ANALISIS KEBIJAKAN
A. ANALISIS KEBIJAKAN
Selain UU No. 6/2014 tentang Desa, terdapat beberapa regulasi yang terkait dengan pengaturan pengelolaan keuangan desa, khususnya me- nyangkut Dana Desa yang berasal dari transfer pemerintah pusat (APBN). Beberapa peraturan tersebut antara lain:
1. PP No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN juncto PP No. 22 Tahun 2015
2. PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 juncto PP No. 47 Tahun 2015
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
4. Peraturan Menteri Desa dan PDTT (Permendesa PDTT) No. 5 Ta- hun tentang Penetapan Prioritas Dana Desa Tahun 2015
5. Peraturan Menteri Desa dan PDTT (Permendesa PDTT) No. 21 Ta- hun tentang Penetapan Prioritas Dana Desa Tahun 2016
6. Peraturan Menteri Keuangan No. 247 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa juncto PMK No. 49 Tahun 2016
7. SKB 3 Menteri tentang percepatan penyaluran Dana Desa. Terkait dengan pengelolaan Dana Desa, UU No. 6/2014 memang belum
mengatur secara rinci. Oleh karena itu, menjadi penting untuk menelaah lebih jauh beberapa peraturan turunan, baik PP maupun peraturan men- teri, yang terkait dengan desa untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci. UU No. 6/2014 sendiri menyebutkan bahwa Dana Desa merupakan salah satu sumber pendapatan desa yang berasal dari belanja pemerintah mengatur secara rinci. Oleh karena itu, menjadi penting untuk menelaah lebih jauh beberapa peraturan turunan, baik PP maupun peraturan men- teri, yang terkait dengan desa untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci. UU No. 6/2014 sendiri menyebutkan bahwa Dana Desa merupakan salah satu sumber pendapatan desa yang berasal dari belanja pemerintah
Setelah disalurkan ke kas desa, Dana Desa diintegrasikan dengan sumber pendapatan desa yang lain dalam dokumen perencanaan anggaran desa (RAPBDes). Dan, setelah mendapat persetujuan Badan Permusyaratan Desa (BPD) melalui mekanisme musyawarah desa, dokumen perenca- naan anggaran tersebut ditetapkan menjadi APBDes melalui Peraturan Desa (Perdes). UU Desa mengamanatkan agar belanja desa memperha- tikan dua hal. Pertama, memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pemba- ngunan yang disepakati dalam musyawarah desa; kedua, mengikuti pri- oritas pemerintah daerah Kabupaten/Kota, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah pusat.
Sementara itu, PP No. 60/2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN yang kemudian diperbaharui melalui PP No. 22/2015 menjelaskan secara lebih rinci pengaturan tentang Dana Desa. PP ini memuat sejum- lah ketentuan tentang pengelolaan Dana Desa, yang meliputi pengang- garan, pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pelaporan, pemantauan dan evaluasi. Dana Desa merupakan alokasi dana dari APBN untuk desa dalam rangka menunaikan hak keuangan desa sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 6/2014. Oleh karena itu, setiap tahun pemerintah meng- anggarkan Dana Desa dalam APBN, yang merupakan bagian dari belanja Pusat non K/L sebagai pos cadangan Dana Desa. PP Dana Desa juga me- nyatakan bahwa Dana Desa merupakan realokasi dari program kegiatan/ program K/L yang berbasis desa. Sayangnya, PP ini belum mengatur se- cara rinci peta jalan atau tahapan alokasi Dana Desa hingga mencapai 10 %.
Jika kita mencoba menelusuri alur penyaluran Dana Desa berdasarkan ketentuan PP No. 60/2014, maka akan didapatkan gambaran sebagai beri- kut.
1. Penyaluran Dana Desa dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Uang Negara (RKUN) ke Rekening Kas Uang Daerah (RKUD). Pemindahbukuan hanya dilakukan apabila pe- merintah kabupaten/kota telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu adanya Peraturan Bupati/Walikota tentang tata cara pem- bagian dan penetapan Dana Desa yang telah disampaikan kepada
Menteri Keuangan, dan APBD yang telah ditetapkan.
2. Pemindahbukuan dari RKUD ke rekening desa, dengan persya- ratan setelah APBDes ditetapkan. Menteri Keuangan dapat mela- kukan penundaan penyaluran DAU dan/atau DBH bagi kabupa- ten/kota yang tidak menyalurkan Dana Desa sesuai ketentuan.
Dalam hal penggunaan Dana Desa, PP No. 60/2014 menyebutkan bebera- pa prioritas belanja, yaitu untuk pembangunan dan pemberdayaan. Rin- cian penggunaannya mengacu pada RPJMDes dan RKPDes yang sudah disusun oleh desa. Namun demikian, dalam ketentuan lebih lanjut, Mente- ri Keuangan mengatur soal prioritas penggunaan Dana Desa yang diten- tukan setelah berkoordinasi K/L terkait, seperti Bappenas, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Desa, dan kementerian teknis. Aturan mengenai prioritas penggunaan Dana Desa ini dituangkan dalam suatu pedoman umum yang dibuat oleh kementerian terkait, dalam hal ini Kemendagri dan Kemendesa, dan diintegrasikan dalam Rencana Ker- ja Pemerintah. Pembuatan pedoman umum kegiatan yang didanai Dana Desa ini mengacu pada prioritas penggunaan Dana Desa.
Dalam pelaksanaan di lapangan, format pengalokasian besaran Dana Desa untuk setiap desa sebagaimana diatur dalam PP No. 60/2014 menuai protes. Hal ini karena pengalokasian Dana Desa yang dilakukan berdasar- kan empat indikator (jumlah penduduk, luas wilayah, tingkat kemiskinan, dan tingkat kesulitan geograis) dianggap menimbulkan kesenjangan (gap) pendapatan antar satu desa dan desa yang lain yang berdekatan, sehingga menimbulkan kecemburuan. Oleh karena itu, muncul PP No.
22 Tahun 2015 yang merupakan revisi terbatas atas PP No. 60/2014. Ber- dasarkan PP No. 22/2015, format pengalokasian besaran Dana Desa un- tuk masing-masing desa dilakukan menurut formulasi: 90% sama rata + 10% berdasarkan empat indikator yang sudah disebutkan sebelumya.
