DISTRIBUSI HOTEL DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2008

ARIS SUSANTO FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

ARIS SUSANTO

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Wakino, M.S NIP. 19521103 197603 1 003

NIP. 19640803 199512 1 001

Dr. M. Gamal Rindarjono, M.Si

Aris Susanto, DISTRIBUSI HOTEL DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2008. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, April 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Distribusi spasial hotel di Kota Surakarta tahun 2008 (2) Pola distribusi hotel di Kota Surakarta tahun 2008 (3) Faktor – faktor apa yang mempengaruhi distribusi hotel di Kota Surakarta. (4) Karakteristik pengguna (penginap) hotel di Kota Surakarta tahun 2008.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Populasi dalam penelitian adalah seluruh hotel di Kota Surakarta, sampel dalam penelitian adalah pengguna (penginap) hotel. Teknik pengumpulan data dalam penelitian meliputi : alamat hotel dengan menggunakan teknik dokumentasi, lokasi hotel secara spasial dengan observasi menggunakan GPS (untuk distribusi hotel), faktor – faktor yang mempengaruhi distribusi hotel dengan menggunakan teknik wawancara kepada Sekretaris Badan Pimpinan Cabang Perhimpunan Hotel Dan Restoran Indonesia (BPC PHRI) di Kota Surakarta dan pihak pengelola hotel di Kota Surakarta, karakteristik pengguna (penginap) hotel menggunakan teknik angket / kuesioner ditujukan kepada para tamu hotel. Teknik analisis data dengan menggunakan analisis peta, analisis tetangga terdekat, dan analisis tabel.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : (1) Distribusi hotel di Kota Surakarta tahun 2008 adalah sebagai berikut : (a) berdasarkan jenis hotel distribusi hotel banyak terdapat di Kecamatan Banjarsari dengan persentase hotel jenis non bintang (melati) lebih besar dibandingkan hotel dengan jenis bintang (b) distribusi hotel dengan kelas melati 1 memiliki persentase paling banyak dibandingkan kelas (melati 2 dan melati 3) maupun kelas (bintang 1, bintang 2, bintang 3, bintang 4, dan bintang 5) (c) berdasarkan lokasinya distribusi hotel mendominasi di kawasan perdagangan dan jasa serta simpul transportasi (2) berdasarkan analisis tetangga terdekat pola distribusi spasial hotel termasuk mengelompok(cluster) (3)berdasarkan faktor struktur tata ruang kota, aksesibilitas dan harga lahan sangat berpengaruh dalam penentuan lokasi hotel oleh pihak pengusaha (4) karakteristik pengguna (penginap) hotel di Kota Surakarta tahun 2008 adalah sebagai berikut : (a) berdasarkan tingkat pendidikan SMA dan S1 mempunyai jumlah lebih besar dibandingkan dengan tingkat pendidikan lain (b) berdasarkan jenis pekerjaan didominasi (karyawan/swasta)dengan penghasilan di bawah Rp 2.000.000,00 (c) berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh kaum laki- laki.

Aris Susanto. Hotel Distribution In Surakarta City 2008. Thesis, Surakarta : Teacher Training and Education Faculty Sebelas Maret University. April 2011.

The objectives of this study are to know : (1) the spatial distribution of hotels in Surakarta city 2008 (2) the distribution pattern of hotels in Surakarta city 2008 (3) what factors affect the distribution of hotels in Surakarta city (4) characteristic of the hotel user (residential) in Surakarta city 2008.

This research uses descriptive method. The population in these studies was the whole hotel in the city of Surakarta, the sample in the study were users (residential) hotel. Data collection techniques in the study include: address of the hotel by using the documentation techniques, the spatial location of the hotel with the observations using the GPS (for the distribution of hotel), the factors that influence the distribution of hotels by using interviewing techniques to the Secretary of the Governing Body Hospitality Branch of the Association of Indonesia ( PHRI BPC) in Surakarta, and the manager of hotels in Surakarta, the characteristics of users (residential) hotel using questionnaire techniques / questionnaire addressed to hotel guests. Data analysis techniques using the map analysis,nearestneighboranalysis,tabelanalysis.

Based on the results of research can be concluded: (1) The distribution of hotels in Surakarta in 2008 are as follows: (a) the distribution by type of hotel there are many hotels in the District Banjarsari with the percentage of non-star type hotel (jasmine) is greater than the hotel with the kind of star ( b) distribution of jasmine-class hotel with a percentage compared to most classes (jasmine jasmine 2 and 3) or class (1 star, 2 star, 3 star, 4 star and 5 star) (c) based on its location in the region dominate the distribution of hotel trade and services and transport nodes (2) based on nearest neighbor analysis of spatial distribution patterns include a cluster (3) based on the factor of urban spatial structure, accessibility and land prices are very influential in determining the location of the hotel by the entrepreneur (4) user characteristics (inn) hotel in Surakarta in 2008 are as follows: (a) based on the level of high school education and S1 have a greater amount compared with other education levels (b) based on the type of work is dominated (employee / private) with incomes below Rp 2,000. 000,00 (c) based on gender is dominated by men.

Dimana ada kemauan disitu ada kesempatan. ( Intisari). Gunakanlah waktu sebaik mungkin karena waktu tidak dapat diputar kembali. ( Anonim )

Karya ini dipersembahkan, Kepada :

1.Ibu dan Ayah ( yang selalu memberikan dukungan dan motivasi

serta semangat ) 2.Dik Danang dan Dik Ayu 3.Almamaterku

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh, Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadiarat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah_Nya, sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Skripsi ini adalah hasil usaha yang maksimal dengan segala keterbatasan-keterbatasan yang ada dan bantuan-bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Saiful Bachri, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Geografi yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Wakino, M.S, selaku Pembimbing I yang dengan segala kelebihannya telah memberikan pengarahan, motivasi dan bimbingan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Bapak Dr. M. Gamal Rindarjono, M.Si selaku Pembimbing II yang telah

memberikan arahan dan masukan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Bapak Drs. Sugiyanto, M.Si, M.Si selaku Pembimbing Akademis yang telah dengan sabar memotivasi dan membimbing penulis dari awal kuliah hingga selesai.

7. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Geografi yang telah memberikan ilmu selama menempuh studi.

untuk diwawancarai dan mengisi angket.

9. Ezuan (sahabat terbaikku sekaligus teman berbagi), Eviliyanto, Agustinus, Tonoto (teman-teman seperjuanganku) yang meski sibuk selalu meluangkan waktu untuk memberikan motivasi, Habib yang banyak membantu dan memberikan solusi, Zaenal yang senantiasa memberikan tauziah, Sudiro teman senasib sepenanggungan, crew geoholic ’03 (Fariz, Tri, Dodik, Sunarso, Ruli, Anang, Tatag) dan ’04(Andi, Jumadi, Susilo), teman-teman geografi 2003 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga persahabatan kita dapat terus terjalin.

Menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skrpsi ini, maka dengan segala kerendahan hati mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Surakarta, April 2011

Penulis

ARIS SUSANTO

Halaman

Tabel 1. Penelitian Yang Relevan ………………………………………… 23 Tabel 2. Jadwal Penelitian ………………………………………………… 28 Tabel 3. Jenis Data Yang Digunakan Dalam Penelitian ………………….. 31 Tabel 4. Luas dan Banyaknya Kecamatan, Kelurahan, RW, RT,

dan Kepala Keluarga Di Kota Surakarta Tahun 2008 ………………………………………………………. 37

Tabel 5. Luas Penggunaan Lahan Menurut Jenisnya di Kota Surakarta

Tahun 2008 ………………………………………………………. 40

Tabel 6. Besarnya Curah Hujan di Kota Surakarta Tahun 1999-2008……. 45 Tabel 7. Jumlah dan Persebaran Penduduk di Kota Surakarta

Tahun 2008 ………………………………………………………. 47 Tabel 8. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Surakarta Tahun 2008 ………………………………………………………. 48

Tabel 9. Klasifikasi Tingkat Kepadatan Penduduk ……………………….. 48 Tabel 10. Komposisisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

di Kota Surakarta Tahun 2008 …………………………………… 50

Tabel 11. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kota Surakarta

Tahun 2008 ………………………………………………………. 50 Tabel 12. Rasio Jenis Kelamin Penduduk di Kota Surakarta Tahun 2008 ………………………………………………………. 52

Tabel 13. Komposisisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Surakarta

Tahun 2008 …………………………………………………. 53

Tabel 14. Komposisi Pendududuk Menurut Mata Pencaharian di Kota

Surakarta Tahun 2008 …………………………………………… 55

Tabel 15. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Serta Perkembangannya di Kota Surakarta Tahun 2003– 2008…………………………………………………

2003-2008…………………………………………………….

Tabel 17. Struktur Ekonomi Surakarta Tahun 2003– 2008 Atas Dasar

Harga Berlaku (persen) …………………………………………. 59 Tabel 18. Pendapatan Per Kapita Penduduk Kota Surakarta Tahun 2002– 2008……………………………………………………..

Tabel 19. Distribusi Hotel di Kota Surakarta Tahun 2008 ……………. ….

Tabel 20. Distribusi Hotel Berdasarkan Jenis di Kota Surakarta ………… 70 Tabel 21. Distribusi Hotel Berdasarkan Kelas di Kota Surakarta ………..

Tabel.22. Distribusi Hotel Berdasarkan Lokasinya (Situation) di Kota

Surakarta Tahun 2008 …………………………………………..

Tabel. 23. Jarak Terdekat Antar Hotel Di Kota Surakarta Tahun 2008…...

Tabel 24. Distribusi Hotel Ditinjau Dari Status Jalan di Kota Surakarta

Tahun 2008 ……………………………………………………

88 Tabel 25. Karakteristik Penginap Berdasarkan Usia dan Tingkat Pendidikan di Kota Surakarta 2008 ……………………………

93 Tabel 26. Karakteristik Penginap Hotel Berdasarkan Pekerjaan dan Pendapatan di Kota Surakarta Tahun 2008 ……………………

94 Tabel.27. Lama Penginap Menginap di Hotel di Kota Surakarta Tahun 2008 …………………………………………………….

95 Tabel 28. Frekuensi Penginap Menginap di Hotel di kota Surakarta Tahun 2008 ……………………………………………………. 96

Tabel 29. Tabel Kelayakan Sarana dan Pelayanan Hotel di Kota Surakarta

Tahun 2008 ………………………………………………….. 97

Tabel 30. Karakteristik Penginap Hotel Berdasarkan Jenis Kelamin di

Kota Surakarta Tahun 2008 ………………………………… 98

Halaman

Peta. 1. Administrasi Kota Surakarta 2008 .................................................. 39 Peta. 2. Penggunaan Lahan Kota Surakarta 2008 ......................................... 41 Peta. 3. Distribusi Hotel di Kota Surakarta 2008 ......................................... 69 Peta. 4. Distribusi Hotel di Kota Surakarta Berdasarkan Kelas Hotel 2008. 75 Peta. 5. Pola Persebaran Hotel di Kota Surakarta 2008…………………….. 79 Peta. 6. Pola Persebaran Hotel di Kota Surakarta 2008 ……………………

80

Peta. 7. Pola Persebaran Hotel di Kota Surakarta 2008 …………………… 81

Halaman

Gambar. 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran ............................................ 27 Gambar. 2. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson …………

46 Gambar. 3. Grafik Jumlah Hotel Berdasarkan Jenis di kota Surakarta Tahun 2008 …………………………………………………….. 71

Gambar. 4. Grafik Jumlah Hotel Berdasarkan Kelas di Kota Surakarta

Tahun 2008 …………………………………………………….. 73

Gambar. 5. Grafik Distribusi Hotel Ditinjau Dari Segi Status Jalan di Kota

Surakarta Tahun 2008 ………………………………………….. 88

1. Gambar hotel Kelas Melati 1,2,3.

2. Gambar hotel Kelas Bintang 1,2,3,4,5.

3. Perijinan.

4. Kuisioner.

5. Pedoman Wawancara.

6. Tabel Responden.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pariwisata merupakan gejala ekonomi karena adanya permintaan dari pihak wisatawan dan penawaran dari pemberi jasa pariwisata yang dalam hal ini berfungsi sebagai penyedia (biro perjalanan, penginapan, rumah makan) atas produk dan berbagai fasilitas terkait (Murphy dalam Sulastiyono, 1999: 5). Interaksi itu terjadi dalam suatu proses dimana pemerintah dan masyarakat sebagai tuan rumah berusaha untuk mempengaruhi para wisatawan maupun pengunjung lainnya tersebut untuk singgah di tempat daerah atau negara yang mereka kunjungi.

