Hubungan Kewenangan Pemerintah Supradesa dengan Pemer­ intah Desa Pada Desa Mandiri

1. Hubungan Kewenangan Pemerintah Supradesa dengan Pemer­ intah Desa Pada Desa Mandiri

Elaborasi pelaksanaan hubungan kewenangan supradesa dengan desa pada Desa Mandiri menunjukkan kondisi yang ‘mengejutkan’ sekaligus menggembirakan, karena dari ketiga kekuatan kemandiran sebagaimana tersebut di atas berada dalam kondisi yang cukup me- madai. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung telah mem- pengaruhi pengelolaan Dana Desa di tiga provinsi yang menjadi lokus kajian—Provinsi Sulawesi Selatan (Desa Kaloling), Provinsi DIY (Desa Panggungharjo), dan Provinsi Jawa Barat (Desa Ciburial)—sejak pe- ren canaan sampai pelaporan dan pertanggungjawaban.

a. Perencanaan

Perencanaan desa tertuang dalam dokumen lima tahunan berupa RPJM Desa (di tingkat kabupaten disebut RPJM Daerah). Dalam penyusunan dokumen RPJM Desa dilakukan melalui musya- warah pembangunan desa (Musrenbang Desa) yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) desa. Pemerintah Desa yang terkategori ke dalam desa mandiri secar umum memi- liki dokumen RPJM Desa. Hal ini dikarenakan, dokumen ini yang akan dijabarkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPD). Desa Panggungharjo di Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul merupakan satu dari sekian banyak desa yang telah memi- liki dokumen RPJM Desa dan RKP Desa.

Memang harus diakui tidak seluruh komponen masyarakat desa mendukung proses penyusunan dokumen perencanaan desa, seperti RPJM Desa dan RKP Desa. Hal ini sebagaimana disam- paikan Kepala Desa Panggungharjo sebagai berikut:

Kita berhadapan dengan masyarakat yang apatis. Mereka datang ter- paksa. 90% usulan warga hampir semua infrastruktur yang tidak berdasarkan kebutuhan mereka. Kami mengelola itu dengan priori- tas. Tahun 2012 awal kita membuat sekolah partisipasi. Kita ingin membuktikan UU Desa bisa memberikan banyak hal. Salah satunya

dengan menggagas sistem informasi geograis. 1 Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 66 Tahun 2007, di-

jelaskan bahwa RKP Desa adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun dan merupakan penjabaran dari RPJMDesa yang memuat rancangan pembangunan desa, dengan memper- timbangkan kerangka pendanaan yang dimutahirkan, program

1. Hasil wawancara mendalam dengan Sdr. Wahyudi, Kepala Desa Panggungharjo, Se- won, Bantul, DIY pada tanggal 11 Mei 2016 di Kantor Desa Panggungharjo.

prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerin- tah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerin- tah Daerah dan RPJM-Desa. Persoalannya, apa yang dituangkan dalam RKP Desa terkadang tidak sepenuhnya mengakomodir kebutuhan masyarakat desa. Hasil Musrenbangdes yang telah disepakati dan dituangkan dalam dokumen tersebut memang se- harusnya telah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh pe- merintah desa, sebagaimana pernyataan Kepala Desa Panggung- harjo berikut:

Terkait kewenangan lokal skala desa, kita punya kepastian hukum tentang apa-apa yang kita lakukan. Selama ini agak nekat kami. Se- karang posisi desa menjadi kuat, apalagi ketika ditambah dengan keuangan desa. Ada 120 kewenangan skala lokal desa (116+4). Salah satu jalan keluarnya mereka mengembangkan badan hukum. 2

Hal senada juga disampaikan Kepala Desa Kaloling Kecamatan Gantarang Keke Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan, sebagai berikut:

Sejak terpilih menjadi Kepala Desa, kami langsung mempersiapkan RPJM Desa bersama-sama komponen pemerintah desa dan non pe- merintah desa. Kami sebagai pimpinan dan aparat desa menyadari dokumen ini akan menjadi pedoman selama lima tahun ke depan. Terkait dengan perencanaan kegiatan-kegiatan di desa, kami menu- angkan kegiatan tahunan dalam RKP Desa yang juga dibahas bersa- ma-sama dalam Musrenbang.

