Analisis Konsumsi Zat Besi Enhancer Zat

ANALISIS KONSUMSI ZAT BESI, ENHANCER ZAT BESI, DAN INHIBITOR ZAT BESI PADA IBU HAMIL BERDASARKAN DATA STUDI DIET TOTAL (SDT) TAHUN 2014 DI INDONESIA TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-2

Minat Utama Gizi dan Kesehatan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Diajukan Oleh: SAFRULLAH AMIR

NIM: 15/388220/PKU/15442

Kepada PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2017

ii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.

Faktor Penyebab Anemia ........................................................... 19 Gambar 2.

Kerangka Teori .......................................................................... 35 Gambar 3.

Kerangka Konsep ....................................................................... 36 Gambar 4. Bagan Penarikan Sampel Penelitian .......................................... 37 Gambar 5.

Jalannya Penelitian ..................................................................... 46

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Studi Diet Total (SDT) Tahun 2014 Lampiran 2. Distribusi Blok Sensus yang Dikunjungi, RT dan ART yang

Diwawancarai Menurut Provinsi

Lampiran 3. Hasil Analisis Statistik Lampiran 4. Formulir Informed Consent Lampiran 5. Persetujuan Etik

viii

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul “Analisis Konsumsi Zat Besi, Enhancer Zat Besi, dan Inhibitor Zat Besi pada Ibu Hamil Berdasarkan Data Studi Diet Total (SDT) Tahun 2014 di Indonesia ”. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh derajat sarjana Strata Dua (S2) Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Gizi Kesehatan pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang telah memberikan izin untuk melakukan analisis lebih lanjut data Studi Diet Total (SDT) tahun 2014.

2. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang telah memberikan dukungan finansial selama penulis menempuh pendidikan.

3. Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UGM.

4. Dr. rer. nat. dr. Istiti Kandarina selaku Ketua Minat S2 Gizi Kesehatan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UGM.

5. Dr. Susetyowati DCN., M.Kes sebagai pembimbing utama dan dr. Arta Farmawati, Ph.D selaku pembimbing pendamping yang telah dengan sabar dan banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, nasihat, dan dukungan yang sangat berarti dalam penyusunan tesis ini.

6. Prof. dr. Djaswadi Dasuki, M.P.H., SpOG(K), Ph.D, Yayuk Hartriyanti, SKM., M.Kes, A. Fahmi A. Tsani, S.Gz., Dietisien., M.Sc, dan Perdana Samekto T.S., S.Gz., M.Sc., RD selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran berarti dalam penyempurnaan tesis ini.

7. Kedua orang tua saya, ayahanda Muhammad Amir Mustari dan ibunda Mutiara yang tidak pernah berhenti memberikan doa, dukungan, dan motivasi sepanjang penulis menempuh pendidikan.

8. Istri tercinta (Rosmina), putri kecil saya (Alfarizqia Ilma Mufidah), dan saudara saya (Muh. Nawawi Amir) yang hadirnya senantiasa memantik semangat saya dalam menjalani aktivitas.

9. Rekan-rekan minat Gizi dan Kesehatan IKM Angkatan 2015 yang telah berbagi pengetahuan dan inspirasi bersama selama penulis menempuh pendidikan.

10. Teman-teman sepenanggungan di Kompleks Srikaton dan teman-teman lainnya yang telah menjalin hubungan baik dalam bingkai persaudaraan selama penulis berada di Yogyakarta.

11. Pihak yang telah memberikan sumbangsih nyata dalam penyusunan tesis ini, Kak Arul, Mas Rizki, Mba Fithia, dan pihak lain yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu kritik dan saran sebagai bahan perbaikan sangat diharapkan. Semoga penelitian ini bermanfaat.

Yogyakarta, 31 Juli 2017

Safrullah Amir

xi

ANALISIS KONSUMSI ZAT BESI, ENHANCER ZAT BESI, DAN INHIBITOR

ZAT BESI PADA IBU HAMIL BERDASARKAN DATA STUDI DIET TOTAL (SDT) TAHUN 2014 DI INDONESIA

1 2 Safrullah Amir 3 , Susetyowati , Arta Farmawati

INTISARI

Latar Belakang: Ibu hamil merupakan kelompok paling rentan terhadap anemia. Defisiensi zat besi menjadi penyebab utama terjadinya anemia. Bioavailabilitas zat besi tidak hanya ditentukan oleh jumlah asupan, tetapi juga interaksi yang terjadi selama proses metabolisme. Interaksi dalam proses penyerapan zat besi melibatkan enhancer dan inhibitor zat besi.

Tujuan: Mengetahui konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada ibu hamil di Indonesia.

Metode: Jenis penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional menggunakan data sekunder Studi Diet Total (SDT) tahun 2014. Sebanyak 644 ibu hamil yang berpartisipasi dalam SDT yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi dinilai tingkat konsumsinya. Survei konsumsi berupa hasil food recall 24 jam diolah menggunakan Software Nutrisurvey dan Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) untuk menggambarkan konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi. Identifikasi enhancer dan inhibitor zat besi juga dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan foodlist . Analisis dilanjutkan menggunakan statistik dengan menyertakan berbagai karakteristik pada ibu hamil.

Hasil: Hasil penelitian ini menemukan bahwa karakteristik sosial demografi ibu hamil berkorelasi dengan konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi. Pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, dan tempat tinggal berhubungan secara signifikan dengan konsumsi zat besi pada ibu hamil ( p-value <0,05). Asam malat dan asam tartrat merupakan enhancer zat besi yang paling terkait dengan karakteristik sosial demografi ibu hamil. Sementara untuk inhibitor zat besi, sebagian besar karakteristik sosial demografi ibu hamil berhubungan dengan konsumsi kalsium, serat, dan pektin. Dalam penelitian ini, tidak ditemukan adanya keterkaitan antara kepunyaan balita dengan konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada ibu hamil ( p-value >0,05).

Kesimpulan: Faktor paling dominan yang berasosiasi dengan konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada ibu hamil di Indonesia adalah status ekonomi, tingkat pendidikan, dan tempat tinggal.