Adapun PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6/2014 tidak mengatur soal pengelolaan Dana Desa. Namun, PP ini meng- atur tentang pengelolaan keuangan dan aset desa, terutama untuk sum- ber-sumber pendapat desa yang bukan berasal dari Dana Desa, antara lain ketentuan mengenai Alokasi Dana Desa yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota, bagian dari bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, penyaluran bantuan keuangan yang berasal dari APBD provinsi atau APBD Kabupaten/Kota ke desa serta penggunaan belanja desa, penyusunan APB Desa, pelaporan dan pertanggungjawaban realisa- si pelaksanaan APB Desa, dan pengelolaan kekayaan desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa memuat ketentuan yang terkait dengan keseluruhan kegiatan pengelolaan keuangan desa, meliputi perenca- Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa memuat ketentuan yang terkait dengan keseluruhan kegiatan pengelolaan keuangan desa, meliputi perenca-
Secara umum, pengelolaan keuangan desa dapat dibagi ke dalam bebera- pa tahapan: Pertama, tahapan perencanaan, yaitu penyusunan Rancang- an Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang dilakukan oleh Kepala Desa bersama BPD melalui mekanisme musyawarah desa. Kedua, tahapan pelaksanaan. Dalam tahapan ini, semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan selain yang ditetapkan dalam peraturan desa. Ketiga, tahapan penatausahaan yang dilakukan oleh Bendahara Desa. Dalam hal ini, bendahara wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melaku- kan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Penatausahaan peneri- maan dan pengeluaran dilakukan menggunakan buku kas umum, buku kas pembantu pajak, dan buku bank.
Keempat , tahapan pelaporan. Kades melaporkan pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota berupa: laporan semester pertama dan laporan semester akhir tahun. Laporan semester pertama berupa laporan realisasi APBDesa (disampaikan pada bulan Juli tahun berjalan). Laporan semester akhir tahun berupa laporan realisasi APBDesa yang disampaikan pada Januari tahun berikutnya. Kelima, tahapan pertanggungjawaban. Kades menyampaikan laporan pertanggungjawaban (LPJ) realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota pada akhir tahun anggaran, meliputi pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
Peraturan Menteri Desa PDTT (Permendesa PDTT) No. 5 Tahun 2015 dan Permendesa No. 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa secara khusus memuat ketentuan mengenai pengelolaan Dana Desa yang berupa transfer langsung dari APBN. Kedua peraturan ini mengatur prioritas peggunaan Dana Desa pada tahun yang berbeda, yai- tu Permendesa No. 5/2015 mengatur prioritas penggunaan untuk tahun 2015, sedangkan Permendesa No. 21/2015 mengatur prioritas untuk tahun 2016. Pada tahun anggaran 2015 dan tahun 2016, prioritas penggunaan Dana Desa masih diutamakan untuk mendanai program atau kegiatan bidang pelaksanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat. Untuk program atau kegiatan selain pada dua bidang kewenangan terse- but, pendanaanya dapat bersumber pada sumber pendapatan desa lain- Peraturan Menteri Desa PDTT (Permendesa PDTT) No. 5 Tahun 2015 dan Permendesa No. 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa secara khusus memuat ketentuan mengenai pengelolaan Dana Desa yang berupa transfer langsung dari APBN. Kedua peraturan ini mengatur prioritas peggunaan Dana Desa pada tahun yang berbeda, yai- tu Permendesa No. 5/2015 mengatur prioritas penggunaan untuk tahun 2015, sedangkan Permendesa No. 21/2015 mengatur prioritas untuk tahun 2016. Pada tahun anggaran 2015 dan tahun 2016, prioritas penggunaan Dana Desa masih diutamakan untuk mendanai program atau kegiatan bidang pelaksanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat. Untuk program atau kegiatan selain pada dua bidang kewenangan terse- but, pendanaanya dapat bersumber pada sumber pendapatan desa lain-
Kendati prioritas penggunaan Dana Desa telah diatur melalui Permendesa, namun pengaturan tersebut masih memberi ruang pada desa untuk meng- gunakan Dana Desa sesuai dengan karakteristik/tipologi, tantangan, dan tingkat perkembangan desa itu sendiri. Tipologi desa merupakan fakta, karakteristik dan kondisi nyata yang khas, keadaan terkini di desa, mau- pun keadaan yang berubah, berkembang dan, diharapkan terjadi di masa depan (visi desa). Pengelompokkan tipologi desa dapat diuraikan seku- rang-kurangnya didasarkan atas hal-hal sebagai berikut:
1. berdasarkan kekerabatan, dikenal desa geneologis, desa teritorial dan desa campuran;
2. berdasarkan hamparan, dapat dibedakan desa pesisir/desa pantai, desa dataran rendah/lembah, desa dataran tinggi, dan desa perbukitan/pegunu ngan;
3. berdasarkan pola pemukiman dikenal desa dengan permukiman menyebar, melingkar, mengumpul, memanjang (seperti pada ban- taran sungai/jalan);
4. berdasarkan pola mata pencaharian atau kegiatan utama masya- rakat dapat dibedakan desa pertanian, desa nelayan, desa industri (skala kerajinan dan atau manufaktur dengan teknologi sederhana dan madya), serta desa per dagangan (jasa-jasa); dan
5. berdasarkan tingkat perkembangan kemajuan desa dapat dikate- gorikan desa tertinggal atau sangat tertinggal, desa berkembang, serta desa maju atau mandiri. Kategorisasi ini dilakukan dengan pendekatan ilmiah yang didukung data statistik sehingga didapat- kan peringkat kategoris kemandirian atau kemajuan desa.
Dengan demikian, setiap desa pasti memiliki karakteristik yang dapat dideinisikan secara bervariasi dari kombinasi karakteristik atau tipologi
yang ada. Artinya, desa memiliki tipologi yang berbeda-beda atau bera- gam, dari desa satu dengan desa lainnya. Sebagai contoh, desa A mempu- nyai tipologi desa pesisir- nelayan-geneologis-maju, desa B tipologi desa lembah-pertanian/sawah-teritorial-berkembang, desa C tipologi desa perbukitan-perkebunan/perladangan-campuran-tertinggal, dan lain se- terusnya.
