HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi
1. Gambaran Umum Kota Surakarta
a. Kondisi Geografis
Secara Geografis Kota Surakarta terletak diantara 110 45' 15"-110 45'35" Bujur Timur dan 70 36' - 70 56' Lintang Selatan. Kota Surakarta terletak sekitar
65 km timur laut Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang. Kota Surakarta sendiri adalah salah satu kota di Propinsi Jawa Tengah yang letaknya cukup strategis yakni menjadi jalur penghubung kota-kota di Jawa Timur dengan Propinsi Yogyakarta dan kota-kota di Propinsi Jawa Tengah baik yang di jalur pantai utara maupun pantai selatan. Letak Kota Surakarta yang strategis tersebut menjadikannya sebagai jalur perdagangan dan banyak didirikan industri di sekitarnya (se-Eks-Karisidenan Surakarta) termasuk di dalamnya ialah industri susu formula.
Batas administrasi Kota Surakarta adalah sebagai berikut :
a. Sebelah utara : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Karanganyar
b. Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar
c. Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo
d. Sebelah Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar
commit to user
Kota Surakarta terletak di daerah Propinsi Dati II Jawa Tengah bagian Selatan dan merupakan penghubung antara Daerah Propinsi Jawa Tengah bagian Timur dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan keadaan lalu lintas yang cukup ramai. Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta. Dari mobilitas yang tinggi dan padat tersebut Kota Surakarta juga menjadi jalur perdagangan sehingga banyak penduduknya yang aktif bekerja dalam bidang perdagangan.
Luas Kota Surakarta yaitu 4404,06 hektar yang terdiri dari lima kecamatan dan 51 kelurahan meliputi :
a. Kecamatan Laweyan Terdiri dari 11 kelurahan, dengan luas wilayah sebesar 863,8 Ha, meliputi Kelurahan Pajang, Laweyan, Bumi, Panularan, Penumping, Sriwedari, Purwosari, Sondakan, Kerten, Jajar dan Karangasem
b. Kecamatan Serengan Terdiri dari 7 kelurahan, dengan luas wilayah sebesar 319,4 Ha, meliputi Kelurahan Danukusuman, Serengan, Tipes, Kratonan, Jayengan dan Kemlayan.
c. Kecamatan Pasar Kliwon Terdiri dari 9 kelurahan, dengan luas wilayah sebesar 418 Ha, meliputi : Kelurahan Joyontakan, Semanggi, Pasar Kliwon, Gajahan, Baluwarti, Kampung Baru, Kedung Lumbu, Sangkrah dan Kauman
commit to user commit to user
e. Kecamatan Banjarsari Terdiri dari 13 kelurahan, dengan luas wilayah sebesar 1.481,1 Ha, meliputi : Kelurahan Kadipiro, Nusukan, Gilingan, Stabelan, Kestalan, Keprabon, Timuran, Ketelan, Punggawan, Mangkubumen, Manahan, Sumber dan Banyuanyar.
2. Deskripsi Lokasi Kecamatan Pasar Kliwon
a. Kondisi Geografis
Kecamatan Pasar Kliwon adalah sebuah kecamatan yang terletak di tenggara Kota Surakarta. Wilayah Pasar Kliwon saat ini terkenal sebagai tempat perkampungan warga keturunan Arab-Indonesia. Mereka biasa hidup dari penjualan tekstil dan di sini pulalah terdapat Pasar Klewer, pasar batik terbesar di Indonesia. Kampung Kauman, yang disebut sebagai Kampung Wisata Batik, terletak di kecamatan ini, yaitu di sebelah Pasar Klewer . Selain itu,Keraton Surakarta juga terletak di kecamatan ini.
Secara administrasi batas-batas wilayah Kecamatan Pasar Kliwon:
a. Di bagian Utara dibatasi oleh Kecamatan Jebres
b. Di bagian Selatan dibatasi oleh Sungai Bengawan Solo
c. Di bagian Timur dibatasi oleh Kecamatan Serengan
commit to user commit to user
1. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk di Kecamatan Pasar Kliwon diketahui terdiri dari 22.246 Kepala Keluarga (KK), dengan jumlah penduduk 89.010 jiwa. Dengan perincian: Jumlah penduduk laki-laki
: 43.728 jiwa
Jumlah penduduk perempuan
: 45.282 jiwa
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara jumlah penduduk laki-laki dan jumlah penduduk perempuan memiliki selisih, yaitu 1.554 jiwa.
( Sumber: Data Monografi Kecamatan Pasar Kliwon, April 2011)
2. Komposisi penduduk Menurut Kelompok Umur dan Kelamin.
Tabel 2.1 Penduduk Kecamatan Pasar Kliwon menurut Kelompok umur dan Kelamin
Kelompok umur
10-14 15-19 20-24 25-29 30-39 40-49 50-59 60-....
89.010 (Sumber: Data Monografi Kecamatan Pasar Kliwon, April 2011)
commit to user
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa jumlah penduduk Kecamatan Pasar Kliwon sebanyak 89.010 orang tersebut terbagi ke dalam berbagai kelompok umur. Dari sekian banyak kelompok umur yang ada, jumlah yang terbanyak adalah umur 30-39 tahun, yaitu menunjukkan jumlah sebanyak 14.793 orang.
3. Komposisi Mata pencaharian penduduk Kecamatan Pasar Kliwon
Tabel 2.2 Komposisi Mata pencaharian penduduk Kecamatan Pasar Kliwon (bagi umur 10 tahun ke atas)
Mata pencaharian Jumlah
Pengusaha Buruh Industri Buruh bangunan
Pedagang Pengankutan
55.931 (Sumber: Data Monografi Kecamatan Pasar Kliwon, April 2011)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa di Kecamatan Pasar Kliwon terdapat beranekaragam mata pencaharian penduduk. Sebagian besar penduduk Kecamatan Semanggi bermata pencaharian sebagai buruh industri sebanyak 11.198, buruh bangunan sebanyak 7.922 orang, dan pedagang dengan jumlah sebanyak 8.080 orang.
commit to user
Tabel 2.3
Penduduk Menurut Pendidikan (Bagi umur 5 tahun ke atas)
Pendidikan
Jumlah
Tamat akademi/Perguruan Tinggi
Tamat SLTA
Tamat SLTP
Tamat SD Tidak tamat SD Belum tamat SD
Tidak sekolah
(Sumber: Data Monografi Kecamatan Pasar Kliwon, April 2011)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pendidikan penduduk yang terbanyak di Kecamatan Pasar Kliwon adalah tamat SD dengan jumlah sebanyak 10.681 orang. Sedangkan penduduk yang menamatkan pendidikan sampai jenjang SLTP sejumlah 17.662 orang, lulusan SLTA sebanyak 23.409 orang dan penduduk yang melanjutkan pendidikannya sampai dengan Perguruan Tinggi sebanyak 8.484 orang. Sedangkan yang belum tamat SD sejumlah 9.787 orang dan penduduk yang tidak tamat SD sebanyak 7.069 orang.
3. Deskripsi Lokasi Kelurahan Semanggi
a. Kondisi Geografis
Kelurahan Semanggi merupakan salah satu bagian dari 9 Kelurahan yang ada di Kecamatan Pasar Kliwon. Kelurahan Semanggi terletak di sebelah tenggara Kota Surakarta. Kelurahan Semanggi yang terletak di dataran rendah ini memiliki
commit to user
20 Mm/Th dan suhu udara rata-rata 19 ˚C. Kelurahan Semanggi yang mempunyai luas sebesar 166,82 Ha terbagi ke dalam 11 Kampung atau dusun yaitu :
a. Ngepung
b. Losari
c. Mojo
d. Dabagsari
e. Kentheng
f. Jemparing
g. Mipitan
h. Dhewutan
i. Daiangan j. Sanggingan k. Sampangan
Disamping itu Kelurahan Semanggi mempunyai batas daerah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara
: Kelurahan Sangkrah
b. Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukoharjo
c. Sebelah Barat
: Kelurahan Pasar Kliwon
d. Sebelah Timur
: Kabupaten Sukoharjo
commit to user commit to user
a. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan : 1 km
b. Jarak dari Ibukota Kabupaten DATI II
: 1,5 km
c. Jarak dari Ibukota Propinsi DATI I adalah : 100 km
d. Jarak dari Ibu Kota Negara : 650 km
b. Keadaan Demografis
Kelurahan Semanggi merupakan daerah yang relatif padat penduduknya dengan jumlah penduduk yang dimilikinya sebesar 34.011 orang. Jumlah ini tercakup dalam 8.966 Kepala Keluarga yang terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 16.994 orang dan penduduk perempuan berjumlah 17.017 orang. Jumlah penduduk Kelurahan Semanggi yang cukup besar tersebut tentunya memiliki potensi yang beragam. Sajian data yang diperoleh dari kantor Kelurahan Semanggi dapat ditampilkan dalam bentuk monografi, yaitu data tentang distribusi penduduk menurut kelompok umur dan kelamin, mata pencaharian penduduk, penduduk menurut pendidikan, mutasi penduduk, penduduk menurut agama dan jumlah akseptor KB (Sumber : Monografi Kelurahan Semanggi, Mei 2011)
commit to user
Tabel 2.4 Jumlah Penduduk dalam Kelompok Umur dan Kelamin Kelompok
34.011 (Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi, Mei 2011)
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa jumlah penduduk Kelurahan Semanggi sebanyak 34.011 orang tersebut terbagi ke dalam berbagai kelompok umur. Dari sekian banyak kelompok umur yang ada, jumlah yang terbanyak adalah umur 30-39 tahun, yaitu menunjukkan jumlah sebanyak 5.840 orang.
commit to user
Tabel 2.5 Mata Pencaharian Penduduk (Bagi umur 10 tahun ke atas)
Mata Pencaharian
Buruh Industri
Buruh Bangunan
PNS/ABRI
17.510 (Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi, Mei 2011)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa di Kelurahan Semanggi terdapat beranekaragam mata pencaharian penduduk. Sebagian besar penduduk Kelurahan Semanggi bermata pencaharian sebagai pedagang dengan jumlah sebanyak 4.405 orang, buruh industri sebanyak 3.552 dan buruh bangunan sebanyak 3.197 orang. Secara umum, sebagian besar penduduk wanita di Kelurahan Semanggi adalah pedagang di bidang tekstil (di Pasar Klewer).
commit to user
Tabel 2.6
Penduduk Menurut Pendidikan (Bagi umur 5 tahun ke atas)
Pendidikan
Jumlah
Tamat akademi/Perguruan Tinggi
Tamat SLTA
Tamat SLTP
Tamat SD Tidak tamat SD Belum tamat SD
Tidak sekolah
Jumlah
29.825 (Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi, Mei 2011)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 2.582 orang adalah tamat SD. Sedangkan penduduk yang menamatkan pendidikan sampai jenjang SLTP sejumlah 7.148 orang, lulusan SLTA sebanyak 8.205 orang dan penduduk yang melanjutkan pendidikannya sampai dengan Perguruan Tinggi sebanyak 3.218 orang. Sedangkan yang belum tamat SD sejumlah 5.590 orang dan penduduk yang tidak tamat SD sebanyak 4.610 orang.
commit to user
Tabel 2.7 Mutasi Penduduk
18 18 36 Mati -> 5 tahun
10 13 23 -<5 tahun (Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi, Mei 2011)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kelahiran di Kelurahan Semanggi mencapai angka yang seimbang antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan jumlah keseluruhan yaitu 36 orang. Sedangkan angka kematian untuk bayi di Kelurahan Semanggi ini tidak ada. Dengan begitu angka kelahiran bayi di Kelurahan Semanggi ini tinggi dan terus ertambah setiap bulannya.
