INTRUMENTASI KEBIJAKAN
B. INTRUMENTASI KEBIJAKAN
Sebagaimana disampaikan pada bagian sebelumnya, konstruksi model ideal merupakan alternatif atas model hubungan kewenangan pemerintah supradesa dan pemerintah desa dalam pengelolaan Dana Desa yang ada sekarang. Namun, konstruksi model ideal tersebut mensyaratkan adanya instrumentasi kebijakan terkait pengelolaan Dana Desa. Instrumentasi ke- bijakan yang dimaksud tidak lain adalah upaya untuk mengidentiikasi kebijakan yang perlu diharmonisasikan dan mengusulkan kebijakan yang perlu dibuat dalam rangka pengelolaan Dana Desa.
1. Harmonisasi kebijakan
Berdasarkan analisis atas kebijakan yang telah dijelaskan di Bab IV, ter- dapat beberapa kebijakan/regulasi yang perlu diharmonisasikan. Per- tama , pengaturan pada tahap perencanaan atau peraturan yang men- jadi acuan perencanaan pembangunan desa. UU No. 6/2014 Pa sal 79 ayat 1 menyebutkan bahwa Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. PP No. 43/2014 Pasal 117-118 menegaskan kembali hal tersebut dengan menya takan bahwa perencanaan pembangunan jangka menengah desa (RPJM Desa) selain mengacu pada perencanaan Kabupaten/Kota, juga harus memuat visi dan misi Kepala Desa, rencana penyelenggaraan Pemerin- tahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa, serta arah kebijakan pembangu- nan desa. Penyusunan perencanaan pembangunan desa juga harus mempertimbangkan kondisi objektif desa. RPJM Desa tersebut kemu- dian dijabarkan dalam RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Berbeda dengan UU No. 6/2014 dan PP No. 43/2014, PP No. 60/2014 mengatur perencanaan desa secara berbeda. Pada Pasal 21 mengatur tentang penetapan prioritas penggunaan Dana Desa yang ditetapkan oleh Menteri yang menangani desa (Kementerian Desa dan PDTT). Se- mentara Pasal 22 mengatur tentang kewenangan Pemerintah (melalui K/L Teknis terkait) untuk menyusun pedoman umum kegiatan yang didanai dari Dana Desa dengan mengacu pada prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana diatur dalam Pasal 21. Lebih lanjut, pasal ini memberi keleluasaan pada kabupaten/kota untuk membuat pedoman teknis kegiatan yang didanai dari Dana Desa sesuai dengan pedoman umum yang dibuat K/L terkait. Dengan membandingkan ketiga pera- turan yang menjadi acuan perencanaan desa tersebut, tampak adanya ketidakjelasan rujukan dalam penyusunan perencanaan desa.
Kedua , pengaturan masih terkait dengan perencanaan desa. UU No. 6/2014 Pasal 79 ayat 1 menyebutkan bahwa perencanaan desa sebagai Kedua , pengaturan masih terkait dengan perencanaan desa. UU No. 6/2014 Pasal 79 ayat 1 menyebutkan bahwa perencanaan desa sebagai
Ketiga , pengaturan terkait pengaturan mandat kewenangan desa. UU No. 6/2014 pasal 18 menyatakan bahwa mandat kewenangan desa mencakup 4 (empat) bidang yang merupakan satu kesatuan, yaitu pemerintahan desa, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa. Namun, PP No. 60/2014 jo PP No. 22/2015 melakukan reduksi atas mandat kewenangan desa tersebut dengan cara membatasi prioritas penggunaan Dana Desa pada pem- bangunan dan pemberdayaan (Pasal 19, ayat 2). Kemudian Permende- sa No. 5/2015 dan Permendesa No. 21/2015 kembali menegaskan pembatasan mandat tersebut dengan membuat penetapan prioritas penggunaan Dana Desa di bidang pembangunan dan pemberdayaan, sesuai perintah PP No. 60/2014, dengan daftar prioritas. Tetapi Per- mendesa ini juga membuka peluang bagi munculnya prioritas lokal sesuai dengan konteks dan prakarsa lokal yang dirumuskan melalui mekanisme musyawarah desa. sementara itu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 247/PMK.07/2015 mengatur bahwa prioritas lokal dalam penggunaan Dana Desa harus memperoleh persetujuan dari Bupati/Walikota.