Untuk itu, pedoman umum prioritas penggunaan Dana Desa ini mem- berikan ruang atau terbuka pada karakteristik yang khas setiap desa. Perbedaanya adalah keharusan menjadikan rujukan karakteristik atau tipologi berdasarkan perkembangan atau kemajuan desa. Hal ini dilaku- kan, mengingat ke depan perkembangan desa ditargetkan secara nasional meningkat secara periodik dari waktu ke waktu, dari sangat tertinggal/ Untuk itu, pedoman umum prioritas penggunaan Dana Desa ini mem- berikan ruang atau terbuka pada karakteristik yang khas setiap desa. Perbedaanya adalah keharusan menjadikan rujukan karakteristik atau tipologi berdasarkan perkembangan atau kemajuan desa. Hal ini dilaku- kan, mengingat ke depan perkembangan desa ditargetkan secara nasional meningkat secara periodik dari waktu ke waktu, dari sangat tertinggal/
sanakan pada rentang waktu triwulan keempat Oktober sampai dengan Desember. Keluarannya adalah dokumen perencanaan RKPDesa untuk tahun anggaran 2016. Pada musyawarah desa perencanaan pembangu- nan desa diharapkan seluruh informasi terkait dengan pembahasan dan pengambilan keputusan seperti informasi tentang pagu Dana Desa, Alo- kasi Dana Desa, perkiraan dana bagi hasil pajak dan retribusi daerah, pro- gram/proyek masuk desa, bantuan keuangan daerah dan tipologi ber- dasarkan perkembangan desa dengan menggunakan data Indeks Desa Membangun (IDM), sudah dapat disampaikan oleh pemerintah Kabupa- ten/Kota kepada desa-desa di wilayah masing-masing.
Dari musyawarah desa ini akan didapatkan perencanaan program atau kegiatan prioritas desa baik yang berskala desa maupun berskala Kabu- paten/Kota . Di samping itu, juga memetakan sumber-sumber pendanaan atas program/kegiatan yang dibahas dalam forum tersebut.
Berdasarkan Permendesa No. 21/2015 disebutkan bahwa prioritas peng- gunaan Dana Desa didasarkan pada prinsip-prinsip:
1. keadilan, dengan mengutamakan hak atau kepentingan seluruh warga desa tanpa membeda-bedakan;
2. kebutuhan prioritas, dengan mendahulukan kepentingan Desa yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan dan berhubungan langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat Desa; dan
3. tipologi desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyata- an karakteristik geograis, sosiologis, antropologis, ekonomi, dan
ekologi desa yang khas, serta perubahan atau perkembangan ke- majuan desa.
Penggunaan Dana Desa untuk prioritas bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa menjadi prioritas kegiatan, anggaran dan belanja desa yang disepakati dan diputuskan melalui Musyawa- rah Desa. Hasil keputusan Musyawarah Desa harus menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa dan APB Desa. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manu- sia serta penanggulangan kemiskinan, prioritas penggunaan Dana Desa diarahkan pada pelaksanaan program dan kegiatan Pembangunan Desa, meliputi:
1. pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan infrastruktur atau sarana dan prasarana isik untuk penghidupan, termasuk ketahanan pangan;
2. pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan, sosial dan kebudayaan;
3. pengembangan usaha ekonomi masyarakat, meliputi pembangu- nan dan pemeliharaan sarana prasarana produksi dan distribusi; dan/atau
4. pembangunan dan pengembangan sarana-prasarana energi terba- rukan serta kegiatan pelestarian lingkungan hidup.
Pemerintah Desa bersama-sama dengan BPD dapat mengembangkan prio ritas sesuai Daftar Kewenangan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lo- kal Berskala Desa yang ditetapkan dalam Peraturan Desa. Dalam konteks ini, peran pemerintah daerah kabupaten/kota adalah melakukan pendam- pingan terhadap penyusunan prioritas berdasarkan Daftar Kewenangan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang telah ditetap- kan dalam Peraturan Bupati/Walikota. Prioritas penggunaan Dana Desa untuk program dan kegiatan bidang pemberdayaan masyarakat desa, dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang bertujuan meningkatkan kapasitas warga atau masyarakat desa dalam pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi individu warga atau kelompok masyarakat dan desa, antara lain:
1. peningkatan investasi ekonomi desa melalui pengadaan, pengem- bangan atau bantuan alat-alat produksi, permodalan, dan pening- katan kapasitas melalui pelatihan dan pemagangan;
2. dukungan kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa atau BUM Desa Bersama, maupun oleh kelompok dan atau lembaga ekonomi masyarakat desa lainnya;
3. bantuan peningkatan kapasitas untuk program dan kegiatan ketahanan pangan Desa;
4. pengorganisasian masyarakat, fasilitasi dan pelatihan paralegal dan bantuan hukum masyarakat Desa, termasuk pembentukan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan pengem- bangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Centre )
5. dukungan terhadap kegiatan pengelolaan Hutan/Pantai Desa dan Hutan/Pantai Kemasyarakatan;
6. peningkatan kapasitas kelompok masyarakat untuk energi terba- rukan dan pelestarian lingkungan hidup; dan/atau
7. bidang kegiatan pemberdayaan ekonomi lainnya yang sesuai dengan analisa kebutuhan desa dan telah ditetapkan dalam Mu- sya warah Desa.
Bila dicermati, Peraturan Menteri ini disusun untuk mengefektifkan dan mengharmonisasikan langkah pencapaian visi misi program pembangu- Bila dicermati, Peraturan Menteri ini disusun untuk mengefektifkan dan mengharmonisasikan langkah pencapaian visi misi program pembangu-
Begitu pula halnya dengan ketentuan terkait lainnya yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 49 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pe- ng alokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa. Seperti halnya Permendesa No. 21/2015, Peraturan Menteri yang terakhirnya ini juga dimaksudkan sebagai pedoman umum penggunaan Dana Desa. Tujuannya tidak lain untuk mengefektifkan penggunaan Dana Desa dan sejalan dengan langkah dan pencapaian visi misi program pembangunan secara nasional.