5. Kepercayaan Penduduk
Tabel 2.8 Banyaknya Pemeluk Agama
34.009 (Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Semanggi, Mei 2011)
commit to user commit to user
4. Gambaran Perilaku Menyusui bagi Ibu yang Bekerja di Surakarta
Kesibukan dengan pekerjaan, sering sekali membuat seorang ibu lupa dan tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi dalam segala bidang kerja serta meningkatnya kebutuhan masyarakat menyebabkan turunnya kesediaan menyusui dan lamanya menyusui
Walaupun kepada ibu telah diajarkan bagaimana mempertahankan produksi ASI, yaitu dengan memompa ASI peras / perahnya selama ibu bekerja dan malam hari lebih sering menyusui. Ternyata ibu yang bekerja, lebih cepat memberikan susu formula. Alasan yang dipakai ialah supaya membiasakan bayi menyusu dari botol bila nanti ditinggal bekerja. Masalah ibu yang bekerja memang terdapat hampir di seluruh dunia, kecuali di negara-negara Skandinavia dimana ibu mendapat cuti selama masih menyusui bayinya (Suharyono dkk,1992).
Salah satu yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah pengaruh dari kelompok acuan atau lingkungan. Hal ini termasuk faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seseorang. (Saiffuddin Azwar, 1995). Tempat bekerja adalah sebuah kelompok yang sangat mempengaruhi perilaku seseorang, dikarenakan adanya kepentingan dari kedua belah pihak. Begitupun dalam
commit to user commit to user
Peran dari tempat bekerja terhadap pemberian ASI sangatlah penting. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh yayasan KAKAK di semua kabupaten di Surakarta pada umumnya perusahaan memberikan cuti untuk melahirkan selama 3 bulan, 40 hari dan ada juga yang diberikan selama 2 bulan dan 1 bulan, bahkan ada yang tidak diberikan cuti dan berdasarkan informasi, tidak ada responden yang diberi cuti selama 4 bulan atau lebih.
Fasilitas lain yang bisa diberikan tempat kerja untuk memfasilitasi karyawan perempuan yang menyusui adalah dengan adanya Tempat Penitipan Anak (TPA), bilik menyusui dan pemberian waktu istirahat untuk menyusui bagi ibu yang mempunyai bayi. Dan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh yayasan KAKAK diperoleh informasi bahwa sebagian besar tempat bekerja tidak memiliki Tempat Penitipan Anak untuk karyawan yang mempunyai bayi.
Dalam pemberian ASI terutama ASI eksklusif, masalah yang prinsipil adalah bahwa ibu-ibu membutuhkan bantuan informasi yang mendukung sehingga menambah pengetahuan ibu serta keyakinan ibu bahwa mereka dapat menyusui bayinya secara eksklusif, tugas ini akan berdampak positif bila petugas kesehatan berpengetahuan yang cukup untuk memberikan informasi yang diperlukan oleh ibu menyusui.
commit to user
Daerah Losari memiliki Posyandu yang berjumlah 4 yang terdapat di masing-masing RW. Posyandu di daerah Losari benama Posyandu Matahari, yang dikelompokkkan masing-masing sesuai dengan RW yang ada. Posyandu ini dikelola oleh para kader Posyandu yang merupakan perwakilan dari masing- masing RT dalam satu RW di daerah Losari.
Secara umum, Posyandu di daerah Losari ini mempunyai program untuk perbaikan gizi balita/anak, penimbangan berat badan, penyuluhan dan imunisasi/suntik untuk bayi/balita yang diadakan oleh Puskesmas Sangkrah. Program perbaikan gizi dilakukan dengan memberikan makanan tambahan untuk diberikan pada ibu bayi dan makanan tersebut bervariasaisetiap bulannya, seperti bubur kacang hijau, bubur sungsum, telur asin, sop, dan lain-lain. Posyandu aktif diadakan setiap satu bulan sekali dan biasanya dilaksanakan pada hari minggu.
Peran Posyandu sendiri sangat besar terhadap ibu yang menyusui, yaitu para kader Posyandu secara aktif mengunjungi ibu setelah melahirkan dan memberikan saran untuk dapat menyusui bayi mereka secara ekslusif selama 6 bulan tanpa diberi makanan atau minuman tambahan apapun, para kader Posyandu juga memberikan informasi yang berkaitan dengan permasalahan menyusui bayi, seperti teknik menyusui yang benar, cara agar ASI dapat keluar dan upaya untuk menambah jumlah ASI. Meskipun demikian, masih banyak ibu yang tetap memberikan susu formula untuk bayi dengan alasan pekerjaan mereka yang tidak dapat ditinggalkan.
commit to user
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan yang terinstitusionalisasi mempunyai kewenangan yang besar dalam peningkatan jumlah ibu yang menyusui bayi secara ekslusif . Fungsi Puskesmas terdiri dari tiga yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Dalam penelitian ini, Puskesmas yang mendukung peningkatan ASI eksklusif adalah Puskesmas Sangkrah. Puskesmas Sangkrah ini merupakan salah satu Puskesmas yang berada di Kecamatan Pasar Kliwon. Puskesmas Sangkrah merupakan salah satu dari 17 puskesmas yang terdapat di Kota Surakarta. Puskesmas ini menjadi salah satu puskesmas terdekat di wilayah Kelurahan Semanggi sehingga sebagian besar masyarakat di wilayah tersebut memeriksakan kesehatannya di puskesmas ini.
Secara administratif Puskesmas Sangkrah berbatasan dengan : - Utara : Wilayah kerja UPT Puskesmas Purwodiningratan Kecamatan
Jebres
- Selatan : Wilayah kerja UPT Puskesmas Gajahan Kecamatan Pasar
Kliwon
- Timur : Wilayah kerja Kabupaten Sukoharjo - Barat : Wilayah kerja UPT Puskesmas Gajahan Kecamatan Pasar
Kliwon
commit to user
dengan cara mengadakan penyuluhan di masing-masing Posyandu pada wilayah binaan kerjanya. Wilayah binaan kerja dari Puskesmas Sangkrah, meliputi Kelurahan Sangkrah, Kelurahan Semanggi dan Kelurahan Kedunglumbu. Pada Kelurahan Semanggi terutama di daerah Losari, peran dari Puskesmas Sangkrah sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu yang menyusui mapun yang mempunyai anak balita. Setiap bulan, staff kesehatan perwakilan dari Puskesmas Sangkrah datang mengunjungi setiap Posyandu dan memantau tumbuh kembang bayi, mencatat jumlah kelahiran bayi, angka menyusui ekslusif pada ibu, memberikan imunisasi atau vitamin A, serta memberikan penyuluhan yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak yang kemudian laporan yang diperoleh dari masing-masing Posyandu dilaporkan secara rutin ke Dinas Kesehatan Kota Surakarta.
Meskipun demikian dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap petugas gizi di Puskesmas Sangkrah diperoleh pernyataan bahwa selama ini kinerja Puskesmas masih belum optimal terhadap masalah ASI Ekslusif, angka ASI Ekslusif juga masih rendah dikarenakan oleh kesadaran ibu-ibu di wilayah Kelurahan Semanggi masih kurang dan kader Posyandu yang kurang aktif melaporkan perkembangan ibu dan balita di masing-masing wilayah. Wilayah binaan kerja Puskesmas Sangkrah yang mencakup banyak sekali penduduk juga merupakan salah satu masalah yang dihadapi Puskesmas ini, banyaknya kelahiran yang sangat pesat dan kurangnya kerjasama dengan Kader Posyandu menyebabkan sulitnya Puskesmas untuk memantau satu persatu ibu-ibu yang menyusui di wilayah binaan kerjanya, termasuk di Kelurahan Semanggi.
commit to user
1. Deskripsi Identitas Responden dan Informan
Responden dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yang merupakan ibu-ibu yang sedang menyusui bayi berusia 0-12 bulan yang berasal dari Daerah Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Berikut adalah deskripsi mengenai identitas responden.
1. Responden I ( Ibu Yuli) Ibu Yuli adalah seorang ibu rumah tangga yang berusia 23 tahun dan mempunyai satu orang anak perempuan bernama Amelia zifana ramadhani yang berusia 8 bulan. Ibu Yuli tinggal di Losari RT 02/RW III. Suaminya bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik. Karena pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, Ibu Yuli mempunyai banyak waktu luang untuk mengurus anaknya sehingga sejak awal kehamilan beliau memutuskan untuk menyusui bayinya secara eksklusif sampai 6 bulan. Selain itu Ibu Yuli juga sempat mengikuti kegiatan Kelompok Pendukung Ibu yang pernah diadakan di Daerah Losari sehingga beliau mempunyai pengetahuan yang cukup dalam merawat dan menyusui bayinya.
