KETENTUAN PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GADAI (Ditinjau Dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata)

KETENTUAN PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GADAI (Ditinjau Dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata)

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh ONI KURNIAWAN NIM. E 1107052 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi) KETENTUAN PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GADAI (Ditinjau Dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata)

Oleh Oni Kurniawan NIM. E 1107052

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 2 Desember 2012

Dosen Pembimbing Skripsi I Dosen Pembimbing Skripsi II

Endang Mintorowati, S.H.,M.H Ambar Budhisulistyawati, S.H.,M.Hum

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi) KETENTUAN PENYELESAIN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GADAI (Ditinjau Dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Oleh Oni Kurniawan NIM. E1107052

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari : Rabu Tanggal : 21 Desember 2011

DEWAN PENGUJI

1. Dr. M. Hudi Asrori S, S.H.,M.Hum (………………….) NIP. 19601107 198911 1001

2. Endang Mintorowati S.H.,M.H (………………….) NIP. 19490505 198003 2001

3. Ambar Budhisulistyawati, S.H.,M.Hum (………………….)

NIP. 19571112 198303 2001

Mengetahui Dekan

Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum

PERNYATAAN

Nama : Oni Kurniawan Nim

: E 1107052

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) berjudul : KETENTUAN PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GADAI (Ditinjau Dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Januari 2011 Yang membuat pernyataan

Oni Kurniawan

E 1107052

MOTTO

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. Al. Baqarah : 153)

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah Niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (QS. Al. An’am : 17)

Semakin malas kita hari ini, semakin banyak yang harus kita kerjakan besok (Sarip, SH)

Menjadikan setiap kesulitan sebagai pondasi yang kokoh Pada saat menggapai keberhasilan (Oni Kurniawan)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

Allah SWT, Rabb semestas alam

Rasulullah Muhammad SAW teladan dalam hidupku

Ibu, Bapak dan Adikku insan terbaik yang pernah kumiliki

Seluruh keluarga besarku

ü Motivator yang selalu memotivasiku dalam mengerjakan Penulisan Hukum ini

ü Seluruh kawan FH UNS Segenap civitas akademika FH UNS

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas karunia, nikmat, serta petunjukNYA sehingga penulis dapat menyelesaiakan Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul: “KETENTUAN PENYELESAIAN WANPRESTASI

DALAM PERJANJIAN GADAI (Ditinjau Dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata)”

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu baik materiil maupun non-materiil sehingga penulisan hukum (Skripsi) ini dapat diselesaikan, terutama kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

2. Ibu Djuwityastuti, S.H., M.H, selaku Kepala Bagian Hukum Perdata;

3. Ibu Endang Mintorowati, S.H.,M.H, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini;

4. Ibu Ambar Budhisulistyowati, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini;

5. Bapak Harjono, S.H.,M.H, selaku Ketua Program Non Reguler atas nasehat dan arahan-arahannya bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum;

6. Bapak dan Ibu Dosen beserta seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

7. Ibu Sutarni AMA PD, Bapak Sarip SH, kalian adalah insan terbaik yang pernah kumiliki, tidak ada satupun yang dapat membayar seluruh pengorbanan dan cinta kasih kalian. Terima kasih atas petuah-petuah, kasih saying dan pengorbanannya. Maaf apabila baru ini yang bisa kupersembahkan;

8. Adikku satu-satunya Aris Setyawan, keluarga besar Eyang Gito Suwiryo dan keluarga besar Eyang Ahmad Sungudi, serta Fadisa Quamila motivator yang selalu memberiku

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penyusunan skripsi ini;

Semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Surakarta, 2 Desember 2011 Penulis

(Oni Kurniawan)

a. Istilah dan Pengertian Jaminan ................... 27

b. Jenis Jaminan .............................................

c. Syarat-syarat dan Manfaat Benda Jaminan

d. Sifat Perjanjian Jaminan .............................

e. Bentuk dan Substansi Perjanjian Jaminan..

3. Tinjauan Tentang Gadai ...........................................

a. Pengertian Gadai ........................................

b. Dasar Hukum Gadai ...................................

c. Perjanjian Gadai .........................................

d. Unsur-unsur Gadai .....................................

e. Subjek dan Objek Gadai ............................

f. Prosedur dan Syarat-syarat Pemberian dan Pelunasan Pinjaman Gadai ......................... 36

g. Bentuk dan Substansi Perjanjian Gadai .....

h. Hak dan Kewajiban antara Pemberi dan Penerima Gadai ..........................................

i. Jangka Waktu Gadai .................................. 39 j. Hapusnya Gadai .........................................

