Hasil Penelitian
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini merupakan ibu hamil yang berpartisipasi dalam Studi Diet Total (SDT) tahun 2014 yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Sebanyak 644 ibu hamil diikutsertakan dalam penelitian ini. Karakteristik responden meliputi usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status ekonomi, tempat tinggal, jumlah ART, dan keberadaan balita disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik Responden
Variabel
Usia 13-15
43,01 Tingkat Pendidikan Rendah
42,08 Status Pekerjaan Tidak Bekerja
6 0,93 Status Ekonomi Terbawah
18,17 Menengah Bawah
20,03 Menengah Atas
20,81 Tempat Tinggal Pedesaan
45,50 Jumlah ART Besar
58,85 Balita Ada
(Sumber: Data Studi Diet Total, 2014)
Berdasarkan hasil analisis dapat diidentifikasi bahwa usia responden mempunyai rentang antara 14-49 tahun dengan usia rata-rata berada pada interval 19-29 tahun (52,17%). Usia termuda responden adalah 14 tahun (0,31%) sedangkan usia tertua responden adalah 49 tahun (0,31%). Pembagian kelompok usia merujuk pada Tabel Angka Kecukupan Gizi tahun 2013. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan identifikasi kebutuhan zat gizi responden menurut kelompok usia.
Tingkat pendidikan responden merupakan pendidikan formal terakhir yang ditamatkan oleh responden. Tingkat pendidikan dikategorikan rendah jika tidak menyelesaikan pendidikan SMA dan dikategorikan tinggi jika menyelesaikan jenjang pendidikan SMA ke atas. Berdasarkan kategori ini, responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah lebih banyak dibandingkan responden dengan tingkat pendidikan tinggi.
Status pekerjaan merujuk pada pembagian yang ditetapkan oleh Balitbangkes dalam pengumpulan data Studi Diet Total (SDT). Dalam SDT, status pekerjaan ibu hamil dikategorikan menjadi tidak bekerja, bekerja, dan sekolah. Tabel 4 memperlihatkan lebih dari setengah responden dalam penelitian ini tidak bekerja atau tidak melakukan aktivitas di luar urusan rumah tangga (67,70%).
Status ekonomi dikategorikan menjadi lima kuintil untuk melihat secara spesifik pendapatan dan daya beli tingkat rumah tangga. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya distribusi status ekonomi responden dengan beda yang tidak signifikan pada kelima kuintil tersebut. Status ekonomi responden tertinggi hingga terendah secara berurutan adalah menengah atas, teratas, menengah, terbawah, dan menengah bawah.
Tempat tinggal responden dikategorikan menjadi pedesaan dan perkotaan yang mewakili 33 provinsi yang ada di Indonesia. Distribusi tempat tinggal responden menunjukkan representasi pada daerah pedesaan dan perkotaan. Namun dari segi kuantitas, responden yang berdomisili di daerah pedesaan lebih banyak dibandingkan responden yang tinggal di daerah perkotaan (54,50%)
Karakteristik rumah tangga dalam penelitian ini digambarkan melalui jumlah anggota rumah tangga dan keberadaan balita. Persentase responden yang mem iliki jumlah anggota keluarga ≤4 orang sebesar 58,85%. Sementara variabel keberadaan balita menunjukkan masih adanya responden sebanyak 32,61% yang memiliki balita pada saat hamil. Bahkan, jumlah responden yang memiliki ≥2 balita mencapai 22 orang dengan persentase sebesar 3,42%.
2. Pangan Sumber Zat Besi, Enhancer Zat Besi, dan Inhibitor Zat Besi
Salah satu tujuan yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber utama zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi yang dikonsumsi ibu hamil di Indonesia. Pembagian kelompok makanan merujuk pada Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) untuk memudahkan penggambaran bahan makanan dengan frekuensi konsumsi terbanyak sebagaimana disajikan dalam Tabel 5.
Berdasarkan tabel 5, minyak kelapa menjadi bahan makanan dengan frekuensi paling banyak dikonsumsi ibu hamil. Minyak kelapa termasuk dalam kelompok lemak dan minyak yang menyajikan kandungan vitamin A. Interaksi yang terjadi antara zat besi dengan vitamin A dalam metabolisme bersifat sinergis.
Serealia dan olahannya tidak menunjukkan kontribusi besar sebagai sumber enhancer ataupun inhibitor zat besi dibandingkan dengan umbi berpati dan hasil olahannya. Kelompok serealia yang banyak dikonsumsi ibu hamil di Indonesia adalah jagung dengan persentase 7,9% diikuti oleh makanan lain dengan jumlah yang tidak signifikan. Jagung dalam interaksinya dengan zat besi menyajikan masing-masing dua enhancer dan inhibitor zat besi. Sementara kelompok umbi-umbian didominasi oleh singkong beserta hasil olahannya yang dikonsumsi oleh 170 ibu hamil (26,4%). Singkong dipertimbangkan sebagai sumber utama zat besi non-heme dari kelompok umbi-umbian pada ibu hamil di Indonesia.