Kata Kunci: Anemia ibu hamil, Anemia defisiensi besi, Konsumsi zat besi, Enhancer zat besi, Inhibitor zat besi

2 Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UGM 3 Departemen Gizi Kesehatan FK UGM Bagian Biokimia FK UGM

xii

ANALYSIS OF IRON, IRON ENHANCERS AND IRON INHIBITORS CONSUMPTION ON PREGNANT WOMEN BASED ON TOTAL DIETARY STUDY (SDT) YEAR 2014 IN INDONESIA

1 2 Safrullah Amir 3 , Susetyowati , Arta Farmawati

ABSTRACT

Introduction: Pregnant women are the most vulnerable to anemia. Iron deficiency is a major cause of anemia. Iron bioavailability is not only determined by the amount of intake, but also the interactions that occur during the metabolic process. Interactions in the iron absorption process involve iron enhancers and inhibitors.

Objective: The general objective of this study was to determine consumption of iron, iron enhancers, and iron inhibitors on pregnant women in Indonesia.

Methods: This research is observational study design with cross sectional approach using secondary data from Total Dietary Study (SDT) year 2014. Total of 644 pregnant women who participated in SDT fulfilling the inclusion and exclusion criteria were assessed for their level of consumption. Consumption survey in the form of 24-hour Dietary Recall processed using Nutrisurvey software and Indonesian Food Composition Table (TKPI) to describe the consumption of iron, iron enhancers, and iron inhibitors. The identification of iron enhancers and inhibitors was performed descriptively using foodlist. The analysis continued using statistics by including various characteristics in pregnant women.

Result: This study found that socio-demographic characteristics of pregnant women correlated with the consumption of iron, iron enhancers, and iron inhibitors. Education, occupation, economic status, and residence were significantly associated with iron intake on pregnant women (p-value<0,05). Malic acid and tartaric acid are iron enhancers that most closely related to the socio-demographic characteristics of pregnant women. As for iron inhibitors, most of the socio-demographic characteristics of pregnant women are associated with consumption of calcium, fiber, and pectin. In this study, there was no association between having children under 5 years with iron consumption, iron enhancers, and iron inhibitors on pregnant women (p-value>0,05).

Conclusion: The most dominant factors associated with consumption of iron, iron enhancers, and iron inhibitors on pregnant women in Indonesia are economic status, education level, and residence.

Keywords: Anemia in pregnancy, Iron deficiency anemia, Iron consumption, Iron Enhancer, Iron Inhibitor

2 School of Public Health Graduate Programme, Faculty of Medicine, Universitas Gadjah Mada 3 Department of Nutrition and Health, Faculty of Medicine, Universitas Gadjah Mada Department of Biochemistry, Faculty of Medicine, Universitas Gadjah Mada

xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang dialami baik negara maju maupun negara berkembang. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap anemia. Berbagai risiko diasosiasikan seiring meningkatnya prevalensi anemia pada ibu hamil (Alem et al ., 2013).

Berbagai intervensi telah diupayakan untuk menurunkan prevalensi anemia. Meskipun demikian, kejadian anemia masih menunjukkan prevalensi yang tinggi. World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 memperkirakan prevalensi anemia pada ibu hamil secara global mencapai angka 38%. Selain itu, WHO juga merilis sebaran anemia berdasarkan wilayah. Negara-negara Asia Tenggara, Mediterania, dan Afrika merupakan wilayah dengan beban anemia paling berat (WHO, 2015).

Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka prevalensi anemia tertinggi pada ibu hamil. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi anemia pada ibu hamil secara nasional mencapai 37,1%. Angka ini menunjukkan prevalensi yang hampir mencapai masalah kesehatan masyarakat tingkat berat (Balitbangkes, 2013).

Anemia pada ibu hamil sangat terkait dengan mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi, termasuk risiko keguguran, lahir mati, prematuritas, dan berat bayi lahir rendah (WHO, 2001). Tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil dan besarnya dampak yang ditimbulkan mendorong dilakukannya berbagai program untuk menanggulangi kejadian anemia. Upaya menurunkan prevalensi anemia telah melibatkan berbagai stakeholders melalui program spesifik dan sensitif (Kemenkes RI, 2015).

Salah satu program yang terus digalakkan untuk menurunkan kejadian anemia selama kehamilan adalah suplementasi zat besi. Penanggulangan anemia pada ibu Salah satu program yang terus digalakkan untuk menurunkan kejadian anemia selama kehamilan adalah suplementasi zat besi. Penanggulangan anemia pada ibu

Pemberian tablet zat besi selama kehamilan telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia dan komplikasi yang ditimbulkan. Berdasarkan asumsi ini, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan mengonsumsi tablet zat besi berkorelasi negatif dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Menurut Asyirah (2012) faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di antaranya adalah frekuensi antenatal care dan kepatuhan ibu hamil mengonsumsi tablet zat besi.

Hasil Riskesdas menunjukkan adanya perbaikan dalam upaya penanggulangan zat besi di Indonesia. Hal ini tergambar dalam frekuensi antenatal care dan cakupan pemberian tablet zat besi yang semakin meningkat. Dalam laporan Riskesdas tahun 2010, setidaknya 92,7% ibu hamil memeriksakan kandungannya dalam periode awal kehamilannya dan sebanyak 83,8% di antaranya melakukan pemeriksaan kehamilan pada tenaga kesehatan. Adapun cakupan akses ibu hamil dengan pola 1-1-2 (K4) oleh tenaga kesehatan mencapai 61,4%. Sementara itu, cakupan ibu hamil yang mendapatkan tablet zat besi selama kehamilan sebesar 80,7% (Balitbangkes, 2010).

