PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA PIDANA

C. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA PIDANA

1. Pengertian Pertimbangan Hakim

  Dalam suatu negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaats), kekuasaan kehakiman merupakan badan yang sangat menentukan isi dan kekuatan kaidah-kaidah hukum

  positif. 56 Kekuasaan kehakiman diwujudkan dalam tindakan pemeriksaan, penilaian dan penetapan nilai perilaku manusia

  tertentu serta menentukan nilai situasi konkret dan menyelesaikan persoalan atau konflik yang ditimbulkan secara

  imparsial berdasarkan hukum sebagai patokan objektif. 57

  Oleh karena itu, dengan adanya kewenangan tersebut maka dalam hal melaksanakan tugas serta pertimbangan hakim dalam persidangan haruslah bersih, profesional, arif serta bijaksana. Pertimbangan hakim atau Ratio Decidendi adalah argumen atau alasan yang dipakai oleh hakim sebagai pertimbangan hukum yang menjadi dasar sebelum memutus

  perkara. 58

  56 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Sinar Grafika, 2014, hlm. 1.

  57 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 93.

  58 Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2010, hlm. 193.

  Salah satu hal yang terpenting dalam menentukan terwujudnya suatu nilai keadilan adalah pertimbangan hakim yang mengandung keadilan bagi para pihak yang berperkara. Dalam pertimbangan hakim haruslah disikapi dengan cermat, baik serta teliti. Hal ini agar para pihak yang berperkara merasakan keadilan. Karena putusan hakim merupakan serangkaian dalam proses penjatuhan pidana pada seseorang maka hakim harus berpedoman pada pembuktian dalam hal menentukan seseorang benar melakukan tindak pidana. Apabila dalam hasil persidangan, terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana maka putusan hakim haruslah lepas dari segala tuntutan hukum yang ada atau putusan pembebasan (vrjspraak).

  Tugas pokok hakim adalah menerima, memeriksa dan memutuskan serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di suatu sidang pengadilan, dengan menjatuhkan suatu putusan,

  yang disebut dengan putusan hakim. 59

  Putusan Hakim akan begitu dihargai dan mempunyai nilai kewibawaan, jika putusan tersebut dapat merefleksikan rasa

  59 Ahmad Rifai, ( 2014), Op. Cit hlm. 52.

  keadilan hukum masyarakat dan juga merupakan sarana bagi masyarakat pencari keadilan untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan. 60 Sejatinya pelaksanaan tugas dan kewenangan

  seorang hakim dilakukan dalam kerangka menegakkan kebenaran dan keadilan, sebagaimana yang dicita-citakan selama ini, dengan berpedoman pada hukum, undang-undang

  dan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. 61

2. Kewajiban Hakim Dalam Memutuskan Perkara Pidana

a. Hal-hal Yang harus Dipertimbangkan Hakim Dalam Perkara Pidana

  Dalam menjatuhkan putusan, hakim harus memperhatikan serta mengusahakan semaksimal mungkin agar jangan sampai putusan tersebut memungkinkan timbulnya perkara baru (sedapat mungkin para pihak dalam perkara tidak mengajukan banding atau upaya hukum

  lainnya). 62

  Menurut Ahmad Rifai, dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara pidana, dan kemudian menjatuhkan

  60 Ibid, hlm. 3. 61 Ibid, hlm. 3. 62 Ibid hlm. 52.

  putusan, seorang hakim harus melakukan 3 (tiga) tahap tindakan dipersidangan yaitu:

  1. Tahap Mengkonstatir

  Dalam tahap ini, hakim akan mengkonstatir atau melihat untuk membenarkan ada tidaknya suatu peristiwa yang diajukan kepadanya. Untuk memastikan hal tersebut, maka diperlukan pembuktian dan oleh karena itu hakim harus bersandarkan pada alat-alat bukti yang sah menurut hukum, di mana dalam perkara pidana dapat diketemukan dalam Pasal 184 KUHAP.

  2. Tahap Mengkualifikasi

  Pada tahap ini, hakim mengkualifisir dengan menilai peristiwa konkret yang telah dianggap benar-benar terjadi itu, termasuk hubungan hukum apa atau yang bagaimana atau menemukan hukum untuk peristiwa hukum (apakah itu pencurian, penganiayaan, perzinahan, perjudian, atau peralihan hak, perbuatan melawan hukum, dan sebagainya).

  Jika peristiwa sudah terbukti dan peraturan hukumnya jelas dan tegas, maka penerapan hukumnya akan mudah, tetapi jika tidak jelas atau tidak tegas hukumnya, maka hakim bukan lagi harus menemukan hukumnya saja, tetapi lebih dari itu ia harus menciptakan hukum, yang tentu saja tidak boleh bertentangan dengan keseluruhan sistem perundang-undangan dan memenuhi pandangan serta kebutuhan masyarakat atau zamannya.