Tabel 5. Distribusi Pangan Sumber Zat Besi, Enhancer Zat Besi, dan Inhibitor Zat Besi
Kelompok Makanan
Zat Gizi
Serealia dan Hasil Olahannya Jagung
51 7,92 Zat Besi, Vitamin A, Serat, Asam Fitat, Asam Oksalat, Pektin Makanan/Minuman Sereal
8 1,24 Zat Besi, Zinc, Asam Oksalat, Pektin Umbi Berpati dan Hasil Olahannya Singkong dan Olahannya
26,4 Zat Besi
Kentang 57 8,85 Zat Besi, Vitamin A, Vitamin C, Asam Malat, Asam Tartrat, Serat, Asam Oksalat, Pektin
Ubi Jalar
Vitamin A, Vitamin C, Polifenol, Asam Oksalat
Kacang-Kacangan dan Hasil Olahannya Kacang Kedelai dan Produk Olahannya
39 Zat Besi, Zinc, Kalsium, Serat, Asam Fitat, Polifenol, Asam Oksalat, Pektin
Kacang Panjang dan Bagiannya
16 Vitamin A, Serat, Asam Fitat, Polifenol, Pektin
Kacang Hijau dan Bagiannya 83 12,9 Polifenol, Asam Oksalat, Pektin Kacang Tanah
82 12,7 Zat Besi, Zinc, Asam Fitat, Polifenol,
Pektin
Sayuran dan Hasil Olahannya Tomat
15,5 Zat Besi, Vitamin A, Vitamin C, Asam Malat, Asam Tartrat, Serat, Asam Oksalat, Pektin
16,14 Vitamin A, Asam Malat, Asam Tartrat, Serat, Asam Oksalat, Pektin Bayam
26,09 Zat Besi, Vitamin A, Zinc, Kalsium, Serat, Asam Fitat, Polifenol, Asam Oksalat
Kol
15,5 Zat Besi, Vitamin A, Vitamin C, Serat, Polifenol, Asam Oksalat Kangkung
83 12,9 Zat Besi, Vitamin A, Serat, Polifenol,
Asam Oksalat
Sawi 72 11,18 Sawi, Vitamin A, Serat Terong
58 9 Vitamin A, Polifenol Buncis
Asam Fitat, Asam Oksalat, Pektin Buah dan Hasil Olahannya Pisang
22,36 Vitamin A, Vitamin C, Serat, Pektin Kelapa dan Produk Olahannya
17,4 Asam Fitat, Asam Oksalat Asam
63 9,78 Vitamin A
Pepaya dan Bagiannya 59 9,16 Vitamin A, Vitamin C, Serat, Pektin Mangga
Vitamin A, Vitamin C, Serat Varietas Jeruk dan Produk Olahannya
Zat Besi, Vitamin C, Asam Sitrat, Kalsium, Serat, Polifenol, Asam Oksalat, Pektin
Apel
Zat Besi, Vitamin A, Serat, Asam Oksalat, Pektin
Daging, Unggas, dan Hasil Olahannya Ayam dan Produk Olahannya
33,23 Protein Hewani, Vitamin A, Asam Amino Sistein, Asam Fitat, Asam Oksalat
Daging Sapi dan Produk Olahannya 84 13,04 Zat Besi, Protein Hewani, Vitamin A, Zinc, Asam Amino Sistein, Asam Fitat, Asam Oksalat
Ikan, Kerang, Udang, dan Hasil Olahannya Ikan dan Produk Olahannya
52,8 Zat Besi, Protein Hewani, Vitamin A, Asam Amino Sistein, Kalsium, Asam Fitat, Asam Oksalat
Zat Besi, Protein Hewani, Zinc Telur dan Hasil Olahannya Telur
Seafood dan Produk Olahannya
39,13 Zat Besi, Protein Hewani, Vitamin A,
Zinc
Susu dan Hasil Olahannya Susu Ibu Hamil
22,5 Zat Besi, Protein Hewani, Vitamin A, Vitamin C, Zinc, Kalsium, Asam Oksalat, Asam Amino Sistein
Susu Lainnya 88 13,7 Kalsium, Asam Oksalat, Asam Amino
Sistein
Lemak dan Minyak Minyak Kelapa
82,45 Vitamin A
Minyak Goreng Komersial
15,5 Vitamin A
Gula, Sirup, dan Konfeksioneri Teh
31,68 Zinc, Polifenol, Asam Oksalat Coklat dan Produk Olahannya
79 12,27 Zinc, Asam Oksalat Kopi
Polifenol
Bumbu-Bumbu Bawang
77,17 Zinc, Polifenol, Asam Amino Sistein Cabai
61,18 Vitamin A
Bakung 64 9,94 Vitamin A, Asam Oksalat Kemiri
Asam Fitat
Salam Koja
Polifenol
Vitamin C, Asam Sitrat Obat dan Suplemen Sangobion
Jeruk Nipis dan Purut
37 5,75 Zat Besi
CDR
Vitamin C, Kalsium
(Sumber: Data Studi Diet Total, 2014)
Kelompok kacang-kacangan mengeluarkan 4 jenis bahan makanan yang paling banyak dikonsumsi ibu hamil, yaitu kacang kedelai, kacang panjang, kacang hijau, dan kacang tanah. Namun di antara keempat kacang-kacangan tersebut, kacang kedelai menjadi kelompok bahan makanan yang paling banyak dikonsumsi oleh ibu hamil di Indonesia (39%). Kacang-kacangan tersebut menjadi sumber zat besi yang melimpah, namun turut disertai dengan Kelompok kacang-kacangan mengeluarkan 4 jenis bahan makanan yang paling banyak dikonsumsi ibu hamil, yaitu kacang kedelai, kacang panjang, kacang hijau, dan kacang tanah. Namun di antara keempat kacang-kacangan tersebut, kacang kedelai menjadi kelompok bahan makanan yang paling banyak dikonsumsi oleh ibu hamil di Indonesia (39%). Kacang-kacangan tersebut menjadi sumber zat besi yang melimpah, namun turut disertai dengan
Sayur dan buah berkontribusi sebagai sumber zat besi beserta enhancer dan inhibitornya . Dalam kelompok sayur dan buah yang paling banyak dikonsumsi ibu hamil terkandung semua jenis zat gizi yang dianalisis dalam penelitian ini. Bayam, kol, dan tomat merupakan kelompok sayur dengan frekuensi konsumsi terbanyak pada ibu hamil dengan persentase berturut-turut 26,09%, 15,5%, dan 15,5%. Sedangkan pada kelompok buah, bahan makanan dengan frekuensi konsumsi terbanyak adalah pisang (22,36%) dan kelapa (17,4%).