Wisata tidak hanya untuk mencari hiburan atau bersantai-santai saja melainkan juga untuk menikmati perjalanan, berekreasi, menghadiri pertemuan ilmiah, mengunjungi peristiwa olahraga, berkenalan dengan kebudayaan lain. Wisatawan bukan hanya orang yang memasuki negara asing, tetapi juga orang yang bepergian dari daerah satu ke daerah lain di negara sendiri. Hal ini yang mendasari terciptanya istilah wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik.

Pembangunan kepariwisataan pada hakekatnya adalah upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan objek dan daya tarik wisata. Pengembangan objek dan daya tarik wisata tersebut apabila dipadukan dengan pengembangan usaha jasa, penyediaan akomodasi dan penyediaan transportasi akan berfungsi meningkatkan daya tarik bagi berkembangnya jumlah wisatawan dan juga mendukung pembangunan objek dan daya tarik wisata baru. Hasil optimal akan diperoleh apabila upaya pengembangan tersebut didukung pembangunan sarana dan prasarana yang merupakan tanggung jawab pokok bagi pemerintah daerah setempat melalui badan atau instansi yang berwenang.

Mengingat Kota Surakarta adalah kota yang mempunyai daya tarik wisata yang cukup menjanjikan maka sektor jasa terbesar yang ada berkaitan dengan bisnis pariwisata. Surakarta, yang sangat dikenal dengan sebutan Solo, merupakan sebuah kota yang menjadi jantung budaya Jawa. Sosok keraton yang menjadi simbol budaya Jawa, sampai saat ini masih kokoh eksis baik secara fisik, Mengingat Kota Surakarta adalah kota yang mempunyai daya tarik wisata yang cukup menjanjikan maka sektor jasa terbesar yang ada berkaitan dengan bisnis pariwisata. Surakarta, yang sangat dikenal dengan sebutan Solo, merupakan sebuah kota yang menjadi jantung budaya Jawa. Sosok keraton yang menjadi simbol budaya Jawa, sampai saat ini masih kokoh eksis baik secara fisik,

Sekarang, masyarakatnya antusias untuk kembali berbenah. Salah satunya, kembali ingin menjaring para wisatawan, entah itu wisatawan domestik ataupun dari mancanegara. Pariwisata Solo, juga didukung oleh obyek-obyek wisata didaerah sekitarnya. Diantaranya adalah peninggalan-peninggalan sejarah yang tersebar mulai di situs Sangiran Sragen (fosil manusia purba) sampai candi Sukuh dan candi Cetho di Karanganyar. Konsep pengembangan pariwisata Solo sekarang sudah menyatu dengan Jogja dan Semarang, yang dikenal sebagai Joglosemar. Wisata Solo juga didukung oleh fasilitas akomodasi baik berupa hotel, restauran dan transportasi yang sangat memadai.

Rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara selama 2007 – 2008 meningkat sebesar 31,25 % dan tingkat penghunian kamar hotel juga mengalami peningkatan sebesar 8,16 % ( Surakarta Dalam Angka 2008 : 221 ). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa arus wisatawan yang datang ke Surakarta dan kebutuhan akan kamar hotel ada kecenderungan mengalami peningkatan. Hal ini mendorong para pengusaha untuk menambah fasilitas dan atau mengembangkan usaha akomodasinya.

Hotel merupakan salah satu bagian dari usaha pariwisata yang mempunyai peran penting karena menyediakan pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh para wisatawan berupa akomodasi atau tempat menginap dengan atau tanpa pelayanan makan, dimana keduanya merupakan kebutuhan primer manusia. Hotel termasuk salah satu sektor andalan (kedua setelah sektor industri), yaitu sektor

Surakarta yakni sebesar 22,02%. Disamping itu juga merupakan salah satu sektor prospektif (peringkat kedua setelah sektor industri), yaitu sektor yang selain memiliki kontribusi besar juga memiliki pertumbuhan tinggi yakni sebesar 41,64% (RUTR Kota Surakarta 2007-2016: III-9).

Sampai akhir tahun 2008 jumlah hotel di Kota Surakarta tercatat sebanyak 119 buah hotel yang terdiri dari 19 buah hotel bintang dan 100 buah hotel non bintang (Solo Hotel and Restoran Directory). Dari data yang didapatkan, dapat disimpulkan adanya penambahan jumlah hotel bintang dan di sisi lain terdapat pengurangan jumlah hotel melati. Hal ini mengacu pada data dalam Direktori Hotel dan Jasa Akomodasi Lain Jawa Tengah 2004 yang mencatat sebanyak 120 buah hotel yang terdiri dari 15 buah hotel bintang dan 105 buah hotel non bintang sedangkan pada tahun 2005 tercatat sebanyak 126 buah hotel yang terdiri 17 hotel bintang dan 109 hotel non bintang.

Kota Solo semakin marak oleh bangunan-bangunan pencakar langit. Bangunan-bangunan calon hotel maupun apartemen mulai bermunculan, semakin menambah geliat dan dinamika kehidupan di kota budaya ini. Faktanya bisa dilihat, belakangan ini sedang dibangun lagi empat hotel berbintang di Solo. Sebut saja misalnya Hotel Best Western di eks gedung BHS Bank, Hotel Grand Solo yang akan mengambil lokasi di eks Puri Waluyo, Solo Square Hotel dan Hotel Beauty di kawasan Benteng Vastenburg. Selain hotel-hotel yang telah disebutkan di atas, beberapa hotel yang akan melakukan ekspansi antara lain Swiss Bell Hotel, Haritz Hotel, Mercure, Aston, Aman Grup dan lain-lain. Termasuk di dalamnya Hotel Ibis, yang kini sudah mulai beroperasi. Di lain pihak yaitu hotel melati terdapat beberapa yang sudah tidak ada mungkin dikarenakan merger atau gulung tikar seprti Hotel Suka Marem II, Hotel Widya Griya II, dn Hotel Banon Cinawi. Keadaan ini menarik untuk dikaji, di wilayah yang relatif tidak luas terjadi perubahan jumlah hotel dalam kurun waktu yang berkesinambungan.