Dari sisi kelembagaan (organizational level), UU No. 6/2014 menyebutkan s ejumlah peran dari pemerintahan supradesa dalam pengelolaan keuang- an desa, yang di dalamnya mencakup pengelolaan Dana Desa. Pasal 112- 115 secara jelas menyebutkan bahwa pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah Kabupaten/Kota wajib membina dan mengawasi penye- lenggaraan pemerintahan desa. Dalam hal ini, Undang-Undang menga- tur peran pemerintahan supradesa untuk berperan sesuai jenjangnya ma- sing-masing dalam melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan desa tersebut sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerin- tahan desa. Beberapa fungsi atau peran pembinaan dan pengawasan dari pemerintah supradesa yang relevan dengan pengelolaan keuangan desa (termasuk Dana Desa), diberikan pada tabel di halaman berikut.
Mengacu pada rincian peran pemerintah supradesa di atas, fungsi peng- awasan dan pembinaan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa melekat pada masing-masing level pemerintahan, baik pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, dengan substansi dan derajat yang berbeda satu sama lain. Dibanding dengan aturan terdahulu, yaitu UU No. 32/2004 (PP No. 72/2005), hampir tidak terdapat perbedaan terkait peran peme- rintah supradesa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, khususnya dalam melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap pengelo- laan keuangan desa. Baik dalam PP No. 72/2005 maupun UU No. 6/2014, peran fungsi pembinaan penyeleng garaan pemerintahan desa melekat
Tabel 4.1 Peran Pemerintah Supradesa dalam Pengelolaan Keuangan Desa menurut UU No. 6/2014 tentang Desa
Pemerintah Kabupaten/ (melalui K/L terkait)
Pemerintah Pusat
Pemerintah Provinsi
Kota
a. memberikan pedo-
a. melakukan fasilitasi man tentang dukun-
a. melakukan pembi-
penyelenggaraan gan pendanaan dari
naan peningkatan
Pemerintahan Desa; Pemerintah, Pemer-
kapasitas Kepala
b. mengawasi pengelo- intah Daerah Provin-
Desa dan perangkat
laan Keuangan Desa si, dan Pemerintah
Desa, Badan Per-
dan pendayagunaan Daerah Kabupaten/
musyawaratan Desa,
Aset Desa; Kota kepada Desa;
dan lembaga kemas-
c. melakukan pembi- b. memberikan
yarakatan;
naan dan pengawa- bimbing an, supervisi,
b. melakukan pembi-
san penyelenggaraan dan konsultasi penye-
naan manajemen
Pemerintahan Desa; lenggaraan Pemer-
Pemerintahan Desa;
d. menyelenggarakan intahan Desa, Badan
c. melakukan bimbin-
pendidikan dan pela- Permusya waratan
gan teknis bidang
tihan bagi Pemerintah Desa, dan lembaga
tertentu yang tidak
Desa, Badan Per- kemasyarakatan;
mungkin dilakukan
musyawaratan Desa, c. melakukan pendidi-
oleh Pemerintah
lembaga kemasyar- kan dan pelatihan
Daerah Kabupaten/
akatan, dan lembaga tertentu kepada
Kota;
adat; aparatur Pemerinta-
d. melakukan pembi-
naan dan pengawa-
han Desa dan Badan
san atas penetapan
Permusyawaratan
Rancangan Angga-
Desa;
ran Pendapatan dan
d. melakukan penelitian
Belanja Daerah Ka-
tentang penyeleng-
bupaten/Kota dalam
garaan Pemerintahan
pembiayaan Desa;
Desa di Desa tertentu;
Sumber: Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016
baik pada pemerintah maupun pemerintah kabupaten/kota. Sementara itu peran pengawasan hanya melekat pada pemerintah kabupaten/kota saja. Namun menurut UU No. 6/2014, pemerintah provinsi berperan da- lam pembinaan dan pengawasan atas penetapan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota khususnya terkait pem- biayaan desa .
Gambaran yang agak rinci tentang peran pemerintah supradesa dalam pengelolaan Dana Desa terdapat dalam PP No. 60/2014. Menurut PP ini, bupati/walikota berwenang menentukan bobot/variabel tingkat kesuli- tan geograis desa. Bupati/walikota juga berwenang menyusun dan me- Gambaran yang agak rinci tentang peran pemerintah supradesa dalam pengelolaan Dana Desa terdapat dalam PP No. 60/2014. Menurut PP ini, bupati/walikota berwenang menentukan bobot/variabel tingkat kesuli- tan geograis desa. Bupati/walikota juga berwenang menyusun dan me-
Berdasarkan ketentuan dalam PP No. 60/2014 jo PP No. 22/2014, pe- ran pemerintah supradesa, terutama pemerintah pusat, melalui Menteri Keuangan dan Menteri Desa dan PDTT (Kemendesa PDTT), dan bupati/ walikota, relatif lebih besar. PP ini memberi mereka kewenangan yang se- demikian besar dalam pengelolaan keuangan desa, terutama untuk sum- ber/pos pendapatan desa yang berasal dari Dana Desa.
Begitu pula dalam hal penggunaan Dana Desa, peran dari pemerintah supradesa juga masih sangat kuat. Bupati/walikota, misalnya, mempu- nyai kewenangan dalam membuat pedoman teknis kegiatan yang didanai Dana Desa dengan mengacu pada pedoman umum. Sedangkan dalam tahap pelaporan penggunaan Dana Desa, pemerintah desa wajib mela- porkan realisasi penggunaan Dana Desa setiap semester kepada bupati. Dalam hal ini, camat berperan mengkoordinasikan laporan desa kepada bupati. Apabila terdapat desa yang terlambat atau tidak menyampaikan laporan, bupati/walikota mempunyai kewenangan untuk menunda pe- nya luran Dana Desa pada desa yang bersangkutan sampai dengan disam- paikannya realisasi penggunaan Dana Desa.
Bupati kemudian melaporkan realisasi penyaluran dan konsolidasi peng- gunaan Dana Desa di seluruh desa yang berada dalam wilayahnya kepada Menteri Keuangan, Menteri Desa, dan Kementerian teknis serta pimpinan kementerian/lembaga lain yang terkait, dan gubernur pada tahun angga- ran berikutnya. Jika bupati terlambat atau tidak melaporkan penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa, Menteri dapat menunda penya- luran Dana Desa.
