2.3.6. Gejala Klinis Pterigium
Pasien biasanya mengeluhkan adanya iritasi ringan dengan keluhan mata merah, kering, atau terasa ada benda pada mata. Keluhan ini dapat
diperparah dengan adanya peradangan akut pada pterigium. Selain gejala ini, pasien juga mengeluhkan masalah kosmetik Clinical Management
Guideline, 2012. Pada pemeriksaan dapat dijumpai benjolan atau tonjolan
fibrovaskular berbentuk segitiga dengan pinggiran yang meninggi dengan apeks yang mencapai kornea dan badannya terletak pada konjugtiva inter
palpebra. Bagian puncak dari jaringan pterigium ini biasanya menampakkan garis coklat-kemerahan yang merupakan tempat deposisi besi yang disebut
garis Stocker. Pada umumnya jaringan ini memiliki vaskularisasi yang baik dan biasanya terletak di nasal Zwerling.
Pada keadaan ringan pterigium dapat menyebabkan kekaburan pandang yang ringan yang dapat diobati menggunakan kaca mata. Pterigium
yang lebih dari 3 mm dapat menimbulkan sedikit astigmat yang masih dapat dikoreksi. Pterigium yang lebih dari 3.5 mm berarti telah mencapai setengah
bahkan menyinggung pupil pada kornea yang biasanya berukuran 11-12 mm. Biasanya dapat menyebabkan astigmat lebih dari 1 dioptri dan
menyebabkan mata kabur dan tidak dapat di koreksi lagi, seiring dengan meluasnya pterigium maka astigmat akan semakin berat Jacobs, 2009.
Derajat keparahan pterigium dinilai berdasarkan lokasinya dan keterlibatannya dengan kornea, yaitu: Zhong, et al. 2012
1. Grade 0, tidak ada pterigium 2. Grade 1, kepala pterigium mengenai limbus
3. Grade 2, kepala pterigium antara limbus dengan batas pupil 4. Grade 3, kepala pterigium mengenai batas pupil
5. Grade 4, kepala pterigium menutupi pupil.
Universitas Sumatera Utara
2.3.7. Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan penanganan medis dan bedah yang optimal untuk pterigium. Tatalaksana awal yang digunakan biasanya
konservatif, yaitu: Aminlari, et al. 2010. 1. Mencegah mata kering dengan lubrikasi
2. Penggunakan obat pelindung mata. Pengobatan dengan menggunakan dekongestan lokal, NSAID, ataupun
steroid dapat mengurangi gejala akan tetapi sebaiknya dihindari karena pterigium merupakan penyakit kronis yang tidak dapat dicegah dengan obat-
obatan ini dan efek samping yang dihasilkan cukup besar Jacobs, 2009. Pembedahan pada pterigium di indikasikan pada: Aminlari, et al. 2010
1. Astigmatismat yang mempengaruhi penglihatan. 2. Ancaman mengenai axis visual.
3. Iritasi berat. 4. Kosmetik.
Pembedahan pterigium terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu teknik bare sclera excision, excision with conjunctival closuretransposition,
excision with antimitotic adjunctive therapies, danocular surface transplantation technique Lee and Slomovic, 2004.
1. Teknik Bare Sclera Excision Teknik ini dilakukan dengan cara eksisi kepala dan badan pterigium
sampai ke region kantus nasal, dan sklera dibiarkan terpapar untuk mengalami re-epiteliasasi. Meskipun memiliki tingkat kesuksesan yang
tinggi, teknik ini memiliki tingkat rekurensi yang tinggi sehingga tidak lagi disarankan untuk dipakai baik untuk pterigium primer ataupun
rekuren Lee and Slomovic, 2004. 2. Teknik Excision with conjunctival clusoretransposition
Teknik ini mirip dengan teknik sebelumnya, hanya saja pada teknik ini dilakukan penutupan bekas luka pada konjungtiva baik dengan
aproksimasi sederhana ataupun dengan flap rotational. Teknik ini memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi Lee and Slomovic, 2004.
Universitas Sumatera Utara
3. Teknik Excision with adjunctive medical theraphy Teknik ini menggunakan terapi tambahan setelah dilakukan eksisi
pterigium, yaitu dengan radiasi Beta dan Mitomycin C MMC. Penggunaan radiasi akan menghambat pembelahan sel, akan tetapi
dapat menimbulkan komplikasi yang cukup serius seperti sel-sel mata yang dapat menjadi nekrosis. MMC merupakan antibiotik dan agen anti
kanker yang menghambat sintesis DNA, RNA, dan protein. Dosis yang biasa dipakai adalah MMC topical 0.02 setelah eksisi pterigium 2x
sehari selama 5 hari. Untuk mengurangi komplikasi dan toksisitas pada penggunaan MMC maka beberapa penelitian menyarankan untuk
memakai MMC 1x intraoperatif Lee and Slomovic, 2004. 4. Teknik Ocular Surface Transplantation
Konsep dasar teknik ini adalah konsep bahwa pterigium merupakan penyakit permukaan mata yang bersifat lokal sehingga dapat dilakukan
transplantasi dari jaringan permukaan mata lain Lee and Slomovic, 2004. Autograft dari konjungtiva merupakan prosedur pilihan untuk
pterigium primer dan dilakukan bersamaan dengan pemberian MMC pada kasus yang rekuren. Teknik ini merupakan teknik yang aman dan
efektif, serta merupakan gold standard terhadap seluruh operasi pterigium serta memberikan hasil kosmetik yang baik. Autograft dari
konjungtiva lumbal didasari dengan adanya teori defisiensi stem sel limbus yang menyebabkan pterigium sehingga teknik ini disarankan
menjadi modalitas dalam penatalaksanaan. Prosedurnya mirip dengan autograft konjungtiva hanya saja transplantasi mencakup epitel limbus
sehingga stem sel limbus dari epitel tersebut dapat merangsang epitelisasi Lee and Slomovic, 2004.
Transplantasi dari membrane amnion dapat digunakan sebagai membran dasar pada pencangkokan, dimana penelitian menunjukkan
terjadinya penurunan kekambuhan dan penurunan fibrosis pada jaringan mata setelah operasi. Teknik ini memberikan hasil dan kosmetik yang
baik Lee and Slomovic, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.3.8. Komplikasi dan Prognosis