Determinan konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi
3. Determinan konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi
Sebagian besar individu yang hidup di negara industri mengonsumsi zat besi yang memiliki nilai bioavailabilitas yang tinggi. Sementara itu negara- negara berkembang dengan pola konsumsi berbasis tumbuhan memiliki kecenderungan menurunkan tingkat bioavailabilitas zat besi. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap zat besi. Gambaran pola konsumsi di negara industri dan negara berkembang terjadi pula pada perkotaan dan pedesaan (Beck et al ., 2014).
Karakteristik ibu hamil menimbulkan variasi dalam konsumsi zat besi, enhancer zat besi dan inhibitor zat besi. Penelitian yang dilakukan Nortstone et al . (2008) menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia ibu hamil terjadi pergeseran pola diet ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan itu, Mathews et al . (2000) menemukan bahwa usia ibu hamil menunjukkan asosiasi yang kuat dengan asupan berbagai zat gizi, utamanya antioksidan dan mikronutrien. Sementara itu, dalam penelitian Frisancho et al . (1985) mempertimbangkan usia yang terlalu muda saat hamil berimplikasi pada kerentanan terhadap asupan zat besi, kalsium, dan asam folat.
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi kualitas dan kuantitas konsumsi makanan. Berdasarkan asumsi ini, ibu hamil dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dianggap memiliki pengetahuan atau informasi tentang gizi yang lebih baik (Albugis, 2008).
Ibu hamil yang memiliki pendidikan tinggi cenderung memilih konsumsi protein yang lebih baik dalam pemenuhan kebutuhannya dibandingkan dengan ibu hamil yang bependidikan rendah. Sementara protein golongan hewani memiliki kandungan zat besi dengan bioavailabilitas yang tinggi di samping memegang peranan penting dalam transportasi zat besi (Hardinsyah, 2009; Okon’go et al ., 2012). Sejalan dengan Atmarita (2004) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang semakin tinggi berkorelasi dalam kemudahan memahami informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari.
Karakteristik wilayah (pedesaan dan perkotaan) telah banyak dihubungkan dengan praktik konsumsi rumah tangga. Heshmat et al . (2009) menyatakan bahwa lebih 70% rumah tangga yang berada di pedesaan tidak memahami fungsi vitamin C dalam proses penyerapan zat besi. Bahkan, pengetahuan terkait sumber-sumber vitamin C di pedesaan hanya berkisar 5- 39%. Sementara itu, rumah tangga di perkotaan menunjukkan kesadaran dan pemahaman yang lebih baik dalam peranan dan sumber vitamin C. Meskipun demikian, persentase rumah tangga di perkotaan yang memahami dengan baik fungsi vitamin C dalam penyerapan zat besi hanya mencapai 50%. Hal ini tergambar pula dalam pengetahuan tentang sumber-sumber zat besi yang masih berada pada kisaran 30-49%. Pengetahuan yang benar tentang fungsi makanan dalam tubuh serta tingkat pengetahuan tentang daging dan alternatifnya lebih baik pada rumah tangga yang berada di perkotaan dibandingkan daerah pedesaan (Samuel et al ., 2012).
Status ekonomi merupakan unsur penting yang menetukan akses terhadap makanan. Dengan daya beli yang semakin meningkat memungkinkan pemilihan makanan yang lebih variatif. Konsumsi protein bernilai biologis Status ekonomi merupakan unsur penting yang menetukan akses terhadap makanan. Dengan daya beli yang semakin meningkat memungkinkan pemilihan makanan yang lebih variatif. Konsumsi protein bernilai biologis
Tingkat konsumsi beberapa inhibitor zat besi terlihat pula pada rumah tangga dengan status ekonomi kurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang berasal dari keluarga yang memiliki taraf ekonomi rendah cenderung mengonsumsi asam fitat lebih tinggi (Samuel et al ., 2012).
Status ekonomi salah satunya ditentukan oleh jumlah anggota rumah tangga yang bekerja. Ibu hamil yang aktif bekerja memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan keluarga. Namun, aktivitas kerja yang padat dapat berdampak pada konsumsi makanan yang kurang terjadwal bahkan terlewat. Dengan beban kerja yang berat pada ibu hamil, kebutuhan terhadap zat-zat gizi menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang hanya mengurusi pekerjaan rumah tangga (Achadi, 2006).
Keluarga dengan anggota rumah tangga yang banyak kadang menimbulkan masalah. Kondisi ini diperparah dengan status ekonomi yang kurang memadai. Keluarga dengan status ekonomi kurang dengan anggota rumah tangga yang banyak akan mengakibatkan pemerataan dan kecukupan makanan kurang terjamin. Pembagian makanan di antara anggota keluarga jika tidak terkelola dengan baik akan menimbulkan persaingan dalam pemenuhan kebutuhan masing-masing (Albugis, 2008).
Begitu juga menurut Riyadi (2003) pada status ekonomi rendah, pemerataan makanan akan berbeda pada keluarga dengan jumlah anggota rumah tangga yang banyak dibandingkan dengan keluarga yang memiliki jumlah anggota rumah tangga lebih sedikit.
Sosiodemografi secara signifikan berkorelasi dengan pola konsumsi. Tingkat konsumsi zat besi beserta enhancer dan inhibitornya terkait langsung dengan kejadian anemia. Individu yang bekerja di luar rumah memiliki faktor risiko lebih besar mengalami anemia. Hal ini kemungkinan disebabkan pengaturan waktu makan dan kualitas makanan yang kurang baik (Samuel et al ., 2012).