2. Responden II (Ibu Sri Haryani ) Ibu Sri Haryani adalah seorang ibu rumah tangga berusia 31 tahun dengan
2 orang anak. Ibu Sri Haryani tinggal di Losari RT 04/RW III. Anak pertama Ibu Sri Haryani sudah duduk di kelas 1 SMP sedangkan anak keduanya yang masih disusui berumur 4 bulan bernama Yongki. Dalam kesehariannya, Ibu Sri Haryani membantu suaminya dirumah yang
commit to user commit to user
3. Responden III ( Ibu Meliana) Ibu Meliana adalah seorang ibu berusia 21 tahun yang mempunyai seorang anak bernama Joel Adfa yang berusia 5 bulan. Ibu Meliana tinggal di Losari RT 02/RW III. Beliau bekerja sebagai seorang wiraswasta dengan membuka usaha laundry dirumahnya. Ibu Meliana ini tidak menyusui bayinya secara eksklusif dengan alasan ASI yang dimiliki tidak keluar dan tidak cukup untuk bayi sehingga harus diberi susu formula.
4. Responden IV ( Ibu Tri Widiati ) Ibu Tri Widiati adalah seorang ibu rumah tangga berusia 35 tahun yang mempunyai dua orang anak perempuan yang masing-masing berusia 18 bulan dan 8 bulan yang bernama Syifa. Ibu Tri Widiati tinggal di Losari RT 05/RW III. Ibu Tri tidak menyusui kedua anaknya secara eksklusif dengan alasan ASI nya tidak keluar sehingga sejak bayinya berumur kurang dari 3 bulan sudah diberi susu formula meskipun demikian beliau masih tetap menyusui namun intensitasnya sudah jarang.
5. Responden V ( Ibu Dwi Prihatin) Ibu Dwi Prihatin adalah seorang ibu yang berusia 35 tahun. Beliau mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Joshua Dionisius Prabowo yang berusia 11 bulan. Ibu Dwi Prihatin tinggal di Losari RT 05/RW III. Ibu Dwi Prihatin bekerja sebagai karyawan di PT. Sadar Jaya
commit to user commit to user
6. Responden VI ( Ibu Murtiningsih ) Ibu Murtiningsih adalah seorang ibu berusia 32 tahun yang bekerja sebagai pegawai di kantor notaris. Ibu Murtiningsih tinggal di Losari RT 04/RW
II. Beliau mempunyai seorang anak perempuan bernama Nindi yang berusia 10 bulan. Beliau bekerja dari hari Senin sampai Jum’at dari pukul
8 pagi sampai 4 sore. Selama beliau bekerja, Nindi dititipkan kepada Neneknya. Ibu Murtiningsih tidak menyusui bayinya secara eksklusif dikarenakan beliau bekerja dan ASI nya tidak keluar.
Selain keenam responden diatas, peneliti juga mengambil empat orang informan untuk membandingkan data guna melihat kebenaran di dalam penelitian. Informan yang dipilih adalah dua orang kader Posyandu daerah Losari yang aktif dan secara umum mengerti tentang perkembangan ibu dan bayi di wilayah Losari dan dua orang staff kesehatan di dua Rumah Sakit yang berbeda, yaitu RSUD Moewardi dan RS Dr.Oen Surakarta. Berikut adalah identitas dari informan :
1. Ibu Sugeng (Kader Posyandu RW III) Ibu Sugeng adalah kader Posyandu di daerah Losari RW III (Posyandu Matahari III ). Beliau berusia 65 tahun dan mempunyai 4 orang anak
commit to user
sederhana di depan rumahnya yang menjual berbagai macam makanan dan minuman. Sejak Ibu Sugeng pindah dari rumahnya yang lama pada tahun 1996 ke daerah Losari, ia telah ditunjuk oleh warga menjadi kader Posyandu sampai dengan saat ini sehingga beliau telah cukup banyak mengetahui tentang perkembangan Posyandu dan mengenal bagaimana kondisi ibu dan bayi di wilayah ini. Ibu Sugeng juga sangat aktif mengikuti kegiatan-kegiatan lain yang diadakan di masyarakat, seperti PKK, Kelompok Pendukung Ibu maupun kegiatan lain di balaikota Surakarta.
2. Ibu Yuni (Kader Posyandu RW II) Ibu Yuni adalah kader Posyandu dari daerah Losari RW II (Posyandu Matahari II ). Beliau berusia 35 tahun dan mempunyai 2 orang anak laki- laki. Saat ini ibu Yuni bekerja di sebuah tempat konveksi tekstil di dekat rumahnya. Saat ibu Yuni melahirkan anaknya yang kedua, ibu Yuni sempat berhenti bekerja karena ingin fokus merawat anaknya dan memberikan ASI eksklusif, baru setelah anaknya mulai berusia 2 tahun lebih, beliau mulai kembali bekerja. Ibu Yuni telah aktif menjadi kader Posyandu selama 13 tahun sampai sekarang, saat itu anaknya yang pertama baru berusia 1 tahun. Selain menjadi kader Posyandu, Ibu Yuni juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan lain yang diadakan di wilayahnya.
commit to user
Ibu Nur adalah staff kesehatan di RS Moewardi Surakarta dan bertugas di bangsal perawatan ibu dan anak RS. Moewardi Surakarta. Beliau berusia
36 tahun dan telah bekerja di RS ini selama 9 tahun sehingga beliau mengetahui bagaimana proses perawatan kesehatan yang berlangsung di RS ini.
4. Ibu Yustina Rumondor Ibu Yustina adalah pimpinan dari bangsal perawatan ibu dan anak di RS. DR.Oen Surakarta. Beliau berusia 42 tahun dan telah bekerja di RS ini selama lebih dari 10 tahun dan beliau juga memahami secara teknis mengenai perawatan kesehatan khususnya yang terjadi di bangsal ibu dan anak di RS ini.
commit to user
Penggunaan Susu Formula Untuk Bayi
Pemberian ASI (Air Susu Ibu) di Indonesia hingga saat ini masih banyak menemui kendala. Upaya meningkatkan perilaku menyusui pada ibu yang memiliki bayi masih dirasa kurang. Permasalahan yang utama adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI (Air Susu Ibu), pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung ASI Ekslusif, serta gencarnya promosi susu formula dan ibu bekerja.
Pemberian ASI menurun seiring dengan meningkatnya penggunaan susu formula di masyarakat. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan promosi susu formula serta luasnya distribusi susu formula yang menyebabkan terjadinya kecenderungan menurunnya kesediaan menyusui maupun lamanya menyusui baik di pedesaan dan di perkotaan.
Ibu yang menyusui menyadari pentingnya pemberian ASI tetapi budaya modern dan kekuatan ekonomi yang semakin meningkat telah mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih menggunakan susu formula atau Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sebagai jalan keluarnya. Menurunnya lama pemberian ASI dan semakin meningkatnya pemberian susu formula menyebabkan kerawanan gizi pada bayi dan balita. Banyak individu, masyarakat, institusi atau produsen susu yang membawa kemunduran dalam penggalakan ASI yang gencar dilakukan berbagai pihak. Mereka yang tidak mendukung penggalakan ASI secara
commit to user commit to user
Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh masukan nutrisi, kekebalan tubuh, sinar matahari, lingkungan yang bersih, latihan jasmani dan keadaan kesehatan. Bagi pertumbuhan bayi yang penting adalah pemberian makanan yang berkualitas maupun kuantitasnya agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan baik. Makanan yang baik bagi bayi baru lahir sampai usia 6 bulan adalah Air Susu Ibu (ASI), tetapi pada kenyataanya pemberian ASI eksklusif banyak terdapat kendala. Kendala yang paling banyak dialami oleh ibu selama masa menyusui adalah semakin banyaknya ibu yang menggunakan susu formula karena alasan pekerjaan maupun persepsi bahwa ASI yang dimilikinya tidak cukup/tidak keluar dan promosi susu formula yang dilakukan baik oleh pihak tempat pelayanan kesehatan maupun oleh produsen susu formula.
Indonesia, seperti halnya negara berkembang lainnya, juga mengalami masalah menurunnya kebiasaan menyusui, terutama di daerah perkotaan. Beberapa faktor dapat mempengaruhi hal ini, antara lain faktor sosial budaya, dan ekonomi atau kesibukan kerja sehingga mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan susu formula. Di negara maju, dilaporkan bahwa penurunan kebiasaan menyusui nampak sejak tahun 1930 an, tetapi kemudian jumlah ibu menyusui meningkat lagi pada tahun 1970 an, khususnya di kalangan generasi muda (Suhardjo, 1989). Namun kemudian ternyata hal ini tidak dapat dipertahankan, ibu-ibu mulai lagi meninggalkan kebiasaan menyusui bayinya. Di negara
commit to user commit to user
Seperti yang telah diuraikan diatas, daerah Losari, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta juga memiliki angka menyusui bayi yang rendah. Sebagian besar ibu di tempat ini lebih memilih untuk memberikan susu formula untuk bayinya dengan alasan pekerjaan atau alasan ASI mereka yang tidak keluar. Dalam penelitian ini, tindakan ibu menyusui dalam menggunakan susu formula untuk bayi dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang kurang mendapat asupan air susu ibu.
Asumsi yang mengatakan bahwa tindakan individu yang dilakukan bukanlah tanpa tujuan sangat berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh ibu menyusui khususnya di Derah Losari, Kelurahan Semanggi. Selain itu kendala situasi dan kondisi yang mendukung atau membatasi individu dalam mencapai tujuan juga diungkapkan dalam penelitian ini. Maka dengan kondisi seperti ini dapat dikatakan bahwa tindakan ibu menyusui dalam menggunakan susu formula untuk bayi di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi memang dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor.
commit to user commit to user
Tabel 2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Ibu Menyusui dalam Penggunaan Susu Formula untuk Bayi
No
Faktor Internal
Faktor Eksternal
1 Pengetahuan ibu
menyusui
tentang ASI Ekslusif yang masih kurang
Pemberian susu formula (Promosi susu formula) yang dilakukan di Rumah Sakit atau Posyandu pada bayi
2 Persepsi ibu menyusui yang merasa ASI yang dimilikinya kurang cukup untuk bayi
Rumah Sakit dan tenaga kesehatan menyarankan agar ibu yang ASI nya tidak cukup untuk menambah dengan susu formula
3 Kesibukan ibu bekerja nafkah Lingkungan sekitar ibu menyusui yang menyarankan ibu menyusui untuk memberikan susu formula pada bayi
Sumber : Data Primer diolah Desember 2011
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis maka dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam penggunaan susu formula untuk bayi di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam menggunakan susu formula untuk bayi, antara lain :
commit to user
Faktor internal disini meliputi faktor-faktor yang berasal dari dalam ibu menyusui itu sendiri tentang tindakan menggunakan susu formula untuk bayi. Faktor internal tersebut antara lain:
1. Pengetahuan ibu menyusui tentang ASI Ekslusif yang masih kurang
Pengetahuan sangat penting perannya dalam memberikan wawasan terhadap terbentuknya sikap dan akan diikuti dengan tindakan dalam hal pelaksanaan pemberian ASI maupun penggunaan susu formula. ASI Eksklusif memiliki banyak sekali manfaat, namun tidak sedikit bayi yang baru berumur
2 bulan sudah diberi makanan pendamping ASI karena ketidaktahuan ibu terhadap manfaat ASI. Ibu yang mempunyai pengetahuan yang cukup maupun kurang sangatlah mempengaruhi pemberian ASI pada bayi. Ibu yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup diharapkan dapat memiliki sikap yang positif terhadap pemberian ASI ekslusif sehingga akan menimbulkan perilaku ibu menyusukan secara Eksklusif pula.