Mengacu sejumlah fakta diatas, dapat dikatakan bahwa sektor perhotelan di Kota Surakarta mengalami perkembangan cukup pesat. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan perhotelan akan mengarah ke tempat tertentu Mengacu sejumlah fakta diatas, dapat dikatakan bahwa sektor perhotelan di Kota Surakarta mengalami perkembangan cukup pesat. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan perhotelan akan mengarah ke tempat tertentu

Lokasi pendirian hotel baik bintang (seperti Hotel Novotel, Hotel Sanashtri, Hotel Wisata Indah, Hotel Grand Orchid) maupun non bintang (seperti Hotel Arini, Hotel Mulia, Hotel Putri Sari, Hotel Kota) mulanya banyak bermunculan di kawasan pusat Kota Surakarta, yang merupakan kawasan perekonomian dan perdagangan, Namun seiring waktu pendirian hotel-hotel di Kota Surakarta (terutama hotel non bintang) menyebar hingga kawasan pinggiran kota yang dahulu dianggap bukan merupakan kawasan strategis, dapat kita lihat pada keberadaan Hotel Cindewungu, Hotel Jayakarta, Hotel Avita Sari, Hotel Sinar Indah, Hotel Wahyu.

Hal ini karena ketersediaan lahan di daerah pusat kota sudah sangat terbatas, dan meskipun ada harganya cenderung mahal. Oleh karena itu para pengembang mulai mencari-cari lahan yang ada di daerah pinggiran namun lokasinya strategis. Persebaran hotel di daerah pingiran yang umumnya berjenis non bintang (melati) ini berkaitan dengan tujuan pengembang yang menyesuaikan dengan pangsa pasar yang ingin dijaringnya.

Sasaran dari pengguna (penginap) hotel adalah manusia yang memiliki karakteristik tertentu. Dengan perbedaan karakter yang dimiliki oleh pengguna hotel, pengusaha hotel memiliki pertimbangan dalam pemilihan lokasi pendirian hotel. Karakter penginap yang berbeda serta faktor pemilihan lokasi pendirian hotel akan mempengaruhi jumlah penggunanya.

Perbedaan karakteristik pengguna hotel dapat ditinjau dari tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan umur. Para pengguna jasa hotel tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda satu dengan lainnya, dan inilah pada akhirnya yang menentukan preferensinya dalam memilih hotel. Dari karakteristik tersebut jika diklasifikasikan dan dikaji lebih lanjut merupakan langkah efektif Perbedaan karakteristik pengguna hotel dapat ditinjau dari tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan umur. Para pengguna jasa hotel tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda satu dengan lainnya, dan inilah pada akhirnya yang menentukan preferensinya dalam memilih hotel. Dari karakteristik tersebut jika diklasifikasikan dan dikaji lebih lanjut merupakan langkah efektif

Para pengguna jasa hotel yang berkunjung ke Kota Surakarta cenderung lebih memilih menginap di hotel bintang dibanding non bintang. Rata-rata Tingkat Hunian Kamar Hotel untuk hotel bintang adalah sebesar 54,93% sedangkan untuk hotel non bintang sebesar 45,79% (Surakarta Dalam Angka 2009: 217).Terkait dengan preferensi dalam memilih tempat menginap tersebut diduga karena adanya perbedaan standar pelayanan serta fasilitas yang berlainan dari tiap hotel. Kondisi lingkungan sekitar maupun fisik bangunan juga sangat mungkin menjadi penilaian para calon penginap.

Keberadaan hotel dapat terlihat pada sebaran lokasinya, sehingga perlu dilakukan pengkajian mengenai pola persebaran serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persebaran hotel. Pola persebaran hotel mengkaji hal dimana terdapat keberadaan hotel tersebut di suatu daerah atau membicarakan lokasi hotel. Adapun terkait dengan pola yang terbentuk tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun demikian secara khusus harga lahan dan aksesebilitas lokasi sangat berperan didalamnya.

Dari latar belakang permasalahan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : “Distribusi Hotel Di Kota Surakarta Tahun 2008”.

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Jumlah hotel yang ada di kota Surakarta mengalami peningkatan maupun penurunan jumlah yang dapat dikatakan signifikan dalam waktu yang cukup singkat.

sepanjang jalan arteri ( pusat kota) yang identik dengan kawasan perdagangan jasa namun seiring waktu banyak juga hotel yang mengambil lokasi di kawasan simpul transportasi.

3. Para pengguna jasa hotel cenderung lebih memilih hotel dengan jenis bintang sebagai tempat menginap daripada di hotel dengan jenis non bintang.

C. Rumusan Masalah

Dari uraian singkat di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana distribusi spasial hotel di Kota Surakarta tahun 2008 ?

2. Bagaimana pola distribusi hotel di Kota Surakarta tahun 2008 ?

3. Faktor – faktor apa yang mempengaruhi distribusi hotel di Kota Surakarta ?

4. Bagaimana karakteristik penginap hotel di Kota Surakarta tahun 2008 ?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui distribusi spasial hotel di Kota Surakarta tahun 2008.

2. Untuk mengetahui pola distribusi hotel di Kota Surakarta tahun 2008.

3. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi distribusi hotel di Kota Surakarta.

4. Untuk mengetahui karakteristik pengguna (penginap) hotel di Kota Surakarta tahun 2008.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah khasanah pengembangan Ilmu Geografi, khususnya dalam pengkajian perkembangan perhotelan dalam konteks pengembangan wilayah.

yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Bahan masukan bagi Dinas Pariwisata Kota Surakarta maupun Badan Perhimpunan Cabang Hotel Restoran Indonesia tentang distribusi keruangan perhotelan.

b. Penelitian ini dapat memberikan tambahan pengalaman dan pengetahuan bagi peneliti.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Hotel

Hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan, minuman, dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus (Hotel Proprietors Act, 1956 dalam Richard Sihite, 2000: 49). Lebih lanjut pengertian hotel yang di muat oleh Grolier Electronic Publishing Inc. 1995 (dalam Sulastiyono, 1999: 8), menyebutkan bahwa: “Hotel adalah usaha komersial yang menyediakan tempat menginap, makanan, dan pelayanan- pelayanan lain untuk umum”.