Menurut Kementerian Keuangan, pengelolaan Dana Desa dia- rah kan untuk kepentingan infrastruktur. Walaupun demikian, sebagaimana dikatakan oleh Rukijo, Direktur Dana Perimbangan Kemenkeu dalam berbagai kesempatan, bahwa penggunaan dana ini dimungkinkan juga untuk pelayanan dasar selain infrastruk- tur, dengan pertimbangan apabila infrastruktur desa telah mema- dai. Persoalannya, selama ini dan sampai sekarang kondisi infra- struktur desa masih jauh dari memadai sebagaimana dinyatakan oleh narasumber pada FGD di Provinsi Jawa Barat:

Beberapa desa di Jawa Barat, kondisinya mungkin tidak sebaik kondi- si desa lain yang tergolong maju. Kami mengakui hal itu dan tidak menyangkal bahwa memang belum seluruh desa memiliki infrastruk- tur yang baik. Bahkan beberapa desa di pedalaman memiliki kondisi

2. Hasil wawancara mendalam dengan Sdr. Wahyudi, Kepala Desa Panggungharjo, Se- won, Bantul, DIY pada tanggal 11 Mei 2016 di Kantor Desa Panggungharjo.

infrastruktur yang mungkin lebih buruk dari kondisi desa di luar Jawa.

Pada posisi yang demikian, maka penggunaan Dana Desa akan lebih banyak dialokasikan untuk perbaikan infrastruktur. Tentu tidak salah, karena memang hal ini telah sesuai aturan. Namun demikian, ke depan mungkin Dana Desa dapat juga dialokasikan untuk selain keperluan perbaikan infrastruktur.

Pada kesempatan diskusi di LAN Jakarta (2016), Kepala Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat, menyatakan sebagai berikut:

Bagi kami, dokumen RKP Desa yang kemudian didanai dengan alo- kasi dalam APB Desa menjadi permasalahan yang tidak sederhana. Selama ini alokasi anggaran dalam APB Desa sebenarnya merupakan ‘pemantik’ bagi tumbuhnya partisipasi masyarakat di perdesaan, dan itu betul.

Intervensi pemerintah supradesa terhadap pemerintah desa da- lam perencanaan Dana Desa terjadi pada tahapan transfer Dana Desa maupun prioritas penggunaan Dana Desa. Pernyataan Kades Kaloling (Kabupaten Bantaeng) sebagai berikut:

Persoalan utama bagi desa dalam Dana Desa terletak pada saat trans- fer dana dari kabupaten. Adakalanya transfer tersebut tidak tepat waktu. Kami tidak mengetahui penyebab keterlambatan. Namun apa yang kami lakukan di desa kaitannya dengan perencanaan desa, ti- dak/belum sepenuhnya sesuai dengan harapan kami karena adanya pengaturan prioritas dari Pusat.

b. Penganggaran

Penganggaran Dana Desa diawali dengan ketersediaan dokumen perencanaan desa yakni RKP Desa, yang dibiayai dengan APBDe- sa. Rancangan Perdes APBDesa disampaikan kepada Bupati/Wa- likota. Bupati/Walikota dapat mendelegasika kepada Camat atau sebutan lain untuk me-review Perdes APBDesa tersebut. Setelah di-review, Perda APBDesa tersebut dikembalikan kepada peme- rintah desa maksimal 20 hari. Namun menarik apa yang terjadi di Desa Panggungharjo-Bantul:

Belum ada Perbup soal kewenangan. Padahal ini penting sebagai dasar penganggaran. Kami sudah medorong sejak 2014. Kami tunggu sampai akhir tahun ini, kalau tidak kami akan mengeluarkan Perdes sendiri. Hampir setiap ketemu (pihak) kabupaten, kami sampaikan hal ini. Kabupaten ‘galau’ sebenarnya, karena kalau mengikuti UU

Desa, mereka akan kehilangan pekerjaan…. 3 Yang dimaksud dalam pernyataan tersebut bukan Perbup tentang

pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana tertuang dalam Perbup Bantul No. 11 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati Kepada Camat. Dalam Perbup No. 11 Tahun 2011 disebutkan hal-hal sebagai berikut:

1) Camat menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang meliputi:

a) mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;

b) mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;

c) mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;

d) mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;

e) mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerin- tahan di tingkat Kecamatan;

f) membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan

g) melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ru- ang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilak- sanakan pemerintahan desa atau kalurahan.