Daging, ikan, dan telur menyajikan zat besi dan protein bernilai biologis tinggi. Daging ayam dan daging sapi merupakan kelompok bahan makanan daging-unggas yang memberikan sumbangsih paling besar sebagai sumber zat besi, protein hewani, dan zinc dengan persentase tingkat konsumsi masing- masing 33,23% dan 13,04%. Meskipun demikian, inhibitor zat besi dalam hal ini asam amino sistein, asam fitat, dan asam oksalat turut hadir dalam daging- dagingan. Ikan dan seafood menjadi produk hewani paling populer di kalangan ibu hamil di Indonesia ditunjukkan dengan frekuensi konsumsi mencapai 376 ibu hamil (58,4%). Zat gizi yang terkandung dalam ikan- seafood hampir sama dengan kandungan zat gizi pada daging-unggas. Berbeda dengan telur, kehadiran inhibitor zat besi bisa ditiadakan. Tanpa disertai alergi atau keadaan patologis, telur dapat dipertimbangkan sebagai sumber zat besi dan enhancer zat besi (protein, vitamin A, zinc) yang baik. Terlebih dalam penelitian ini, telur cukup diminati ibu hamil dengan persentase mencapai 39,13%.
Susu menjadi pelengkap dalam pemenuhan kebutuhan ibu hamil. Susu yang dikhususkan bagi ibu hamil telah difortifikasi dengan zat besi beserta zat gizi esensial lainnya. Meskipun di dalam susu ibu hamil juga terdapat kalsium yang potensial menjadi inhibitor dalam penyerapan zat besi, namun jumlahnya terkendali dimana hanya mampu mencukupi sekitar 40% dari kebutuhan rata- rata ibu hamil. Susu dikonsumsi sebanyak 233 ibu hamil dengan persentase mencapai 36,2%.
Minuman selain susu yang banyak dikonsumsi ibu hamil adalah teh dan kopi. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan frekuensi konsumsi sebesar 31,68% untuk teh dan 9,6% untuk kopi. Teh dan kopi merupakan sumber utama inhibitor zat besi dari jenis polifenol.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan zat gizi, terkadang ibu hamil mengonsumsi obat dan suplemen tertentu. Sangobion dan CDR merupakan suplemen yang paling banyak dikonsumsi dengan persentase masing-masing 5,75% dan 1,7%. Sangobion menyediakan kandungan zat besi, sementara CDR menyediakan vitamin C dan kalsium.
3. Gambaran Konsumsi Zat Besi, Enhancer Zat Besi, dan Inhibitor Zat Besi pada Ibu Hamil di Indonesia
Hasil penelitian pada Tabel 6 dan Tabel 7 menyajikan gambaran konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi. Tabel 6 merupakan gambaran konsumsi secara numerik yang diperoleh dari hasil pengolahan survei konsumsi makanan menggunakan aplikasi Nutrisurvey . Sementara Tabel
7 merupakan gambaran konsumsi enhancer dan inhibitor zat besi secara kategorik yang diperoleh dengan mengidentifikasi sumber pangan enhancer dan inhibitor zat besi. Identifikasi enhancer dan inhibitor zat besi menurut sumber pangannya didasari keterbatasan aplikasi Nutrisurvey untuk mengeluarkan secara keselurahan enhancer dan inhibitor zat besi.
Tabel 6. Gambaran Konsumsi Zat Besi, Enhancer Zat Besi, dan Inhibitor Zat Besi pada Ibu Hamil Berdasarkan Hasil Pengolahan Program Nutrisurvey
Tingkat Kecukupan Variabel
Konsumsi Zat Gizi
Defisit
Normal Lebih
Median (min-max)
Zat Besi (mg)
13 2,02 11 1,71 Enhancer Zat Besi Protein (gr)
8,2 (0-65)
93 14,44 132 20,5 Vitamin A (µg)
55,2 (5,2-330)
41 6,37 441 68,48 Vitamin C (mg)
1313,55 (0-17572)
19 2,95 121 18,79 Zinc (mg)
36,55 (0-4023,2)
17 2,64 24 3,73 Inhibitor Zat Besi Kalsium (mg)
5,3 (0,5-40,3)
9 1,4 41 6,37 Serat (gr)
(Sumber: Data Studi Diet Total, 2014) Keterangan: Data disajikan dalam median (min-max)
Tabel 6 menyajikan gambaran konsumsi zat besi, protein, vitamin A, vitamin C, zinc, kalsium, dan serat. Pada tabel tersebut semua zat gizi yang dikonsumsi responden disajikan dalam median. Hal ini disebabkan data penelitian tidak terdistribusi normal.