Dalam lanjutan Riskesdas pada tahun 2013 terjadi perbaikan dalam berbagai parameter, utamanya frekuensi antenatal care dan cakupan pemberian tablet zat besi. Laporan Riskesdas 2013 menunjukkan 95,4% ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan. Bahkan, frekuensi antenatal care minimal empat kali selama kehamilan mencapai 83,5%. Begitu pula dengan cakupan pemberian tablet zat besi selama kehamilan juga menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan mencapai angka 89,1%. Sejalan dengan itu, data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012 menunjukkan persentase ibu hamil yang mendapat tablet zat besi sebanyak

90 tablet telah mencapai angka 85%. Namun, adanya perbaikan dalam frekuensi antenatal care dan pemberian tablet zat besi selama kehamilan tidak sepenuhnya memberikan hasil yang sesuai. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia 90 tablet telah mencapai angka 85%. Namun, adanya perbaikan dalam frekuensi antenatal care dan pemberian tablet zat besi selama kehamilan tidak sepenuhnya memberikan hasil yang sesuai. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia

Anemia merupakan kondisi klinis yang melibatkan multifaktorial etiologi. Faktor penyebab anemia tidak hanya menyangkut asupan zat besi yang rendah, tetapi juga terkait dengan infeksi dan kecacingan, defisiensi mikronutrien yang lain, perdarahan dan menstruasi, kondisi patologis tertentu, medikasi dan bahan kimia tertentu, serta kelainan organ bawaan (Bodeau-Livinec et al ., 2011; Oehadian, 2012; Ross, 2000). Sementara itu, selama kehamilan terdapat penyebab anemia yang lain, seperti peningkatan volume plasma dan peningkatan kebutuhan zat besi (Varney et al ., 2006).

Meskipun terdapat begitu banyak faktor penyebab anemia selama kehamilan, namun defisiensi zat besi dianggap menjadi penyebab utama. Anemia defisiensi besi tidak dibatasi hanya pada jumlah asupan zat besi saja, tetapi juga tingkat penyerapannya. Dalam proses penyerapan zat besi, terjadi interaksi dengan zat-zat lain. Interaksi yang terjadi dapat berupa efek pelancar ( enhancer ) atau penghambat ( inhibitor ) (Collings et al ., 2013).

Enhancer dan inhibitor zat besi ada beragam dengan tingkat pelancar dan penghambatan yang berbeda-beda. Pelancar utama dalam proses penyerapan zat besi adalah vitamin C, vitamin A, protein, zinc, asam sitrat dan asam organik lainnya, serta asam amino sistein. Sementara tanin, kalsium, zinc, polifenol, asam fitat, asam oksalat, dan serat bertindak sebagai agen penghambat dalam proses penyerapan zat besi (Hurrell & Egli, 2010; Fairweather-Tait, 2004; Chen et al ., 2008; Beck et al ., 2014; Bivolarska et al ., 2015).

Tingkat konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada ibu hamil melibatkan faktor sosial, ekonomi, dan demografi. Berbagai hasil penelitian menguatkan asumsi bahwa karakteristik populasi menentukan pola, sikap, dan kebiasaan makan individu. Pendidikan dan status ekonomi merupakan determinan utama yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan pada ibu hamil. Menurut Arkkola et al . (2007) pola makan sehat tergambar pada ibu hamil dengan level Tingkat konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada ibu hamil melibatkan faktor sosial, ekonomi, dan demografi. Berbagai hasil penelitian menguatkan asumsi bahwa karakteristik populasi menentukan pola, sikap, dan kebiasaan makan individu. Pendidikan dan status ekonomi merupakan determinan utama yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan pada ibu hamil. Menurut Arkkola et al . (2007) pola makan sehat tergambar pada ibu hamil dengan level

Tingkat pendidikan dan usia ibu hamil menunjukkan asosiasi positif dalam berbagai asupan zat gizi. Namun, terjadinya peningkatan asupan zat gizi tertentu yang bertindak sebagai inhibitor penyerapan zat besi berpotensi menyebabkan bioavailabilitas zat besi dalam tubuh menjadi defisit. Seiring meningkatnya level pendidikan, asupan kalsium dan serat juga mengalami peningkatan. Begitu pula dengan zinc yang juga menunjukkan peningkatan pada ibu hamil dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sementara zinc dalam jumlah berlebih dapat bertindak sebagai inhibitor dalam proses penyerapan zat besi. (Freisling et al ., 2006; Watson & McDonald, 2009; Northstone et al ., 2008 ).

Status ekonomi keluarga berpengaruh terhadap kemampuan dan daya beli dalam rumah tangga. Tingkat pendapatan menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Dengan kondisi ekonomi lebih baik akan memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan ibu hamil (Yuliastuti, 2014). Rumah tangga dengan status ekonomi rendah memiliki kecenderungan lebih rendah pula dalam pemenuhan protein yang bernilai biologis tinggi (Freisling et al ., 2006). Sementara itu, Erkkola et al . (1998) menyatakan bahwa tingkat konsumsi zat besi meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan. Namun di lain sisi, kalsium dan asam fitat sebagai inhibitor zat besi juga turut mengalami peningkatan.

Pemenuhan kebutuhan dalam keluarga mendorong partisipasi anggota rumah tangga untuk bekerja. Keterlibatan perempuan berimbas pada meningkatnya sumber pendapatan keluarga. Namun, beban kerja yang berat, lamanya waktu bekerja serta peran ganda perempuan utamanya dalam keadaan hamil akan meningkatkan kebutuhan zat gizi yang dapat berakibat pada suatu kerentanan terhadap masalah malnutrisi dalam kehamilan. Selain itu, ibu hamil dengan Pemenuhan kebutuhan dalam keluarga mendorong partisipasi anggota rumah tangga untuk bekerja. Keterlibatan perempuan berimbas pada meningkatnya sumber pendapatan keluarga. Namun, beban kerja yang berat, lamanya waktu bekerja serta peran ganda perempuan utamanya dalam keadaan hamil akan meningkatkan kebutuhan zat gizi yang dapat berakibat pada suatu kerentanan terhadap masalah malnutrisi dalam kehamilan. Selain itu, ibu hamil dengan

Jumlah anggota keluarga turut memengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam makanan yang dikonsumsi dalam keluarga. Ibu hamil yang memiliki anggota keluarga dalam jumlah banyak dengan ketersediaan makanan yang terbatas akan berusaha membagi makanan sehingga jumlah asupan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan. Hal ini dapat berpengaruh pada kemampuan ibu hamil untuk mencapai tingkat asupan yang baik, utamanya zat besi dan zat enhancernya . Komposisi keluarga yang terdiri dari dua atau lebih balita menyebabkan ibu hamil cenderung mengonsumsi protein dan vitamin C yang lebih rendah, meskipun dalam hal vitamin A tetap tinggi (Yuliastuti, 2014; Watson & McDonald, 2009).

