Verbatim MAN SENGKOL
3.4.1 Verbatim Kantor Kepala Desa 1
P : Team N : Narasumber N2 : Mas Ardiyan
P : Kami lakukan wawancara ini dalam sebuah ajang kompetisi, yaitu PKM Penelitian. Alhamdulillah, kami memilih Lombok sebagai tujuan
penelitian P
: Kebudayaan Lombok tersebut khususnya adalah tradisi Bau Nyale, Pak. N
: Mohon maaf, karena Pak Kepala Desa dan Sekretaris sedang berhalangan,
maka tidak sedang berada di kantor ini. Tapi saya setidaknya bisa memberikan informasi mengenai apa itu Bau Nyale.
P : Mungkin langsung saja, Pak. Kita diskusi ringan aja nih mengenai tradisi Bau Nyale ini. Menurut Bapak, bagaimana sejarah singkat mengenai tradisi ini ? N
: Mengingat kata dari Bau Nyale itu sendiri, merupakan suatu mitos dimana Putri Mandalika, pada suatu kerajaan pada tempo dulu. Diambil dari suatu
kerajaan, yang dipimpin oleh Raja Beberu, yang konon katanya lokasi pusat kerajaan di Pantai Seger. Itulah asal muasal nyale. Kata nyale itu diambil dari putri Mandalika, sedangkan makna nyale berasal dari bahasa Sasak. Untuk perayaan tradisi dirayakan pada tanggal 20 bulan 10. Tapi penanggalan disini adalah penanggalan Sasak, yang berarti pengambilan bulan 1,2,3 dan seterusnya bukan diambil dari kalender Masehi atau Arab, melainkan pada kalender Sasak. Tradisi ini terjadi pada tanggal 20 bulan
10 pada malam purnama. Tapi, sebelum diadakan perayaan Bau Nyale, konon masayarakat khuhsunya kecamatan pujut. Diadakan tradisi peresean pada
5 tanggal 19, dan 20 penanggalan sasak sebelum Bau Nyale itu terjadi. Sebelum Bau Nyale ini menasional, ada istilah yang namanya Betandak. Dan kebetulan saya juga pernah mengikuti kegiatan itu pada sekitar ahun 80-an. Dalam istilah bahasa Indonesia, Betandak ini disebut dengan
gayung bersambut. Tradisi ini dilakukan sebelum tradisi Bau Nyale, dan lokasinya juga di Pantai Seger. Tradisi ini dilakukan dengan antara pemuda dan pemudi yang saling jatuh cinta, dan kegiatannya adalah seperti berbalas pantun, dan pemuda memberikan suatu hadiah sebagai tanda cinta kepada
si pemudi. Yang dibawa oleh si pemuda itu adalah sirih, kelapa muda,dan tebu. Dan tradisi ini wajib dilakukan sebelum terjadinya Bau Nyale, pada waktu itu. Kemudian, pada tanggal 19 kalender Sasak, ada suatu tradisi
lain yang dinamakan Pembojak. Kemudian setelah tradisi Bau Nyale ini selesai dilaksanakan, ada tradisi lainnya lagi yang dinamakan dengan Belancaran. Lokasinya ada di pantai Seneh.
P : Apa itu Belancaran, Pak? N
: Belancaran ini mirip sekali seperti tradisi Betandak, yang harus dibawa antara lain tebu, kelapa muda, dan sirih. Itu sebagai simbol cinta. Kemudian pemuda dan pemudi tersebut meminjam sampan tradisional, dan berjalan jalan di sekitar pantai sampai ke tengah. Namun, tradisi yang sangat
langaka adalah Betandak. Mereka yang melakukan tradisi ini sudah berumur 60 tahun.
N2 : Jadi yang telah dijelaskan daritadi adalah tradisi pengiring untuk tradisi Bau Nyale, seperti suatu rangkaian acara. Ini adlaah suatu proses- proses dalam memperingati Bau Nyale. Seperti kita Lebaran, kan sebelum lebaran kita membeli baju lebaran terlebih dahulu, dan sebagainya. Jadi seperti itu maksudnya.
P : Jadi sebenarnya Bau Nyale ini merupakan acara utama, yang kemudian diiringi dengan tradisi tradisi lainnya. Seperti itu ya,Pak ? N
: iya, benar. Seperti yang saya katakan tadi sebelum ada tradisi Bau Nyale, ada yang namanya tradisi Peresean. Dan juga ada yang namanya tradisi Bejambek/Betandak.