2) Camat melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan Bupati untuk menangani sebagian urusan oto- nomi daerah, meliputi:

a) perizinan;

b) rekomendasi;

c) koordinasi;

d) pembinaan;

e) pengawasan;

f) fasilitasi;

g) penetapan;

h) penyelenggaraan; dan

i) kewenangan lain yang dilimpahkan. Review terhadap APBDesa oleh pemerintah supradesa pada haki-

katnya menjadi bagian integral pembinaan kepada pemerintah desa. Ranperdes APBDesa yang telah di-review akan ditetapkan sebagai Perdes tentang APBDesa tahun berjalan. Review terhadap

3. Hasil wawancara mendalam dengan Sdr. Wahyudi, Kepala Desa Panggungharjo, Se- won, Bantul, DIY pada tanggal 11 Mei 2016 di Kantor Desa Panggungharjo

APBDesa merupakan salah satu syarat pencairan Dana Desa, di- mana review tersebut tidak harus dilakukan oleh BPMPD tetapi dapat didelegasikan kepada Camat. Dalam proses review oleh Camat, kendala yang muncul biasanya terkait dengan kekoson- gan pejabat Camat karena yang bersangkutan pensiun.

Selanjutnya, era teknologi informasi saat ini memungkinkan diba- ngunnya sistem penganggaran berbasis IT (Information Technolo- gy ) dalam proses penganggaran. Sebagai contoh, dalam melaku- kan telaahan terhadap dokumen yang diajukan oleh pemerintah desa telah dikembangkn apa yang disebut dengan sistem keuang- an desa (SisKeuDes) sebagaimana pernyataan narasumber se- bagai berikut:

Kita coba dengan pendekatan teknologi, IT perencanaan, sistem keuangan desa, sudah mengadop sistem keuangan daerah. Kita ce- gah dari sisi administrasi dulu. Dengan Siskeudes bisa diprediksi/ dielaborasi sekitar 50%. Modus-modusnya: penarikan anggaran oleh Kades berakibat keterlambatan pertanggungjawaban. Sekarang sudah mulai diperbaiki dengan sistem (dipantau), bisa dilacak uang yang tidak disetorkan, penghitungan pajak juga otomatis. 4

Dari pernyataan tersebut selain pemanfaatan IT dalam hal peren- canaan, penggunaan IT juga dilakukan dalam sistem keuangan desa (SisKeuDes) yang mengadopsi sistem keuangan daerah (Sis- KeuDa). Adopsi sistem keuangan daerah ke dalam sistem keuang- an desa tersebut diharapkan akan membatasi ‘perilaku buruk’ proses penganggaran. “Ada gula ada semut” begitulah periba- hasa yang sering terlihat dalam penganggaran. Bahwasannya pe- nge lolaan anggaran memberikan daya tarik tersendiri bagi seba- gian orang, bukan hanya untuk kepentingan mendukung proses namun justru menghambatnya.

c. Pelaksanaan

Tahap selanjutnya dalam hubungan pemerintah supradesa de- ngan pemerintah desa dalam pengelolaan Dana Desa adalah as- pek pelaksanaan atau implementasi. Pertanyaan yang sering dia- jukan dalam kaitan penggunaan dasa desa adalah ‘apakah dana ini dapat dimanfaatkan untuk membiayai kewenangan yang di- miliki oleh Desa?’ Sebagaimana diketahui bersama, kewenangan pemerintah Desa sangat luas dan semuanya memerlukan angga- ran untuk melaksanakannya. Pernyataan Kepala Desa Panggung-

4. Hasil Wawancara Mendalam dengan Bambang di Kantor BPMPD Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 11 Mei 2016 di Kantor BPMPD Jawa Barat.

harjo, Bantul, DIY sebagai berikut menarik untuk dicermati: Kalau di Desa Panggungharjo, kita (aparat desa) hanya bisa melaku-

kan 40 kewenangan (dari 120 jenis kewenangan). Ada 80 kewenan- gan desa yang kami bagi kepada lembaga desa untuk membuka ruang partisipasi. Meningkatkan kapasitas desa cukup berat, sehingga yang kita lakukan adalah berbagi (sharing) kewenangan, kami limpahkan kepada PKK untuk KB. Kita bekerja sama dengan pengurus Mu- hammadiyah dan NU untuk membina masyarakat desa khususnya di bidang agama. Harapannya, mereka menjadi bagian utuh di desa. Kita punya lembaga para legal untuk menyelesaikan masalah hu- kum di desa. Untuk itu digunakan konstruksi hukum positif di desa, penyelesaiannya melalui mekanisme non litigasi. Ini sekaligus untuk membuka ruang-ruang partisipasi. 5