40 k. Pelelangan Barang Gadai ...........................

40 l. Kerangka Pemikiran ................................... 42 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian ........................................................ 44

2. Pembahasan .............................................................. 56

a. Bagaimana Ketentuan Debitur Dinyatakan Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata ................

b. Bagaimana Ketentuan Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai Menurut Kitab Undang- undang Hukum Perdata .......................................

61 BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ................................................................... 68

B. Saran ......................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

ABSTRAK

ONI KURNIAWAN.

E1107052.

KETENTUAN

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GADAI Ditinjau Dari Kitab Undang- undang Hukum Perdata). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2011.

Penelitian dalam rangka Penulisan hukum (Skripsi) ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan-ketentuan apa saja yang digunakan dalam melakukan perjanjian gadai, baik dalam melakukan pemberian kredit hingga ketentuan yang mengatur mengenai permasalahan wanprestasi yang timbul dengan adanya perjanjian gadai tersebut.

Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat preskriptif dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum doctrinal. Lokasi penelitian yaitu di perpustakaan-perpustakaan, antara lain perpustakaan fakultas hukum univesitas sebelas maret Surakarta dan perpustakaan pribadi dengan buku-buku yang dimiliki penulis yang berkaitan dengan penulisan hukum ini, dan melalui media internet. Jenis bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum atau disebut dengan studi kepustakaan dengan membaca buku-buku, literatur, dokumen-dokumen dan hasil penelitian yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan yang diteliti. Analisis bahan hukum menggunakan analisis preskriptif.

Berdasarkan bahan hukum yang ditemukan dalam penelitian yang telah dilakukan oleh penulis diperoleh hasil bahwa ketentuan yang diterapkan dalam jaminan gadai antara lain mengenai pelaksanaan perjanjian, ketentuan debitur dinyatakan wanprestasi, ketentuan penyelesaian yaitu lelang terhadap benda jaminan didasarkan atas adanya wanprestasi dari debitur (nasabah), sebelum lelang debitur diberi peringatan (somasi) dan penetapan lalai (ingebrekestelling) dari kreditur bahwa apabila debitur tidak melakukan prestasinya secara sukarela, maka kreditur berhak untuk menjual dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi) benda jaminan guna mengambil pelunasan piutangnya. Jika ada uang kelebihan, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal maka dikembalikan pada debitur. Dalam ketentuan gadai debitur hanya diwajibkan untuk melakukan kewajibannya, apabila debitur tidak melakukan kewajiban sesuai dengan ketentuan gadai maka debitur tersebut wanprestasi, jika terjadi waprestasi sehingga dilaksanakan lelang jaminan.

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapkan pemerintah lebih berperan dalam memberdayakan lembaga pegadaian yang ada sekarang ini dengan tujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan peran lembaga pegadaian. Manfaat praktisnya adalah hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam rangka melakukan perjanjian gadai yang dapat memberikan keadilan bagi semua pihak sehingga baik kreditur maupun debitur tidak dirugikan salah satunya. Selain itu karena masih digunakannya kitab undang-undang hukum perdata dalam pengaturannya, maka pemerintah segera membuat undang-udang nasional sendiri untuk mengaturnya.

Kata Kunci : Gadai, Ketentuan, Wanprestasi

ABSTRACT

ONI KURNIAWAN. E1107052. STIPULATION OF FAILURE SOLUTION IN PAWN AGREEMENT(REVIEW FROM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA). LAW FACULTY OF SEBELAS MARET UNIVERSITY OF SURAKARTA. RESEARCH PAPER. 2011.

The purpose of this research is to know what stipulations are used in doing pawn agreement, either credit granting to stipulate which manage a problem of failure that appears caused by pawn agreement.

This research is perspective and belong to law doctrinal research if saw from it is purpose. The location of this research are libraries such as library of Law Faculty of Sebelas Maret University Of Surakarta and personal library (the writer’s book) and searching through internet. Data of this research consist of primary, secondary and tertiary legal materials. Data is collected by using literature study. Data is analyzed by using perspective data analysis.