P : Jadi pada bulan Februari lalu diadakan tradisi Bejambek ini? N
: Ya, benar. Sudah diadakan. P
: Jadi tradisi Bejambek ini dilakukan oleh anak muda? N
: iya, benar. Tradisi ini dilakukan oleh pemuda dan pemudi. Namun tetap dalam pengawasan dan pengawalan orang tua. P
: jadi, intinya adalah, Putri Mandalika menceburkan dirinya ke dalam laut dan kemudian berubah menjadi cacing. Ini menandakan bahwa terdapat nilai – nilai pengorbana dan persatuan dari Putri Mandalika itu untuk mencapai kedamaian. Jadi sebenarnya sudah bisa dikatakan ada nilai nilai yang terkandung. Dan dari sini kita paham korelasi pada nilai –nilai dalam Pancasila dan nilai nilai pada tradisi Bau Nyale. Khusunya pada sila
ketiga, persatuan Indonesia. Jadi dari pengorbanan Putri Mandalika ini terdapat banyak nilai – nilai positif yang bisa kita terapkan ke seluruh Indonesia.
Dan juga pada sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana menurut Bapak ?
N : iya benar sekali. Terdapat nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila. Khususnya untuk sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab, mengingat pengorbanan PutriMandalika bertujuan untuk agar kedua orangtuanya juga menjadi korban dalam peperangan yang berkepanjangan. Jika dia tidak menceburkan ke dalam laut, maka pangeran pangeran tersebut lah yang menceburkan diri ke dalam keluaraganya Putri Mandalika, dan ini
tentu sangat tidak baik . sehingga nilai utama yang terkandung dalam kisah ini adalah pada sila kelima dalam Pancasila. P
: Pandangan masyarakat itu sendiri terhadap sila kelima Pancasila itu sendiri bagaimana, Pak? N
: mengenai pemahaman mengenai sila kelima dalam Pancasila, pada generasi muda zaman sekarang sudah mulai luntur. Kita terbuka saja ya, karena sudahmelenceng dari GBHN (Garis Besar Haluan Negara). Kaitan Bau Nyaleterhadap sila kelima dalam Pancasila sangat jelas kelihatan. Namun, dalampelaksanaannnya oleh anak anak, secara khususnya SMA, sangat sangat masihbekum mendalami pendalamannya terhadap Pancasila
dengan Bau Nyale itusendiri. Namun, untuk generasi 45 tahun keatas masih sangat kental.
3.4.2. Verbatim Kantor Kepala Desa Kuta 2
N1 : Raja ini mempunyai seorang putri, namanya Putri Mandalika. Ya... Putri adalah manusia, seperti yang kita tahu manusia memiliki kebutuhan yaitu ingin memiliki pasangan. Ya.. sebagai seorang Putri, ia menginginkan seorang laki-laki. Yaa.. raja-raja di sini saya kurang tahu siapa yang memiliki anak laki-laki, seorang putra. Tapi, yang kita tahu di sini hanya ayah atau raja putri ini saja, raja Beberu.
N2 : Secara garis besar, putri Nyale itu diperebutkan oleh beberapa orang pangeran. Karena tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah, maka ia rela menyeburkan diri ke laut
N1 : Supaya tidak mengecewakan beberapa pangeran itu, akhirnya untuk dapat memiliki secara keseluruhan putri rela menyeburkan dirinya ke laut. Menurut cerita, “besok tanggal 20 bulan 10 cari saya”, kata putri Nyale. Karena itulah sampai sekarang setiap tanggal 20 bulan 10, tapi bulan Sasak.
N3 : Bulan 10 bulan Sasak itu bertepatan dengan bulan Februari N1
: Selalu Februari, paling hanya bergeser ke awal Maret. Nanti, setiap bulan
10 bulan Sasak, kita ketemu putri Nyale berbentuk cacing S
: Berarti tradisi Bau Nyale ini diperingati tiap tahun ya, Pak. Kami sendiri sudah berdiskusi dengan beberapa narasumber bahwa Bau Nyale ini tradisi yang ditunggu-tunggu oleh warga dan katanya terdapat nilai persatuan, dilihat dari bagamaimana putri Mandalika mengorbankan dirinya agar tidak terjadi peperangan di antara pangeran-pangeran. Namun, dia malah memilih menyeburkan dirinya ke laut dan menjadi nyale
N2 : Nama pangerannya Arya Johor dan Arya Bumbang. Konon ceritanya, putri Mandalika ini bukan asli Lombok, memang dari sana ada informasinya bahwa ia merupakan keturunan dari Nyi Roro Kidul menurut kisah kerajaan Sekar Kuning.
S : Lalu, dari masyarakat sendiri, apa sih yang bisa dirasakan manfaatnya setelah memperingati tradisi Bau Nyale, apakah mensejahterakan masyarakat dari cacing itu sendiri, atau bagaimana?