Dengan mengacu pada pengertian-pengertian tersebut di atas, dan untuk menertibkan perhotelan di Indonesia, pemerintah menurunkan peraturan yang dituangkan Surat Keputusan Menparpostel No. KM 37/PW.340/MPPT-86 (dalam Richard Sihite, 2000: 50), tentang Peraturan Usaha dan Penggolongan Hotel. Bab

I, Pasal I, Ayat (b) dalam SK (Surat Keputusan) tersebut menyebutkan bahwa: ‘Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan, dan minuman serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial’.

Kata ‘akomodasi’ yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dari kata bahasa Inggris Accomodation memiliki beberapa makna. Di dalam Kamus Inggris-Indonesia karangan Echols dan Shadily tercantum tiga makna, yakni (1) pertolongan,bantuan (2) penyesuain diri, dan (3) penggunaan. Ketiga makna itu tidak ada kaitannya dengan maksud kata ‘akomodasi’ dalam ayat di atas.

Makna ‘penginapan’ menurut kamus itu ialah accomodations ( memakai -s), dan menurut Random House Webster’s college dictionary biasanya di tulis demikian. Kata accomodations menurut Random House bermakna (1) penginapan, (2) makanan dan penginapan, dan (3) tempat duduk, kamar tidur, dsb. di kereta api, kapal terbang, atau kendaraan umum lainnya.

apa yang dimaksudkannya denga ‘akomodasi’. Penjelasan itu tercantum dalam Bab I, Pasal I, Ayat (a) sebagai berikut: ‘Akomodasi adalah wahana untuk menyediakan pelayanan jasa penginapan, yang dapat dilengkapi dengan pelayanan makan dan minum lainnya’.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, hotel seharusnya adalah: - Suatu jenis akomodasi; - Menggunakan sebagian atau seluruh bangunan yang ada; - Menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa penunjang

lainnya; - Berfungsi sebagai tempat sementara: - Disediakan bagi umum; - Dikelola secara komersial, yang dimaksud dengan dikelola secara komersial

adalah, dikelola dengan memperhitungkan untung atau ruginya, serta yang utama adalah bertujuan untuk mendapatkan keuntungan berupa uang sebagai tolok ukurnya.

Berpegang pada definisi yang dirumuskan berdasarkan unsur-unsur tersebut, maka dimanapun lokasinya, berapapun jumlah kamarnya, bagaimanapun bentuk bangunan dan fasilitasnya, dan apapun motivasi kehadiran tamunya, asal telah memenuhi unsur-unsur pokok dimaksud, bangunan atau badan usaha tersebut sudah dapat dikatakan sebagai Hotel.

Namun sebaliknya, apabila tidak memenuhi unsur-unsur pokok diatas termasuk apabila urutan penyebutan pelayanan yang disediakan tidak sebagaimana mestinya, maka bangunan dan usaha tersebut bukan/tidak bisa disebut hotel. Adapun yang dimaksud dengan urutan penyebutan fasilitas dan pelayanan yang ada dalam suatu hotel sesuai dengan proritasnya adalah :

- Penyediaan penginapan (rooms) - Penyediaan dan pelayanan makanan dan minuman (food and beverages) - Dilengkapi dengan pelayanan jasa-jasa lain (other services)

Nomor: KM.94/HK.103/MPPT-87 (dalam Richard Sihite, 2000: 54) tentang Ketentuan Usaha dan Penggolongan, dijelaskan bahwa bentuk akomodasi lainnya yang tidak termasuk hotel antara lain:

- Losmen, pondok wisata, penginapan remaja dan perkemahan yang menurut peraturan perundangan, kewenangan pengurusan teknisnya telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah.

- Bangunan (wisma) instansi pemerintah maupun swasta yang digunakan sebagai tempat peristirahatan bagi karyawan dan tidak untuk mencari keuntungan.

- Bangunan instansi pemerintah maupun swasta yang digunakan sebagai tempat tinggal oleh karyawannya. - Asrama haji, asrama dan rumah pemondokan mahasiswa serta pelajar

2. Fasilitas Usaha Hotel

Hotel merupakan bagian yang integral dari usaha pariwisata yang menurut Keputusan Menparpostel disebutkan sebagai suatu usaha akomodasi yang dikomersialkan dengan menyediakan fasilitas-fasilitas sebagai berikut:

- Kamar tidur (kamar tamu); - Makanan dan minuman; - Pelayanan-pelayanan penunjang lain seperti: - Tempat-tempat rekreasi - Fasilitas olah raga - Fasilitas dobi (laundry) dsb.

Dalam sebuah hotel terdapat usaha jasa pelayanan yang cukup rumit pengelolaannya, dengan menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dipergunakan oleh tamu-tamunya selama 24 jam (untuk hotel bintang 4 dan 5). Di samping itu, usaha perhotelan juga dapat menunjang kegiatan para usahawan yang sedang melakukan perjalanan usaha, ataupun para wisatawan pada waktu melakukan perjalanan untuk mengunjungi daerah-daerah tujuan wisata, dan membutuhkan tempat untuk menginap, makan, minum, serta hiburan.

Untuk dapat memberikan informasi kepada para tamu yang akan menginap di hotel tentang standar fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing jenis dan tipe hotel, maka Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi melalui Direktorat Jendral Pariwisata mengeluarkan suatu peraturan usaha dan penggolongan hotel (SK.No.KM 37/PW.304/MPPT-86).

Penggolongan hotel tersebut ditandai dengan bintang, yang disusun mulai dari hotel berbintang 1 sampai dengan yang tertinggi adalah hotel dengan bintang 5. Hotel bintang adalah suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian bangunan yang disediakan secara khusus, dimana setiap orang dapat menginap, makan, memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran, dan telah memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang seperti yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pariwisata.