Nilai median konsumsi zat besi ibu hamil menunjukkan angka 8,2 mg dengan rentang antara 0-65 mg/hari. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi tahun 2013, kebutuhan zat besi perempuan yang berada pada usia reproduktif sebesar 26 mg/hari. Pada kondisi hamil terjadi penambahan kebutuhan yang berkisar antara 9-13 mg/hari. Merujuk pada kebutuhan zat besi ibu hamil dalam tabel AKG, sebanyak 620 (96,27%) responden tidak memenuhi kebutuhan minimal yang direkomendasikan.
Enhancer zat besi yang dapat diolah menggunakan aplikasi Nutrisurvey
adalah protein, vitamin A, vitamin C, dan zinc. Asupan protein berdasarkan hasil recall 24 jam menunjukkan nilai median 55,2 gr dengan range antara 5,2- 330 gr. Nilai median tersebut masih lebih rendah dibandingkan nilai median kebutuhan perempuan pada usia reproduktif, yaitu 57,5 gr/hari (69-57). Kebutuhan protein ini akan meningkat dalam kondisi hamil sebanyak 20 gr pada tiap-tiap trimester kehamilan. Berbeda dengan protein, nilai median asupan vitamin A pada ibu hamil mencapai 1313,55 µg (0-17572), lebih tinggi dibandingkan kebutuhannya yang hanya berkisar 550 µg/hari (500-600). Hal ini berimplikasi pada terpenuhinya kebutuhan vitamin A responden sebanyak 482 orang (74,8%), bahkan dengan penambahan kebutuhan hingga 350 µg dalam trimester 3. Sementara itu, asupan vitamin C ibu hamil memiliki nilai median 36,55 mg (0-4023,2), lebih rendah dibandingkan nilai median kebutuhan dalam tabel AKG yang berada pada angka 75 mg/hari (65-75) dengan penambahan sebanyak 10 mg selama kehamilan.
Hasil plot konsumsi zinc dengan kebutuhan responden dalam tabel AKG menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil belum memenuhi asupan zinc harian. Dalam tabel AKG terjadi peningkatan kebutuhan seiring bertambahnya usia kehamilan, bahkan pada trimester ketiga mencapai 10 mg/hari. Nilai median kebutuhan zinc ibu hamil menunjukkan angka 10 mg/hari (10-16), Hasil plot konsumsi zinc dengan kebutuhan responden dalam tabel AKG menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil belum memenuhi asupan zinc harian. Dalam tabel AKG terjadi peningkatan kebutuhan seiring bertambahnya usia kehamilan, bahkan pada trimester ketiga mencapai 10 mg/hari. Nilai median kebutuhan zinc ibu hamil menunjukkan angka 10 mg/hari (10-16),
Aplikasi Nutrisurvey hanya mampu mengeluarkan dua jenis zat gizi yang berperan sebagai agen inhibitor zat besi, yaitu kalsium dan serat. Kebutuhan kalsium pada perempuan berbeda pada tiap-tiap kelompok umur dengan kecenderungan lebih besar pada usia yang lebih muda. Dalam keadaan hamil, terjadi peningkatan kebutuhan kalsium sebanyak 200 mg/hari. Nilai median asupan kalsium dalam penelitian ini adalah 259,45 mg (13,1-8094,4), jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan median kebutuhan kalsium perempuan 1150 mg/hari (1100-1200). Kondisi yang sama berlaku untuk serat dimana asupan sehari ibu hamil memiliki median 8,2 gr (1,1-44,9), lebih rendah jika dibandingkan dengan kebutuhannya yang mencapai 31 gr/hari (28-32) terlebih terjadi penambahan 3-4 gr asupan serat perhari selama kehamilan. Meskipun dalam tatanan penyerapan, kehadiran kalsium dan serat dapat menghambat penyerapan zat besi, namun tingkat kebutuhan kalsium dan serat sesuai rekomendasi harus tetap diupayakan terpenuhi.
Zat gizi lain yang secara teoritis berkontribusi dalam penyerapan zat besi tetap diidentifikasi. Foodlist dalam data Studi Diet Total (SDT) dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi enhancer dan inhibitor zat besi berdasarkan sumber pangannya. Proses coding data SDT dilakukan pada bahan pangan utama yang menjadi sumber enhancer dan inhibitor zat besi. Tabel 7 berikut menyajikan gambaran konsumsi enhancer dan inhibitor zat besi menurut sumber pangannya.