Based on this research, the writer found that stipulations applied in a pawn agreement were. Among the other, stipulations about agreement implementation. Requirements used in defermining that a debtor is failure, settlement stipulations namely collateral public sale based on debtor’s (client’s) failure. Before the public sale is performed debtor is provided with a notice (summations) ans failure statement from creditor. The notice states that if debtor had not performed their obligation voluntarily, than the creditor has a right to sell, on the creditor’s authority. The collateral selling is exceeding amount of the debt and capital lease, than remaining moner is returned to the debtor. In the pawn agreement a debtor is only has a responsible to do their own responsibility. If a debtor doesn’t do their responsibility which is suitable with the pawn agreement so that debtor was failure. If the failure happens so the collateral public sale must be performed.

Theoretical implication of this research is for government is hoped to have a greater role in empowering public pawn shops considering their existence is very useful for people. Practical implications of the research is the findings of the research can be used as reference in making a pawn agreement in order to provide justice to all related parties, so that the debtor or creditor will not be harmed by the pawn agreement, in addition, because Civil Law is still used in regulation of the pawn agreement. Then it is better that government is immediately legislating a specific law to regulate the pawn agreement.

Key words : Pawn, Stipulation, Failure

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan kehidupan masyarakat semakin hari semakin meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula dengan kebutuhan yang semakin bertambah dan membawa persoalan dalam pemenuhannya. Kebutuhan akan menimbulkan suatu dorongan atau desakan alami untuk memuaskan kebutuhan tersebut dan adanya kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Kebutuhan akan mudah terpenuhi bila sumber-sumber tersedia, tetapi apabila jumlahnya terbatas, maka manusia akan tertantang untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Keadaan ekonomi yang sekarang ini terjadi di Indonesia, keadaan yang sulit yaitu keadaan yang berat untuk masyarakat untuk memenuhi kebutuhan yang harus dipenuhi. khususnya dialami oleh wirausahawan, baik usaha yang bersifat kecil, menengah, maupun usaha berskala besar. Wirausahawan yang bergerak disektor industri, perdagangan, pertanian mengalami kendala dengan keadaan ekonomi yang tidak baik tersebut. Misalnya dibidang pemasaran, dikarenakan situasai ekonomi yang tidak baik membuat daya beli konsumen menjadi lemah, sedangkan kendala yang dialami oleh pelaku usaha dibidang ekonomi, yaitu permodalan bagi usaha kecil pada khususnya meupun penambahan modal pada kegiatan usaha yang sudah mapan. Kondisi demikian menyebabkan masyarakat umum dan wirausahawan sangat membutuhkan bantuan keuangan yang terjangkau untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Lembaga gadai yang ada di Indonesia adalah pegadaian, Pegadaian merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memberikan kredit kepada masyarakat yang terjangkau dengan jaminan gadai. Pegadaian yang berbentuk Perusahaan Umum (Perum) Negara yang bernaung dibawah Departemen Keuangan. Sejarah pegadaian berawal dari berdirinya Bank Van Leening di jaman VOC (Verenidge Oost Companny) yang bertugas memberikan pinjaman uang tunai kepada masyarakat dengan dengan harta bergerak. Pegadaian dalam

perkembangannya mengalami perubahan, baik dalam bentuk usaha maupun perubahan pada status pengelolaannya. Berdasarkan Staatblad 1901 No. 131 tanggal 12 Maret 1901, pada tanggal 1 April 1901 berdirilah Kantor Pegadaian yang berarti menjadi Lembaga Resmi Pemerintah. Kantor Pegadaian yang menjadi Lembaga Resmi Pemerintah tersebut berubah menjadi Perusahaan Negara Pegadaian yang berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tahun 1961 No.178. Selanjutnya, dalam perkembangannya pada tahun 1969 dikeluarkanlah Undang-undang Republik Indonesia No.9 tahun 1969 yang mengatur bentuk-bentuk usaha negara menjadi beberapa, antara lain adalah Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Perseroan (Persero). Dengan berjalannya waktu, Perusahaan Negara Pegadaian berubah lagi menjadi Perusahaan Jawatan. Setelah Perusahaan Negara Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Jawatan, pemerintah meningkatkan status pegadaian dari Perusahaan Jawatan menjadi Perusahaan Umum. Perubahan tersebut didasarkan

tahun 1990 (http://www.scribd.com/doc/23372530/SEJARAH-PEGADAIAN).