Secara garis besar kriteria yang digunakan untuk penggolongan hotel tersebut didasarkan pada unsur-unsur persyaratan sebagai berikut:

a. Persyaratan fisik.

Besar/kecilnya hotel atau banyak/sedikitnya jumlah kamar tamu;

1) Hotel Kecil, hotel dengan 25 buah kamar atau kurang.

2) Hotel Sedang, hotel yang memiliki kamar lebih dari 25 buah tetapi kurang dari 100 buah.

3) Hotel Menengah, hotel dengan jumlah kamar lebih dari 100 buah tetapi kurang dari 300 buah.

4) Hotel Besar, hotel yang memiliki lebih dari 300 buah kamar.

Kualitas, lokasi dan lingkungan bangunan; Kualitas bangunan, yang dimaksud adalah kualitas bahan-bahan bangunan yang dipergunakan, seperti kualitas lantai, dinding, termasuk juga tingkat kekedapan terhadap api, kekedapan terhadap suara yang datang dari luar maupun dari dalam hotel. Tata letak ruang dan ukuran ruang.

toilet, dan telepon umum, lapangan tenis, kolam renang, diskotik.

c. Perlengkapan yang tersedia, baik bagi karyawan, tamu maupun bagi pengelola hotel. Peralatan yang dimiliki oleh setiap bagian/departemen, baik yang digunakan untuk keperluan pelayanan tamu, ataupun untuk keperluan pelaksanaan kerja karyawan.

d. Operasional/Manajemen Struktur organisasi dengan uraian tugas dan manual kerja secara tertulis bagi masing-masing jabatan yang tercantum dalam organisasi. Tenaga kerja, spesialisasi dan tingkat pendidikan karyawan disesuaikan dengan persyaratan peraturan penggolongan hotel.

e. Pelayanan Keramahtamahan, sopan , dan mengenakan pakaian seragam hotel; pelayanan diberikan dengan mengacu pada kebutuhan-kebutuhan dan keinginan- keinginan tamu (untuk hotel bintang 4 dan 5, pelayanan dibuka selama 24 jam).

Pemerintah akan memeriksa penginapan yang diajukan oleh pemiliknya untuk memperoleh pengakuan sebagai hotel, dan selanjutnya memberikan surat pengakuan dan menetapkan golongan hotel tersebut jika segala persyaratannya dipenuhi. Hotel-hotel yang tidak bisa memenuhi standar kelima kelas tersebut, atau berada di bawah standar minimum yang ditentukan disebut Hotel Nonbintang (hotel melati).

Hotel Nonbintang adalah suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian bangunan yang disediakan secara khusus, dimana setiap orang dapat menginap dengan atau tanpa makan dan memperoleh pelayanan serta menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran.

Adapun jenis akomodasi lainnya meliputi pondok remaja, pondok wisata, wisma, home stay, losmen. ( Richard Sihite, 2000: 47-48).

Perkembangan usaha perhotelan di Kota Surakarta tidak dapat terlepas dari perkembangan hotel di Indonesia. Dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu masa penjajahan Belanda, masa pendudukan Jepang, dan setelah Indonesia merdeka.

Pada masa penjajahan Belanda dapat dikatakan kegiatan pariwisata yang ada hanya terbatas pada kalangan orang-orang Belanda saja, sedangkan orang pribumi tidak ada sama sekali. Walaupun kunjungan wisatawan pada masa ini masih terbatas, akan tetapi di beberapa kota dan tempat-tempat tertentu di Indonesia telah didirikan hotel-hotel untuk melayani kebutuhan akomodasi bagi mereka yang berkunjung ke wilayah Hindia Belanda. Pertumbuhan usaha perhotelan di Indonesia baru dikenal pada abad ke-19 dan itupun hanya terbatas di kota-kota besar yang berlokasi dekat pelabuhan seperti Batavia, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makasar. Adapun fungsi hotel yang utama hanya terbatas untuk melayani tamu-tamu atau penumpang kapal yang baru datang dari negeri Belanda dan negara-negara Eropa lainnya. Oleh karena itu bentuk fisik ruang hotel yang tinggi disesuaikan dengan tinggi badan orang-orang Eropa (Richard Sihite, 2000: 21).

Pada permulaan abad ke-20 dimulai pendirian hotel di daerah atau kota yang jauh dari pelabuhan seperti di Malang, Surakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta, dan Bukittinggi. Pada waktu itu sampai dengan tahun 1933 di seluruh Indonesia terdapat sekitar 114 hotel dengan kapasitas kamar sebanyak 4.139 buah. Untuk memenuhi kebutuhan akomodasi bagi masyarakat pribumi yang makin banyak mengadakan perjalanan, berdirilah hotel-hotel kecil yang berupa losmen atau penginapan biasa. Sejalan dengan dikenalnya akomodasi sebagai sarana kebutuhan orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan maka pada saat itu dikenal istilah penginapan besar (hotel) dan penginapan kecil (losmen).

Terjadinya Perang Dunia II yang disusul dengan pendudukan tentara Jepang di Indonesia, menyebabkan keadaan pariwisata negeri ini menjadi terlantar. Orang-orang tidak mempunyai keinginan untuk melakukan perjalanan dikarenakan tidak menentunya kondisi keamanan serta keadaan ekonomi yang

Banyak hotel yang diambil alih oleh pemerintah Jepang untuk dijadikan rumah sakit atau asrama. Sedangkan yang agak bagus ditempati oleh perwira-perwira tentara Jepang sebagai tempat tinggal yang disebut Heitany Ryokan, seperti Hotel Orange di Surabaya. Di tahun-tahun menjelang pihak Jepang kalah perang ketika jatuhnya bom di Hirosyima dan Nagasaki, terjadi inflasi dimana-mana yang menyebabkan dunia pariwisata menjadi macet dan usaha perhotelan menjadi mati sama sekali.

