PEMBUKTIAN DALAM PERKARA PIDANA
KUHAP:
(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang
karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
(2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
diperoleh dari:
a. keterangan saksi; b.surat;
c. keterangan terdakwa. (3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk
dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Jika ingin membuktikan kesalahan terdakwa maka diperlukan beberapa petunjuk dalam melihat kesalahan terdakwa. Sehingga dengan kejadian yang terjadi bisa menjadikan petunjuk-petunjuk untuk peristiwa pidana, karena dalam hal tindak pidana terjadi maka akan ada kaitannya dengan hubungan yang masuk akal. Petunjuk dalam hal ini juga dapat
52 Ibid hlm. 300-301.
berupa keterangan saksi, surat-surat yang berkaitan dengan peristiwa pidana serta keterangan terdakwa.
Petunjuk dalam alat bukti dimaksudkan bahwa adanya suatu kejadian atau keadaan yang sesuai antara satu maupun yang lain dalam hal tindak pidana dan menandakan adanya suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Kemudian dalam menilai kekuatan pembuktian dari petunjuk-petunjuk tersebut, maka akan menjadi kewenangan hakim dalam memutuskan.
5. Keterangan Terdakwa
Keterangan terdakwa dalam alat bukti adalah sebagai alat bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan oleh sebab itu semua yang dikatakan oleh terdakwa haruslah didengar sehingga dapat dinilai apakah yang dikatakan terdakwa adalah penyangkalan, pengakuan ataupun perbuatan. Keterangan terdakwa sebagai alat bukti dengan demikian lebih luas pengertiannya dari pengakuan terdakwa, bahkan menurut Memorie Van Toelichting Ned. Sv Penyangkalan terdakwa boleh juga menjadi alat bukti yang sah dengan demikian keterangan terdakwa yang menyangkal dakwaan tetapi membenarkan beberapa keadaan atau perbuatan yang menjurus pada terbuktinya perbuatan sesuai alat bukti lain merupakan alat bukti.
Keterangan terdakwa mempunyai sifat yang sama dengan keterangan saksi, sehingga kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada hakim. 53
Pada Pasal 183 KUHAP berbunyi: “Hakim tidak boleh menjatuhkan Pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah,ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Fungsi alat bukti didalam perkara pidana adalah guna melihat kejelasan dalam memutuskan terdakwa bersalah atau benar dalam sidang di pengadilan. Dengan adanya alat bukti tersebut, maka suatu kasus pidana akan semakin jelas. Dalam KUHAP, alat bukti terdapat dalam pasal 184 yang berbunyi: “Alat bukti yang sah ialah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa”. Fungsi alat bukti adalah untuk membangun keyakinan hakim bahwa sekurang-kurangnya dua alat bukti sah telah terjadi tindak pidana serta seorang terdakwa yang bersalah melakukannya.
53 Ibid,, hlm. 129.
3. Proses Pembuktian
Pembuktian dalam hukum acara pidana adalah tahapan terjadinya suatu proses, cara, perbuatan membuktikan apakah perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa dalam persidangan di pengadilan terbukti atau tidak. Pembuktian merupakan tindakan untuk menghadirkan alat-alat bukti yang dibenarkanditentukan oleh undang-undang, untuk membukti- kan apakah benar terdakwa sebagai pelaku tindak pidana dan sebagai orang yang patut dipersalahkan dalam perkara tersebut. Dalam pembuktian, akan dilakukan kegiatan membuktikan yaitu dengan menghadirkan alat bukti dan barang bukti dan melakukan verifikasi untuk memperoleh kebenaran.
Dalam proses membuktikan bersalah atau tidaknya seorang terdakwa harus dilakukan melalui proses pemeriksaan di depan pengadilan. Menurut M. Haryanto dalam buku Hukum Acara Pidana, ada dua hal yang diperhatikan oleh Hakim dalam hal pembuktian yaitu:
1. Kepentingan Masyarakat, yaitu bahwa seseorang yang telah melanggar ketentuan pidana dalam KUHP atau UU Hukum Pidana di luar KUHP harus mendapatkan hukuman setimpal dengan kesalahannya.
2. Kepentingan Terdakwa,
yaitu terdakwa
harus
diperlakukan adil sedemikian rupa, sehingga kalau memang tidak bersalah tidak perlu mendapatkan hukuman, atau kalau memang ia bersalah, maka akan mendapatkan diperlakukan adil sedemikian rupa, sehingga kalau memang tidak bersalah tidak perlu mendapatkan hukuman, atau kalau memang ia bersalah, maka akan mendapatkan
Yang dimaksudkan dengan pembuktian adalah pembuktian bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus mempertanggung jawabkannya.
Sehingga ada dua hal yang dibuktikan, yaitu: kebenaran peristiwa pidana yang didakwakan (unsur obyektif) dan kebenaran terdakwa sebagai pelaku yang
dapat bertanggungjawabkan (unsur subyektif). 54
Kemudian, dalam buku Eddy O. S. Hiariej, mengutip pendapat William R. Bell, bahwa faktor-faktor yang berkaitan dengan pembuktian adalah sebagai berikut:
Bukti harus relevan atau berhubungan. Oleh karena itu,
dalam konteks perkara pidana, ketika menyidik suatu kasus biasanya polisi mengajukan pertanyaan- pertanyaan mendasar, seperti apa unsur-unsur kejahatan yang disangkakan? Apa kesalahan tersangka yang harus dibuktikan? Fakta-fakta mana yang harus dibuktikan? Bukti harus dapat dipercaya (reliable). Dengan kata lain, bukti tersebut dapat diandalkan sehingga untuk memperkuat suatu bukti harus didukung oleh bukti- bukti lainnya.
Bukti tidak boleh didasarkan pada persangkaan yang
tidak semestinya. Artinya, bukti tersebut bersifat objektif dalam memberikan informasi mengenai suatu fakta.
Dasar pembuktian, yang dimaksudnya adalah
pembuktian haruslah berdasarkan alat-alat bukti yang sah.
54 Ibid., hlm. 106-107.
Berkaitan dengan cara mencari dan mengumpulkan
bukti, harus dilakukan dengan cara-cara sesuai dengan hukum. 55
Sehingga didalam proses pembuktian dalam persidangan yang akan dilakukan dalam pengungkapan fakta yaitu melalui pemeriksaan saksi, pemeriksaan ahli dan pemeriksaan barang bukti dan alat bukti. Dengan demikian mengungkapkan fakta serta alat-alat bukti ke muka sidang oleh Jaksa Penuntut Umum, Penasehat Hukum, dan majelis Hakim akan melakukan penganalisisan fakta yang sekaligus penganalisisan hukum, Jaksa Penuntut Umum pembuktian dalam arti kedua ini dilakukannya dalam surat tuntutannya (requisitoir), kemudian Penasehat Hukum dapat mengajukan pembuktiannya yang dilakukan dengan cara nota pembelaan (pledooi), dan terakhir Majelis Hakim akan membaca vonnis atau putusan akhir pada kasus tersebut.
55 Eddy O. S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta, 2002, hlm. 13.