Pernyataan di atas sepertinya menegaskan bahwa tidak semua kewenangan yang dimiliki pemerintah desa harus dilaksanakan sendiri oleh perangkat/aparat desa, karena sebenarnya pemerin- tah desa dapat membuka ruang partisipasi bagi semua elemen masyarakat, baik elemen adat, agama, maupun elemen lain yang relevan dengan kebutuhan desa. Jika ditelaah de ngan seksama, pelaksanaan kewenangan tersebut tidak sepenuhnya berkaitan dengan aspek infrastruktur desa.

Di dalam pedoman pengelolaan Dana Desa di Kabupaten Ban- dung dengan jelas disebut bahwa tujuan Dana Desa tidak hanya untuk membiayai infrastruktur desa, tetapi juga meliputi bebera- pa tujuan, yakni:

1) meningkatkan upaya penanggulangan kemiskinan dan me- ngu rangi kesenjangan;

2) meningkatkan kapasitas perencanaan dan penganggaran pem- bangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat;

3) meningkatkan pembangunan infrastuktur desa;

4) meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;

5) mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat;

6) meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa;

7) meningkatkan kemandirian desa;

8) meningkatkan daya saing desa (www.ciburial.desa.id). Dari 8 tujuan Dana Desa di atas, selain tujuan ke-3 untuk mening- 5. Hasil wawancara mendalam dengan Wahyudi, Kepala Desa Panggungharjo, Sewon,

Bantul, DIY pada tanggal 14 September 2016 di Kantor Desa Panggungharjo.

katkan pembangunan infrastruktur desa, Dana Desa juga dapat digunakan untuk membiayai tujuan lainnya. Hal ini sangat ma- suk akal, dikarenakan kondisi faktual desa di Indonesia sangat beragam, sehingga bagi desa-desa yang telah memiliki infrastruk- tur yang baik, tentu dapat memberikan pada prioritas lain sesuai kebutuhannya.

Namun sebagaimana diketahui, dalam peraturan perundangan telah ditetapkan bahwa penggunaan Dana Desa diperuntukkan bagi pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Kedua bidang tersebut disusun, disepakati, dan ditetapkan da- lam Perdes APBDesa, sehingga menjadi jelas bahwa pelaksanaan Dana Desa diperuntukkan bagi kedua bidang dimaksud. Se- bagaimana pernyataan narasumber di BPMPD Bandung Provinsi Jawa Barat, sebagai berikut:

Faktor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan Dana Desa se- suai dengan tipologi desanya. Bagi desa maju dan/ desa mandiri, faktor-faktornya meliputi sarana-prasarana yang berdampak pada ekonomi desa dan investasi desa, prakarsa desa membuka lapangan kerja, teknologi tepat guna, dan investasi melalui BUMDesa. Bagi desa berkembang (pra mandiri), faktor-faktornya sarana-dan prasara- na pelayanan umum dan sosial dasar pendidikan, sarana dan prasa- rana sosial dasar kesehatan, sedang bagi desa tertinggal dan/atau sangat tertinggal, faktor-faktornya meliputi sarana dan prasarana pemenuhan kebutuhan, dan akses kehidupan masyarakat desa.

Tipologi desa yang digunakan dalam penelitian ini (hanya) me- liputi desa mandiri dan desa pra mandiri, jadi desa berkembang dan tertinggal dan/atau sangat tertinggal dikategorikan desa pra mandiri. Tipologi desa menjadi salah satu prinsip penggunaan Dana Desa, selain prinsip keadilan dan kebutuhan prioritas. Per- soalannya adalah pada saat menyusun APBDesa, program dan ke- giatan yang prioritas bagi masyarakat desa belum tentu disetujui oleh pemerintah di atasnya (supradesa). Sebagaimana pernyataan narasumber di BPMPD Kabupaten Bantaeng sebagai berikut:

Sebagian pemerintah desa menyampaikan program dan kegiatan untuk pencairan Dana Desa, tetapi ternyata program dan kegiatan tersebut tidak terdapat dalam dokumen perencanaannya (APBDesa), maka kami tolak supaya diperbaiki. Mungkin (hal ini) terjadi kare- na adanya perubahan peraturan pemerintah, dari 3 tahap menjadi 2 tahap.