Setelah Indonesia merdeka para pengusaha nasional pada saat itu membentuk suatu asosiasi atau perkumpulan yang disebut dengan Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) yang sekarang dikenal dengan Persatuan Hotel Restoran Indonesia (PHRI). Pada saat itu sejumlah pimpinan hotel mengadakan suatu rapat untuk pertama kalinya dan menetapkan pendirian suatu organisasi perhotelan yaitu Badan Pusat Hotel Negara (BPHN) yang berpusat di Hotel Merdeka Malang. Pada sidang KNIP berhasil mengeluarkan Maklumat No.1/H/47 tertanggal 1 Juli 1947 yang memutuskan perhotelan masuk dalam kementrian Perhubungan dan disepakati membentuk suatu badan atau lembaga yang diberi wewenang untuk melanjutkan tugas-tugas pengusaha hotel bekas wilayah Belanda. Badan ini bernama HONET (Hotel Negara dan Tourism).

Semua hotel-hotel yang bernaung di bawah pengelolaan HONET diganti nama menjadi Hotel Merdeka yang diantaranya masih mempertahankan nama tersebut hingga sekarang. Kemudian dengan adanya perjanjian KMB tahun 1949 yang menyatakan harta benda milik Belanda harus dikembalikan, maka sejak itu HONET resmi dibubarkan. Tidak lama kemudian berdiri NV.HONET sebagai satu-satunya badan usaha milik Indonesia dalam bidang perhotelan dan pariwisata (Richard Sihite, 2000: 24-25).

Pada tahun 1952 beberapa tokoh perhotelan Indonesia mendirikan organisasi bernama SERGANTI (Serikat Gabungan Hotel dan Tourism Indonesia). Organisasi ini beranggotakan hampir seluruh hotel-hotel yang ada di Indonesia dengan cabang-cabangnya yang berada di daerah. Tahun 1953 Bank Industri Negara mendirikan suatu perseroan terbatas dengan nama PT. NATOUR Pada tahun 1952 beberapa tokoh perhotelan Indonesia mendirikan organisasi bernama SERGANTI (Serikat Gabungan Hotel dan Tourism Indonesia). Organisasi ini beranggotakan hampir seluruh hotel-hotel yang ada di Indonesia dengan cabang-cabangnya yang berada di daerah. Tahun 1953 Bank Industri Negara mendirikan suatu perseroan terbatas dengan nama PT. NATOUR

Di Indonesia perkembangan usaha perhotelan modern diawali dengan dibukanya Hotel Indonesia, yang lebih dikenal dengan singkatan H.I. di Jakarta tahun 1962. Pada waktu itu hotel ini merupakan satu-satunya hotel bertaraf Internasional di Indonesia. Kemudian berdiri Samudera Beach Hotel, Ambarukmo Palace Hotel, Bali Beach Hotel, yang semuanya dimiliki oleh Perusahaan Negara yakni PT HII (Hotel Indonesia Internasional). Pada tahun 1970-an baru muncul hotel-hotel lain bertaraf internasional yang dimiliki oleh perusahaan swasta nasional (Richard Sihite, 2000: 27).

5. Industri Pariwisata

Pariwisata merupakan suatu kegiatan usaha yang terbentuk dalam suatu proses yang dapat menciptakan suatu nilai tambah terhadap barang atau jasa yang telah diproses sebagai produk, baik yang nyata (tangible product) maupun yang tidak nyata (in-tangible product), berupa jasa pelayanan (Richard Sihite, 2000: 5).

Dalam dunia pariwisata, wisata ialah bepergian selama paling sedikit 24 jam sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Teknik IUOTO (International Union of Official Travel Organization ) melalui PATA (Pacific Area Travel Association) dan orang tersebut biasa disebut tourist (wisatawan) (Sulastiyono, 1999: 3).

Berdasarkan sifat perjalanan, lokasi dimana perjalanan dilakukan, wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Richard Sihite, 2000: 8) :

1). Wisatawan Asing (Foreign Tourist), yaitu orang asing yang melakukan perjalanan wisata ke negara lain yang bukan merupakan negara dimana ia tinggal (wisatawan mancanegara).

2). Wisatawan Asing Domestik (Domestic Foreign Tourist), yaitu orang yang berdiam atau bertempat tinggal di suatu Negara karena tugas, dan melakukan kegiatan wisata di mana ia tinggal.

negara yag melakukan perjalanan wisata dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya (wisatawan nusantara).

4). Indigenous Foreign Tourist, yaitu warga negara suatu negara tertentu, yang karena tugasnya atau jabatannya berada di luar negeri kemudian pulang ke negara asalnya sambil melakukan perjalanan wisata di negaranya sendiri.

5). Wisatawan Transit (Transit Tourist), yaitu wisatawan yang melakukan kegiatan wisata dikarenakan singgah atas perjalanan yang telah dilakukan. 6). Wisatawan Bisnis (Business Tourist), yaitu orang yang melakukan perjalanan wisata untuk tujuan bisnis, bukan wisata, tetapi perjalanan wisata akan dilakukannya setelah tujuan utamanya selesai.

Wisata tidak hanya untuk mencari hiburan atau bersantai-santai saja, melainkan untuk menikmati perjalanan, berekreasi, menyehatkan badan, menghadiri pertemuan ilmiah, mengunjungi peristiwa olahraga, berkenalan dengan kebudayaan lain, dsb.

Pariwisata merupakan gejala ekonomi karena adanya permintaan dari pihak wisatawan dan penawaran dari pemberi jasa pariwisata (biro perjalanan, penginapan, rumah makan) atas produk dan berbagai fasilitas terkait (Murphy dalam Sulastiyono, 1999: 5).

Apabila seseorang mengadakan suatu perjalanan wisata, maka semenjak meninggalkan rumah sampai ketempat tujuan wisata dan kembali ke rumah, ia akan malalui 3 komponen utama dalam industri pariwisata, yaitu: (1) daerah tujuan wisata dan atraksinya, (2) Transportasi, (3) Akomodasi (Richard Sihite, 2000: 10).

6. Akomodasi Sebagai Komponen Kepariwisataan

Akomodasi tidak dapat dipisahkan dari industri pariwisata, tanpa kegiatan kepariwisataan usaha akomodasi akan sedikit pincang bahkan boleh dikatakan lumpuh bilamana akomodasi yang dimaksud berada di daerah-daerah tujuan wisata. Demikian juga sebaliknya, pariwisata tanpa sarana akomodasi merupakan suatu hal yang tidak mungkin.

tergantung pada banyak sedikitnya wisatawan yang datang, dan berdampak langsung pada kehidupan jasa penginapan atau akomodasi.