  3. Tahap Mengkonstituir

  Dalam tahap ini, hakim menerapkan hukumnya terhadap peristiwa tersebut dan memberi keadilan kepada para pihak yang bersangkutan (para pihak atau terdakwa). Keadilan yang diputuskan oleh hakim bukanlah produk dari intelektualitas hakim, tetapi merupakan semangat hakim itu sendiri.

  Dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), faktor-faktor yang memperingan dan memperberat pidana terdapat pada Pasal 132, 133,134, dan 135. Pasal 132 RUU KUHP berbunyi:

  Faktor yang memperingan pidana meliputi:

  1) Percobaan melakukan tindak pidana;

  2) Pembantuan terjadinya tindak pidana;

  3) Penyerahan diri secara sukarela kepada yang berwajib setelah melakukan tindak pidana;

  4) Tindak pidana yang dilakukan oleh wanita hamil;

  5) Pemberian ganti kerugian yang layak perbaikan kerusakan secara sukarela sebagai akibat tindak pidana yang dilakukan;

  6) Tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39; atau

  7) Faktor lain yang bersumber dari hukum yang hidup dalam masyarakat.

  Pasal 133 berbunyi:

  (1) Peringanan pidana adalah pengurangan 13 (satu per

  tiga) dari ancaman pidana maksimum maupun minimum khusus untuk tindak pidana tertentu.

  (2) Untuk tindak pidana yang diancam pidana mati dan

  penjara seumur hidup. Maksimum pidananya penjara

  15 (lima belas) tahun. (3) Berdasarkan pertimbangan tertentu, peringanan pidana

  dapat berupa perubahan jenis pidana dari yang lebih berat ke jenis pidana yang lebih ringan.

  Pasal 134 berbunyi: “faktor yang memperberat pidana meliputi:

  a. Pelanggaran suatu kewajiban jabatan yang khusus diancam dengan pidana atau tindak pidana yang di lakukan oleh pegawai negeri dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan; a. Pelanggaran suatu kewajiban jabatan yang khusus diancam dengan pidana atau tindak pidana yang di lakukan oleh pegawai negeri dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan;

  c. Penyalahgunaan keahlian atau profesi untuk melakukan tindak pidana;

  d. Tindak pidana yang dilakukan oleh dewasa bersama-sama dengan anak dibawah umur 18 (delapan belas) tahun;

  e. Tindak pidana yang dilakukan secara bersekutu, bersama- sama, dengan kekerasan, dengan cara yang kejam, atau dengan berencana;

  f. Tindak pidana yang dilakukan pada waktu terjadi huru hara atau bencana alam;

  g. Tindak pidana yang dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya;

  h. Pengulangan tindak pidana; atau

  i. Faktor lain yang bersumber dari hukum yang hidup dalam masyarakat.”

  Pasal 135 berbunyi: “pemberatan pidana adalah penambahan 13 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana”.

  Kemudian hal yang meringankan dalam putusan hakim dalam Rancangan Undang-Undang KUHP terdapat pada Pasal

  34 dan 35 yang berbunyi: Pasal 34: “setiap orang yang terpaksa melakukan tindak pidana

  karena pembelaan terhadap serangan seketika atau ancaman serangan segera yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan, kesusilaan, harta benda atau orang lain, tidak dipidana”. Pasal 35: “termasuk alasan pembenar adalah tidak adanya sifat melawan hukum sebagaimana di maksud dalam Pasal 11 ayat (2)”.

  Hal-hal yang memberatkan yaitu bahwa perbuatan seorang terdakwa telah melanggar peraturan yang berlaku serta merugikan orang lain. Hal-hal yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan dipersidangan dan berterus terang Hal-hal yang memberatkan yaitu bahwa perbuatan seorang terdakwa telah melanggar peraturan yang berlaku serta merugikan orang lain. Hal-hal yang meringankan adalah terdakwa berlaku sopan dipersidangan dan berterus terang

  Hal-hal yang dipertimbangkan seorang hakim dalam dalam proses persidangan, jika berdasarkan pada Pasal 197 KUHAP yang berbunyi:

  (1) Surat putusan pemidanaan memuat:

  a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi: “DEMI

  KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

  b. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;

  c. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

  d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;

  e. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

  f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang- undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;

  g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

  h. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan; h. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

  j. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau

  keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

  k. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan

  atau dibebaskan; l. hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama

  hakim yang memutus dan nama panitera; (2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat 1 huruf a, b, c, d, e,

  f, g, h, i, j, k, l dan I Pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum (3) Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan

  dalam undang-undang ini.