Problematik semacam itu sebenarnya bukan hanya terjadi di Ban- taeng, tetapi juga di daerah lain di seluruh Indonesia. Di Kabu- Problematik semacam itu sebenarnya bukan hanya terjadi di Ban- taeng, tetapi juga di daerah lain di seluruh Indonesia. Di Kabu-

d. Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Tahap lanjutan dari pelaksanaan Dana Desa adalah pelaporan dan pertanggungjawaban dana yang telah dikeluarkan/dibelanjakan. Pelaporan dan pertanggungjawaban merupakan konsekuensi lo- gis yang harus dilakukan dari tahap pelaksanaan dengan tujuan untuk mewujudkan akuntabilitas. Tidak hanya bagi pemerintah di atasnya, akuntabilitas juga diperuntukkan bagi masyarakat/ warga desa yang bersangkutan.

Namun dengan semakin besarnya dana yang turun ke desa, ternyata tidak membuat seluruh aparat desa merasa “senang” karena dana tersebut harus dipertanggungjawabkan dengan baik dan benar sesuai kaidah sistem akuntansi pemerintahan. Per- nyataan staf BPMPD Jawa Barat sebagai berikut menarik untuk dicermati:

Di saat bantuan begitu besar turun ke desa, baik melalui APBD maupun APBN, bagi desa merasa bersyukur. Di sisi lain, kami bi- ngung cara mendapatkan dan mempertanggungjawabkan dana yang diperoleh. Dengan regulasi yang selalu berubah, melalui kewenangan yang diterima tapi tidak begitu luas, kami selaku kepala desa merasa takut menggunakan Dana Desa. Kami mengharap pembinaan dari desa-desa terkait bisa terus gencar di desa, terutama penggunaan dan pertanggungjawaban. 6

Pemahaman perangkat desa terkait pelaporan dan pertanggung- jawaban bagi desa-desa yang dikategorikan sebagai desa mandi- ri mungkin sedikit lebih baik dibandingkan desa pra mandiri. Meskipun demikian, “kegamangan” menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban masih terjadi, terlebih dengan adanya pera- turan perundangan yang sering berubah. Pernyataan Kepala Desa Ciburial, Cimenyan Kabupaten Bandung sebagai berikut:

6. Hasil wawancara dalam FGD dengan Kepala Desa Ciburial, Bandung, Jawa Barat pada tanggal 14 September di Kantor BPMPD Provinsi Jawa Barat.

Perubahan PP No. 60 (tahun 2014) ke PP No. 22 (tahun 2015) menurut hemat kami seperti makan buah simalakama, mengandung kelemahan dan kelebihan tersendiri. Ya, dikatakan memiliki kelema- han karena dengan berubahnya peraturan itu akan mempersulit kami dalam menyusun laporan dan pertanggungjawaban nantinya. Kepala Desa harus benar-benar jeli dan hati-hati agar laporan yang dibuatnya tidak menyalahi PP baru. Sebaliknya, dikatakan memiliki kelebihan karena PP baru ini mengubah dari 3 tahap pencairan Dana Desa menjadi hanya 2 tahap.

Di antara kebingungan dan kegamangan dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan Dana Desa, laporan penggunaan Dana Desa wajib dan tetap harus dilakukan. Lalu seperti apakah format pelaporan dan pertanggungjawaban tersebut? PATTIRO berpendapat sebagai berikut:

Penyusunan (format) dokumen pelaporan dan pertanggungjawaban Dana Desa belum diatur secara tegas dalam regulasi manapun. Na- mun menilik pelaporan yang lazim diamanatkan selama ini, pelapo- ran dan pertanggungjawaban tersebut disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Berikut disampaikan contoh pelaporan dan pertanggungjawaban Dana Desa di Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, sebagaimana yang tercantum pada Boks 1 di halaman berikut.