Pengetahuan yang dimiliki ibu menyusui tentang ASI Ekslusif sangat berpengaruh dalam tindakan ibu menyusui untuk menggunakan susu formula bayi. Dari 6 responden yang ada, sebagian besar ibu hanya memiliki pengetahuan yang terbatas tentang ASI Ekslusif. Ini seperti yang dialami oleh Ibu Meliana dan Ibu Tri Widiati. Ibu Meliana mengungkapkan bahwa :
“ ASI Ekslusif yang aku tahu itu pemberian air susu ibu selama 6 bulan, tapi kalo manfaatnya apa aku belum tahu, dulu aku dapat info tentang ASI waktu dulu di Puskesmas” ( Sumber : Wawancara 27 April 2011 )
commit to user commit to user
“ Kulo mboten ngertos nopo niku ASI Ekslusif, nek menyusui niku kan manfaate nggih bayi dadi gemuk lan pinter, kulo ngertose niku saking ibu-ibu” ( Saya tidak tahu apa itu ASI Ekslusif, kalau menyusui itu manfaatnya kan bayi jadi gemuk dan pintar, saya tahunya itu dari ibu-ibu ) (Sumber: Wawancara 30 April 2011)
Pernyataan dari Ibu Tri Widiati diatas menunjukkan bahwa ia tidak mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan ASI Ekslusif, pengetahuan yang ia miliki sangat terbatas hanya ia dapatkan dari lingkungan tempat tinggalnya saja.
Selain kedua ibu diatas, empat ibu yang lain telah mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai ASI Ekslusif meskipun masih belum sepenuhnya memahami, seperti yang diungkapkan oleh Ibu Yuli :
“ ASI Ekslusif itu ASI yang diminum bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan tanpa makanan atau minuman tambahan lain, kalau menurut saya manfaat ASI itu ya hemat, bayi tidak mudah sakit dan lebih sehat, saya tahunnya info tentang ASI itu waktu perkumpulan Kelompok Pendukung Ibu (KP Ibu)” ( Sumber : Wawancara 28 April 2011)
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Sri Haryani, Ibu Murtiningsih dan Ibu Dwi Prihatin yang mengatakan : -Ibu Sri Haryani: “ ASI Ekslusif itu menyusui sampai 6 bulan, manfaat ASI itu ya
sebagai pengganti susu formula, makanan bayi yang paling penting, saya dapat informasinya dari perkumpulan KP ibu “ ( Sumber : Wawancara 27 April 2011)
commit to user
“ ASI Ekslusif menurut saya itu menyusui selama 6 bulan, manfaatnya untuk kekebalan tubuh, saya tahu informasinya itu dari TV” (Sumber : Wawancara 1 Mei 2011)
-Ibu Dwi Prihatin : “ ASI Ekslusif itu pemberian ASI dari umur 0-6 bulan tanpa makanan
tambahan lain, manfaatnya itu sebagai makanan dan minuman utama untuk bayi, saya tahu informasinya itu dari baca buku terus saya itu kan katholik, kalau sebelum menikah itu kan ada kursus persiapan pernikahan, waktu itu juga dikasih tahu soal ASI Ekslusif” (Sumber : Wawancara 1 Mei 2011)
Pernyataan dari keempat ibu diatas menunjukkan bahwa mereka telah cukup banyak mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan ASI eksklusif dan manfaatnya bagi bayi meskipun pengetahuan yang mereka miliki masih terbatas. Ibu yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang ASI Ekslusif akan lebih memilih untuk tetap menyusui secara ekslusif sedangkan ibu yang pengetahuannya terbatas akan lebih memilih untuk memberikan susu formula untuk bayi mereka. Di daerah Losari ini dulu pernah diadakan perkumpulan Kelompok Pendukung Ibu (KP Ibu) yang diselenggarakan oleh Yayasan Kepedulian Untuk Konsumen Anak (KAKAK Foundation), dalam perkumpulan KP Ibu ini para ibu hamil dan menyusui diberikan banyak pengetahuan tentang ASI Ekslusif dan perawatan bayi, tanya jawab dan berbagi pengalaman seputar kehamilan dan menyusui sehingga sebagian ibu yang dulu pernah ikut dalam perkumpulan ini mendapatkan pengetahuan yang cukup dalam hal menyusui maupun perawatan bayi.
commit to user
Kelurahan Semanggi tentang ASI Eksklusif masih sangat kurang. Banyak ibu yang belum memahami sepenuhnya tentang manfaat dari ASI ekslusif untuk bayi sehingga mereka menggunakan susu formula yang dirasa lebih praktis dibanding dengan menyusui secara ekslusif.
2. Persepsi ibu menyusui yang merasa ASI yang dimilikinya kurang cukup untuk bayi
Persepsi yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu akan berpengaruh terhadap citra diri seseorang, dan akan mempengaruhi perilaku dia dalam menentukan atau mengambil keputusan. (Saifudin Azwar, 1995)
Disamping semua masalah seputar menyusui bayi diatas, persepsi dari ibu menyusui lah yang paling menentukan berhasil atau tidaknya ASI eksklusif, karena meskipun dari pihak tempat pelayanan kesehatan sudah memberikan pelayanan yang terbaik namun jika persepsi ibu sendiri yang dari awal merasa tidak dapat memberikan ASI eksklusif untuk bayinya, maka proses pemberian ASI eksklusif pun tidak akan dapat dilakukan. Persepsi yang dimiliki seorang individu terhadap sesuatu akan mempengaruhi tingkah lakunya, dan juga orang lain disekitarnya. Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan untuk memahami informasi mengenai lingkungannya. Tindakan ibu menyusui dalam menggunaan susu formula untuk bayi sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu itu sendiri, semakin tinggi pengetahuan ibu tentang manfaat dari ASI eksklusif maka akan semakin tinggi pula keinginan
commit to user commit to user
Para ibu menganggap memberikan susu formula untuk bayi adalah hal yang wajar dan sudah biasa dilakukan saat ini dan menjadi gaya hidup dalam masyarakat. Terdapat banyak persepsi ibu menyusui terhadap susu formula untuk bayi. Dari 6 responden yang ada, terdapat 2 orang ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif dan 4 orang lainnya mengaku menggunakan susu formula untuk bayinya. Ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif, yaitu Ibu Yuli dan Ibu Sri Haryani. Ibu Yuli mengatakan bahwa :
“Ya, saya menyusui bayi saya secara ekslusif sampai 6 bulan dan sampai sekarang saya masih menyusui, karena saya ingin kasih yang terbaik untuk bayi saya mbak, kalau untuk nambah jumlah ASI saya itu biasanya saya maem sayur-sayuran kayak bayem gitu terus minum kacang ijo, saya tahunya pas dulu di Puskesmas” ( Sumber : Wawancara 28 April 2011)
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Sri Haryani : “Iya mbak saya masih menyusui terus sampai sekarang, karena ASI
paling baik untuk bayi, buat nambah jumlah ASI itu saya makan makanan yang bergizi mbak, sayuran, bayam, sop, pokoke yang bergizi, saya pengennya menyusui terus sampai 12 bulan lebih, tapi tidak nyampe 2 tahun, nanti nek udah 6 bulan mau saya kasih makan tapi ya tetep mau saya susui”” ( Wawancara 27 April 2011)
Namun diantara ibu yang memberikan ASI Ekslusif untuk bayinya ternyata masih terdapat ibu yang tidak menyusui secara eksklusif dan
commit to user commit to user
kasih bayi saya susu formula itu dari dia lahir , jadi saya menyusui sambil dikasih susu formula, karena air susu saya tidak keluar” (Sumber : Wawancara 27 April 2011 )
Pendapat yang serupa juga diungkapkan oleh Ibu Tri Widiati yang mengungkapkan : ” Sekarang ini saya pakai susu formula dan kadang masih saya
susui juga, Mulai umur 3 lapan (105 hari) sudah saya kasih susu formula karena ASI saya tidak keluar” (Sumber : Wawancara 30 April 2011)
Dari apa yang diungkapkan oleh Ibu Meliana dan Ibu Tri Widiati diatas dapat diperoleh gambaran bahwa alasan mereka tidak menyusui secara ekslusif dan memberikan susu formula untuk bayi mereka adalah karena air susu mereka tidak keluar. Padahal menurut para ahli kedokteran, belum keluarnya ASI pada hari pertama kelahiran adalah sesuatu yang normal. Hari- hari pertama ditandai dengan keluarnya kolostrum dengan jumlah yang kecil tetapi sangat penting untuk antibodi bayi. ASI biasanya baru keluar 2-3 hari sejak melahirkan. Bayi sendiri secara alami akan tahan selama 2-3 hari sejak lahir tanpa ASI. Sayangnya, banyak ibu menjadi terlanjur pesimis karena susu yang tidak langsung keluar itu, seperti yang dialami oleh Ibu Meliana dan Ibu Tri Widiati. Padahal sebenarnya hal tersebut adalah normal, namun karena pengetahuan ibu yang terbatas dan kurangnya informasi tentang manajemen
commit to user
formula. Secara umum, apabila seorang bayi kurang mendapat ASI sebenarnya bukan ibunya yang tidak dapat memproduksi ASI sebanyak yang diperlukan. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, misalnya karena posisi menyusui yang tidak benar. Posisi yang dimaksud adalah posisi mulut bayi terhadap putting ibu, bukannya posisi badan bayi terhadap badan ibu. Produksi ASI dirangsang oleh pengosongan payudara, berlaku prinsip supply and demand, sehingga semakin banyak ASI dikeluarkan, akan makin banyak pula ASI diproduksi. ASI diproduksi sesuai dengan jumlah permintaan dan kebutuhan bayi. Maka apabila bayi berhenti menghisap ASI, payudara ibu pun juga akan berhenti memproduksi ASI. (KAKAK, 2002)
Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih menggunakan susu formula sebagai jalan keluarnya. Dari semua hal yang mempengaruhi tindakan ibu menggunakan susu formula untuk bayi, faktor keyakinan ibu dalam menyusui merupakan faktor yang penting. Jika dari awal ibu menyusui sudah merasa ASI yang dimilikinya tidak akan mencukupi kebutuhan bayi atau bayi mereka terus menangis, rewel, dan sebagainya, maka mereka akan memutuskan untuk menggunakan susu formula sebagai minuman tambahan untuk bayi karena mereka merasa bayi mereka tidak puas dengan ASI yang mereka miliki.
commit to user
Semanggi, selain alasan pekerjaan, ibu menyusui juga merasa ASI yang mereka miliki tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi sehingga mereka menggunakan susu formula saat bayinya masih berusia kurang dari 6 bulan. Bayi mereka yang sering menangis dan rewel menyebabkan mereka berpikir bahwa bayi masih belum puas menyusu pada ibu sehingga mereka melakukan tindakan pemberian susu formula.