PP No. 60/2014 juga mengatur kewenangan pemerintah pusat (K/L ter- kait) untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengaloka- sian, penyaluran, dan penggunaan Dana Desa. Pemantauan dilakukan terhadap penerbitan peraturan bupati/walikota tentang tata cara pene- tapan dan pembagian Dana Desa, penyaluran Dana Desa dari RKUD ke rekening kas desa, penyampaian laporan realisasi, dan SiLPA Dana Desa. Sedangkan evaluasi dilakukan atas penghitungan pembagian Dana Desa untuk setiap desa oleh kabupaten/kota, dan realisasi penggunaan Dana Desa.
Bupati/walikota mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi ad- ministratif kepada desa apabila terdapat SiLPA lebih dari 30%. Sanksi- nya berupa penundaan penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran berjalan sebesar SiLPA Dana Desa. Apabila pada tahun berjalan masih Bupati/walikota mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi ad- ministratif kepada desa apabila terdapat SiLPA lebih dari 30%. Sanksi- nya berupa penundaan penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran berjalan sebesar SiLPA Dana Desa. Apabila pada tahun berjalan masih
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa tidak secara spesiik mengatur pengelolaan
Dana Desa. Namun Permen ini memuat ketentuan tentang peran peme- rintah supradesa dalam penyusunan APBDes, yang meliputi beberapa tahapan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelapo- ran, dan pertanggungjawaban. Dalam tahap perencanaan, Permendesa No. 113/2014 menegaskan kembali peran bupati/walikota dalam men- gevaluasi Rancangan APBDes yang dilakukan melalui camat. Menurut Permendesa ini, apabila hasil evaluasi Bupati/Walikota tersebut tidak ditindaklanjuti oleh Kades dan Kades tetap menetapkan Ranperdes terse- but menjadi Perdes, Bupati/Walikota berwenang untuk membatalkan Perdes dengan Keputusan Bupati/Walikota. Jika Perdes tersebut dibatal- kan, maka berlaku pagu APBDesa tahun sebelumnya dan Kades hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap operasional penyelenggaraan pemerintah desa. Kades memberhentikan Perdes paling lama 7 hari kerja setelah pembatalan dan selanjutnya Kades bersama BPD mencabut Per- des dimaksud.
Pada tahap pelaksanaan, Bupati/Walikota berwenang untuk menerbit- kan peraturan mengenai jumlah uang dalam kas desa. Sedangkan dalam tahap pelaporan, Bupati/walikota menerima laporan realisasi APBDes, yang dalam praktiknya dikoordinasikan melalui camat. Terakhir, dalam tahap pertanggungjawaban, Kades menyampaikan laporan pertanggung- jawaban (LPJ) realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota. Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui camat atau se- butan lain.
Peran Pemerintah Supradesa juga diatur dalam Permendesa No. 21/2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa. Menurut pera tu ran ini, pemerintah Kabupaten/Kota bertugas melaksanakan fungsi pem- binaan, monitoring, pengawasan dan evaluasi terhadap penggunaan Dana Desa sejak proses perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pemanfaatannya. Pemerintah Kabupaten/Kota harus menyediakan pendampingan dan fasilitasi, melalui pembentukan satuan kerja khusus pembinaan implementasi Undang-undang Desa yang ditetapkan de ngan Keputusan Bupati/Walikota. Tugas dan fungsi satuan kerja khusus pe- merintah Kabupaten/Kota yang utama adalah melakukan sosialisasi ke- bijakan dan regulasi pusat dan daerah (Kabupaten/Kota), pembinaan ser- ta pengendalian implementasi Undang-Undang Desa secara umum, dan Peran Pemerintah Supradesa juga diatur dalam Permendesa No. 21/2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa. Menurut pera tu ran ini, pemerintah Kabupaten/Kota bertugas melaksanakan fungsi pem- binaan, monitoring, pengawasan dan evaluasi terhadap penggunaan Dana Desa sejak proses perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pemanfaatannya. Pemerintah Kabupaten/Kota harus menyediakan pendampingan dan fasilitasi, melalui pembentukan satuan kerja khusus pembinaan implementasi Undang-undang Desa yang ditetapkan de ngan Keputusan Bupati/Walikota. Tugas dan fungsi satuan kerja khusus pe- merintah Kabupaten/Kota yang utama adalah melakukan sosialisasi ke- bijakan dan regulasi pusat dan daerah (Kabupaten/Kota), pembinaan ser- ta pengendalian implementasi Undang-Undang Desa secara umum, dan
Dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pengawasan, Bupati menye- lenggarakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan penggunaan Dana Desa dan dapat melimpahkan tugas kepada Satuan Kerja Perang- kat Daerah (SKPD) yang berwenang. Pemerintah Desa dan BPD melak- sanakan tugas pemantauan dan evaluasi penggunaan Dana Desa, dibahas dalam Musyawarah Desa, disesuaikan dengan format laporan Desa yang berlaku, secara berkala. Kemudian SKPD yang berwenang melakukan pe- nilaian terhadap hasil pemantauan dan evaluasi. Hasil penilaian tersebut disampaikan kepada Bupati dan Menteri melalui sistem pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Desa mengkonstruksi desa sebagai organisasi campur- an (hybrid) antara masyarakat berpemerintahan (self governing commu- nity ) dengan pemerintahan lokal (local self government). Desa juga tidak identik dengan pemerintah desa dan kepala desa, namun meliputi pe- merintahan lokal dan sekaligus mengan dung masyarakat, yang keseluru- hannya membentuk kesatuan hukum.
Berikut ini akan disampaikan kondisi eksisting hubungan kewenangan pemerintah desa dan pemerintah supra desa dalam pengelolaan Dana Desa sebagaimana tampak pada Bagan 4.1.