Dari Boks 1 terlihat jelas contoh penggunaan Dana Desa pada se- mester I di Desa Ciburial, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yakni untuk membiayai 4 kegiatan pembangunan infrastruktur. Namun keempatnya masih merupakan list kegiatan yang telah dilak- sanakan. Tentu, pada laporan lengkap terdapat lampiran yang menunjukkan pelaporan dan pertanggungjawaban sesuai SAP. (Lihat Tabel 4.3)

Volume, satuan, dan harga satuan sebagaimana tersebut di atas mengukuti standar yang berlaku sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan.

e. Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan Dana Desa dilakukan oleh pemerintah kabupaten/ kota dengan menerbitkan peraturan bupati/walikota mengenai tatacara pembagian dan penetapan besaran Dana Desa, penyalu- ran Dana Desa dari RKUD ke reke ning kas Desa, penyampaian laporan realisasi, dan SilPA Dana Desa. Dari 3 kabupaten (Ban- tul, Bantaeng, dan Bandung) ternyata tidak satu kabupaten pun

Boks 1. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Dana Desa

Dana Desa Ciburial pada Tahun 2016 sebesar Rp.709.070.700,- dialokasikan untuk kegiatan bidang pembangunan desa, terdiri dari:

1. Pembangunan Drainase Jalan Lebaksiuh sebesar Rp.134.070.700,-

2. Pembangunan Drainase Ruas Jalan Cibengang sebesar Rp.50.000.000,-

3. Pembangunan /Penambahan Ruang Polindes sebesar Rp.50.000.000,- 4. Peningkatan Kualitas Jalan Cikurutug sebesar Rp.60.000.000,- 5. Peningkatan Kualitas Jalan Cibengang (Lanj.) sebesar Rp.130.000.000,- 6. Peningkatan Kualitas Jalan Sekejolang sebesar Rp.135.000.000,- 7. Pembangunan Bak Penangkap Air dan Pipanisasi Sekepalita sebesar Rp.75.000.000,- 8. Pembuatan Sumur Bor sebesar Rp.75.000.000,-

Sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49/PMK.07/2016 Tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa bahwa mekanisme pencairan Dana Desa dilakukan secara bertahap. Berdasarkan ketentuan tersebut Dana Desa Ciburial 2016 diterima secara bertahap, yaitu:

• Tahap I sebesar Rp.425.442.400,- (60%) • Tahap II sebesar Rp.283.628.300,- (40%)

Mekanisme pencairan Dana Desa 2016 ini berbeda dari me- kanisme pencairan pada tahun sebelumnya yang melalui 3 tahap, yaitu 40 %, 40 %, dan 20 %. Salah satu tujuan yang in- gin dicapai dari mekanisme perubahan pencairan Dana Desa ini adalah untuk memudahkan penyerapan dan pelaporan serta pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa. Namun, mekanisme penyaluran Dana Desa masih sama, yaitu dari kementerian (RKUN) ke pemerintah desa (Rekening Desa) melalui kabupaten (RKUD).

Dana Desa Ciburial 2016 Tahap I (60%), yaitu sebesar Rp.425.442.400,- dialokasikan untuk pelaksanaan kegiatan sebagai berikut:

• Pembangunan Drainase Jalan Lebaksiuh sebesar Rp.100.442.400,- • Peningkatan Kualitas Ruas Jalan Cikurutug sebesar Rp.60.000.000,- • Peningkatan Kualitas Ruas Jalan Cibengang (Lanjutan) se- besar Rp.130.000.000,- • Peningkatan Kualitas Ruas Jalan Sekejolang sebesar Rp.135.000.000,-

Tabel 4.3

Laporan Penggunaan Dana Pembangunan Jalan Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat

No. URAIAN Volume Satuan Harga Sa­ Jumlah Jumlah tuan (Rp) Total (Rp)

A B c D E f=cxe g A. Hotmix Jalan Lingkungan RW. 07 @650 m2 1 Biaya Persiapan a. Rapat Persiapan

No. URAIAN

Volume Satuan Harga Sa­

Jumlah Jumlah

tuan (Rp)

Total (Rp)

A B c D E f=cxe g Sub Total 1)

300.000 300.000 2. Biaya Pelaksanaan a. Hotmix

33.000.000 33.000.000 b. Pelinkut

30 Ton

9.600.000 9.600.000 c. Mesin Stoom

4 Drum

1.000.000 1.000.000 d. Batu Split

2 HK

6.000.000 6.000.000 e. Mobil Angkut

f. Mobil Pengaspal

3.000.000 3.000.000 g. Tenaga Kerja 11

Sub Total 2)

300.000 300.000 Kegiatan

a. Dokumentasi

2 HK

Sub Total 3)