3. Kesibukan ibu bekerja nafkah
Kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi dalam segala bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat menyebabkan turunnya kesediaan menyusui dan lamanya menyusui. Di banyak negara, nampak bahwa wanita yang bekerja merupakan faktor penghambat dalam program menyusui. Banyak wanita kota yang meninggalkan kebiasaan menyusui bukan karena bekerja, tetapi karena minum susu formula dianggap sebagai suatu kemajuan. Dan ternyata pola ini kemudian diikuti oleh wanita desa yang pindah ke kota.
Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir sudah harus kembali bekerja dan jika ini terus berlanjut dapat mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif .
Dari keenam responden yang ada, ada 2 orang ibu yang bekerja di luar rumah, yaitu Ibu Murtiningsih dan Ibu Dwi Prihatin. Karena alasan pekerjaan
commit to user commit to user
- Ibu Murtiningsih : “Saya itu kerja sebagai pegawai di kantor notaris. Saya ambil cutinya 2 bulan dan memang dari kantor ngasih cutinya cuma 2 bulan saja. Saya kan dulu pernah keguguran dan kehamilan saya juga agak bermasalah jadi sebelum melahirkan kurang setengah bulan saya sudah ambil cuti, bayi usia kurang dari
2 bulan sudah saya tinggal kerja, terus dirawat sama mbah’e selama saya kerja dan memang dari lahir sudah dikasih susu formula karena ASI saya keluarnya cuma dikit” (Sumber : Wawancara 1 Mei 2011)
-Ibu Dwi Prihatin : “ Kulo kerjo wonten PT Sadar Jaya Manunggal dados karyawan. Kulo angsal cuti namung 2 bulan, niku memang kebijakan saking perusahaan. Pas kulo kerjo, anak’e kulo niku kulo titipke mbah’e dados nek awan kudu diparingi susu formula, nek wangsul nyambut damel lagi kulo susoni piyambak” (Saya kerja di PT Sadar Jaya Manunggal sebagai karyawan. Saya dapat cuti cuma 2 bulan dan itu memang kebijakan dari perusahaan. Sewaktu saya bekerja, anak saya itu saya titipkan pada neneknya, jadi pas siang tetap harus pakai susu formula, baru kalau saya sudah pulang saya susui sendiri) (Sumber : Wawancara 1 Mei 2011)
Berdasarkan pernyataan dari Ibu Murtiningsih dan Ibu Dwi Prihatin diatas jelas sekali menggambarkan bahwa kebijakan perusahaan di tempat mereka bekerja hanya memberikan waktu untuk cuti hamil dan menyusui selama 2 bulan dan waktu tersebut menjadi alasan untuk ibu tidak dapat menyusui anaknya secara eksklusif karena mereka dituntut oleh perusahaan untuk kembali bekerja setelah cuti 2 bulan sehingga mereka terpaksa memberikan susu formula untuk bayinya dan menitipkan bayi pada nenek si bayi. Mereka juga mengaku bahwa ASI yang mereka produksi hanya sedikit karena waktu menyusui mereka yang tidak dilakukan secara rutin.
commit to user
memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan diatas adalah tidak tepat sebab dari sejumlah penelitian lain ternyata banyak ibu-ibu yang bekerja berhasil memberikan ASI ekslusif pada bayinya selama 6 bulan. Bahkan beberapa ibu bekerja tidak memerlukan tambahan pada cuti hamil 3 bulannya untuk dapat tetap memberikan ASI ekslusif sampai 6 bulan. Pada ibu bekerja, cara lain untuk tetap dapat memberikan ASI ekslusif pada bayi ialah dengan memberikan ASI perahnya selama ibu bekerja. Selama ibu di tempat kerja sebaiknya ASI diperah minimum 2x15 menit. Memerah ASI sebaiknya hanya menggunakan jari tangan, tidak menggunakan pompa yang berbentuk terompet. ASI perah tahan 6-8 jam di udara luar, 24 jam di dalam termos berisi es batu, 48 jam di dalam lemari es dan 3 bulan apabila nerada dalam freezer . (Roesli, 2000). Namun kebanyakan ibu yang bekerja lebih memilih menggunakan susu formula karena ibu tidak ’telaten’ untuk memerah ASI dan susu formula dinilai lebih praktis diberikan saat ibu bekerja di luar rumah.
Covention on Matermity Protection, International Labour Organization (Konvensi Perlindungan Maternal ILO) menyatakan bahwa ibu bekerja seharusnya memperoleh cuti hamil minimal 12 minggu sebelum kembali bekerja. Sedangkan, pada konvensi tahun 2000, lama cuti hamil ditingkatkan menjadi 14 minggu. Tempat kerja atau perusahaan yang mendukung tenaga kerjanya untuk menyusui bayinya disebut sebagai ‘Tempat Kerja Sayang Bayi’ (Mother Friendly Work Place). Hal ini dapat terwujud bila memenuhi
commit to user commit to user
1. Pemimpin peduli dan mendukung tenaga kerja wanita dalam pemberian ASI
2. Perusahaan mempunyai kebijakan tentang ijin menyusui dalam waktu kerja, penyesuaian jenis dan waktu kerja, cuti cukup, jaminan tetap kerja, upah sama.
3. Menyediakan ruang dan sarana menyusui (termasuk lemari es)
4. Menyediakan tempat penitipan bayi
5. Mempunyai petugas penanggung jawab peningkatan pemberian ASI
6. Menyelenggarakan penyuluhan dengan menggunakan paket media informasi
7. Bantuan lain: lingkungan kerja, perlindungan kerja, pelayanan kesehatan, pengawasan kebersihan makanan, dsb
Perilaku ibu dalam menyusui juga diperkuat dengan pernyataan dari Kader Posyandu di daerah Losari, yaitu Ibu Sugeng dan Ibu Yuni yang mengungkapkan:
- Ibu Sugeng : ”secara keseluruhan wonten mriki niku katah sing mbeto susu formula daripada ibu-ibu sing ASI Ekslusif, alesan utamane nggih ditinggal kerjo niku, dadose dititipke mbahe, dll..”
( Secara keseluruhan di daerah ini itu banyak yang pakai susu formula daripada ibu-ibu yang ASI eksklusif, alasan utamanya itu karena ditinggal kerja, jadi dititipkan neneknya, dan lain-lain) (Sumber : Wawancara 6 Juni 2011)
commit to user commit to user
Dari pernyataan semua responden dari apa yang telah diungkapkan oleh Kader Posyandu diatas menunjukkan bahwa di daerah Losari ini jumlah ibu yang menyusui bayinya secara ekslusif masih sangat rendah, kebanyakan dari ibu di daerah ini menyusui bayinya namun tidak secara ekslusif, yaitu masih diberi tambahan susu formula dengan alasan air susu tidak cukup atau tidak keluar dan faktor utama mereka adalah karena alasan pekerjaan.
Seperti halnya dengan ibu menyusui di Daerah losari, Kelurahan Semanggi, sebagian besar dari ibu menyusui di daerah ini bekerja sehingga mereka memilih untuk menggunakan susu formula untuk bayi mereka karena lingkungan sekitar mereka yang melakukan hal yang sama sehingga semakin mendorong ibu untuk memberikan susu formula pada bayi.
