sejajar dengan permukaan kornea dan karena ukuran dan periodisitasnya secara optik menjadi jernih. Lamellae terletak didalam
suatu zat dasar proteoglikan hidrat bersama dengan keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar.
4. Membrane descement adalah sebuah membran elastik yang jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron dan merupakan
membrane basalin dari endotel kornea. 5. Lapisan endotel
2.3. Pterigium 2.3.1. Definisi Pterigium
Pterigium adalah pertumbuhan fibrovaskular non maligna dari konjungtiva yang biasanya mencapai kornea dan berbentuk segitiga dimana
proses pertumbuhannya terdiri dari degenerasi fibroelastis dengan proliferasi fibrotik yang dominan Lin, et al. 2006.
Gambar 2.3 Pterigium
Sumber : www.lpeyecare.com
2.3.2. Epidemiologi
Prevalensi pterigium di dunia bervariasi mulai dari 1 hingga 25 dimana pterigium paling sering terjadi di daerah tropis, meskipun
mekanisme pastinya belum diketahui. Prevalensi pterigium berhubungan dengan paparan kronis sinar matahari terutama sinar UV yang dapat
menjelaskan adanya variasi tempat pada prevalensi. Beberapa penelitian
Universitas Sumatera Utara
menemukan bahwa pterigium memiliki hubungan dengan usia tua, jenis kelamin laki-laki, pendidikan, dan riwayat pekerjaan. Beberapa penelitian
menunjukkan tingkat prevalensi pterigium lebih rendah pada masyarakat yang menggunakan kacamata hitam saat berada diluar rumah daripada yang
tidak menggunakan kacamata Jacobs, 2012. Prevalensi pterigium di Indonesia pada kedua mata ditemui 3,2
sedangkan pterigium pada salah satu mata 1,9. Prevalensi pterigium pada kedua mata tertinggi di Provinsi Sumatera Barat 9,4, terendah di
Provinsi DKI Jakarta 0,4. Prevalensi pterigium pada salah satu mata tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat 4,1, terendah di Provinsi DKI
Jakarta 0,2. Prevalensi pterigium mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur. Prevalensi tertinggi ditemui pada kelompok umur
≥ 70 tahun. Dan tidak didapati perbedaan yang terlalu signifikan pada jenis
kelamin laki-laki maupun perempuan Erry, et al 2011.
Tabel 2.1. Prevalensi Pterigium Menurut Propinsi Riskesdas 2007
Sumber : Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 14 No. 1 Januari 2011
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Morfologi Pterigium
Pterigium terdiri dari tiga bagian, yaitu: Aminlari, et al. 2010. 1. Kapsul atau puncak yang merupakan zona mendatar pada kornea yang
terdiri dari fibroblast yang menginvasi membran bowman. 2. Kepala yang merupakan area vaskular dibawah kapsul.
3. Badan atau ekor yang merupakan bagian pterigium yang mobile di konjungtiva bulbar.
2.3.4. Faktor Risiko Pterigium
Beberapa faktor risiko yang diduga dapat menyebabkan timbulnya pterigium yaitu: Lu and Chen 2009.
1. Lokasi geografis, berdasarkan hasil studi epidemiologi dijumpai adanya asosiasi antara paparan yang lama terhadap sinar matahari pada daerah-
daerah geografis dengan kejadian pterigium. Paparan sinar matahari dan sinar UV, banyak dokter mata menyatakan bahwa pterigium merupakan
akibat dari paparan sinar UV disertai adanya degenerasi elastoid pada jaringan ikat subepitel. Penelitian telah menunjukkan bahwa semakin
lama berada di luar rumah memiliki risiko yang meningkat terjadinya pterigium. Selain itu paparan terhadap radiasi sinar UV juga memiliki
peranan yang penting sehingga dapat di simpulkan pterigium berkaitan erat dengan paparan sinar matahari pada mata.
2. Usia, beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan prevalensi pterigium, dimana terjadi peningkatan angka kejadian pterigium sesuai
dengan meningkatnya usia dimana dijumpai adanya hubungan yang erat, risiko meningkat dan mencapai puncak pada usia 70-81 tahun.
Beberapa teori mengatakan ada hubungan usia dengan kejadian pterigium. Tetapi mekanisme pastinya belum diketahui. Sampai saat ini
mekanisme yang paling berhubungan adalah paparan sinar UV Rezvan, et al. 2012.
3. Kekeringan pada mata, beberapa penelitian menemukan adanya hubungan yang positif antara mata kering dengan pterigium akan tetapi
Universitas Sumatera Utara
masih belum diketahui apakah mata kering menyebabkan pterigium ataupun sebaliknya.
4. Pekerjaan, salah satu pekerjaan yang memiliki risiko terjadinya pterigium adalah orang-orang yang berkerja di luar ruangan seperti
petani, nelayan ataupun pelaut. Awalnya diduga pterigium timbul akibat paparan sinar matahari beserta dengan paparan terhadap debu pasir dan
angin Detorakis and Spandidos, 2009.
2.3.5. Patogenesis Pterigium