Keempat , pengaturan terkait tugas pembinaan (fasilitasi/pendampi ng- an) dalam tahapan penganggaran dan pelaksanaan pengelolaan Dana Desa. UU No 6/2014 Pasal 112 menyebutkan bahwa dalam menjalan- kan tugas pembinaan, Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dapat mendelegasikan pem- binaan dan pengawasan kepada perangkat daerah. Menindaklanjuti perintah UU, PP No. 43/2014 Pasal 154 ayat 2 huruf c malah sudah be- rani mendelegasikan tugas untuk memfasilitasi pengelolaan keuang- an desa kepada Camat. Namun ironisnya, kendati peran Camat sudah diatur di dalam PP, Permendagri No. 113/2014 belum berani meng- ambil langkah progresif. Pasal 44 hanya menyatakan: “Pemerintah Kabupaten/Kota wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa . Oleh karena itu, terkait mekanisme atau peran kelem- bagaan dalam menjalankan tugas pembinaan tersebut masih memer- lukan kejelasan. Apakah kepala daerah (Bupati) yang akan melakukan langsung tugas pembinaan tersebut atau mendelegasikannya kepada Camat? Seandainya Bupati mendelegasikan tugas pembinaan tersebut kepada Camat, maka perlu ada kejelasan peran Camat dalam melaku- kan review dan evaluasi RAPB Desa. Selain itu, untuk menunjang efek-
Tabel 5.3 Matriks Harmonisasi Kebijakan tentang Pengelolaan Dana Desa
Perencanaan (Acu- UU No. 6/2014, pasal
Kejelasan rujukan an Perencanaan 79 (1) (PP No. 43/2014,
• PP No. 60/2014 jo PP
dalam penyusunan De sa)
No. 22/2015, pasal 21
pasal 117-118)
dan 22
perencanaan desa.
• Prioritas penggunaan DD
Perencanaan Desa UU No. 6/2014, pasal
PP No. 43/2014, pasal 119
Kejelasan alur dalam
meres pon perencanaan Desa sebagai input
79 (1) (Perencanaan
(Pemdes dapat mengusul-
desa. kab/kota)
kan kebutuhan pemban-
gunan ke kab/kota)
Mandat Kewena- UU No. 6/2014, pasal
PP No. 60/2014 jo PP
Permendesa No. 5/2015 dan
ng an Desa
18 No. 22/2015 melakukan
Permendesa No. 21/2015 mem-
Pemerintahan desa,
reduksi dengan cara
buat prioritas di bidang pem-
pembangunan, pembi- membatasi prioritas
bangunan dan pemberdayaan
naan kemasyarakatan,
pada pembangunan dan
sesuai perintah PP, dengan
dan pemberdayaan.
pemberdayaan. (pasal 19,
daftar prioritas, tetapi juga
ayat 2
membuka peluang bagi mun- culnya prioritas lokal sesuai dengan konteks dan prakarsa lokal, yang penting diputus- kan melalui musya warah desa. Tetapi PMK No. 247/ PMK.07/2015 mengatur pri- oritas lokal harus memperoleh persetujuan bupati/walikota.