Sampai saat ini masih banyak sekali perusahaan yang belum melaksanakan ketetapan yang telah ditentukan oleh pemerintah tersebut termasuk di perusahaan tempat ibu menyusui di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi bekerja, sehingga ibu menyusui yang bekerja tidak dapat melakukan ASI Ekslusif karena takut dikeluarkan dari perusahaan tempat ia bekerja dan
commit to user
Ekslusif pada ibu yang menyusui dan ibu menyusui pun juga merasa tidak memiliki waktu untuk memerah ASI mereka. Faktor inilah yang menjadi alasan utama ibu untuk memberikan susu formula pada bayi mereka
b. Faktor eksternal ibu menyusui
Faktor eksternal ibu menyusui meliputi faktor-faktor yang berasal dari luar ibu menyusui yang berhubungan dengan tindakan ibu menyusui dalam menggunakan susu formula untuk bayi. Faktor eksternal tersebut antara lain :
1. Pemberian susu formula (Promosi susu formula) yang dilakukan di Rumah Sakit atau Posyandu pada bayi
Pada saat ibu melahirkan atau pada saat persalinan, tempat pelayanan kesehatan adalah salah satu penentu ibu dalam memberikan ASI kepada bayinya. Hal ini disebabkan karena tempat pelayanan kesehatan adalah sebuah awal dimana kontak fisik antara ibu dan bayi terjadi agar ibu dapat menyusui bayinya dengan baik dan benar. Untuk menunjang keberhasilan laktasi, bayi hendaknya disusui segera atau sedini mungkin setelah lahir. Namun tidak semua persalinan berjalan normal dan tidak semua dapat dilaksanakan menyusui dini
Perlakuan rawat gabung pada bayi juga merupakan hal yang seharusnya dilakukan oleh Rumah Sakit atau Rumah Bersalin agar ibu dan melihat perkembangan bayi selama dirawat di RS, namun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis ditemukan bahwa masih banyak rumah sakit
commit to user commit to user
Perlakuan rawat gabung pada bayi yang baru lahir adalah salah satu cara untuk memudahkan pemberian ASI, dimana setelah kelahiran, bayi tidak ditempatkan dalam ruang tersendiri, melainkan disatukan dengan ibunya. Dengan demikian, orang tua akan lebih mudah dalam mengontrol kebutuhan bayi akan ASI. Dari wawancara yang dilakukan, sebagian besar rumah sakit maupun Rumah Bersalin sudah memberikan fasilitas rawat gabung (rooming in) pada bayi yang baru lahir, walau masih ada juga yang belum memberikan fasilitas tersebut. Di tempat pelayanan kesehatan dimana mereka melahirkanpun juga masih ada yang memberikan susu formula untuk diminumkan pada bayi namun itu hanya sebagian kecil saja. Hampir semua responden mengaku saat di Rumah Sakit atau Rumah Bersalin mereka ditempatkan 1 ruangan dengan bayi dan bayi mereka tidak diberi susu formula. Hanya ibu Murtiningsih yang mengaku tidak ditempatkan 1 ruangan dengan bayinya saat di Rumah Sakit. Ibu Murtiningsih mengatakan demikian
“ Setelah melahirkan itu saya dipisah dengan bayi, ditaruh di ruang sendiri-sendiri dan dikasih susu formula bendera dari RS padal anak saya lahirnya normal, ya mau gimana lagi mbak, kalau ASIne tidak keluar kan bayi itu harus diberi susu formula jadi saya ya setuju-setuju saja. Awalnya saya coba kasih ASI tapi terus saya kasih susu formula itu terus karena ASI saya tidak keluar“ (Sumber : Wawancara 1 Mei 2011)
Sedangkan Ibu Dwi Prihatin yang melahirkan anaknya yang prematur mengaku :
commit to user commit to user
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar tempat pelayanan kesehatan sudah memberikan fasilitas rawat gabung (rooming in) terhadap ibu dan bayi, meskipun masih ada tempat pelayanan kesehatan yang tidak memberikan fasilitas ini, seperti yang dialami oleh Ibu Murtiningsih, setelah melahirkan ia dipisah dengan bayinya dan selama dipisah bayinya diberi susu formula dari RS dengan alasan karena ASI dari Ibu Murtiningsih pada saat itu tidak keluar. Lain lagi dengan Ibu Murtiningsih, Ibu Dwi Prihatin pada awal kelahiran juga dipisah dengan bayinya namun itu bukan karena tempat pelayanan kesehatan dimana ia melahirkan tidak memberikan fasilitas rawat gabung melainkan karena kondisi bayi dari Ibu Dwi Prihatin yang tidak normal (prematur) sehingga perlu disinar atau dimasukkan inkubator dan dipisahkan dengan ibunya selama 1 hari dan hari berikutnya saat kondisi bayi sudah cukup kuat baru ditempatkan satu ruangan dengan ibunya. Selama dipisahkan dengan ibu Dwi Prihatin, bayinya diberikan susu khusus untuk berat bayi lahir rendah dari RS dikarenakan lahirnya yang prematur.
commit to user commit to user
Berikut pernyataan dari Ibu Yustina : “Sejak saya menempati bagian bangsal perawatan ibu dan anak,
disini juga sudah diberlakukan kebijakan untuk tidak menempatkan ibu dan bayi dalam satu ruangan dikarenakan bayi setelah lahir rentan terinfeksi virus dan bayi membutuhkan ruangan khusus yang steril agar terjaga kesehatannya, maka dari itu bayi hanya diberikan pada ibunya saat jam-jam tertentu saja dan saat di ruang steril bayi akan diberi susu formula oleh perawat yang ada disana. Kebijakan ini sudah daridulu dan saya sendiri tidak tahu bagaimana awal mulanya. Saya disini hanya sebagai pengawas dan memberikan perintah saja.” (Sumber : wawancara 17 November 2011)
Dari pernyataan Ibu Yustina diatas dapat dilihat bahwa di RS Dr.Oen memang telah mempunyai kebijakan untuk tidak menempatkan ibu dan bayi dalam 1 ruangan sekalipun kelahirannya normal, dengan alasan kesterilan ruangan dan kesehatan bayi, dan beliau mengikuti apa yang menjadi kebijakan di Rumah Sakit.
Namun tidak semua Rumah Sakit mempunyai kebijakan seperti yang telah diungkapkan oleh Ibu Yustina diatas, di RSUD Moewardi, ibu dan bayi ditempatkan dalam satu ruangan dan tidak diberi susu formula apapun. Hal ini disampaikan oleh Ibu Nur selaku staff kesehatan di RSUD Moewardi. Beliau mengungkapkan :
“Biasanya kalau kelahiran normal itu setelah ibu melahirkan, bayi dibersihkan lalu ditempatkan dalam satu ruangan agar ibu dapat belajar untuk menyusui secara ekslusif dan kami juga tidak memberikan susu formula pada bayi, kecuali dalam operasi caesar atau bayi prematur maka kami harus memberikan susu formula disebabkan karena kondisi ibu dan bayi yang tidak memungkinkan” ( Sumber: wawancara 22 November 2011)
commit to user
bayi dibawah 1 tahun berdasarkan Kepmenkes 237 ini, namun dikarenakan tidak efektifnya pengawasan atas pelaksanaan peraturan ini serta sanksi yang tidak maksimal, pelanggaran atas peraturan ini pun terjadi di mana-mana, termasuk di Kota Surakarta. Banyak sekali kita jumpai rumah sakit-rumah sakit yang menjadi sarana promosi susu formula, sampel gratis dibagikan dimana-mana dan pelanggaran-pelanggaran lainnya. Hal berikut ini juga dialami oleh beberapa responden, seperti yang diungkapkan oleh Ibu Murtiningsih berikut ini :
“Dulu saya dikasih susu bendera kotak kecil dari RS karena waktu habis melahirkan itu ASI saya tidak keluar dan memang dari RS bayi saya langsung dikasih susu bendera itu” (Sumber : Wawancara
1 Mei 2011)
Dari apa yang telah diungkapkan oleh Ibu Murtiningsih diatas menunjukkan bahwa masih adanya Rumah Sakit yang tidak mengikuti kebijakan yang telah diatur oleh pemerintah. Apa yang dialami oleh Ibu Murtiningsih ternyata juga dialami oleh responden lain, yaitu Ibu Yuli yang mengaku ditawari untuk membeli produk susu formula Lactogen oleh perawat di Rumah Sakit dimana ia melahirkan sampai akhirnya mertuanya memutuskan untuk membeli produk tersebut. Namun Ibu Yuli berbeda dengan Ibu Murtiningsih yang terus memberikan susu formula dari RS kepada bayinya, meski mertuanya membeli produk susu formula tersebut, Ibu Yuli tetap memilih untuk menyusui bayinya secara eksklusif dan tidak memberikan susu formula yang telah dibeli oleh mertuanya.
commit to user commit to user
Dalam pelaksanaannya, promosi susu formula yang dilakukan oleh produsen ternyata tidak hanya berlangsung di Rumah Sakit atau Rumah Bersalin melainkan juga terjadi di Posyandu yang ada di masyarakat dengan persetujuan dari Puskesmas setempat. Hal inilah yang diungkapkan oleh Kader Posyandu daerah Losari, Ibu Sugeng, yang menyatakan sebagai berikut:
“Riyin niku enten promosi mbak wonten Posyandu, pun sekitar 3 kali, niku sing promosi saking sales, merk susune SGM, carane niku nggih diparingi sithik-sithik ngoten,biasane dikasih wonten adah gudir (agar-agar) cilik ngoten niku terus dimimikke anak’e, terus nek ibu’e ajeng mundut nggih mundut wonten mriku, Puskesmase nggih ngertos, kan niku ijin lapor riyin kaleh Puskesmas” (Dulu itu ada promosi mbak di Posyandu, sudah sekitar 3 kali, itu yang promosi dari sales, merk susunya SGM, caranya itu dikasih sampel sedikit-sedikit, biasanya ditaruh di tempat agar-agar(jelly kecil terus diminumkan ke anaknya, terus kalau ibunya mau beli ya tinggal beli disitu, Puskesmasnya ya tahu, kan itu ijin lapor dulu ke Puskesmas) (Sumber : Wawancara 6 Juni 2011)
Dari apa yang diungkapkan oleh Ibu Sugeng diatas dapat dilihat bahwa di Posyandu daerah Losari telah sering menjadi sasaran promosi yang dilakukan oleh sales sebuah produk susu formula dan hal tersebut ternyata diketahui oleh Puskesmas dan Puskesmas setempat (dalam hal ini yaitu Puskesmas Sangkrah) memberikan ijin kepada sales tersebut untuk mengadakan promosi di Posyandu, namun ijin yang diberikan oleh Puskesmas sebenarnya hanya
commit to user commit to user
Hanya ASI yang paling ideal untuk bayi, maka perubahan yang dilakukan pada komponen gizi susu sapi harus mendekati susunan zat gizi ASI. Meskipun para ahli teknologi telah berusaha untuk memperbaiki susunan zat gizi susu sapi agar komposisinya mendekati susunan zat gizi ASI, sampai saat ini usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang baik. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah adanya pembagian susu formula yang dilakukan oleh petugas kesehatan/ non kesehatan di tempat ibu melahirkan atau Posyandu yang dibeli oleh responden sehingga akan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi.