Kondisi demografis dimana ibu hamil tinggal menentukan akses terhadap sumber pangan tertentu. Hasil penelitian menunjukkan ibu hamil yang tinggal di daerah terpencil memiliki tingkat asupan yang lebih rendah dalam zat besi, zinc, kalsium, dan vitamin E. Namun, beberapa zat gizi seperti vitamin A, vitamin C, dan asam fitat cenderung lebih tinggi pada daerah pedesaan. Hal ini cukup beralasan sebab masyarakat yang tinggal di pedesaan memiliki akses pangan sumber nabati yang baik, namun terbatas dalam pemenuhan sumber protein bernilai biologis tinggi (Cheng et al ., 2009).

Dengan demikian, keberhasilan dalam menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil tidak sebatas ketercakupan asupan zat besi dari makanan, suplementasi, dan fortifikasi saja. Dalam tatanan penyerapan, jumlah zat besi yang masuk ke dalam tubuh akan melakukan interaksi. Interaksi yang terjadi melibatkan berbagai zat yang dapat bertindak sebagai enhancer dan inhibitor zat besi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini berusaha menggambarkan konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada ibu hamil di Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diperoleh perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja pangan sumber zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi di Indonesia?

2. Bagaimana gambaran konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada ibu hamil di Indonesia?

3. Bagaimana hubungan karakteristik sosial demografi dengan konsumsi zat besi pada ibu hamil di Indonesia?

4. Bagaimana hubungan karakteristik sosial demografi dengan konsumsi enhancer zat besi pada ibu hamil di Indonesia?

5. Bagaimana hubungan karakteristik sosial demografi dengan konsumsi inhibitor zat besi pada ibu hamil di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi zat besi, inhibitor zat besi, dan enhancer zat besi pada ibu hamil di Indonesia.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pangan sumber zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi di Indonesia.

2. Mengetahui konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada ibu hamil di Indonesia.

3. Mengetahui hubungan karakteristik sosial demografi dengan konsumsi zat besi pada ibu hamil di Indonesia.

4. Mengetahui hubungan karakteristik sosial demografi dengan konsumsi enhancer zat besi pada ibu hamil di Indonesia.

5. Mengetahui hubungan karakteristik sosial demografi dengan konsumsi inhibitor zat besi pada ibu hamil di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis sebagai berikut:

1. Menambah khasanah keilmuan dalam memahami faktor-faktor yang memengaruhi konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi pada populasi spesifik ibu hamil.

2. Memberikan pemahaman berbagai macam pangan lokal dan komersial sebagai sumber zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut:

1. Memberikan sumbangan pemikiran dalam penyusunan program penanggulangan anemia defisiensi besi pada ibu hamil dengan penekanan pada penyerapan zat besi dengan mempertimbangkan kehadiran enhancer dan inhibitor zat besi.

2. Tersedianya data dasar konsumsi zat besi, enhancer zat besi, dan inhibitor zat besi yang dikonsumsi ibu hamil menurut jenis dan sumber pangan di Indonesia sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam upaya menguatkan program pangan, gizi, dan kesehatan masyarakat.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait interaksi antara zat besi dengan enhancer dan inhibitor telah banyak dilakukan. Penelitian terdahulu telah memberi pondasi penting dalam memahami bioavailabilitas dan utilisasi zat besi dengan hadirnya satu atau beberapa enhancer dan inhibitor zat besi serta kombinasi keduanya. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian-penelitian sebelumnya memiliki generalisasi lebih luas dengan karakteristik responden lebih beragam sedangkan penelitian yang akan dilakukan lebih ditekankan pada target spesifik ibu hamil. Hal fundamental lain yang menjadi pembeda adalah jenis dan desain penelitian terdahulu yang melihat Penelitian terkait interaksi antara zat besi dengan enhancer dan inhibitor telah banyak dilakukan. Penelitian terdahulu telah memberi pondasi penting dalam memahami bioavailabilitas dan utilisasi zat besi dengan hadirnya satu atau beberapa enhancer dan inhibitor zat besi serta kombinasi keduanya. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian-penelitian sebelumnya memiliki generalisasi lebih luas dengan karakteristik responden lebih beragam sedangkan penelitian yang akan dilakukan lebih ditekankan pada target spesifik ibu hamil. Hal fundamental lain yang menjadi pembeda adalah jenis dan desain penelitian terdahulu yang melihat

Tabel 1. Keaslian Penelitian

Perbedaan No

Persamaan

Nama/Tahun Judul penelitian

Metode penelitian

Hasil

penelitian yang akan penelitian yang akan

dilakukan

dilakukan

1 Tinu Mary Correlates

asupan 1. Menggunakan data 1. Sasaran penelitian Samuel et al . anaemia

of Ibu hamil berusia ≥18 Rendahnya

hanya ibu hamil (2012)

in tahun dan ≤ 40 tahun mikronutrien

urban dengan umur gestasi ≤ tingginya asupan zat 2. Desain cross-

trimester pertama

South

Indian 14 minggu

yang enhancer penyerapan

sectional 2. Tidak memasukkan

women:

terdaftar pada pusat Fe, seperti Ca dan P 3. Variabel inhibitor variabel enhancer

a possible role of layanan kesehatan ibu dihubungkan dengan

zat besi

zat besi

dietary intake of milik

pemerintah tingginya

kejadian 4. Responden

3. Melihat hubungan

nutrients

that Bangalore

anemia pada ibu hamil

merupakan ibu

variabel dengan

inhibit

diwawancarai

untuk di India

hamil

anemia

iron absorption mengevaluasi

aspek

5. Melihat

4. Survei konsumsi

menggunakan FFQ

ekonomi, antropometri,

demografi dan

dan

dietari

untuk

sosial-ekonomi

melihat

outcome

hematologi

2 Owino Dietary

1. Sasaran Okon’go et al . status and health ketiga yang berusia 14- defisit status zat besi

iron Ibu hamil trimester Ibu hamil berisiko 1. Desain cross-

penelitian hanya (2012)