1. Perencanaan Dana Desa
UU 6 Tahun 2014 memberi mandat kepada desa dalam menjalankan
4 kewenangannya, yaitu pemerintahan, pembangunan, pembinaan & pemberdayaan masyarakat desa. Mandat tersebut harus diturun kan dalam bentuk RPJM Desa yang mengacu pada dokumen perencanaan Kabupaten/Kota. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) merupa- kan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 tahun. Dalam PP No. 43 Tahun 2014 diatur bahwa RKP Desa memuat rencana penye- lenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pemba ngunan, pem- binaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa. RKP Desa disusun pemerintah desa sesuai dengan informasi dari pemerin- tah daerah Kabupaten/Kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah Kabupaten/Kota. RKP Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalsan. RKP Desa ditetap- kan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September ta-
Koordinasi dengan Bappenas, Dagri K/L Teknis
Perencanaan
Penganggaran Pelaksanaan
Pelaporan &
UU No. 6/2014 dan
Pertanggung-
UU No. 23/2014
jawaban
Distribusi uang Negara
Pemantauan
untuk menjalankan
mandat Desa
Prioritas Penggunaan DD &
Pemerintah melakukan pemantauan atas; pengalokasian, penyaluran, dan
Mandat
pedoman umum
penggunaan Dana Desa.
1 penerbitan peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian Desa:
Kewenangan
pelaksanaan penggunaan DD
PP 60 jo 22 psl 21
dan penetapan besaran Dana Desa;
8 2 penyaluran Dana Desa dari RKUD ke rekening kas Desa; al 2 1. Pemerintahan 2. Pembangunan
Dana Desa
3 penyampaian laporan realisasi; dan
p as
, 3. Pembinaan
4 SiLPA Dana Desa.
U U dan
6 kemasyarakatan,
Bupati/Walikota dapat
Evaluasi
1. penghitungan pembagian besaran Dana Desa setiap Desa oleh 4. Pemberdayaan.
membuat pedoman teknis
kegiatan sesuai dengan
kabupaten/kota; dan
pedoman umum
2. Laporan realisasi Dana Desa (PP 60, psl 26)
PP 22 psl 22
PP 43, pasal 117-118 Perencanaan
RPJM Desa/
Bupati Cq Camat
(Camat) dan Pemkab/kota
Bupati Cq (Camat)
menerima lap realisasi Kab/kota
pembangunan
RKP Desa sesuai
RAPB Desa
Evaluasi dokumen
melakukan pembinaan dan
Kewenangan Desa
RAPBDesa
pengawasan pengelolaan
dan pertanggungjwaban
Permendagri 113,
keuangan
Pem Desa
UU 6, pasal 79 (1)
psl 21 & 23
PP 43 psl 154;
Koordinasi/delegasi
Permendagri 113, psl 44
Program
Input terhadap
Pemdes dapat
Pemerintah/daerah
perencanaa pemb.
mengusulkan
yang berskala Desa
kab/kota
kebutuhan pemb.
UU 6, pasal 79 (6)
UU 6, pasal 79 (7)
PP 43, pasal 119
Bagan 4.1
Skema Analisis Kebijakan Hubungan Pemerintah Desa dan Supradesa dalam Pengelolaan Dana Desa
Sumber: PKDOD dan Pattiro, 2016
nakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangu- nan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan, namun yang diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini bertentangan dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang justru menjelaskan bahwa Dana Desa dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk mendanai penyeleng- garaan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat Desa berdasar- kan kewenangan dan kebutuhan Desa sesuai dengan ketentuan Un- dang-Undang mengenai Desa.
Berdasarkan PP tersebut, kemudian dibuat aturan pelaksanaanya yai- tu Peraturan Menteri Desa dan PDTT Nomor 21 Tahun 2015 (c) ten- tang Penetapan Prioritas Pembangunan Dana Desa Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa prioritas penggunaan Dana Desa didasarkan pada prinsip-prinsip:
a. keadilan, dengan mengutamakan hak atau kepentingan seluruh warga desa tanpa membeda-bedakan;
b. kebutuhan prioritas, dengan mendahulukan yang kepentingan Desa yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan dan berhubungan langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat Desa; dan
c. tipologi desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyata- an karakteristik geograis, sosiologis, antropologis, ekonomi, dan
ekologi desa yang khas, serta perubahan atau perkembangan ke- majuan desa.
Lebih lanjut, Permendesa No. 21/2015 menyebutkan bahwa peng- gunaan dana desa diprioritaskan di bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa menjadi prioritas kegiatan, anggaran dan belanja desa yang disepakati dan diputuskan melalui Musyawa- rah Desa. Hasil keputusan Musyawarah Desa harus menjadi acuan bagi penyusunan RKP Desa dan APB Desa.
Pemerintah Desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pemba- ngunan Kabupaten/Kota. Perencanaan Pembangunan Desa disusun secara berjangka meliputi:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Ren- b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Ren-
1 (satu) tahun. RPJM Desa dan RKP Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa (Perdes).
Perdes tentang RPJM Desa dan RKP Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa. RPJM Desa dan RKP Desa merupakan pedoman dalam penyusunan APB Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Program Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang berskala lokal Desa dikoordinasikan dan/atau didelegasikan pelaksa- naannya kepada Desa. Perencanaan Pembangunan Desa merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan pembangunan Kabu- paten/Kota .
Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan desa kepada pemerintah daerah Kabupaten/Kota . Dalam hal tertentu, Pe- merintah Desa juga dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan desa kepada Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi. Usulan kebutuhan pembangunan desa harus mendapatkan persetujuan bu- pati/walikota. Dalam hal bupati/walikota memberikan persetujuan, usulan disampaikan oleh bupati/walikota kepada Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah provinsi. Usulan Pemerintah Desa dihasilkan dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrembang- des). Jika Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah Kabupaten/Kota menyetujui, maka usulan tersebut dimuat dalam RKP Desa tahun berikutnya.
Terkait dengan peraturan teknis pelaksanaan UU Desa, tampak bah- wa terdapat arah pengaturan yang berbeda. Penyebabnya tidak lain karena adanya dua kementerian penyusun PP yang memiliki sudut pandang berbeda pula. Hal ini terlihat dari dua PP sebagai aturan pelaksana UU Desa. PP No. 60 Tahun 2014 jo PP No 22 Tahun 2015 disusun oleh Kementerian Keuangan. PP ini lebih mengarah pada im- plementasi asas sentralisasi hak-hak desa dalam pengelolaan keuang- an. Logika yang coba dibangun dalam peraturan ini bertumpu pada kenyataan bahwa Dana Desa merupakan anggaran transfer dari Pe- merintah Pusat, sehingga dibuatlah aturan terkait prioritas penggu- naan Dana Desa. Sedangkan PP No. 43 lebih mengarah pada desen- tralisasi fungsi-fungsi pemerintahan dan penguatan peran perangkat kecamatan.
