan disajikan empat penelitian sebelumnya, sebagai berikut:

Penelitian pertama dari Darmayanti dan Wibowo (2014), dengan judul Evaluasi Program Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Kabupaten Kulon Progo. Hasil penelitian menunjukkan: (1) kesiapan SD di Kabupaten Kulon Progo untuk mengimplementasikan pendidikan karakter baik, dinilai dari kurikulum yang telah terintegrasi pendidikan karakter, namun masih kurang dalam hal pengelolaan sarana prasarana pendukung dan banyak guru memerlukan lebih banyak pengetahuan dan keterampilan tentang pendidikan karakter; (2) implementasi pendidikan karakter belum tampak pada kegiatan pembelajaran; (3) dukungan dari pemerintah dalam sosialisasi atau pelatihan dirasa masih kurang oleh sekolah; (4) monitoring dan evaluasi pendidikan karakter masih terbatas pada kurikulum dan dilakukan melalui pembinaan pengawasan di setiap sekolah; dan (5) kendala yang umum dihadapi sekolah adalah penilaian sikap siswa yang belum

guru untuk mengimplementasikan pendidikan karakter, dan tidak adanya sinergi antara pendidikan di sekolah dengan di rumah.

Penelitian kedua dari Syaikhudin (2013), dengan judul Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Studi Kasus Di Sekolah Dasar Ma’arif Ponorogo). Hasil penelitian menunjukkan: (1) dalam persiapan pelaksanaan

pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Ma’arif, kepala sekolah sebagai penanggung jawab di satuan pendidikan selalu mensosialisaikan rencana kegiatan sekolah dengan melibatkan beberapa unsur sekolah diantaranya pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Ma’arif, kepala sekolah sebagai penanggung jawab di satuan pendidikan selalu mensosialisaikan rencana kegiatan sekolah dengan melibatkan beberapa unsur sekolah diantaranya

pelajaran dan kehidupan sehari-hari. (3) Hasil dari pelaksanaan pendidikan karakter dapat dilihat dari hasil observasi dan penghitungan angket yang telah dilakukan menyebutkan bahwa secara umum pelaksanaannya dapat dikategorikan sudah berhasil dengan penghitungan dari respons wali murid sangat tinggi sebesar 20%, tinggi sebesar 20%, dan sedang sebesar 43,3%. Sedangkan dari respons guru terhadap peserta didik dapat diketahui sangat tinggi sebesar 13,3%, tinggi 26,7%, dan sedang sebesar 53,3%.

Penelitian ketiga dari Agung (2011), dengan judul Character Education Integration In Social Studies Learning. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pendidikan karakter berfokus pada pengembangan identitas dan karakter siswa, sehingga perlu dilakukan melalui pendidikan informal dan pendidikan formal. Hal ini dapat diimplementasikan dalam pendidikan formal di sekolah, khususnya melalui pelajaran IPS, karena tujuan IPS tidak hanya tentang aspek kognitif (keterampilan intelektual), tetapi juga aspek afektif (pribadi keterampilan). Dengan kata lain, pembelajaran IPS umumnya diajarkan tentang sikap, nilai, dan moral. Oleh karena itu, guru IPS harus mampu kreatif merencanakan pelajaran dan menerapkannya. Hal yang paling penting dalam proses pembelajaran adalah guru sebagai model peran. Implementasi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran IPS dengan cara memasukan nilai-nilai pendidikan ke dalam proses belajar yaitu pada Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator materi yang akan dipelajari, dan juga untuk melakukannya dalam proses belajar- mengajar di kelas.

Penelitian keempat dari Gray (2009), dengan judul Character Education in Schools. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, masalah kerusakan moral yang banyak diperlihatkan peserta didik melalui perilaku dan karakter, sehingga yang disalahkan dan yang bertanggung jawab menurut banyak orang yaitu sekolah dengan sistem pendidikan. Solusi yang ditawarkan oleh peneliti yaitu melaksanakan pendidikan karakter di sekolah-sekolah dan yang paling penting yaitu karakter dari pengajar atau pendidik harus sesuai dengan pendidikan karakter yang diajarkan. Dengan demikian, guru mempunyai beberapa tanggung jawab dalam mengajar pendidikan karakter, seperti, dalam proses belajar-mengajar guru harus memungkinkan siswa untuk memahami fisik, sosial, dan dunia estetika. Serta guru harus Penelitian keempat dari Gray (2009), dengan judul Character Education in Schools. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, masalah kerusakan moral yang banyak diperlihatkan peserta didik melalui perilaku dan karakter, sehingga yang disalahkan dan yang bertanggung jawab menurut banyak orang yaitu sekolah dengan sistem pendidikan. Solusi yang ditawarkan oleh peneliti yaitu melaksanakan pendidikan karakter di sekolah-sekolah dan yang paling penting yaitu karakter dari pengajar atau pendidik harus sesuai dengan pendidikan karakter yang diajarkan. Dengan demikian, guru mempunyai beberapa tanggung jawab dalam mengajar pendidikan karakter, seperti, dalam proses belajar-mengajar guru harus memungkinkan siswa untuk memahami fisik, sosial, dan dunia estetika. Serta guru harus

Dari keempat penelitian di atas, ditemukan beberapa penelitian yang memiliki persamaan yaitu pada penelitian Darmayanti dan Wibowo dan penelitian Syaikhudin merupakan penelitian evaluasi implementasi pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam mata pelajaran dan memperoleh hasil evaluasi yang baik. Sedangkan, penelitian Agung hanya dideskripsikan integrasi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran IPS dan tidak sampai pada evaluasi. Penelitian Gray sedikit berbeda dari ketiga penelitian sebelumnya, penelitian pendidikan karakter di sekolah ini lebih berfokus pada proses keteladanan dari pendidik atau guru. Artinya, implementasi pendidikan karakter kepada peserta didik harus dimulai dari pendidik atau guru. Keempat penelitian tersebut mempunyai perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu peneliti lebih memfokuskan evaluasi implementasi pendidikan karakter ke dalam budaya sekolah yang merupakan kebiasaan dari sekolah. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa pada peneliti juga akan melihat nilai-nilai karakter yang diintegrasi ke dalam mata pelajaran melalui RPP. Karena, pendidikan karakter mengakomodasi pendidikan nilai. Persamaan keempat penelitian terdahulu di atas dengan penelitian yang hendak dilakukan peneliti yaitu penelitian yang dilakukan berada di sekolah.