sectional

ibu hamil pregnant women

of third trimester 48 tahun

diminta pada trimester ketiga

2. Tujuan

trimester ketiga in Kenya: a cross makanannya dalam 24

sectional study jam menggunakan form

konsumsi zat

memasukkan

recall

24 jam, dengan

besi variabel

pengulangan tiga hari

3. Variabel

enhancer dan

berturut-turut

konsumsi zat

inhibitor zat besi

besi

3. Survei konsumsi

4. Responden

kombinasi recall

merupakan ibu

recall 24 jam

demografi dan

tiga hari

sosial-ekonomi

berturut-turut

6. Analisis menggunakan Food Consumption Table (TKPI)

3 Anelia

1. Tujuan penelitian Bivolarska et Eating Habits on kondisi kesehatan yang polong-polongan

V. The

Role

of 219 ibu hamil dalam Konsumsi ikan dan 1. Desain cross-

sectional menilai hubungan al . (2015)

the Iron Status of baik dengan usia 27,6 ± secara teratur, jarang 2. Melibatkan

kebiasaan makan

Pregnant Women 5,7 tahun dari Bulgaria mengonsumsi kopi,

variabel

dan status anemia

bagian

selatan dan konsumsi susu

enhancer dan

pada ibu hamil

diobservasi kebiasaan selama interval waktu

inhibitor zat besi

melalui

makannya dan dinilai makan

merupakan 3. Responden

pemeriksaan

status anemia selama upaya

optimalisasi

merupakan ibu

spesimen darah

kehamilannya. Status status besi selama

hamil dan tidak

2. Tidak menilai

besi dinilai dengan kehamilan

dibatasi menurut

konsumsi zat besi

indikator Hb, serum

periode

3. Pengumpulan data

feritin, serum transferin,

kehamilan

menggunakan

dan indeks besi tubuh

modifikasi dengan

demografi dan

survei konsumsi

sosial-ekonomi

dibatasi pada jenis makanan tertentu saja

4 Suneeta Effect of iron

1. Desain non- Kalasuramath status on iron

60 perempuan dalam Penyerapan zat besi 1. Tujuan penelitian

randomized et al . (2013)

kondisi sehat berumur ditentukan

mengidentifikasi

absorption in

controlled trial different habitual menjadi 4 kelompok. besi dari makanan

18-35 tahun dibagi berdasarkan status zat

sumber zat besi

2. Subjek penelitian meals in young

berbasis makanan

lokal bukan ibu hamil south Indian

Kelompok A, B, dan C dengan

2. Mempertimbangkan 3. Tidak melihat women

adalah

perempuan bioavailabilitas

dengan status Fe defisit rendah.

Makanan

potensial enhancer konsumsi zat besi,

(anemia/ID)

dan berbasis

millet dan inhibitor enhancer zat besi,

kelompok D merupakan mempunyai

penyerapan zat besi

dan inhibitor zat

perempuan

dengan bioavailabilitas paling

besi. Penelitian

status Fe normal (IR) rendah,

sedangkan

berfokus pada

yang berfungsi sebagai makanan berbasis nasi

tingkat penyerapan

kontrol.

Makanan dan gandum memiliki

zat besi

berbasis nasi, millet , bioavailabilitas sedang dan gandum diberikan hingga tinggi. pada kelompok ID. Sementara pada IR hanya

diberikan

makanan berbasis nasi. Penyerapan Fe diukur berdasarkan penggabungan eritrosit dari label isotop dalam

14 hari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Anemia ibu hamil

a. Definisi

Anemia merupakan suatu keadaan dimana distribusi oksigen menuju jaringan terganggu sebagai akibat kurangnya hemoglobin atau sel darah merah baik secara kualitas maupun kuantitas (Grewal, 2010). Menurut World Health Organization (WHO), anemia dalam kehamilan terjadi ketika nilai hemoglobin <11 g/dL atau hematokrit <33%, terlepas dari usia kehamilan (WHO, 2011). Tabel 2 menunjukkan kriteria untuk menentukan status anemia berdasarkan hemoglobin yang diadopsi dari WHO.

Tabel 2. Ambang Batas Nilai Hemoglobin untuk Menentukan Anemia

Konsentrasi Hb (g/L)

Perempuan (>15 tahun) <120 Ibu hamil

<110 Balita (0,5-4,9 tahun)

<110 Anak (5,0-11,9)

<115 Anak (12,0-14,9)

<120 Laki-laki (>15 tahun)

(Sumber: WHO, 2008)

The United States Centers for Disease Control and Prevention’s (CDC) mendefinisikan anemia dalam kehamilan berbeda dengan WHO hanya pada trimester kedua. CDC memberikan cut off point hemoglobin trimester kedua sebesar <10.5 g/dL dan hematokrit <32% (CDC, 1998).

Bagi ibu hamil, terdapat definisi spesifik anemia berdasarkan gejala yang muncul. Gejala khusus yang terlihat berupa kelelahan dan sesak, tanda-tanda pucat pada konjungtiva, palmar pucat, dan meningkatnya laju pernapasan (WHO, 2015).

Secara umum anemia dapat diklasifikasikan menjadi (Proverawati & Asfuah, 2009):

1. Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Penanggulangan anemia zat besi dilakukan dengan cara pemberian asupan zat besi yang cukup.

2. Anemia megaloblastik Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat dan defisiensi

vitamin B 12 .

3. Anemia hipoplastik dan aplastik Anemia disebabkan karena sumsum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah baru.

4. Anemia hemolitik Anemia hemolitik disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang berlangsung lebih cepat dibandingkan proses pembentukannya.

c. Epidemiologi

Stephens et al . (2013) melaporkan bahwa terdapat sekitar 38% ibu hamil di seluruh dunia mengalami anemia. Estimasi prevalensi anemia pada ibu hamil berbeda-beda di antara benua. Afrika dan Asia merupakan benua dengan beban anemia tertinggi dengan prevalensi berturut-turut sebesar 55,8% dan 41,6%. Sementara Eropa dan Amerika Utara memiliki prevalensi anemia terendah dengan nilai 18,7% dan 6,1% (de Benoist et al ., 2008).