Tabel 7. Gambaran Konsumsi Enhancer dan Inhibitor Zat Besi pada Ibu Hamil Berdasarkan Food List
Konsumsi Zat Gizi
Enhancer Zat Besi
644 100% Asam Amino Sistein
644 100% Asam Malat
644 100% Asam Tartrat
644 100% Asam Sitrat
644 100% Inhibitor Zat Besi
644 100% Asam Fitat
644 100% Asam Oksalat
(Sumber: Data Studi Diet Total, 2014)
Berdasarkan hasil recall 24 jam terhadap asupan ibu hamil, bisa dipastikan kehadiran enhancer zat besi senantiasa disertai pula dengan kehadiran inhibitor zat besi. Dalam penelitian ini, enhancer zat besi yang dianalisis adalah asam amino sistein dan asam organik (asam malat, asam tartrat, dan asam sitrat). Sementara untuk agen utama inhibitor zat besi yang dianalisis adalah asam fitat, polifenol, asam oksalat, dan pektin. Asam amino sistein menjadi enhancer zat besi yang paling banyak dikonsumsi ibu hamil (93,94%) sedangkan polifenol menjadi inhibitor zat besi dengan persentase paling tinggi yang dikonsumsi oleh ibu hamil (95,81%). Dari hasil penelitian yang tersaji, terlihat bahwa konsumsi inhibitor zat besi berada di atas angka 80% untuk keempat parameter zat gizi yang digunakan dalam penelitian ini. Sementara untuk konsumsi enhancer zat besi hanya asam amino sistein yang menunjukkan persentase di atas angka 80%.
4. Hubungan Karakteristik Sosial Demografi dengan Konsumsi Zat Besi pada Ibu Hamil di Indonesia
Tabel 8 menyajikan konsumsi zat besi hasil pengolahan survei konsumsi menggunakan aplikasi Nutrisurvey . Analisis bivariat dilakukan dengan menyertakan karakteristik sosial demografi ibu hamil sebagaimana ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Analisis Konsumsi Zat Besi
Zat Besi (mg)
Variabel p
Median (min-max)
Usia 1) 13-15
Tingkat Pendidikan 2) Rendah * 7,2 (0,6-56) <0,0001
Tinggi
10,1 (0-65)
Status Pekerjaan 1) a Tidak Bekerja * 7,95 (0-65) 0,0005 Bekerja b 9,35 (1,1-46) Sekolah a,b 11,5 (7,2-47,9)
Status Ekonomi 1) a Terbawah * 4,8 (1,1-47,2) 0,0001
Menengah Bawah b 7,9 (1,7-52,7) Menengah b 8,5 (0,9-65) Menengah Atas c 9,3 (0-56) Teratas c 10,45 (0,6-48,7) Tempat Tinggal 2)
Pedesaan * 7,6 (0,9-65) 0,0002 Perkotaan
9,2 (0-52,2)
Jumlah ART 2) Besar
Balita 2) Ada
(Sumber: Data Studi Diet Total, 2014)
Keterangan: Data disajikan dalam median (min-max), nilai signifikansi p<0,05
Hasil analisis Kruskall-Wallis; Post hoc Mann-Whitney 2) Hasil analisis Mann-Whitney
* Analisis data menunjukkan adanya perbedaan nyata Kelompok dengan notasi huruf berbeda secara statistik bermakna
Data awal yang diperoleh diuji sebaran data dan variannya untuk menentukan jenis uji statistik yang akan digunakan. Sebaran data konsumsi zat besi tidak normal sehingga digunakan uji alternatif. Uji Mann-Whitney digunakan untuk menggambarkan hubungan tingkat pendidikan, tempat tinggal, jumlah anggota rumah tangga, dan keberadaan balita dengan konsumsi zat besi. Sedangkan uji Kruskall-Wallis digunakan untuk menggambarkan hubungan usia, status pekerjaan, dan status ekonomi dengan konsumsi zat besi. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan bermakna ( p- Data awal yang diperoleh diuji sebaran data dan variannya untuk menentukan jenis uji statistik yang akan digunakan. Sebaran data konsumsi zat besi tidak normal sehingga digunakan uji alternatif. Uji Mann-Whitney digunakan untuk menggambarkan hubungan tingkat pendidikan, tempat tinggal, jumlah anggota rumah tangga, dan keberadaan balita dengan konsumsi zat besi. Sedangkan uji Kruskall-Wallis digunakan untuk menggambarkan hubungan usia, status pekerjaan, dan status ekonomi dengan konsumsi zat besi. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan bermakna ( p-
Letak signifikansi pada variabel status pekerjaan dan status ekonomi ditentetukan dengan uji post hoc menggunakan uji Mann-Whitney . Berdasarkan hasil uji tersebut, perbedaan konsumsi zat besi pada variabel status pekerjaan hanya terlihat pada ibu hamil yang bekerja dan tidak bekerja. Sementara untuk variabel status ekonomi, ibu hamil yang berada pada kuintil ekonomi terbawah menunjukkan perbedaan nyata dengan semua kuintil ekonomi yang lain. Hasil signifikan juga tampak pada kalangan ekonomi menengah ke bawah dengan kalangan ekonomi menengah atas hingga teratas.
5. Hubungan Karakteristik Sosial Demografi dengan Konsumsi Enhancer
Zat Besi pada Ibu Hamil di Indonesia
Konsumsi enhancer zat besi pada ibu hamil diidentifikasi melalui dua cara, yaitu menggunakan aplikasi Nutrisurvey dan foodlist data SDT. Protein, vitamin A, vitamin C, dan zinc merupakan zat gizi keluaran Nutrisurvey yang disajikan dalam bentuk data numerik. Sementara itu, enhancer zat besi yang lain dianalisis berdasarkan sumber pangannya dalam bentuk data kategorik.
