Anemia ibu hamil
i. Pencegahan dan penanggulangan
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan prevalensi anemia pada kehamilan. Hal ini berangkat dari asumsi akses terhadap makanan kaya sumber zat besi, makanan fortifikasi, dan suplementasi zat besi dapat menurunkan risiko anemia dan berbagai komplikasi yang mungkin ditimbulkan (Ramakrishnan, 2001).
Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Kebanyakan anemia yang diderita masyarakat merupakan akibat defisiensi zat besi. Oleh karena itu, program penanggulangan anemia dalam kehamilan dilakukan melalui pemberian zat besi secara teratur (Walsh et al ., 2006).
Program penanggulangan anemia pada ibu hamil di Indonesia telah berjalan melalui pemberian 90 tablet zat besi kepada ibu hamil selama periode kehamilan. Cakupan pemberian tablet zat besi di Indonesia pada tahun 2012 telah mencapai 85% (Balitbangkes, 2013).
Kementerian Kesehatan menganjurkan agar ibu hamil mengonsumsi paling sedikit 90 tablet zat besi selama kehamilan. Distribusi pemberian tablet zat besi ini dilakukan sejak awal melakukan pemeriksaan kehamilan (K1). Distribusi pemberian tablet zat besi akan terus dilakukan pada antenatal care berikutnya dengan target konsumsi satu tablet setiap hari selama 90 hari (Kemenkes RI, 2015).
Pengetahuan adalah aspek penting dalam peningkatan pemahaman dan perilaku ibu hamil. Tenaga kesehatan berperan memberikan edukasi yang komprehensif terkait anemia serta upaya penanggulangan dan pencegahannya. Edukasi tidak hanya diberikan pada saat ibu hamil, tetapi ditargetkan pada semua calon ibu sebelum peristiwa kehamilan dengan fokus pada upaya-upaya preventif (Novita, 2011).
Untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan mengonsumsi tablet zat besi selama kehamilan, program Antenatal Care (ANC) di Indonesia dioptimalisasikan. Antenatal care merupakan pengawasan kehamilan untuk mengetahui kesehatan ibu secara umum, menegakkan secara dini penyakit yang menyertai kehamilan, menegakkan secara dini komplikasi kehamilan, dan menetapkan risiko kehamilan. Risiko yang ditegakkan salah satunya adalah anemia dalam kehamilan. Cakupan ANC 4-5 dalam kehamilan akan memastikan berjalannya sistem Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dengan baik. Paparan informasi selama ANC berkorelasi positif dengan meningkatnya cakupan tablet zat besi selama kehamilan (Manuaba, 2009).
Paritas dan interval kehamilan berkaitan erat dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Pengaturan jarak kehamilan dilakukan minimal dua tahun telah dicanangkan oleh pemerintah untuk menjamin kondisi ibu telah siap menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan cadangan zat besinya (Qudsiah et al ., 2012).
Balarajan et al . (2011) memberikan beberapa rekomendasi dalam pencegahan dan penanggulangan anemia, sebagai berikut:
1. Peningkatan asupan makanan (kualitas dan kuantitas) melalui penganekaragaman
mempertimbangkan bioavailabilitas zat besi.
pangan
dengan
2. Fortifikasi pangan dengan zat besi dengan mempertimbangkan makanan olahan yang lazim dikonsumsi kelompok berisiko tinggi dan selanjutnya didistribusikan menuju pasar.
3. Suplementasi besi (dan asam folat) dan didistribusikan pada kelompok berisiko tinggi, utamanya ibu hamil.
4. Kontrol penyakit, misalnya malaria dengan kelambu, insektisida, dan obat antimalaria; penanganan cacingan di daerah endemik cacing; dan menggalakkan praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
5. Perbaikan pengetahuan dan pendidikan tentang pencegahan dan pengendalian anemia baik untuk masyarakat maupun pembuat kebijakan.