Memang tanpa akomodasi seseorang juga bisa melakukan perjalanan, inilah yang menyebabkan ada yang beranggapan bahwa akomodasi itu bukan sarana mutlak yang harus ada dalam kegiatan kepariwisataan. Anggapan demikian dapat dibenarkan apabila orang yang melakukan perjalanan itu hanya untuk piknik atau melakukan perjalanan kurang dari 24 jam. Orang tersebut cukup membawa bekal makanan seperlunya tanpa mencari tempat untuk menginap.

Tetapi lain halnya bagi seorang wisatawan yang melakukan perjalanan lebih dari 24 jam, akomodasi mutlak diperlukan agar ia dapat beristirahat, mandi atau tinggal sementara selama berada di daerah kunjungannya. Apalagi bagi mereka yang melakukan perjalanan wisata secara rombongan, baik untuk mengunjungi obyek-obyek wisata, seminar, konferensi, dan lain-lain maka akomodasi merupakan kebutuhan yang tidak bisa diabaikan (Richard Sihite, 2000: 43).

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Distribusi Hotel Di Kota Surakarta

Faktor-faktor penentu pola sebaran dapat diketahui dengan menggunakan analisis overlay beberapa peta dan juga network analysis. Asumsi yang digunakan adalah bahwa pola sebaran hotel ditentukan beberapa faktor seperti aksesibilitas dan juga harga lahan. Faktor aksesibilitas dapat dilihat dengan kedekatan dengan jalur jaringan jalan yang ada, sementara untuk faktor harga lahan hanya ada satu subfaktor yaitu kelas harga lahan.

1. Aksesibilitas Lokasi

Pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat penting dalam usaha akomodasi seperti perhotelan. Berdasar pengamatan menunjukkan bahwa sebaran hotel didaerah penelitian mengikuti jalur jaringan yang ada. Adanya jaringan jalan merupakan kunci aksesibilitas suatu lokasi usaha perhotelan. Aksesibilitas disini menunjukkan kemudahan dalam jangkauan utamanya jika patokannya dengan jenis jalannya.

menghubungakan berbagai kawasan. Arus lalu-lintas tentunya dipengaruhi oleh adanya hirarki fungsi jalannya. Hirarki fungsi jalan sesuai dengan UU No.13/ 1980 Tentang Jalan yaitu Jalan Arteri, Jalan Kolektor, dan Jalan Lokal. Jenis jalan yang digunakan untuk mengukur kedekatan suatu bangunan hotel dengan jalan yaitu jalan arteri (primer maupun sekunder) dan jalan kolektor (primer maupun sekunder).

Tidak semua hotel yang ada di daerah penelitian berada tepat di sisi jalan arteri dan juga kolektor, namun juga di tepi jalan lain di luar kedua jalan tersebut. Jalan lain biasanya berupa jalan lingkungan kawasan permukiman. Jalan lain tentunya menuju atau mempunyai percabangan dengan fungsi jalan tersebut di atas.

Jadi, jika suatu hotel berada di tepi jalan lain, maka dapat dipastikan lokasi hotel tersebut mempunyai akses utama menuju pusat kegiatan dengan melewati jalan arteri, kolektor ataupun jalan lokal. Fungsi jalan tersebut digunakan sebagai akses utama suatu lokasi hotel.

2. Agihan Kelas Harga Lahan

Harga lahan merupakan suatu pengukuran atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan mata uang untuk satuan luas pada pasar lahan. Harga lahan berbeda antara lokasi satu dengan lainnya, tergantung faktor kelengkapan fasilitas yang tersedia, dan kemudahan jangkauan. Harga lahan di kota tentu jauh lebih tinggi daripada di pinggiran kota. Harga lahan akan menurun seiring dengan bertambahnya jarak dari pusat kota. Wilayah tanpa sarana transportasi juga akan memiliki harga lahan yang rendah.

8. Karakteristik Pengguna Hotel

Hotel sebagai suatu usaha akomodasi yang dikomersialkan merupakan bagian yang integral dari usaha pariwisata yang tentu saja berkaitan langsung dengan karakteristik penggunanya. Karakteristik pengguna layanan hotel dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi : tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan usia.

Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang dimaksud dengan pendidikan adalah “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memenuhi kebutuhan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut Soedomo Hadi (2003:193) tingkat pendidikan adalah tahap pendidikan berkelanjutan yang didasarkan pada perkembangan anak (peserta didik) dan keluasan bahasa pengajaran. Jadi tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan yang ditempuh oleh seorang peserta didik sesuai dengan tujuan dan kemampuan yang akan dikembangkan oleh seorang/peserta didik. Tingkat pendidikan ini sifatnya berkelanjutan sehingga berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Pendapatan merupakan tujuan utama orang mencari pekerjaan sebab dengan pendapatan seseorang mampu untuk memenuhi kebutuhan secara material. Menurut Winardi (1996: 257) “Pendapatan adalah tingkat hidup seseorang individu atau keluarga yang didasarkan atas penghasilan mereka atau sumber pendapatan lain”.

Menurut Azwini (1981: 25-28) dalam komposisi menurut umur dan jenis kelamin ada empat konsep, definisi dan ukuran-ukuran yang perlu diketahui sebagai berikut :

a) Umur tunggal Yang dimaksud umur tunggal adalah umur seseorang yang dihitung berdasarkan hari ulang tahun terakhirnya. Misalnya: jika sekarang berumur 17 tahun maka dalam pengertian diatas dianggap berumur 17 tahun.

b)Rasio jenis kelamin Adalah perbandingan banyaknya penduduk laki-laki dan banyaknya penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dalam banyaknya penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan.

Adalah angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur dibawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dan banyaknya orang yang termasuk usia produktif (umur 15-64 tahun).

d)Umur meridian Adalah umur yang membagi jumlah penduduk menjadu dua bagian dengan jumlah yang sama. Bagian yang pertama lebih muda dan bagian yang kedua lebih tua daripada umur meridian.

9. Pendekatan Keruangan Dalam Geografi