Sebelum akhirnya mengelompokkan zinc sebagai enhancer zat besi terlebih dahulu dilakukan identifikasi berdasarkan level keseimbangan konsumsi zat besi dan zinc. Ambang batas zinc dalam penghambatan bioavailabilitas zat besi secara nyata teramati pada rasio molar Zn : Fe=5: 1. Dalam literatur lain menunjukkan konsenus yang sama dimana interaksi intraluminal terjadi akibat kelebihan lima kali konsumsi zinc terhadap zat besi (15 mg Zn : 3 mg Fe) dengan efek penghambatan sebesar 56% (Olivares et al ., 2007; Rossander-Hulten et al ., 1991). Landasan ilmiah ini digunakan dalam memahami peran zinc dalam penyerapan zat besi. Hasil analisis menunjukkan tidak ditemukannya responden yang mengonsumsi zinc dengan nilai ekstrim hingga melebihi asupan zat besi sebanyak lima kali lipat.
Tabel 9 menyajikan tabulasi silang karakteristik sosial demografi ibu hamil dengan konsumsi protein, vitamin A, vitamin C, dan zinc. Variabel kategorik- Tabel 9 menyajikan tabulasi silang karakteristik sosial demografi ibu hamil dengan konsumsi protein, vitamin A, vitamin C, dan zinc. Variabel kategorik-
Dengan menggunakan karakteristik sosial demografi yang sama, tabel 10 berusaha menggambarkan konsumsi asam amino sistein, asam malat, asam tartrat, dan asam sitrat. Sumber bahan makanan utama ditentukan berdasarkan hasil penelusuran literatur untuk mengkategorikan foodlist yang ada dalam data SDT. Pada tahap berikutnya penentuan code book bahan makanan dilakukan untuk memudahkan proses coding .
Analisis statistik yang digunakan pada tabel 10 adalah uji Chi-Square dengan alternatif uji Fisher . Syarat expected value menentukan jenis uji yang akan digunakan pada masing-masing variabel penelitian. Level signifikansi dalam menilai hubungan variabel ditetapkan sebesar 0,05.
Tabel 9. Analisis Konsumsi Enhancer Zat Besi Berdasarkan Hasil Pengolahan Program Nutrisurvey
Variabel
Protein (gr)
Vitamin A (µg)
Vitamin C (mg)
Zinc (mg) p
Median (min-max)
Median (min-max)
Median (min-max)
Median (min-max)
Usia 1) 13-15
5,2 (4,6-7,7) 0,7063 16-18
4,4 (1,2-15,8) 19-29
5,6 (0,6-40,3) 30-49
5,3 (0,5-37) Tingkat Pendidikan 2) Rendah
4,9 (0,5-29,8) <0,0001 * Tinggi
6,1 (0,6-40,3) Status Pekerjaan 1) a Tidak Bekerja
5,15 (0,6-39,3) a 0,0047* Bekerja
33,15 (0-2525) a 0,0014*
43,35 (0-4023,2) b 5,85 (0,5-40,3) b Sekolah
60,95 (8,5-198,2) b 1294,55 (7-15465)
88,4 (53-157,2) b 1783,55 (391,9-9198,9)
72,95 (1,6-543,2) a,b 9,65 (4-23,3) a,b
Status Ekonomi 1)
3,6 (0,5-29,8) a 0,0001* Menengah Bawah
Terbawah
33,8 (5,2-330) a 0,0001*
751,1 (0-9198,9) a 0,0001*
25,7 (0-1064,2) a
50,3 (13,1-254,4) b 1181,7 (7-5773,7) b 32,9 (0-4017) a 5,2 (1,5-37) b Menengah
58,9 (8,6-177,7) b,c 1436,6 (10,9-7174,6) c 33,4 (1-1461,1) a 5,8 (0,6-39,3) b,c
Menengah Atas 60 (11,6-186,5) c,d 1683,8 (16-15465) c 41,5 (0,2-1775,1) b 6 (1,1-40,3) c,d Teratas
65,4 (7,8-198,2) 1618,8 (97,3-17572) c 45,3 (0-4023,2) b 6,75 (1-32,5) d,e Tempat Tinggal
5,1 (0,5-39,3) <0,0001 * Perkotaan
6 (1-40,3) Jumlah ART 2) Besar
5,3 (0,5-40,3) 0,3905 2) Kecil
5,3 (0,7-37) Balita Ada
4,95 (0,6-40,3) 0,0804 Tidak
5,55 (0,5-39,3) (Sumber: Data Studi Diet Total, 2014) Keterangan: Data disajikan dalam median (min-max), nilai signifikansi p<0,05
1) Hasil analisis Kruskall-Wallis; Post hoc Mann-Whitney 2) Hasil analisis Mann-Whitney * Analisis data menunjukkan adanya perbedaan nyata
Kelompok dengan notasi huruf berbeda secara statistik bermakna
Hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 9 memberikan gambaran umum bahwa tingkat pendidikan, status ekonomi, dan tempat tinggal ibu hamil merupakan kontributor utama yang berasosiasi dengan konsumsi protein, vitamin A, vitamin C, dan zinc ( p-value <0,05). Hasil sebaliknya berlaku untuk variabel usia yang tidak menunjukkan adanya keterkaitan dengan konsumsi protein, vitamin A, vitamin C, dan zinc ( p-value >0,05).