Mengenai gadai dalam Pasal 1150 Kitab Undang-undnag Hukum Perdata masih digunakan karena belum adanya undang-undang nasional yang mengatur tentang gadai. Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut masih berlaku di Indonesia hingga sekarang di dasarkan pada Pasal 1 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, “segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakannya aturan yang baru menurut undang-undang dasar ini”.

Mengenai gadai, diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150. Pengertian gadai dalam pasal tersebut adalah : “gadai adalah sesuatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu

barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil perlunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang lelang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”.

Gadai diberikan untuk menjamin suatu tagihan atau kredit. Kredit diberikan terutama atas dasar integritas atau kepribadian debitur, kepribadian yang Gadai diberikan untuk menjamin suatu tagihan atau kredit. Kredit diberikan terutama atas dasar integritas atau kepribadian debitur, kepribadian yang

Setelah perjanjian gadai dibuat, kemudian benda bergerak dijadikan jaminan diserahkan kepada kreditur selaku penerima gadai. perjanjian gadai terjadi sejak penyerahan benda jaminan dilakukan. Apabila benda jaminan tidak diserahkan kepada kreditur, perjanjian gadai itu tidak sah (Pasal 1152 ayat 2 Kitab Undang- undang Hukum Perdata). Perjanjian gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian pokok dalam Pasal 1151 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H. 2000:172).

Berdasarkan rumusan tersebut, dapat diketahui bahwa untuk dapat disebut gadai, maka unsur-unsur berikut harus dipenuhi, yaitu gadai diberikan hanya atas barang bergerak, gadai harus dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai, gadai memberikan hak kepada kreditur untuk memperoleh pelunasan terlebihdahulu atas piutang kreditur droit de preference, gadai memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahulu tersebut (Muljadi, Kartini, dan Gunawan Widjaja, 2007:74).

Secara umum ketentuan tentang jaminan diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Berbunyi : “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.

Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi sebagai berikut : “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang

mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing- masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”

Hubungan hutang-piutang antara debitur dan kreditur sering disertai dengan jaminan. Jaminan tersebut dapat berupa benda dan dapat pula berupa orang. Penelitian ini akan dibatasi hubungan hutang-piutang dengan jaminan benda. Adanya benda jaminan, kreditur mempunyai hak atas benda jaminan untuk pelunasan piutangnya apabila debitur tidak membayar hutangnya. Benda jaminan dapat berupa benda bergerak dan dapat pula benda jaminan tidak bergerak. Apabila benda jaminan tersebut berupa benda bergerak, maka hak atas benda jaminan itu disebut “gadai” pand. Apabila benda jaminan berupa benda tidak bergerak, maka hak atas benda jaminan itu disebut “hipotik” (Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H, 2000:170).

Keadaan masyarakat yang mengalami kesulitan dibidang ekonomi, kredit dengan jaminan gadai sangat dibutuhkan masyarakat dan menjadi pilihan yang tepat oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sebagai penambahan modal usaha maupun untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kredit dengan jaminan gadai sangat diminati masyarakat salah satunya karena kredit tersebut merupakan kredit yang terjangkau oleh masyarakat. Baik karena bunganya, maupun kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh lembaga gadai.

Perjanjian yang dilakukan oleh kreditur dengan debitur atas piutang debitur, kreditur berhak menerima barang jaminan atas gadai yang diberikan kepada debitur. Dan debitur berkewajiban menyerahkan barang gadai kepada kreditur atas piutangnya. Hal tersebut bertujuan untuk menjamin bahwa debitur dapat mengembalikan piutangnya kepada kreditur sesuai dengan perjanjian antara kreditur dan debitur.

Apabila kreditur tidak dapat memberikan kewajibannya kepada kreditur sesuai dengan perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur. Maka debitur dapat disebut wanprestasi dan apabila dapat memenuhi kewajibannya maka disebut dengan prestasi. Didalam lembaga gadai yaitu pegadaian, wanprestasi dapat diketahui didalam ketentuan yang termuat dalam folmulir yang diberikan oleh pegadaian kepada nasabah yaitu Surat Bukti Kredit.