Sementara itu dalam dokumen RAPB Desa, agak sulit untuk menelaah penggunaan Dana Desa. Hal ini karena dalam RAPB Desa, Dana Desa sudah tercampur dengan sumber-sumber pendapatan desa lainnya (ADD, dana bagi hasil dan retribusi desa, dana hibah, dana bantuan, Sementara itu dalam dokumen RAPB Desa, agak sulit untuk menelaah penggunaan Dana Desa. Hal ini karena dalam RAPB Desa, Dana Desa sudah tercampur dengan sumber-sumber pendapatan desa lainnya (ADD, dana bagi hasil dan retribusi desa, dana hibah, dana bantuan,
bahwa kegiatan tertentu bersumber dari Dana Desa. Dari sisi perencanaan, terlihat bahwa peran pemerintah supradesa sa-
ngat besar. Saking besarnya hingga mengarah pada intervensi dan kon- trol dari atas dalam pengelolaan Dana Desa. Hal ini tampak dari adan- ya pengaturan tentang prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana diatur dalam PP No. 60 Tahun 2014. Selain itu, pemerintah supradesa juga, melalui Permendesa No. 21/2015, telah mengunci keleluasaan pemerintah desa dalam penggunaan Dana Desa dengan menetapkan prioritas penggunaan Dana Desa. Padahal menurut mandat UU Pem-
da disebutkan bahwa rekognisi dan subsidiaritas merupakan satu ke- satuan. Ada rekognisi dan subsidiaritas desa dalam pengelolaan Dana Desa. Namun, dari dua peraturan turunan tersebut terlihat intervensi pemerintah supra desa dalam pengelolaan Dana Desa.
RPJM Desa sendiri disusun dengan mempertimbangkan perencanaan pembangunan kab/kota. Dana Desa menjadi salah satu bagian dalam keuangan desa. Dalam konteks pengelolaan Dana Desa, pemerin- tah supra desa melakukan pendampingan pengelolaan dana terse- but. Pada titik inilah kiranya penting untuk mendorong peran aktif perang kat kecamatan. Perangkat kecamatan menjalankan peran fasili- tasi membangun sinergi antara RPJM Desa dengan RPJMD Kabupa- ten/Kota , dan RKPDes bersinergi dengan RKP Pemda.
Campur tangan pemerintah supra desa dalam, hal ini Pemerintah Pu- sat sebagaimana diatur dalam PP No. 60 Tahun 2014 terhadap peng- gunaan Dana Desa, cukup tinggi. Mandat UU No. 6 Tahun 2014 justru terdistorsi dengan keberadaan PP ini karena membatasi penggunaan Dana Desa dengan mengatur prioritas penggunaannya. Padahal, jika mandatnya sudah ada, seharusnya pemerintah supradesa memberi- kan kepercayaan kepada desa.
a. Penganggaran Dana Desa
Rancangan Perdes tentang APB Desa yang telah disepakati ber- sama disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi Rancangan APB Desa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Perdes tentang APB Desa. Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi da- lam batas waktu, maka peraturan desa tersebut berlaku dengan sendirinya. Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil eva- lu asi Rancangan Perdes tentang APB Desa tidak sesuai dengan Rancangan Perdes tentang APB Desa yang telah disepakati ber- sama disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi Rancangan APB Desa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Perdes tentang APB Desa. Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi da- lam batas waktu, maka peraturan desa tersebut berlaku dengan sendirinya. Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil eva- lu asi Rancangan Perdes tentang APB Desa tidak sesuai dengan
Bupati/walikota dapat mendelegasikan evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada camat atau sebutan lain. Camat menetapkan hasil evaluasi Rancangan APBDesa pa- ling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa. Dalam hal Camat tidak mem- berikan hasil evaluasi dalam batas waktu Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya. Dalam hal Camat menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa tidak sesu- ai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undang- an yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepa- la Desa dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peratur- an Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa, Camat me- nyampaikan usulan pembatalan Peraturan Desa kepada Bupati/ Walikota. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian evalu- asi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada Camat diatur dalam Peraturan Bupati/Walikota.
Pada proses penganggaran, ketika RAPBDes selesai dibuat ber- dasarkan RPJMDes yang harus didampingi oleh kecamatan. Camat akan me-review dokumen RKPDes/RAPBDes. Sejauh mana RAPBDes ini mencerminkan RPJMDes yang sudah disesuaikan dengan perencanaan Kabupaten/Kota. Pasti ada target-target ter- tentu, mi salnya terkait pemberdayaan.
b. Pelaksanaan Dana Desa
Berdasarkan PP No. 43 Tahun 2014 dijelaskan bahwa camat atau sebutan lain melakukan tugas pembinaan dan pengawasan Desa.
Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui:
1. fasilitas penyusunan peraturan desa dan peraturan kepala desa;
2. fasilitasi administrasi tata Pemerintahan Desa;
3. fasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa;
4. fasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang-undang- an;
5. fasilitasi pelaksanaan tugas kepala desa dan perangkat desa;
6. fasilitasi pelaksanaan pemilihan kepala desa;
7. fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa;
8. rekomendasi pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa;
9. fasilitasi sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah dengan pembangunan desa;
10. fasilitasi penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan;
11. fasilitasi penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
12. fasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban lembaga ke- masyarakatan;
13. fasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
14. fasilitasi kerja sama antar-desa dan kerja sama desa dengan pihak ketiga;
15. fasilitasi penataan, pemanfaatan, dan pendayagunaan ruang desa serta penetapan dan penegasan batas Desa;
16. fasilitasi penyusunan program dan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa;
17. koordinasi pendampingan desa di wilayahnya; dan
18. koordinasi pelaksanaan pembangunan kawasan perdesaan di wilayahnya.