Analisis lebih lanjut pada status ekonomi dilakukan menggunakan uji post hoc . Hasil analisis menunjukkan ibu hamil pada status ekonomi menengah bawah hingga terbawah pada umumnya menunjukkan perbedaan level konsumsi protein, vitamin A, vitamin C, dan zinc dengan ibu hamil yang berada pada kategori ekonomi menengah atas hingga teratas.
Hasil uji Kruskall-Wallis pada status pekerjaan ibu hamil menunjukkan hubungan hanya terlihat pada konsumsi protein, vitamin C, dan zinc. Hanya saja analisis lebih lanjut memperlihatkan letak signifikansi hanya terjadi pada kelompok ibu hamil yang bekerja dan tidak bekerja pada ketiga jenis enhancer zat besi tersebut. Sementara perbedaan nyata pada kelompok ibu hamil yang tidak bekerja dan sekolah hanya ditunjukkan dalam konsumsi protein.
Struktur keluarga dalam tabel 9 hanya menunjukkan hubungan terhadap salah satu jenis enhancer zat besi. Variabel anggota rumah tangga secara signifikan menunjukkan hubungan hanya dalam konsumsi vitamin C. Sementara keberadaan balita tidak menunjukkan hubungan dalam konsumsi apapun baik protein, vitamin A, Vitamin C, maupun zinc.
Pada tabel 10, tingkat pendidikan dan status ekonomi konsisten menunjukkan hubungan dengan konsumsi semua jenis enhancer zat besi pada ibu hamil yang dianalisis (asam amino sistein, asam malat, asam tartrat, dan asam sitrat). Meskipun tidak memengaruhi konsumsi enhancer zat besi secara keseluruhan, tempat tinggal ibu hamil masih memegang peranan penting dalam konsusmsi asam malat dan tartrat.
Hasil konsisten diperoleh pula pada variabel keberadaan balita yang tetap tidak menunjukkan adanya keterkaitan dalam konsumsi enhancer zat besi yang lain. Berbeda dengan usia ibu hamil, dalam tabel 10 menunjukkan adanya asosiasi dengan konsumsi asam sitrat ( p- value <0,05). Status pekerjaan justru tidak menunjukkan hubungan dengan enhancer zat besi apapun dalam tabel 10.
Karakteristik rumah tangga dalam penelitian ini tidak hanya menggunakan parameter keberadaan balita, tetapi juga ukuran rumah tangga. Ukuran rumah tangga dinilai berdasarkan jumlah anggota rumah tangga yang tinggal serumah. Hanya saja, baik variabel keberadaan balita maupun jumlah anggota keluarga tidak menunjukkan adanya hubungan dengan konsumsi ibu hamil dalam asam amino sistein, asam malat, asam tartrat, dan asam sitrat.
Tabel 10. Analisis Konsumsi Enhancer Zat Besi Berdasarkan Food List
Asam Sitrat Variabel
Asam Amino Sistein
Asam Malat
Asam Tartrat
Tidak p
Usia 13-15
226 81,59 Tingkat Pendidikan Rendah
223 82,29 Status Pekerjaan Tidak Bekerja
4 66,67 Status Ekonomi Terbawah
<0,001 * 32 27,35 85 72,65 <0,001 32 27,35 85 72,65 <0,001 7 5,98 110 94,02 0,001 Menengah Bawah
107 82,95 Menengah Atas
104 77,61 Tempat Tinggal Pedesaan
245 83,62 Jumlah ART Besar
329 86,81 Balita Ada
(Sumber: Data Studi Diet Total, 2014) Keterangan: Bold= Hasil analisis Chi-Square
= Hasil analisis Italic Fisher * Analisis data menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05)
6. Hubungan Karakteristik Sosial Demografi dengan Konsumsi Inhibitor Zat Besi pada Ibu Hamil di Indonesia
Sama halnya dengan enhancer zat besi, proses analisis inhibitor zat besi dilakukan dengan menggunakan output Nutrisurvey dan foodlist data SDT. Tabel 11 menyajikan tabulasi silang antara karakteristik sosial demografi ibu hamil dengan konsumsi kalsium dan serat pada ibu hamil.
