Patogenesis APTS 1. Pembentukan Ruptur Plak

Klasifikasi berdasarkan keadaan klinis : a. Kelas A, angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain, atau febris. b. Kelas B, angina yang tak stabil primer, tak ada faktor ekstra yang kardiak. c. Kelas C, angina yang timbul setelah serangan infark jantung. Menurut pedoman American of Cardiology ACC dan American heart association AHA perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen STNSTEMI=non stemi elevatioan myiocardialinfraction ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat merusakkan miokardium, sehingga adanya pertanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikan enzim bisaanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tak bisa dibedakan dengan NSTEMI. 2.2.1. Patogenesis APTS 2.2.1.1. Pembentukan Ruptur Plak Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan minimal. Dua pertiga dari pembuluh darah yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50 atau kurang, dan pada 97 pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70. Universitas Sumatera Utara Plak aterosklorotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik. Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang bedekatan dengan intima yang normal atau pada bahu timbunan lemak. Kadang- kadang keretakan timbul pada plak yang paling lemah karena adanya enzim protase yang dihasilkan mikrofag dan secara enziminatik melemahkan dinding plak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesidan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup darah 100 akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST. Sedangkan bila thrombus tidak menyumbat 100, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

2.2.1.2. Trombosis dan Agregasi Trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan thrombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya thrombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam thrombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinterkasi dengan faktor VII a untuk memulai kaskade reaksi enziminatik yang menghasilkan pembentukkan thrombin dan fibrin. Sebagai reakasi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih Universitas Sumatera Utara luas,vasokonstriksi dan pembentukan trimbus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostae dan koalgulasi dan berperan dalam memulai thrombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.

2.2.1.3. Vasospasme

Terjadinya Fasokonstriksi juga mempunyai peran penting dalam angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus dalam pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang tekoalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan thrombus.

2.2.1.4. Erosi pada Plak tanpa Ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya profilerasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel, adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia.

2.2.2. Gambaran Klinis APTS

Dokumen yang terkait

Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Koroner Akut pada Penderita Usia < 45 Tahun yang Berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

4 47 137

Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Koroner Akut pada Penderita Usia 45 Tahun yang Berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

0 0 19

Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Koroner Akut pada Penderita Usia 45 Tahun yang Berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

0 0 2

Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Koroner Akut pada Penderita Usia 45 Tahun yang Berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

0 0 8

Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Koroner Akut pada Penderita Usia 45 Tahun yang Berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

0 0 5

Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Koroner Akut pada Penderita Usia 45 Tahun yang Berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

0 0 33

Faktor Risiko Terjadinya Pre-Eklamsi pada Ibu Hamil yang Dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014

0 0 16

Faktor Risiko Terjadinya Pre-Eklamsi pada Ibu Hamil yang Dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014

0 0 2

Faktor Risiko Terjadinya Pre-Eklamsi pada Ibu Hamil yang Dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014

0 0 7

Faktor Risiko Terjadinya Pre-Eklamsi pada Ibu Hamil yang Dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014

0 0 22