Pada tahun 2008, WHO Department of Nutrition for Health and Development dan the United States Centers for Disease Control and Prevention melakukan penelitian secara bersama-sama untuk mengamati trend anemia sejak tahun 1993-2005. Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa ibu hamil merupakan kelompok dengan prevalensi anemia tertinggi. Dalam kurun waktu 12 tahun prevalensi anemia pada ibu hamil Pada tahun 2008, WHO Department of Nutrition for Health and Development dan the United States Centers for Disease Control and Prevention melakukan penelitian secara bersama-sama untuk mengamati trend anemia sejak tahun 1993-2005. Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa ibu hamil merupakan kelompok dengan prevalensi anemia tertinggi. Dalam kurun waktu 12 tahun prevalensi anemia pada ibu hamil

Prevalensi anemia pada ibu hamil berbeda-beda menurut periode kehamilan. Menurut Arisman (2010), angka anemia kehamilan pada trimester I berkisar 8%, pada trimester II berkisar 12%, dan pada trimester

III mencapai 29%. Perbedaan prevalensi juga terjadi menurut jenis anemia. Dari berbagai jenis anemia pada kehamilan, 62,3% merupakan anemia defisiensi besi, 29% anemia megaloblastik, 8% anemia hipoplastik, dan 0,7% anemia hemolitik (Manuaba et al ., 2009).

d. Etiologi

Penyebab langsung dari anemia dipertimbangkan sebagai dampak menurunnya produksi sel darah merah atau hemoglobin dan terjadinya peningkatan kehilangan sel darah merah atau hemoglobin. Perubahan tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor, terutama pengaruh gizi, infeksi, dan genetik sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1. Beberapa penyebab utama anemia termasuk kekurangan zat gizi seperti zat besi

(penyebab paling umum), asam folat, dan vitamin B 12 , infeksi seperti Human Immunodeficiency Virus (HIV), malaria dan kecacingan, serta gangguan dalam struktur atau produksi hemoglobin seperti penyakit sel sabit dan talasemia (Goonewardene et al ., 2012).

Tolentino & Friedman (2007) memberikan penjelasan lebih lanjut terkait perubahan pada sel darah merah kaitannya dengan kejadian anemia. Penyebab terjadinya anemia dapat berupa produksi eritrosit menurun (ketidakefektifan eritropoiesis) sebagai akibat dari gangguan proliferasi pada prekursor sel darah merah dan pematangan eritrosit yang tidak sempurna. Selain itu, anemia dapat pula terjadi sebagai konsekuensi kehilangan eritrosit yang berlebihan. Penurunan eritrosit dapat disebabkan oleh hemolisis, kehilangan darah, atau kombinasi keduanya.

Anemia gizi terjadi sebagai akibat kurang memadainya bioavailabilitas nutrisi hemopoietik yang diperlukan untuk memenuhi Anemia gizi terjadi sebagai akibat kurang memadainya bioavailabilitas nutrisi hemopoietik yang diperlukan untuk memenuhi

hemopoietik, yaitu zat besi, vitamin B 12 , dan asam folat (Semba & Bloem, 2008). Salah satu anemia akibat defisiensi zat gizi tertentu adalah anemia defisiensi besi. Defisiensi zat besi dianggap sebagai penyebab anemia paling umum. Kekurangan zat besi terjadi ketika asupan atau bioavailabilitas zat besi tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan atau mengimbangi kehilangan zat besi dari tubuh. Besi memiliki peran penting dalam berbagai fungsi pada proses biologis dan merupakan bagian

integral dari molekul hemoglobin dimana Fe² + terikat ke kompleks Proteinprotoporphyrin IX untuk membentuk heme. Kekurangan zat besi

akan menyebabkan konsentrasi heme rendah dan berimbas pada terjadinya anemia mikrositik hipokromik (Balarajan et al ., 2011).

Sama halnya dengan zat besi, defisiensi asam folat dan vitamin B 12 akan menyebabkan anemia. Asam folat diperlukan untuk sintesis dan pematangan eritrosit. Rendahnya asam folat mengakibatkan terjadinya perubahan morfologi sel dan mengurangi umur eritrosit. Defisensi asam folat berkontribusi terhadap anemia megaloblastik. Selama kehamilan, kebutuhan asam folat cenderung mengalami peningkatan. Oleh karena itu, perempuan yang mengalami kehamilan dengan status defisit asam folat akan lebih sering mengalami anemia megaloblastik (Metz, 2008).

Vitamin B 12 disintesis hanya oleh mikroorganisme dan sumber utamanya berasal dari produk hewani. Penyerapan Vitamin B 12 melibatkan proses yang kompleks dimana enzim dan asam lambung memfasilitasi pembebasan vitamin B 12 yang masih terikat pada makanan. Pada proses selanjutnya vitamin B 12 akan disekresi oleh sel parietal lambung dan diikuti dengan absorpsi pada ileum distal. Defisiensi vitamin

B 12 dapat mengakibatkan terjadinya anemia makrositik megaloblastik, B 12 dapat mengakibatkan terjadinya anemia makrositik megaloblastik,

Selain itu, penyerapan zat gizi yang berperan dalam hemopoiesis dapat dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan patofisiologis. Sebagai contoh, Helicobacter pylori dikaitkan dengan penurunan cadangan zat besi (Qu et al ., 2010). Beberapa kondisi patologis yang disebabkan oleh terjadinya infeksi melalui agen tertentu juga dikaitkan dengan kondisi anemia.

Penyakit infeksi dapat berkontribusi terhadap anemia akibat terganggunya proses absorpsi dan metabolisme zat besi atau mikronutrien lain. Selain itu, penyakit infeksi akan menyebabkan terjadinya peningkatan kehilangan zat gizi. Agen infeksi penyebab anemia dapat berasal dari transmisi cacing tanah dan cacing tambang ( Necator americanus dan Ancylostoma duodenale ). Kedua jenis cacing tersebut adalah penyebab utama anemia dan umumnya ditemukan di Afrika Sub- Sahara dan Asia Tenggara dengan perkiraan infeksi mencapai 576-740 juta (Bethony et al ., 2006 ).