Wanprestasi yang dilakukan debitur karena tidak melakukan kewajibannya tersebut, maka kreditur berhak untuk mengambil pelunasan dari piutang yang Wanprestasi yang dilakukan debitur karena tidak melakukan kewajibannya tersebut, maka kreditur berhak untuk mengambil pelunasan dari piutang yang

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul KETENTUAN PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM

PERJANJIAN GADAI (Ditinjau Dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran diatas, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimana ketentuan debitur dinyatakan wanprestasi dalam perjanjian gadai menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata ?

2. Bagaimana ketentuan penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian gadai menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang jelas yang hendak dicapai, tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pengarahan dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan berkenaan dengan masalah wanprestasi adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Objektif

a. Ingin mengetahui dan menjelaskan ketentuan yang menyebabkan debitur wanprestasi dalam perjanjian gadai menurut Kitab Undang- undang Hukum Perdata:

b. Ingin mengetahui bagaimana ketentuan penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan gadai Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk memperoleh bahan hukum sebagai bahan utama penyusunan skripsi, sebagai syarat wajib bagi setiap mahasiswa dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret a. Untuk memperoleh bahan hukum sebagai bahan utama penyusunan skripsi, sebagai syarat wajib bagi setiap mahasiswa dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian diharapkan memberikan manfaat yang berguna yang dapat diambil dari penelitian tersebut, adapun manfaat penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk mengembangkan ilmu yang telah diperoleh, yaitu Ilmu Hukum khususnya Hukum Perdata yang diperoleh secara teoritis dibangku kuliah;

b. Untuk mendapatkan bahan hukum dan informasi guna penulisan hukum sebagai syarat mencapai derajat kesarjanaan dibidang Ilmu Hukum pada Universitas Sebelas Maret Surakarta;

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah refrensi dibidang karya ilmiah.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pengetahuan dibidang Ilmu Hukum, khususnya Hukum Perdata mengenai penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian gadai;

b. Dapat mengidentifikasi indikasi-indikasi wanprestasi dalam perjanjian gadai.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawabisu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai deskripsi dalam menyelesaiakan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki. 2010:35).

Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian hukum merupakan suatu penelitian didalam kerangka Know-how didalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian hukum merupakan suatu penelitian didalam kerangka Know-how didalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk

Berdasarkan pengertian metode dan penelitian diatas, maka yang dimaksud dengan metodologi penelitian adalah suatu cara atau jalan untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun serta menginterprestasikan data guna menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, atau dengan kata lain metodologi penelitian merupakan sarana dan cara yang digunakan untuk memahami objek yang hendak diteliti yang hasilnya akan dituangkan dalam penulisan ilmiah.

Metodologi penelitian sangat diperlukan dalam penelitian ilmiah, karena mutu dan validitas dari penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh ketepatan dalam penelitian diuraikan.

1. Jenis Penelitian Penelitian hukum ini termasuk dalam penelitian hukum doctrinal. Penelitian hukum doctrinal adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara menyediakan suatu penampilan yang sitematis menyangkut aturan yang mengatur kategori sah tentang Undang-undang tertentu, meneliti hubungan antara aturan, serta meneliti bahan pustaka atau sumber data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier (Peter Mahmud Marzuki. 2006:32).

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, yaitu yang mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri atas perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatas perundang-undangan dan putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki. 2010:141)

Jadi berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doctrinal yang dipilih penulis sudah dengan objek kajian atau isu hukum yang diangkat.

2. Lokasi Penelitian Penelitian ini penulis mengambil lokasi di perpustakaan-perpustakaan, antara lain perpustakaan fakultas hukum, perpustakaan pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Universitas selain Universitas

Sebelas Maret Surakarta serta perpustakaan pribadi dengan buku-buku yang dimiliki penulis yang berkaitan dengan penulisan hukum ini.

3. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bersifat preskriptif dan terapan sebagai penelitian yang bersifat preskriptif maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validasi aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki. 2010:22). Dalam penulisan hukum ini, penulis menggunakan sifat penulisan yang bersifat preskriptif yang mempelajari mengenai norma-norma hukum yang berkaitan dengan ketentuan penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian gadai (Ditinjau Dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata).

4. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian hukum ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach ), pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan perbandingan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki. 2010:93). Dari beberapa jenis penelitian diatas, penulis menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) untuk mengetahui permasalahan wanprestasi dalam perjanjian gadai dan tentang ketentuan penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian gadai.

5. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis bahan hukum sekunder. Bahan hukum sekunder mencakup dokumen- dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan seterusnya (Soerjono Soekanto. 2007:12). Sumber bahan hukum untuk penulisan penelitian ini. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah :

a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan-bahan yang mengikat (Soerjono Soekanto. 2006:52). Penelitian hukum ini menggunakan bahan hukum primer, antara lain :

1) Undang-undang Dasar 1945;

2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang digunakan oleh penulis dalam penulisan penelitian hukum misalnya, ketentuan perundang-undangan, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya (Soerjono Soekanto, 2006:52);

c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder (Soerjono Soekanto. 2006:52). Dalam bahan hukum tersier penulis menggunakan kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia, bahan bahan dari internet yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

6. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Dalam teknik pengumpulan bahan hukum, dilakukan dengan mendokumentasikan bahan hukum atau disebut studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi maupun literatur-literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan data sekunder. Dari data tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai data penunjang didalam penelitian ini

7. Teknik Analisis Bahan Hukum Dalam

langkah-langkah (1) mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan; (2) pengumpulan bahan-bahan hukum bahan-bahan hukum dan sekitarnya dipandang mempunyai relevansi juga bahan-bahan non hukum; (3) melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan behan-bahan yang telah dikumpulkan; (4) menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum; dan (5) memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun didalam kesimpulan. Langkah-langkah ini langkah-langkah (1) mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan; (2) pengumpulan bahan-bahan hukum bahan-bahan hukum dan sekitarnya dipandang mempunyai relevansi juga bahan-bahan non hukum; (3) melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan behan-bahan yang telah dikumpulkan; (4) menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum; dan (5) memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun didalam kesimpulan. Langkah-langkah ini

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk mempermudah pemahaman mengenai pembahasan dan memberikan gambaran mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penelitian hukum, maka peneliti hukum menjabarkannya dalam bentuk sistematika penelitian hukum yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

Pada Bab I Pendahuluan ini akan diuraikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan sistematika Penulisan.

Pada Bab II Landasan Teori ini akan menguraikan mengenai Tinjauan tentang Perjanjian yang meliputi : Pengertian Perjanjian, Asas-asas Perjanjian, Unsur- unsur Perjanjian, Syarat Sah Perjanjian, Pelaksanaan Perjanjian, Prestasi, Wanprestasi, Jenis Perjanjian, Hapusnya Perjanjian, Perjanjian Tentang Jaminan. Tinjauan Tentang Jaminan Meliputi : Istilah dan Pengertian Jaminan, Jenis Jaminan, Syarat-syarat dan Manfaat Benda Jaminan, Sifat Perjanjian Jaminan, Bentuk dan Substansi Perjanjian Jaminan. Tinjauan tentang Gadai meliputi : Istilah dan Pengertian Gadai, Dasar Hukum Gadai, Perjanjian Gadai, Unsur-unsur Gadai, Subjek dan Objek Gadai, Prosedur dan Syarat-syarat Pemberian dan Pelunasan Pinjaman Gadai, Bentuk dan Substansi Perjanjian Gadai, Hak dan Kewajiban antara Pemberi Gadai dan Penerima Gadai, Jangka Waktu Gadai, Hapusnya Gadai dan Pelelangan Barang Gadai. dan yang terakhir adalah menguraikan mengenai Kerangka Berpikir serta Keterangan.

Pada Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan ini akan menguraikan mengenai sejarah Lembaga Gadai, dan Bagaimana terjadinya perjanjian hutang piutang Pada Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan ini akan menguraikan mengenai sejarah Lembaga Gadai, dan Bagaimana terjadinya perjanjian hutang piutang

Pada Bab IV Penutup, akhirnya sebagai penutup dari adanya penulisan hukum ini maka bab penutup ini akan dikemukakan adanya beberapa penjelasan secara singkat mengenai simpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan masalah, dan saran-saran yang didasarkan atas permasalahan yang diteliti. Bagi pihak yang terkait agar dapat menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan untuk menuju perbaikan sehingga bermanfaat bagi kita semua.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Perjanjian

a. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 : “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1

(satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih”. Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat didalam ketentuan diatas adalah tidak lengkap, dan pula terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan didalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III. Perjanjian diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang (Mariam Darus Badrulzaman. 2001:65).