Tabel 11. Analisis Konsumsi Inhibitor Zat Besi Berdasarkan Hasil Pengolahan Program Nutrisurvey
Serat (gr) Variabel
Kalsium (mg)
Median (min-max)
Median (min-max)
Usia 1) 13-15
5,6 (3,7-8,9) 0,5720 16-18
167,3 (158,1-396,6)
7,15 (2,4-24,4) 19-29
151,6 (36-913,9)
8,3 (1,1-44,9) 30-49
254,45 (15,6-8094,4)
8 (1,2-41,1) Tingkat Pendidikan 2) Rendah
269,8 (13,1-3946,3)
7,4 (1,1-44,9) 0,0015* Tinggi
9 (1,2-37,5) Status Pekerjaan 1)
Tidak Bekerja
7,9 (1,1-44,9) 0,1177 Bekerja
241,25 (13,1-4756,1) a 0,0007*
332,2 (38,4-8094,4) b 8,6 (1,2-29,7) Sekolah
399,25 (95,6-1935) a,b 10,6 (5,6-25,2) Status Ekonomi 1) Terbawah
167,7 (13,1-2875,9) a 0,0001*
6 (1,1-29,7) a 0,0026* b Menengah Bawah a,b 237,2 (33,2-2134,9) 7,1 (1,5-44,9)
Menengah 294,1 (16,6-4756,1) b,c 8,5 (1,2-28,1) b,c Menengah Atas
292,1 (37,9-3946,3) c,d 8,9 (2,1-37,5) c Teratas
358,65 (16,5-8094,4) d 8,6 (1,4-41,1) c Tempat Tinggal 2)
Pedesaan
7,5 (1,1-35,6) 0,0048* Perkotaan
238,5 (13,1-4756,1)
8,8 (1,2-44,9) Jumlah ART 2) Besar
284,3 (15,6-8094,4)
7,2 (1,1-41,1) 0,0082* Kecil
8,5 (1,7-44,9) Balita 2)
Ada
8,2 (1,5-41,1) 0,8706 Tidak
(Sumber: Data Studi Diet Total, 2014) Keterangan: Data disajikan dalam median (min-max) , nilai signifikansi p<0,05
1) Hasil analisis Kruskall-Wallis; Post hoc Mann-Whitney 2) Hasil analisis Mann-Whitney
* Analisis data menunjukkan adanya perbedaan nyata
Kelompok dengan notasi huruf berbeda secara statistik bermakna
Merujuk pada tabel 11, tingkat pendidikan, status ekonomi, dan tempat tinggal secara signifikan berhubungan dengan konsumsi kalsium dan serat pada ibu hamil ( p-value <0,05). Berbeda dengan usia dan keberadaan balita yang Merujuk pada tabel 11, tingkat pendidikan, status ekonomi, dan tempat tinggal secara signifikan berhubungan dengan konsumsi kalsium dan serat pada ibu hamil ( p-value <0,05). Berbeda dengan usia dan keberadaan balita yang
Sama halnya dengan analisis enhancer zat besi, variabel status ekonomi ditelusuri lebih lanjut untuk menentukan letak signifikansinya menggunakan uji Mann-Whitney sebagai uji post hoc . Hasil analisis menunjukkan konsisitensi hubungan status ekonomi dengan konsumsi ibu hamil dimana pada status ekonomi menengah bawah hingga terbawah pada umumnya menunjukkan konsumsi yang lebih rendah dalam kalsium dan serat dibandingkan dengan ibu hamil yang berada pada kategori ekonomi menengah atas hingga teratas.
Variabel status pekerjaan hanya memengaruhi konsumsi kalsium. Berdasarkan pengkategorian yang ditetapkan, perbedaan utama konsumsi kalsium terdapat pada ibu hamil yang bekerja dan tidak bekerja. Ibu hamil yang melakukan rutinitas di luar urusan rumah tangga saat pengumpulan data dilakukan menunjukkan konsumsi kalsium lebih baik dibandingkan dengan kelompok ibu hamil yang tidak bekerja dengan perbedaan median konsumsi mencapai 90,95 mg.
Jumlah anggota rumah tangga menunjukkan asosiasi dengan konsumsi serat pada ibu hamil. Perbedaan nilai median antara rumah tangga yang memiliki jumlah ART≤4 orang dengan rumah tangga yang memiliki jumlah ART>4 orang adalah 1,3 gr.
Tabel 12 di bawah ini berusaha menggambarkan inhibitor zat besi selain kalsium dan serat. Identifikasi inhibitor zat besi berupa asam fitat, polifenol, asam oksalat, dan pektin menggunakan bahan pangan sumber utamanya sebagai dasar pengkategorian.
Analisis statistik digunakan untuk memahami hubungan karakteristik sosial demografi ibu hamil dengan konsumsi asam fitat, polifenol, asam oksalat, dan pektin. Uji Chi-Square dengan alternatif uji Fisher bertujuan melihat perbedaan konsumsi antarkelompok dengan mempertimbangkan aspek sosial demografi ibu hamil sebagaimana disajikan dalam tabel 12.
Tabel 12. Analisis Konsumsi Inhibitor Zat Besi Berdasarkan Food List
Pektin Variabel
Asam Fitat
Polifenol
Asam Oksalat
Tidak p
Usia 13-15
43 15,52 Tingkat Pendidikan Rendah
36 13,28 Status Pekerjaan Tidak Bekerja
1 16,67 Status Ekonomi Terbawah
Menengah Bawah
17 13,18 Menengah Atas
14 10,45 Tempat Tinggal Pedesaan
37 12,63 Jumlah ART Besar
65 17,15 Balita Ada
(Sumber: Data Studi Diet Total, 2014) Keterangan: Bold= Hasil analisis Chi-Square
= Hasil analisis Italic Fisher * Analisis data menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05)
Berdasarkan tabel 12, status ekonomi ibu hamil menjadi kontributor yang terkait dengan konsusmsi semua jenis inhibitor zat besi ( p-value <0,05). Sementara itu, status pendidikan dan tempat tinggal ibu hamil secara bersama- sama menunjukkan hubungan yang signifikan dengan konsumsi asam fitat dan pektin.
Karakteristik rumah tangga dalam tabel 12 menunjukkan pola yang sama dengan hasil analisis sebelumnya dimana jumlah ART dan keberadaan balita tidak menunjukkan hubungan yang berarti dengan konsumsi inhibitor zat besi. Satu-satunya konsumsi inhibitor zat besi yang berasosiasi dengan struktur keluarga adalah polifenol. Keberadaan balita menunjukkan komparasi yang kontras dimana ibu hamil yang tidak memiliki balita (n= 421) hanya 3% di antaranya yang tidak mengonsumsi polifenol.