Promosi atau pemberian susu formula pada bayi ternyata juga tidak hanya dilakukan di Rumah Sakit tapi juga dilakukan di Posyandu, dari penelitian yang penulis lakukan dan dari informasi yang didapat dari Kader Posyandu, di Daerah Losari, Kelurahan Semanggi ini pernah mendapatkan promosi susu formula dari produsen susu yang datang ke Posyandu di daerah ini.
commit to user commit to user
2. Rumah Sakit dan tenaga kesehatan menyarankan agar ibu yang ASI
nya tidak cukup untuk menambah dengan susu formula
Pemerintah dan Peraturan Perundangan serta peraturan lainnya yang mendukung ASI Eksklusif. Peraturan ataupun kebijakan publik sangat diperlukan untuk mendukung seorang ibu dapat menyusui secara eksklusif. Adanya upaya Pemerintah dalam mengatur pemasaran PASI akan menghindarkan para ibu dalam menggunakan susu formula selama masa menyusui. Disamping itu perlu ada kebijakan yang melarang atau membatasi penggunaan susu formula di fasilitas kesehatan untuk mencapai keberhasilan menyusu.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, terdapat ibu yang saat melakukan konsultasi maupun selama di Rumah Sakit disarankan oleh petugas kesehatan untuk menggunakan susu formula untuk bayi jika ASI yang mereka miliki tidak cukup. Beberapa rumah sakit memberikan susu formula pada bayi yang baru lahir sebelum ibunya mampu memproduksi ASI. Hal itu menyebabkan bayi tidak terbiasa menghisap ASI dari puting susu ibunya, dan
commit to user commit to user
- Ibu Meliana : “ dulu kan saya kasih SGM tapi cuma sampai umur 1 minggu, belinya ya di apotik di RS sama kempongnya waktu saya konsultasi, dikasih itu terus nangise rodok jarang, terus saya ganti lactogen karena dikasih tahu mbah’e terus saya coba itu cocok dan perkembangane juga bagus, anaknya lincah” (Sumber : Wawancara 27 April 2011 )
- Ibu Tri Widiati : ”sejak umur 105 hari sudah saya beri susu formula karena air susu saya tidak keluar. Saya pakai susu formula itu dari saya sendiri, dikasih itu ya cocok kok, dicoba dari RS itu kan SGM, kan itu belinya di RS, saya konsultasi, kan katanya kalau tidak keluar ASInya diberi susu formula saja, dicoba SGM dulu, kalau tidak cocok diganti lainnya tapi ternyata cocok-cocok saja” (Sumber: Wawancara
30 April 2011)
Faktor petugas kesehatan juga berpengaruh dalam penggunaan susu formula untuk bayi, seperti yang dialami oleh Ibu Meliana dan Ibu Tri Widiati yang mengaku membeli susu formula di Rumah Sakit dimana mereka melahirkan karena rekomendasi dari petugas kesehatan saat mereka melakukan konsultasi karena ASI mereka yang tidak keluar. Dokter dan tenaga medis mempunyai peran yang besar dalam menentukan apakah seorang ibu akan memberikan susu formula kepada bayinya atau tidak. Dokter dan tenaga medis adalah pembuat keputusan pada institusi kesehatan bersangkutan
commit to user
ketergantungan terhadap susu formula bayi. Saat hal ini ditanyakan kepada staff kesehatan di Rumah Sakit, mereka membenarkan pernyataan dari responden diatas, karena jika pasien (dalam hal ini ibu menyusui) mulai mengeluhkan jumlah ASI mereka yang sedikit atau tidak keluar, secara tidak langsung mereka meminta kepada petugas kesehatan untuk memberikan saran tentang susu formula apa yang seharusnya mereka berikan untuk bayi. Meski kadang petugas sudah menyarankan untuk terus memberikan ASI eksklusif namun cara tersebut ternyata tetap tidak efektif untuk membuat ibu tidak memberikan susu formula untuk bayinya.
Faktanya, pada hari pertama sebenarnya bayi belum memerlukan cairan atau makan, sehingga tidak atau belum diperlukan pemberian susu formula atau cairan lain sebelum ASI keluar ”cukup” (cairan Prelactal feeding). Pemberian prelactal feeding sebetulnya tidak diperlukan karena hanya merugikan ibu, yaitu ASI ibu akan lebih lambat terbentuk karena bayi tidak cukup kuat menghisap, dan merugikan bayi sebab bayi akan kurang mendapat kolostrum. Bila bayi kurang/tidak mendapat kolostrum, akan lebih sering menderita mencret atau penyakit lain, terutama bila susu formula tercemar. Selain itu, bila cairan prelactal diberikan dengan dot, kemungkinan bayi akan mengalami kesukaran minum pada puting susu ibunya atau bingung puting (nipple confusion). (Roesli, 2000)
Penerangan mengenai pemberian ASI dan dukungan oleh petugas kesehatan tentang pelaksanaan ASI yang benar sangat diperlukan bagi ibu
commit to user commit to user
3. Lingkungan sekitar ibu menyusui yang menyarankan ibu menyusui untuk memberikan susu formula pada bayi
Lingkungan menjadi faktor penentu kesiapan dan kesediaan ibu untuk menyusui bayinya. Tatanan budaya cukup berpengaruh dalam pengambilan keputusan ibu untuk menyusui atau tidak menyusui. Pengalaman dalam keluarga ibu tentang menyusui, pengalaman ibu, pengetahuan ibu dan keluarganya tentang manfaat ASI, dan sikap ibu terhadap kehamilannya (diinginkan atau tidak), sikap suami dan keluarga lainnya terhadap pengambilan keputusan untuk menyusui atau tidak. Gaya hidup masyarakat perkotaan modern yang saat ini terjadi ialah menganggap bahwa penggunaan susu formula adalah hal yang wajar dan dianggap sebagai suatu kemajuan atau sebuah peningkatan status sosial.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, masih terdapat ibu yang menggunakan susu formula karena terpengaruh lingkungan sekitar, terutama dari lingkungan keluarga. Seperti yang dialami oleh Ibu Meliana berikut ini :
“Dari lingkungan sekitar, ya dari mbah’e...kan anake nangis terus tho udah disusui tapi kok tetap nangis terus kan saya ndak tega, dulu kan saya kasih SGM tapi cuma sampai umur 1 minggu, belinya ya di apotik di RS sama kempongnya, dikasih itu terus nangise rodok jarang, terus
commit to user commit to user
Selain Ibu Meliana, Ibu Murtiningsih juga menyatakan memberikan susu formula karena pengaruh dari tetangga di sekitar rumahnya yang kebanyakan memberikan susu formula untuk bayi sehingga ia menganggap hal tersebut adalah hal yang wajar dan bagian dari gaya hidup wanita modern.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, ditemukan banyaknya masalah seputar menyusui bayi dan penyebab ibu lebih memilih menggunakan susu formula dibanding memberikan ASI eksklusif, masalah tersebut diantaranya adalah kurangnya pengetahuan tentang ASI eksklusif, kurangnya dukungan dari petugas kesehatan maupun tempat pelayanan kesehatan selama ibu dirawat di Rumah Sakit atau Rumah Bersalin, semakin banyaknya ibu menyusui yang bekerja dan tempat kerja yang tidak mendukung program ASI eksklusif, penggunaan susu formula untuk bayi serta promosi susu formula yang semakin gencar dilakukan.
Mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) merupakan salah satu hak azasi bayi yang harus dipenuhi. Untuk mendukung hal tersebut telah dikeluarkan berbagai pengakuan atau kesepakatan baik yang bersifat global maupun nasional yang bertujuan melindungi, mempromosikan, dan mendukung pemberian ASI. Dengan demikian, diharapkan setiap ibu di seluruh dunia dapat melaksanakan pemberian ASI dan setiap bayi di seluruh dunia memperoleh haknya mendapat ASI.
commit to user commit to user
Berdasarkan pengakuan dari responden maupun Kader Posyandu mengenai persepsi mereka tentang perbedaan bayi yang diberi ASI saja dengan bayi yang diberi susu formula dapat dilihat bahwa secara umum, bayi yang diberi susu formula itu memang lebih gemuk dibanding yang disusui secara eksklusif namun gemuknya tidak alami dan badannya tidak kencang. Selain itu, daya tahan bayi yang disusui secara eksklusif lebih kuat daripada bayi yang diberi susu formula, meskipun itu tergantung dari kondisi bayi yang berlainan. Namun dari pengamatan mereka, bayi yang diberi susu formula lebih sering sakit dibanding dengan bayi yang hanya diberi ASI saja.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), cakupan ASI eksklusif enam bulan menurun dari 42,5 persen (1997) menjadi 39,5 persen (2002). Sementara penggunaan susu formula justru meningkat lebih dari tiga kali lipat selama lima tahun dari 10,8 persen (1997) menjadi 32,5 persen (Depkes RI, 2002).
Meningkatnya harga susu formula seharusnya membuat masyarakat kembali menyusui bayi dengan air susu ibu (ASI). Sebab, ASI merupakan nutrisi terbaik bagi bayi. Kandungan lemak, karbohidrat, zat gizi lain, terutama zat antibodi, dalam ASI tidak akan diperoleh dalam susu formula mana pun.
commit to user
harga yang harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi keluarga serta kesediaan yang mudah dicari dan distribusi yang berkelanjutan di pasaran. Harga susu tidak secara langsung berkaitan dengan kualitas kandungan gizinya. Saat ditanya tentang pengaruh harga susu formula terhadap pemberian ASI, keenam responden mempunyai pendapat yang berlainan. Ibu yang menyusui secara eksklusif seperti Ibu Yuli dan Ibu Sri Haryani menyatakan bahwa dengan mereka menyusui berarti sudah menghemat perekonomian keluarga, susu yang ada dirasa mereka terlalu mahal sehingga mereka memilih untuk menyusui bayi mereka secara eksklusif.
Harga susu formula yang kian melambung juga berpengaruh terhadap ibu yang dalam kesehariannya menggunakan susu formula untuk bayi mereka. Karena harga susu yang semakin naik dan mahal, saat ini ibu Meliana lebih sering memberikan ASI untuk bayinya daripada diberi susu formula. Sikap yang dilakukan oleh Ibu Meliana diatas mungkin adalah salah satu dari dampak positif dari kenaikan harga susu formula untuk bayi karena dengan naiknya harga susu formula, banyak ibu yamg memilih untuk lebih menyusui bayinya. Namun disamping itu, masih banyak ibu lain yang masih tetap memberikan susu formula untuk bayinya dengan alasan karena bayi mereka harus diberi susu formula, susu formula sudah menjadi sebuah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi sebagai makanan utama bayi meskipun mereka merasa keberatan dengan harga susu formula yang semakin lama semakin meningkat.
commit to user commit to user
Tabel 2.10 Penggunaan Susu Formula oleh Ibu Menyusui
No
Nama Responden
Merk susu dan berat bersih susu
Harga susu
1 Ibu Meliana
Lactogen 400 gram Rp 32.000 (untuk 1 minggu)
2 Ibu Tri Widiati
SGM 150 gram
Rp 11.500 (untuk 3 hari)
3 Ibu Murtiningsih
Susu bendera (Frisian Flag) 800
gram
Rp 83.000 (untuk 3 minggu)
4 Ibu Dwi Prihatin
Lactogen 600 gram Rp. 54.000 (untuk 1 minggu) Sumber : Data primer diolah November 2011
Dari apa yang telah diungkapkan oleh ibu yang menggunakan susu formula diatas dapat diketahui bahwa faktor harga susu formula berpengaruh terhadap pola pemberian ASI, namun karena mereka menganggap bahwa susu formula adalah suatu kebutuhan pokok bayi yang harus dipenuhi maka mereka akan berusaha untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan tersebut meskipun harganya dirasa cukup mahal.