  Dalam hal ini, hakim dalam surat putusan pemidanaannya harus mengacu pada Pasal 197 KUHAP tersebut. Putusan hakim merupakan mahkota dan puncak dari suatu perkara yang sedang di periksa dan di adili oleh hakim tersebut. 63 Oleh karena itu, tentu saja hakim dalam membuat

  putusan harus memperhatikan segala aspek didalamnya, mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik yang bersifat formal maupun materiil

  sampai dengan adanya kecakapan teknik membuatnya. 64 Dalam

  proses penjatuhan putusan, seorang hakim harus meyakini apakah seseorang terdakwa melakukan tindak pidana ataukah

  63 Ibid , hlm. 94. 64 Ibid, hlm. 94.

  tidak, dengan tetap berpedoman dengan pembuktian untuk menentukan kesalahan dari perbuatan yang dilakukan oleh seorang pelaku pidana, atau untuk menentukan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh salah satu pihak berperkara. 65

  Putusan hakim dalam perkara pidana, dapat berupa putusan penjatuhan pidana, jika perbuatan pelaku tindak pidana terbukti secara sah dan meyakinkan, putusan pembebasan dari tindak pidana (vrijspraak), dalam hal menurut hasil pemeriksaan di persidangan, kesalahan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan atau berupa putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslaag van alle rechtsvervolging), dalam hal perbuatan terdakwa sebagaimana yang didakwakan terbukti, akan tetapi

  perbuatan tersebut tidak merupakan suatu tindak pidana. 66

  Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara

  yaitu: 67

  65 Ibid, hlm. 95 66 Ibid, hlm. 95. 67 Ibid hlm. 105-112.

  1. Teori keseimbangan

  Yang dimaksud teori keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat.

  2. Teori pendekatan seni dan intuisi

  Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana. Dalam praktik peradilan, kadangkala teori ini dipergunakan hakim di mana pertimbangan akan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa.

  3. Teori pendekatan keilmuan

  Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.

  4. Teori pendekatan pengalaman

  Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana, yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat

  5. Teori Ratio Decidendi

  Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang

  6. Teori kebijaksanaan

  Teori ini berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak. Landasan dari teori ini menekankan rasa cinta tanah air, nusa, dan bangsa Indonesia serta kekeluargaan harus ditanam, dipupuk, dan dibina. Aspek dalam teori ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua ikut bertanggungjawab

  untuk

  membimbing,membina,

  mendidik, dan melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat, dan bagi bangsanya.

  Tujuan dari teori kebijaksanaan adalah pertama, sebagai upaya perlindungan terhadap beberapa tujuan, yaitu pertama, sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat dari suatu kejahatan, yang kedua, sebagai upaya perlindungan terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana, yang ketiga, untuk memupuk solidaritas antara keluarga dengan masyarakat dalam rangka membina, memelihara, dan mendidik pelaku tindak pidana anak, dan yang keempat, sebagai pencegah umum dan

  khusus. 68

  Penjatuhan pidana oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana, pada dasarnya haruslah mempertimbangkan segala aspek tujuan, yaitu sebagai berikut:

  a. Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari ancaman suatu kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya.

  b. Sebagai upaya represif agar penjatuhan pidana membuat pelakunya jera dan tidak akan melakukan tindak pidana di kemudian hari.

  68 Madhe Sadhi Astusi, Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana, IKIP Malang, Malang, 1997, hlm. 87.

  c. Sebagai upaya preventif agar masyarakat luas tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang dilakukan oleh pelakunya.

  d. Mempersiapkan

  menyikapi suatu kejahatan dan pelaku kejahatan tersebut, sehingga pada saatnya nanti pelaku tindak pidana

b. Korelasi Antara Pertimbangan Dengan Pembuktian Hakim

  Hubungan antara pertimbangan hakim dan pembuktian hakim tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan. Seorang hakim tidak dapat memutuskan seorang terdakwa bersalah jika tidak ada bukti yang cukup bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana. Sebaliknya, seorang terdakwa tidak dapat menyangkali perbuatannya jika terdapat alat bukti yang menguatkan bahwa seorang terdakwa tersebut benar-benar telah melakukan tindak pidana.

  Ketentuan dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia adalah untuk menghukum seorang terdakwa hakim haruslah berdasarkan pada alat-alat bukti. Karena alat-alat bukti tersebut hakim sebagai orang yang berwenang memutuskan perkara pidana dapat menyimpulkan tentang kesalahan

  69 Ahmad Rifai, (2014), Op. Cit. hlm. 112.

  terdakwa serta dapat menjatuhkan pidana atau membebaskan terdakwa dari jerat hukum pidana.

  Hakim dalam pemeriksaan perkara pidana harus mengungkapkan fakta-fakta sidang pengadilan yang diperoleh melalui alat-alat bukti dan barang bukti itulah yang akan menjadi pertimbangan hakim di dalam memutuskan perkara pidana yang sedang diperiksa, apakah perkara itu terbukti sebagai tindak pidana atau tidak terbukti sebagai tindak pidana. Dengan kata lain, bahwa pertimbangan hakim haruslah mengacu pada hasil pembuktian selama proses pembuktian dalam persidangan yang diperolah melalui fakta- fakta persidangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa korelasi pembuktian dan pertimbangan hakim adalah didalam rangka pembuktian, hakim harus mempertimbangkan hal-hal yang terungkap dalam persidangan melalui fakta-fakta dalam persidangan.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24