Di daerah tropis dan subtropis dimana kondisi ekologi memungkinkan perkembangan larva, infeksi cacing tambang akan mengalami peningkatan. Kejadian infeksi umumnya terkonsentrasi pada pemukiman kumuh dengan kondisi sanitasi dan infrastruktur yang buruk (Hotez et al ., 2004). Cacing tambang dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dengan tingkat keparahan tergantung pada intensitas infeksi, spesies cacing tambang ( Ancylostoma duodenale lebih invasif dibandingkan

Necator americanus ), cadangan besi host , dan faktor-faktor lain seperti usia dan komorbiditas (Albonico et al ., 1998).

Malaria merupakan penyakit infeksi lain penyebab anemia. Malaria menyebabkan 1-3 juta kematian setiap tahun. Plasmodium falciparum adalah spesies paling patogen yang dapat menyebabkan anemia berat, hipoksia, dan gagal jantung kongestif. Malaria menyebabkan terjadinya kerusakan eritrosit dan penurunan produksi eritrosit yang turut diperparah oleh faktor-faktor penyerta seperti usia, kehamilan, spesies malaria, paparan sebelumnya, dan profilaksis (Menendez et al ., 2000).

Anemia merupakan komplikasi hematologi yang paling umum yang terkait dengan infeksi HIV. Mekanisme anemia yang terjadi pada HIV/AIDS melibatkan banyak faktor. Penyebab anemia utama pada penderita HIV/AIDS diasosiasikan dengan kondisi kronis penyakit, penyakit lain yang ditimbulkan AIDS, dan pengobatan antiretroviral (Calis et al ., 2008).

Etiologi anemia berkaitan pula dengan genetik. Kelainan genetik pada hemoglobin merupakan hasil dari variasi struktural atau pengurangan produksi rantai globin dari hemoglobin yang potensial menyebabkan anemia. Estimasi kelainan hemoglobin diperkirakan mencapai angka 5,2% dari populasi global dengan lebih dari 7% ibu hamil merupakan carrier (Modell & Darlison, 2008).

Dalam konteks yang lebih luas, situasi politik, ekonomi, perubahan iklim, ekologi, dan budaya dianggap sebagai akar permasalahan dalam kejadian anemia. Konsekuensi akhir dari ketidakseimbangan kondisi tersebut akan berujung pada penurunan produksi sel darah merah. Faktor risiko lain dalam model konseptual yang juga turut berkontribusi terhadap kejadian anemia termasuk kehamilan pada usia remaja, tingkat pendidikan yang rendah, status sosial ekonomi yang rendah, interval kehamilan pendek, dan paritas tinggi (Sagili et al , 2012;. Noronha et al , 2012). Sementara itu, faktor risiko anemia dalam aspek gizi, infeksi, dan genetik cenderung lebih rendah pada negara dengan penghasilan tinggi Dalam konteks yang lebih luas, situasi politik, ekonomi, perubahan iklim, ekologi, dan budaya dianggap sebagai akar permasalahan dalam kejadian anemia. Konsekuensi akhir dari ketidakseimbangan kondisi tersebut akan berujung pada penurunan produksi sel darah merah. Faktor risiko lain dalam model konseptual yang juga turut berkontribusi terhadap kejadian anemia termasuk kehamilan pada usia remaja, tingkat pendidikan yang rendah, status sosial ekonomi yang rendah, interval kehamilan pendek, dan paritas tinggi (Sagili et al , 2012;. Noronha et al , 2012). Sementara itu, faktor risiko anemia dalam aspek gizi, infeksi, dan genetik cenderung lebih rendah pada negara dengan penghasilan tinggi

Gambar 1. Faktor Penyebab Anemia

(Sumber: Warrell et al ., 2016)

e. Faktor risiko

Secara umum, ibu hamil merupakan salah satu kelompok dengan risiko anemia yang paling rentan. Seiring berlanjutnya usia kehamilan, prevalensi anemia cenderung meningkat. Periode pertumbuhan janin yang cepat selama kehamilan mengakibatkan peningkatan kebutuhan zat besi secara substansial. Kondisi ini akan memberikan kerentanan fisiologis terhadap ibu hamil (Gonzales et al ., 2012).

Selama kehamilan, sel darah merah akan mengalami ekspansi untuk memenuhi pertambahan massa, perkembangan, dan pemeliharaan terhadap ibu-plasenta-janin. Oleh karena itu, terjadi peningkatan dalam kebutuhan zat besi yang berkisar antara 0,8 mg perhari pada trimester pertama hingga 7,5 mg perhari pada trimester ketiga (Milman, 2006).

Anemia pada kehamilan melibatkan faktor sosial ekonomi. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan dengan kesejahteraan yang berada pada tingkat pendapatan per kapita terendah memiliki faktor risiko 25% lebih tinggi untuk menderita anemia dibandingkan perempuan yang berada pada ketegori tingkat pendapatan per kapita tertinggi. Selain itu, perempuan yang memiliki tingkat pendidikan rendah lebih rentan mengalami anemia dibandingkan perempuan dengan pendidikan menengah ke atas. Sementara itu, terlepas dari status sosial-ekonomi dan pendidikan, faktor risiko anemia juga berbeda menurut tempat tinggal yang dikategorikan menjadi perkotaan atau pedesaan (Balarajan et al ., 2011).

Menurut Pei et al . (2013), status ekonomi merupakan faktor penting dalam mengidentifikasi adanya hubungan dengan perilaku pemeliharaan kesehatan ibu hamil dalam menangani kejadian anemia. Status ekonomi dapat diidentifikasi berdasarkan pendapatan keluarga.

Risiko anemia dalam kehamilan juga bergantung pada usia saat kehamilan, tingginya angka kelahiran, interval pendek antara kelahiran, akses yang rendah terhadap antenatal care , dan cakupan suplementasi yang rendah (Kalaivani, 2009).