Sedangkan dalam Permendagri No. 113 Tahun 2014 tidak men- jelaskan tentang kewenangan kecamatan, namun hanya menga- tur kewenangan provinsi dan Kabupaten/Kota kota dalam pe- nge lolaan Dana Desa. Pemerintah Provinsi wajib membina dan mengawasi pemberian dan penyaluran Dana Desa, Alokasi Dana Desa, dan Bagi hasil Pajak dan Retribusi Daerah dari Kabupaten/ Kota kepada Desa. Pemerintah Kabupaten/Kota wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.
Ada pertentangan konten kebijakan antara PP No. 60 Tahun 2014 dengan Permendagri No. 113 Tahun 2014. PP No. 60/2014 meng- atur bahwa camat melakukan pembinaan dan pengawasan, se- dangkan Permendagri 113 Tahun 2014, justru Kabupaten/Kota yang melakukan pembinaan tersebut.
c. Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Dalam PP No. 43 Tahun 2014, diatur bahwa selain penyampaian laporan realisasi pelaksanaan APB Desa, kepala desa juga me- nyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa kepada bupati/walikota setiap akhir tahun anggaran. Laporan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada bupati/ walikota melalui camat atau sebutan lain setiap akhir tahun an- ggaran. Sedangkan, dalam Permendagri No. 113 Tahun 2014 dijelaskan bahwa Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota berupa:
1) laporan semester pertama; dan
2) laporan semester akhir tahun. Laporan semester pertama berupa laporan realisasi APBDesa.
Laporan realisasi pelaksanaan APBDesa disampaikan paling lam- bat pada akhir bulan Juli tahun berjalan. Sedangkan laporan se- mester akhir tahun disampaikan paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.
Dalam proses penyusunan pelaporan dan pertanggungjawaban juga terdapat pertentangan konten kebijakan antara PP No. 43 Ta- hun 2014 dengan Permendagri 113 Tahun 2014. Berdasarkan ha- sil analisis terlihat bahwa PP No. 43 Tahun 2014 mengatur peran kecamatan yang cukup dominan, mulai dari perencanaan hingga pelaporan sehingga dianggap kecamatan cukup berdaya. Keca- matan dipandang memiliki pengalaman dalam pengelolaan dana dan paling dekat dengan desa sehingga seluruh peran fasilitasi dilakukan oleh kecamatan.
Sedangkan dalam PP No. 60 Tahun 2014, peran pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan Dana Desa justru menjadi peran Pemerintah Pusat. Hal ini karena pengaturan pengelolaan Dana Desa dalam PP tersebut berbasis “rezim keuangan”. Memang ter- dapat pelaporan tersendiri pada proses evaluasi ini, yaitu desa melaporkan penggunaan Dana Desa. Pencairan Dana Desa dilaku- kan secara bertahap. Setiap tahapan pencairan dana, camat akan memantau proses realisasi penggunaan Dana Desa. Pada tahapan ini pula Pemerintah Pusat meminta bantuan pemerintah Kabu- paten/Kota untuk terlibat dalam penyaluran Dana Desa secara tidak langsung langsung. Namun di lapangan, desa seringkali ke- sulitan ketika Kepala Seksi Pemerintah Desa di kecamatan tidak mempunya kapasitas yang memadai. Akibatnya, pendam pingan yang diberikan oleh perangkat kecamatan kepada pemerintah Sedangkan dalam PP No. 60 Tahun 2014, peran pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan Dana Desa justru menjadi peran Pemerintah Pusat. Hal ini karena pengaturan pengelolaan Dana Desa dalam PP tersebut berbasis “rezim keuangan”. Memang ter- dapat pelaporan tersendiri pada proses evaluasi ini, yaitu desa melaporkan penggunaan Dana Desa. Pencairan Dana Desa dilaku- kan secara bertahap. Setiap tahapan pencairan dana, camat akan memantau proses realisasi penggunaan Dana Desa. Pada tahapan ini pula Pemerintah Pusat meminta bantuan pemerintah Kabu- paten/Kota untuk terlibat dalam penyaluran Dana Desa secara tidak langsung langsung. Namun di lapangan, desa seringkali ke- sulitan ketika Kepala Seksi Pemerintah Desa di kecamatan tidak mempunya kapasitas yang memadai. Akibatnya, pendam pingan yang diberikan oleh perangkat kecamatan kepada pemerintah
UU desa menegaskan bahwa Dana Desa menjadi salah satu sum- ber pendapatan desa sekaligus menjadi hak dan kewajiban desa dalam mengelolanya. Artinya, pengelolaan Dana Desa menjadi bagian dari “rezim desa”. UU Desa tidak memerintahkan pem- bentukan PP yang secara khusus mengatur Dana Desa. Kehadiran PP No. 60/2014 jo PP No. 22/2015 secara khusus mengatur Dana Desa. Implikasinya, terjadi perubahan paradigma dalam pengelo- laan Dana Desa, yaitu dari “rezim desa”menjadi “rezim keuang- an”. Dana Desa menjadi seolah-olah bagian dari proyek pemerin- tah pusat yang didatangkan ke desa, bukan menjadi bagian dari hak dan kewajiban desa untuk mendorong pembangunan desa. Di sinilah kemudian semangat rekognisi dan subsidiaritas dalam pengelolaan Dana Desa terdistorsi. Sejak dari tahapan perenca- naan, PP No. 60/2014 tidak sejalan dengan UU Desa. Dana Desa disalurkan melalui APBD Kabupaten/Kota. Konsep “melalui” ini sebenarnya berarti hanya transit saja. Namun ternyata menyebab- kan penyaluran Dana Desa terjebak dan dianggap menjadi bagian dari sistem desentralisasi
d. Pemantauan dan Evaluasi
Sebagaimana diatur dalam PP No. 60 Tahun 2014, dijelaskan bah- wa pemerintah melakukan pemantauan dan evaluasi atas penga- lokasian, penyaluran, dan penggunaan Dana Desa. Pemantauan dilakukan terhadap:
1) penerbitan peraturan Bupati/Walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan besaran Dana Desa;
2) penyaluran Dana Desa dari RKUD ke rekening kas Desa;
3) penyampaian laporan realisasi; dan
4) SiLPA Dana Desa. Sedangkan evaluasi dilakukan terhadap:
1) penghitungan pembagian besaran Dana Desa setiap Desa oleh kabupaten/kota; dan
2) laporan realisasi penggunaan Dana Desa.