Hal lain yang dirasa penting dalam tindakan ibu menyusui menggunakan susu formula ialah saat munculnya issue mengenai adanya Enterobacter sakazakii (E. sakazakii) dalam susu formula bayi dan bubur bayi, membuat banyak kalangan terutama ibu-ibu menjadi panik. Berdasarkan hasil penelitian para peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB), ditemukan 22,73 persen susu formula (dari 22 sampel) dan
40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan telah terkontaminasi Enterobacter sakazakii.
commit to user commit to user
Bakteri Sakazakii sangat berbahaya bagi bayi yang berusia 6-12 bulan dan menurut data yang sudah didapat, angka kematian bayi yang disebabkan oleh bakteri ini 40-80%. Dalam beberapa wabah dilaporkan 20% sampai > 50% bayi yang terjangkit penyakit tersebut meninggal. Gejala yang dapat terjadi pada bayi atau anak di antaranya adalah diare, kembung, muntah, demam tinggi, bayi tampak kuning, kesadaran menurun (malas minum, tidak menangis), mendadak biru, sesak hingga kejang. Bayi prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram) dan penderita dengan gangguan kekebalan tubuh adalah individu yang paling beresiko untuk mengalami infeksi ini. Meskipun juga jarang, bakteri patogen ini dapat mengakibatkan bakterimeia dan osteomielitis (infeksi tulang) pada penderita dewasa. (http://dinendras.wordpress.com)
Dari semua responden yang telah diwawancarai, awalnya mereka merasa takut dan kuatir saat mendengar berita tentang bakteri yang mencemari produk susu formula. Adanya bakteri itu juga yang membuat ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif menjadi semakin yakin bahwa ASI adalah yang paling baik untuk bayi dan menjadi semakin tidak ingin memberikan susu formula untuk bayi mereka
commit to user
formula juga menimbulkan ketakutan dan kekuatiran pada ibu yang sebelumnya telah menggunakan susu formula untuk bayi mereka, meskipun awalnya mereka merasa takut tapi mereka tidak dapat berbuat banyak karena jika bayi mereka tidak diberi susu formula maka bayi mereka akan terus menangis meminta susu, bayi mereka sudah terlanjur menjadi ’ketagihan’ susu formula sehingga meskipun ada issue tentang bakteri tersebut, mereka tetap menggunakan susu formula dan pada akhirnya mereka berusaha mencari informasi mengenai bakteri tersebut dan cara bagaimana agar susu formula yang mereka berikan tidak tercemar.
Semua yang telah diuraikan oleh penulis diatas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan ibu menyusui dalam penggunaan susu formula untuk bayi diatas menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh ibu menyusui merupakan suatu tindakan sosial. Menurut Weber dalam teori tindakan sosial menyebutkan bahwa suatu tindakan ialah perilaku manusia yang mempunyai makna subyektif bagi pelakunya. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain, dan berorientasi pada perilaku orang lain. Pertama, tindakan manusia, yang menurut si aktor mengandung makna yang subyektif. Ini meliputi berbagai tindakan nyata. Kedua, tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subyektif. Ketiga, tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam. Keempat, tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu. Kelima, tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan
commit to user commit to user
Tindakan ibu menyusui untuk menggunakan susu formula untuk bayi dipengaruhi oleh gaya hidup dan banyak persepsi dari lingkungan yang menganggap penggunan susu formula ialah hal yang wjar dan menjadi sebuah kemajuan, serta banyaknya ibu menyusui di lingkungan sekitar yang menggunakan susu formula sehingga situasi dan kebiasaan tersebut diikuti oleh banyak ibu lainnya sehingga ibu memilih untuk memberikan susu formula untuk bayinya dengan alasan bahwa air susu yang dimilikinya tidak cukup atau tidak keluar maupun karena faktor pekerjaan.
Seperti halnya budaya makan, maka budaya menyusui juga dipengaruhi oleh gaya hidup. Nampaknya di negara berkembang ibu-ibu lebih menyukai makanan buatan atau pabrik yang dirasa terjamin kebersihannya, dan merasa bangga kalau dapat memberikan susu formula pada bayinya. Dengan semakin canggihnya komunikasi dan sistem periklanan yang menyesatkan, ibu-ibu di pedesaan pun “terkontaminasi” dengan mode ini. Selain itu menyusui dianggap sebagai suatu adat kebiasaan kolot atau terbelakang oleh sebagian orang. .Maka terjadi penurunan jumlah ibu-ibu yang menyusui baik di kota maupun di desa. Di banyak negara berkembang, pada mereka yang lebih menekankan duniawi dan menganggap susu formula sebagai lambang status, ada kecenderungan ibu-ibu beralih ke susu formula sebagai pelepasan diri dari tekanan sebagai ibu. Keadaan
commit to user commit to user
Jean Baudrillard dalam teorinya tentang masyarakat konsumer menyatakan bahwa masyarakat yang dibentuk dan dihidupi oleh konsumsi, yang menjadikan konsumsi sebagai pusat aktivitas kehidupan, dengan hasrat selalu dan selalu mengkonsumsi. Dalam masyarakat konsumer, objek-objek konsumsi yang berupa komoditi tidak lagi sekedar memiliki manfaat (nilai-guna) dan harga (nilai-tukar) Namun lebih dari itu ia kini menandakan status, prestise dan kehormatan (nilai- tanda dan nilai-simbol)
Masyarakat konsumer yang berkembang saat ini adalah masyarakat yang menjalankan logika sosial konsumsi, dimana kegunaan dan pelayanan bukanlah motif terakhir tindakan konsumsi. Melainkan lebih kepada produksi dan manipulasi penanda-penanda sosial. Individu menerima identitas mereka dalam hubungannya dengan orang lain bukan dari siapa dan apa yang dilakukannya, namun dari tanda dan makna yang mereka konsumsi, miliki dan tampilkan dalam interaksi sosial.
Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi perkembangan produksi baik bahan makanan maupun barang kebutuhan hidup lain-lainnya rupanya berekspansi terus tanpa mengenal batas (Kartodiharjo, 1995). Kemajuan ini memberi keleluasaan bagi kemudahan baik dalam bidang pekerjaan maupun
commit to user commit to user
Produsen tampaknya sangat jeli dalam melihat kebutuhan konsumen akan prestise, dan kemudian memanfaatkan untuk pemasaran produk mereka. Thoyibi (1995) menjelaskan bahwa yang dilakukan oleh produsen produsen pertama kali adalah mengacaukan konsep kualitas hidup dengan standar hidup, mengacaukan konsep kebutuhan dengan konsep keinginan yang pemuasannya hanya menghasilkan kenikmatan sementara dalam hal ini yang dilakukan produsen dengan cara promosi. Promosi mencoba menarik hal-hal yang seharusnya berada di wilayah “keinginan” ke dalam wilayah “kebutuhan”. Dengan demikian konsumen akan berusaha untuk memenuhi keinginannya karena menganggap keinginan tersebut sebagai kebutuhan. Dalam produk susu formula hal ini tampak sekali dengan model periklanan yang menonjolkan bahwa produknya mengandung zat-zat tertentu yang dikatakan sangat bermanfaat bagi kecerdasan dan pertumbuhan anak. Konsep kecerdasan begitu ditonjolkan untuk memberikan kesan seakan-akan apabila ingin anak cerdas maka susu formula ini merupakan jawaban dari kebutuhannya. Walaupun di sisi lain sebenarnya juga diketahui bahwa tidak ada yang dapat mengungguli kelebihan ASI dalam hal nutrisinya.
commit to user
kecuali jika kebutuhan yang mendasari diaktifkan dan dipenuhi. Tindakan membeli tak dapat dijalankan sebelum adanya suatu kebutuhan. Peranan utama dari upaya pemasaran adalah menempatkan produk akan jasa pada posisi yang paling menguntungkan berkenaan dengan potensi untuk memenuhi kebutuhan. Sebagai contoh : banyak wanita tak lagi memberikan ASI nya secara eksklusif karena alasan ASI sedikit atau bahkan tidak keluar, karena ibu bekerja dan tak ada TPA (Tempat Penitipan Anak). Sementara untuk pulang pergi dari kantor ke rumah dipandang tak efektif. Situasi seperti ini menciptakan kebutuhan akan adanya susu formula yang diharapkan dapat menggantikan ASI. Dan ketika produk beredar dengan promosi yang luar biasa gencarnya maka ini semakin mendukung dan mendorong ibu lebih memilih alternatif pengganti susu formula. Pada akhirnya berkembang menjadi suatu trend gaya hidup yang menunjukkan prestise kelas sosial tertentu. Misalnya merk susu formula telah menjadi lambang status dan sosial tertentu.
Telah banyak diketahui bahwa promosi yang dilakukan oleh perusahaan susu formula untuk bayi seringkali menyesatkan dan berhasil merayu ibu-ibu untuk menggunakan susu formula. Dari hasil penelitian, promosi tersebut dilakukan di Posyandu maupun RS dengan memberikan susu formula untuk bayi saat sedang dirawat di rumah sakit sehingga kebanyakan bayi sudah tidak mau lagi disusui karena telah terlanjur merasakan susu formula yang diberikan dari pihak rumah sakit. Di Kota Surakarta, promosi pemanfaatan sumber daya ASI dan
commit to user commit to user
Dari semua yang telah diungkapkan diatas, nampak ada kecenderungan bahwa kondisi perkotaan telah menurunkan kebiasaan menyusui dan terjadinya peningkatan penggunaan susu formula untuk bayi yang dilakukan oleh ibu menyusui karena berbagai faktor diatas. Dalam hal ini, bayi merupakan generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, kualitas generasi penerus perlu dipersiapkan sedini mungkin. Untuk itu, peranan ibu untuk menyusui dan memberikan ASI Ekslusif pada bayinya sangatlah besar.
commit to user