Sesuai sengan ketentuan Pasal 1233 BW, perjanjian timbul karena : Persetujuan (Overeenkomst) dan dari Undang-undang. Perjanjian yang lahir dari persetujuan, pertama marilah kita lihat pengertian persetujuan atau overeenkomst. Yang berarti suatu tindakan atau perbuatan (handeling) yang menciptakan persetujuan, berisi “pernyataan kehendak” (wils verklaring) antara para pihak. Dengan demikian persetujuan tiada lain dari pada “persesuaian kehendak” antara para pihak. Namun perlu diingatkan, sekalipun Pasal 1313 menyatakan, bahwa kontrak atau persetujuan adalah tindakan atau perbuatan (handeling), tapi tindakan yang dalam hal ini adalah tindakan atau perbuatan hukum (rechtshandeling). Sebab tidak semua tindakan atau perbuatan mempunyai akibat hukum (rechtsgevolg). Hanya tindakan hukum sajalah yang dapat menimbulkan akibat hukum.

Persesuaian kehendak atau pernyataan kehendak dapat dinyatakan dengan lisan, tulisan atau surat dan lain-lain. Pihak yang satu menawarkan atau memajukan “usul” (proposal). Serta pihak yang lain menerima atau menyetujui usul tersebut. Jadi dalam persetujuan terjadi acceptance atau penerimaan atau persetujuan usul. Dengan adanya “persetujuan” atau “kontrak” yang “mengakibatkan ikatan hukum” bagi para pihak. Umumnya ikatan hukum yang diakibatkan persetujuan adalah saling “memberatkan” atau “pembebanan” kepada para pihak kreditur dan debitur. Seperti yang kita jumpai dalam persetujuan jual-beli, sewa-menyewa, pengangkutan dan lain- lain. Akan tetapi sifat yang saling membebankan itu tidak selamanya menjadi cirri persetujuan (M. Yahya Harahap. 1986:23).

Mengenai perjanjian yang lahir dari Undang-undang diatur dalam Pasal 1352 BW. Yaitu semata-mata dari Undang-undang dan dari Undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia. Sepanjang mengenai persetujuan yang menimbulkan perikatan semata-mata karena Undang-undang; tidak akan kita bicarakan lebih lanjut dalam persoalan ini. Sebab umumnya persetujuan yang demikian telah diatur tersendiri dalam ketentuan-ketentuan yang lebih jelas. Seperti kewajiban alimentasi, sudah diatur dalam hukum kekeluargaan. Kewajiban alimentasi timbul akibat persetujan yang ditetapkan oleh Undang- undang sendiri. Demikian juga misalnya persetujuan-persetujuan yang terjadi dalam hubungan ketetanggaan (burenrecht), merupakan ketentuan Undang- undang yang diatur dalam hukum benda (zaken recht). Juga mengenai hak ahli waris atas harta pewaris, semata-mata oleh karena ketetapan Undang-undang waris sendiri seperti yang diatur dalam hukum warisan (erfrecht). Dalam semua hal ini dengan sendirinya telah timbul persetujuan yang mengikat, apabila terjadi suatu keadaan yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang. Misalnya warisan dengan sendirinya terbuka pada saat di pewaris meninggal dunia, dan ahli waris tanpa kehendak yang lahir dari pewaris; terkait menyerahkan harta warisan kepada ahli waris semata-mata karena ketentuan Undang-undang (M. Yahya Harahap. 1986:27).

b. Asas-asas Perjanjian Menurut Mariam Darus Badrulzaman didalam bukunya mengenai

Kompilasi Hukum Perikatan, disebutkan beberapa asas-asas dalam perjanjian tersebut antara lain :