Total Biaya A) 58.500.000 58.500.000

B. Hotmix Jalan Kantor Desa @150 m2

1 Biaya Persiapan a. Hotmix

b. Pelinkut

c. Mesin Stoom

d. Mobil Angkut

Hotmix e. Tenaga Kerja 4

1 HK

Org

No. URAIAN Volume Satuan Harga Sa­ Jumlah Jumlah tuan (Rp) Total (Rp)

A B c D E f=cxe g

13.400.000 13.400.000 2. Dokumentasi a. Dokumentasi

Sub Total 2)

Sub Total 3)

Total Biaya B) 13.500.000 13.500.000

C. Betonisasi Jalan Desa Rw. 08@96 m3

1 Biaya Persiapan a. Biaya Rapat Keg

150.000 150.000 Sub Total 1)

1 Keg

150.000 300.000 2 Biaya Pelaksanaan a. Semen

18.980.000 18.980.000 b. Pasir

12.985.000 12.985.000 c. Batu Kali

35 m3

6.384.000 6.384.000 d. Besi 8" Full

28 m3

300.000 300.000 e. Cincin Besi

10 Btg

150.000 150.000 f. Kawat Tali

Bh 1.000

36.000 36.000 g. Sewa Gerobag

3 Kg

240.000 240.000 h. Sewa Molen 3

8 Hk

1.050.000 1.050.000 i. Sekop

1 Hk

225.000 225.000 j. Slang

3 Bh 75.000

400.000 400.000 k. Kepala Tukang

1.750.000 1.750.000 m. Tukang Batu 3

l. Pekerja 10 Org

n. Mandor 1 Org

750.000 750.000 o. Prasasti

5 HOK

250.000 250.000 Sub Total 2)

1 Bh 250.000

47.700.000 47.700.000 3 Dokumentasi

150.000 150.000 Sub Total 3)

a. Biaya Pelaporan 1 Keg

Total Biaya C) 48.000.000 48.000.000 Jumlah Total (A ­ C)

Sumber: ciburial.desa.id Sumber: ciburial.desa.id

Kuncinya ada di kecamatan. Kabupaten malah makin sedikit. Fungsi SKPD dengan kecamatan dan inspektorat, masih belum jelas, apakah pengawasan atau pengendalian. Inspektorat ini mereka intervensi- nya dalam.Camat dan BPMPD sebagai pengendali. Fungsi koordi- nasi antar SKPD masih absurd. Badan akan berubah menjadi dinas ini entah akan bagaimana ini nantinya (makin besar, makin banyak kerjaan). Inspektorat sebagai benteng terakhir. Belum ada keberani- an untuk sama-sama memikul tanggung jawab, kita koordinasinya lemah. 7

Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi Dana Desa pada dasarnya dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota. Namun demikian, sesuai dengan peraturan perundangan tentang pelimpahan se- bagian kewenangan kepada kecamatan, maka tugas pemantauan (monitoring) dan evaluasi dapat dilakukan oleh kecamatan.

Di tahun 2016, anggaran kecamatan untuk pengawasan saja 40 juta. Tapi kembali lagi kepada komitmen. Di seluruh kab/kota, kecamatan paling besar, karena dianggap beban kerjanya 24 jam. Tunjangannya lebih besar dan diberi dana sendiri. Pegawai di kecamatan masih lack education, lack innovation. Dengan koordinasinya untuk menutu- pinya. Di fungsi itu lebih banyak untuk pengendalian. Belum efektif untuk operasional 2016. Draf PP nya sudah ada, tapi regulasi-regu- lasi sebelumnya masih jalan. (Dalam draft tersebut) Camat selain se- bagai SKPD juga sebagai penguasa wilayah. 8

Dalam kaitan pelaksanaan tugas tersebut kecamatan perlu mem- peroleh sumber-sumber daya (resources) yang memadai baik sum- ber daya manusia, sumber dana, maupun sumber kewenangan. Namun pada saat bersamaan nampaknya perlu peningkatan kompetensi SDM aparatur kecamatan (untuk mengatasi lack edu- cation, lack innovation ).

7. Hasil Wawancara Mendalam dengan Bapak Bambang di Kantor BPMPD Bandung, Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 14 September 2016 8. Hasil Wawancara Mendalam dengan Bapak Bambang di Kantor BPMPD Bandung, Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 14 September 2016.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Hubungan Antara Kepercayaan Diri DenganMotivasi Berprestasi Remaja Panti Asuhan

17 116 2

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5