N2 : Yaa..masyarakat itu sendiri Cuma mendapatkan cacing itu lalu dimakan dan untuk memenuhi janji-janji yang dulu itu. Kalau masalah lain tidak ada.
A : Itu Pak.. putri Mandalika itu, dia mengorbankan dirinya. Kalau kata kepala desa tadi ibarat lilin gitu pak. Nah, kalau kita kaitkan dengan falsafah Pancasila pada sila kelima, penelitian kami itu mengaitkan apa yang didapatkan oleh masyarakat dari tradisi Bau Nyale ini dengan Pancasila, pak. Jadi, sila yang oaling dekat itu kan persatuan Indonesia pada sila ketiga dan keadilan sosial sila kelima. Nah, menurut pandangan bapak sendiri bagaimana?
N2 : Yaa.. bagus. Itu untuk menjalinkan hubungannya dari nenek moyang sampai sekarang.
N3 : Memang ada kaitannya terkait dengan persatuan Indonesia dan keadilan sosial, tapi untuk masyarakat dampak yang dirasakan tentang adanya tradisi Bau Nyale itu saya merasa tidak ada secara khusus. Tapi secara kekeluargaan, ada. Misalnya, keluarga yang jauh misalnya dari Bima, Sumbawa, Bali, Dongku dan lain sebagainya, pada saat acara Bau Nyale itu ketemulah di satu tempat, yaitu di Pantai Seger. Nah, karena dulu putri Mandalika ini akan mengumumkan siapa yang dipilih di antara pangeran tersebut, akhirnya datanglah pangeran dengan seluruh masyarakatnya untuk menyaksikan siapa yang akan dipilih. Setelah dikumpul seluruhnya, barulah diumumkan pada tengah malam bahwa putri Mandalika akan memilih... setelah dilihat tahu-tahu tidak ada. Karena rasa kecintaan seluruh masyarakat terhadap putri Mandalika, akhirnya mereka juga menceburkan diri ke laut untuk mencari putri Mandalika dan tidak ditemukan siapa-siapa, malah yang ditemukan adalah cacing laut. Nah bentuk dari kejadian tadi setelah berbondong-bondong menyaksikan. Nyale itu adalah menyala, asal katanya adalah nyala. Karena keliatan itu memang bersinar dan berwarana, ada yang kuning, hijau, biru, tapi bentuknya seperti cacing laut. Nah, sekarang kaitannya dengan sila ketiga persatuan Indonesia jadi persatuan itu seperti tadi, ada tetangga dari jauh dan perayaan di Mataram itu bisa berkaitan jelas dengan sila tersebut yaitu mempersatukan diri di sana.
P : Menurut bapak, ini kan berkaitan dengan nila-nilai Pancasila, apakah masyarakat Sasak itu telah menerapkan nilai-nilai Pancasila yang ada dalam tradisi Bau Nyale itu?
33
N2 : Untuk masyarakat Sasak sendiri, kemungkinan belum tahu dan belum mengaitkan tradisi ini dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Karena itu istilahnya turun temurun, sebuah peninggalan.
P : Tapi, nilai-nilai di dalam Pancasila itu bagaimana? Sudah paham atau belum?
N2 :Nah begini, jadi masyarakat yang datang ke Pantai Seger yang mencari Putri Mandalika itu tidak sampai sana pemikirannya. Saya juga di sini baru mendengar ada kaitannya dengan nilai-nilai Pancasila, apalagi masyarakat. Jadi, arah pemikiran masyarakat tidak sampai sana.
N3 : Jadi sebenarnya acara Bau Nyale ini baru baru saja ramai didatangi oleh warga, Dek. Jadi dulunya masyarakat Lombok mencari nyale sendiri – sendiri. Dimulai dari tahun sekitar 1991, pemerintah Lombok Tengah mulai menyemarakkan acara Bau Nyale menjadi Festival.
P : maka sudah dibudayakan seperti acara kepariwisataan, maka dinamakan dengan Festival Bau Nyale.
N3 : Iya benar. Dulu terdapat tradisi lain yang diiringi, namanya Betandak. Datang pemuda membawa tebu, pisang, sirih, pinang, sambil Betandak, gitu. Tradisi ini memiliki nama lain Gayung Bersambut.
P : Jadi karena tradisi ini berangkat dari mitos makanya kita tidak mengetahui kapan waktu pastinya ya, Pak ?
N2 : Nah ini waktunya maaf kita tidak tahu mengenai waktu pasti. Ini mengenai tradisi yang turun temurun. Karena penduduk Lombok ini sebenarnya Jawa semua, tidak ada yang sebenarnya asli Lombok. Jadinya penduduk asli Lombok itu ada tapi sangat sedikit, namun entah dimana.