Umur seorang ibu memengaruhi pengambilan keputusan dalam pemeliharaan kesehatannya. Sementara pendidikan seseorang ibu memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dengan asumsi ibu hamil dengan pendidikan lebih tinggi dapat mengambil keputusan yang lebih rasional dan umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan lebih rendah (Bambang, 2009).

Qudsiah et al . (2012) mengemukakan bahwa status paritas dan jarak kelahiran memiliki keterkaitan dengan malnutrisi. Kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan menguras cadangan zat besi ibu. Kondisi ibu yang sedang mengalami malnutrisi atau simpanan zat besi Qudsiah et al . (2012) mengemukakan bahwa status paritas dan jarak kelahiran memiliki keterkaitan dengan malnutrisi. Kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan menguras cadangan zat besi ibu. Kondisi ibu yang sedang mengalami malnutrisi atau simpanan zat besi

f. Patofisiologi

Anemia merupakan suatu kondisi yang mengakibatkan kekurangan zat besi dan umumnya terjadi secara bertahap. Tahapan patofisiologis anemia adalah sebagai berikut (Lubis, 2003):

1. Stadium 1 Kehilangan zat besi melebihi ambang batas, selanjutnya terjadi penggunaan cadangan besi dalam tubuh terutama pada sumsum tulang secara berlebihan.

2. Stadium 2 Cadangan zat besi yang berkurang tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam proses pembentukan sel darah merah. Dengan demikian, terjadi produksi eritrosit yang lebih sedikit.

3. Stadium 3 Kondisi anemia mulai terjadi ditandai dengan kadar hemoglobin dan hematokrit yang mengalami penurunan.

4. Stadium 4 Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah baru yang sangat kecil (mikrositik).

5. Stadium 5 Terjadi perburukan defisiensi zat besi ditandai dengan timbulnya gejala-gejala anemia secara nyata.

g. Diagnosis

Gejala klinis dan tanda-tanda anemia bervariasi dan tergantung pada penyebab anemia dan kecepatan onsetnya. Riwayat medis, tanda dan gejala, pemeriksaan klinis, tes darah, dan pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis anemia disertai dengan Gejala klinis dan tanda-tanda anemia bervariasi dan tergantung pada penyebab anemia dan kecepatan onsetnya. Riwayat medis, tanda dan gejala, pemeriksaan klinis, tes darah, dan pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis anemia disertai dengan

Status anemia dinilai melalui parameter konsentrasi hemoglobin, hematokrit, nilai eritrosit rerata (MCV, MCH, MCHC), jumlah retikulosit darah, dan elektroforesis hemoglobin. Semenjak defisiensi zat besi dianggap sebagai penyebab utama anemia, tes penunjang status besi juga dilakukan. Tes ini meliputi pemeriksaan serum feritin plasma, total kapasitas pengikat besi, saturasi transferin, konsentrasi reseptor transferin, konsentrasi protoporfirin zinc, konsentrasi eritrosit protoporfirin, dan biopsi sumsum tulang belakang (WHO & CDC, 2004).

h. Dampak dan komplikasi

Anemia pada kehamilan menjadi masalah kesehatan masyarakat dan ekonomi di seluruh dunia dan memberikan kontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas baik pada ibu maupun janin. Anemia dalam kehamilan memiliki dampak jangka pendek berupa komplikasi kehamilan dan jangka panjang yang dapat menyertai bayi dalam tumbuh kembangnya di masa yang akan datang (Goonewardene et al ., 2012; Chang et al ., 2013).

Anemia pada kehamilan sering disebut “ potential danger to mother and child ”. Berbagai komplikasi dapat timbul sebagai akibat anemia

dalam kehamilan, seperti abortus, partus prematurus, partus lama, perdarahan, syok, dan infeksi intrapartum maupun post-partum (Manuaba, 2009).

Anemia diperkirakan berkontribusi terhadap lebih dari 115.000 kematian ibu dan 591.000 kematian perinatal secara global setiap tahun (Ezzati et al ., 2004). Konsekuensi morbiditas terkait dengan anemia kronis berkorelasi dengan penurunan produktivitas dan kapasitas kerja, Anemia diperkirakan berkontribusi terhadap lebih dari 115.000 kematian ibu dan 591.000 kematian perinatal secara global setiap tahun (Ezzati et al ., 2004). Konsekuensi morbiditas terkait dengan anemia kronis berkorelasi dengan penurunan produktivitas dan kapasitas kerja,

Anemia pada awal kehamilan bahkan telah dikaitkan dengan outcome kehamilan yang merugikan (Haider et al ., 2013). Manifestasi klinis meliputi hambatan pertumbuhan janin, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah (Levy et al ., 2005), gangguan laktasi, depresi pasca persalinan serta peningkatan mortalitas janin dan neonatal (Lee & Okam, 2011).

Distribusi oksigen menuju rahim dan janin berkurang pada ibu hamil dengan anemia (Webster & Abela, 2007). Gangguan distribusi oksigen ke jaringan menjadi mekanisme sentral dimana anemia dihubungkan dengan risiko kecacatan organ (otak, jantung, ginjal), injury , dan mortalitas (Hare et al ., 2013).

Perpindahan beban anemia antargenerasi dari ibu ke anak juga telah ditunjukkan dalam beberapa penelitian. Kekurangan zat besi pada ibu meningkatkan kerentanan bayi terhadap defisiensi zat besi dan anemia. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan bayi prematur mengalami peningkatan risiko anemia dikarenakan terlahir dengan status simpanan zat besi yang rendah (de Pee et al ., 2002).

Belakangan ini keterkaitan antara anemia dengan ekonomi telah banyak dibuktikan. Kerugian ekonomi terjadi karena anemia defisiensi zat besi berkaitan dengan penurunan kemampuan kerja pada orang dewasa dan penurunan fungsi kognitif pada anak-anak yang dapat bertahan sampai dewasa. Lebih jauh, gangguan perkembangan motorik sebagai manifestasi dari anemia juga menambah besar potensi kerugian ekonomi (Horton & Ross, 2003).

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63