1) Asas Kebebasan Berkontrak (Partij Otonom) Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang- undang bagi mereka yang membuatnya”. “Sepakat mereka yang mengikatkan diri” adalah asas esensial dari Hukum Perjanjian. Asas ini dinamakanjuga asas otonomi “konsensualisme”, yang menentukan “adanya” (raison d’entre, het bestaanwaarde) perjanjian. Didalam Bahasa Inggris : asas ini dikenal juga. Anson berpendapat sebagai berikut : “apromise more than a mare statement of intention for it imports a willingness on the part of the promise to be bound to the person to whom it is made ”. Dengan demikian kita melihat bahwa asas kebebasan ini tidak hanya milik Kitab Undang-undang Hukum Perdata, akan teapi bersifat universal;

2) Asas Konsensualisme Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1320 Kitab Undang- undang Hukum Perdata penyebutnya tegas sedangkan dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ditemukan istilah “semua”. Kata-kata semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi ke semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian;

3) Asas Kepercayaan (Vertrouwensbeginsel) Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi 3) Asas Kepercayaan (Vertrouwensbeginsel) Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi

4) Asas Kekuatan Mengikat Asas ini memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya. Terdapat dalam rumusan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Demikian seterusnya dapat ditarik kesimpulan bahwa didalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terkaitnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral. Demikianlah sehingga asas-asas moral, kepatutan dan kebiasaan yang mengikat para pihak;

5) Asas Persamaan Hukum Asas ini menepatkan para pihak didalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan, dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan;

6) Asas Keseimbangan Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat disini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan iktikad baik sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang;

7) Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda) Perjanjian sebagai suatu figure hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai Undang-undang bagi para pihak. Asas ini memberikan 7) Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda) Perjanjian sebagai suatu figure hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai Undang-undang bagi para pihak. Asas ini memberikan

8) Asas Moral Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur juga hal ini terlihat didalam zaakwaarneming dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya juga asas ini terdapat dalam Pasal 1339 Kitab Undang- undang Hukum Perdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan (moral), sebagai panggilan dari hati nuraninya;

9) Asas Kepatutan Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 Kitab Undang-undang Hukum Perdata asas kepatutan disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Menurut hemat saya, asas kepatutan ini harus dipertahankan, karena memulai asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat;

10) Asas Kepribadian (Personalitas) Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pasal 1315 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Menegaskan : “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingannya sendiri. Pasal 1340 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Berbunyi : “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”. Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak

hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan : “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. Pasal ini mengkontruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian atau kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan didalam Pasal 1318 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang- orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 Kitab Undang- undang Hukum Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang- orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memiliki ruang lingkup yang luas;

11) Asas Iktikad Baik (Goede Trouw) Asas iktikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang- undang Hukum Perdata yang berbunyi : “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Asas ini merupaka asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas iktikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Pada iktikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada iktikad yang kedua, penilaian terletak pada akal dan keadilan serta dibuat ukuran yang objektif untuk menilai 11) Asas Iktikad Baik (Goede Trouw) Asas iktikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang- undang Hukum Perdata yang berbunyi : “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Asas ini merupaka asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas iktikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Pada iktikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada iktikad yang kedua, penilaian terletak pada akal dan keadilan serta dibuat ukuran yang objektif untuk menilai

12) Asas Kebiasaan Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo. 1347 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, tetapi juga hal- hal yang ada dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti.

c. Unsur-unsur Perjanjian Unsur perjanjian adalah sebagai berikut :

1) Unsur Esensialia Mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya;

2) Unsur Naturalia Adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti;

3) Unsur Aksidentalia Adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, merupakan ketentuan yang dapat diataur secara menyimpang oleh para pihak sesuai dengan kehendak para pihak.

d. Syarat Sah Perjanjian Persyaratan untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat

yang diterapkan oleh Undang-undang dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu :

1) Adanya kesepakatan dari pihak-pihak yang membuat perjanjian;

2) Adanya kecakapan dari para pihak yang membuat perjanjian;

3) Adanya objek atau hal tertentu;

4) Adanya sebab atau causa yang halal. Keempat syarat tersebut harus dipenuhi bagi setiap orang yang akan membuat perjanjian agar perjanjian yang dibuatnya sah menurut hukum, bila keempat syarat ini sudah dipenuhi maka sahlah perjanjian tersebut dan 4) Adanya sebab atau causa yang halal. Keempat syarat tersebut harus dipenuhi bagi setiap orang yang akan membuat perjanjian agar perjanjian yang dibuatnya sah menurut hukum, bila keempat syarat ini sudah dipenuhi maka sahlah perjanjian tersebut dan