• Perlu diperjelas Pelaksanaan Tugas 112 Pemerintah, Pemer- 154 ayat 2 huruf c Camat
Penganggaran dan UU No 6/2014 pasal
PP No. 43/2014, pasal
Permendagri No. 113/2014,
mekanisme pem- pembinaan
pasal 44 Pemerintah Kabupat-
intah Daerah Provinsi,
binaan/fasilitasi dan Pemerintah Daerah keuangan desa
memfasilitasi pengelolaan en/Kota wajib membina dan
yang dilakukan Kabupaten/Kota dapat
mengawasi pelaksanaan pen-
oleh (Kep.daerah/ mendelegasikan pem-
gelolaan keuangan desa.
Camat) binaan dan pengawa-
• Kejelasan peran san kepada perangkat
Camat dalam mel- daerah
akukan review dan evaluasi RAPB Desa serta ketersediaan format evaluasi
Pelaporan dan Per- UU No. 6/2014 pasal 27 PP No. 43/2014, pasal 104 Permendagri No. 113/2014, Sudah cukup tanggung
Penyampaian laporan
ayat 2
pasal 37 dan 28
Jawaban desa ke bupati
Bupati cq Camat menerima
Bupati cq Camat men-
Laporan realisasi dan per-
erima Lap realisasi dan
tanggungjawaban penggunaan
pertanggungjawaban Pem DD dari Pemerintah Desa Desa
Sumber: PKDOD dan Pattiro, 2016
Terakhir, pengaturan terkait aspek pelaporan dan pertanggungjawa- ban. Regulasi terkait tahapan pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan Dana Desa cukup memadai karena relatif lebih jelas dan tidak ada tumpang tindih pengaturan. Dalam UU No. 6/2014 Pasal
27 bahwa dalam melaksanakan tugas, hak dam kewajibannya, kepala desa wajib menyampaikan laporan terkait penyelenggaraan pemerin- tahan desa (termasuk pengelolaan Dana Desa) setiap akhir tahun ang- garan kepada Bupati/Walikota. Sedangkan PP No. 43/2014 pada Pas- al 104 ayat 2 menyebutkan bahwa Bupati melalui Camat menerima laporan realisasi penggunaan Dana Desa dan pertanggungjawaban Pemerintahan Desa. Hal tersebut ditegaskan kembali dalam Permen- dagri No. 113/2014, pasal 37 dan 28, bahwa Bupati cq. Camat me- nerima Laporan realisasi dan pertanggungjawaban penggunaan DD dari Pemerintah Desa. Secara sederhana, harmonisasi aturan terkait instrumentasi kebijakan untuk mewujudkan konstruksi model ideal pengelolaan Dana Desa, dapat digambarkan dalam Tabel 5.3 di hala- man 100.
2. Usulan Kebijakan
Berpijak pada hasil identiikasi sejumlah aturan terkait pengelolaan Dana Desa yang perlu diharmonisasikan, maka terdapat beberapa usulan kebijakan untuk mengatasi karut-marut (disharmoni) kebija- kan tersebut. Kebijakan yang diusulkan masih terkait dengan hubung- an kewenangan pemerintah desa dan pemerintah supradesa. Usulan kebijakan berikut dimaksudkan menggenapi instrumentasi kebijakan untuk mewujudkan konstruksi model ideal dalam pengelolaan Dana Desa, antara lain:
a. Kebijakan yang memberi ruang pada pemerintah desa untuk memprioritaskan penggunaan DD berdasarkan prakarsa dan kondisi empiris di desa sesuai dengan mandat kewenangan desa.
b. Kebijakan yang mengatur hubungan desa dan supradesa da- lam pengelolaan Dana Desa berbasis tipologi desa
c. Kebijakan yang mengatur pemberian kewenangan kepa-
da camat dalam menjalankan tugas pembinaan pengelolaan Dana Desa secara lebih menyeluruh; tidak hanya pada tahap perencanaan (melalui pendampingan dan evaluasi) dan per
tanggungjawaban (evaluasi), tetapi juga proses dalam tahap pelaksanaan, penatausahaan, dan penyusunan laporan, yang
disertai dengan kejelasan peran dalam melakukan review dan disertai dengan kejelasan peran dalam melakukan review dan