dijumpai terjadinya pterigium pada populasi nelayan dan petani sebanyak 23, tetapi tidak ada satupun yang terkena pterigium pada grup lain bekerja di
ruangan. Mengingat tingginya angka kejadian pterigium pada orang-orang yang
beraktifitas di luar ruangan dan berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkannya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan
pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal di sekitar pantai terhadap kejadian pterigium.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan pekerja nelayan dan bukan nelayan yang tinggal di sekitar pantai dengan kejadian pterigium di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan
Medan Belawan ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal di sekitar pantai dengan timbulnya pterigium di Kelurahan Bagan
Deli Kecamatan Medan Belawan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui angka kejadian pterigium pada pekerja nelayan dan bukan nelayan yang tinggal di sekitar pantai di Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan. 2. Untuk mengetahui distribusi angka kejadian pterigium berdasarkan
usia di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. 3. Untuk mengetahui perbedaan angka kejadian pterigium antara pria dan
wanita di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat penelitian
1. Bagi penulis penelitian ini bermanfaat sebagai pengetahuan di bidang epidemiologi opthalmologi, khususnya tentang hubungan faktor risiko
paparan terhadap cahaya Ultraviolet-B, angin, debu, dan angka kejadian pterigium di daerah pantai.
2. Bagi masyarakat penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi tentang pterigium serta tindakan preventif yang dapat dilakukan.
3. Bagi peneliti lain penelitian ini dapat memberikan informasi untuk penelitian sejenis dan berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konjungtiva
2.1.1. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata konjungtiva
palpebralis dan permukaan anterior sklera konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bersatu dengan kulit pada tepi kelopak persambungan
mukokutan dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di
tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior di forniks superior dan inferior dan membungkus episklera dan menjadi konjungtiva
bulbaris. Konjugtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbita di forniks dan melipat berkali-kali. Lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik Lang and Lang, 2000.
2.1.2. Histologi Konjungtiva
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial
mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresikan mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi
lapisan airmata secara merata di seluruh prekornea Sehu and Lee, 2005. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid dan satu
lapisan fibrosa. Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Kelenjar air mata asesori kelenjar Krause dan
wolfring yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak didalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas dan
Universitas Sumatera Utara