I’râb dan Kodifikasi Ilmu Nahwu
C. I’râb dan Kodifikasi Ilmu Nahwu
Sebelum berbicara tentang perumusan dan kodifikasi ilmu nahwu terlebih dahulu disini dibicarakan tentang kedaan bahasa Arab sebelum dirumuskannya ilmu nahwu tersebut. Ketika datangnya agama Islam, bahasa Arab pada saat itu sedang berada dipuncak kesempurnaan dan kematangan dalam kefasihannya. Jazirah Arab pada saat itu dipenuhi oleh para Penya’ir, Orator, dan para ahli dalam biografi dan keturunan. Orang-orang Arab mengadakan pasar-pasar seni dan Adab untuk memperlombakan sya’ir-sya’ir dan khutbah-khutbah terbaik mereka, perlombaan ini
diikuti oleh kabilah-kabilah yang berasal dari berbagai penjuru Jazirah Arab. 57
54 Lihat ‘Abd al-Qâdir ibn ‘Abd al-Rahmân al-Sa’diy, Majalah Ummu al-Qurâ li ‘Ulûm al- Syarî’ah wa al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Âdâbihâ, edisi. 27, 1424 H, jilid. 15. Lihat juga, Ahmad
Sulaimân Yâqût, Zhâhirah al-I’râb fî al-Nahwi al-‘Arabî, (Iskandariyah: Dâr al-Ma’rifah al- Jâmi’iyyah, 1993), hal. 4.
55 Khalîl Ahmad ‘Amâyirah, Fî Nahwi al-Lughah Wa Tarâkîbiha (Manhaj Wa Tathbîq Fî al- Dilâlah), hal. 150.
56 Lihat, Ahmad Muhammad Qaddûr, Mushannafât al-Lahn wa al-Tatsqîf al-Lughawi Hattâ al-Qarn al-‘Âsyir al-Hijriy, (Damaskus: Mansyûrât Wizârâh al-Tsaqâfah, 1996), hal. 40.
57 Di antara pasar-pasar tersebut adalah pasar ‘Ukkâzh yang terletak antara Nakhlah dan Thâ’if diadakan pada bulan Syawwal, pasar ‘Ukkâzh ini merupakan pasar yang terbesar di antara
pasar-pasar yang dimiliki oleh orang Arab , pasar ini didirikan 15 tahun setelah tahun gajah (540 M), pasar Mijannah di Zhahrân diadakan dari awal Zulka’dah sampai tanggal 20, pasar Zû al-Majâz yang bertempat di balakang ‘Arafah diadakan pada hari-hari haji. Lihat, Syiekh Ahmad al-Thanthâwi, Nasy’ah al-Nahwi wa Târîkh Asyhar al-Nuhât, (Kairo: Dâr al-Ma’ârif, t,th), cet. 2, hal. 13. Lihat juga,
Kemudian mereka menggantungkan sya’ir yang terbaik di dinding Ka’bah yang merupakan tempat yang paling mulia bagi mereka. 58 Yang mana kemudian terkenal
dengan sebutan al-Mu’allaqât al-‘Asyar. Di antara para ahli puisi (al-Syu’arâ’) yang karyanya di gantung di dinding ka’bah tersebut adalah: Umru’u al-Qais (w. 545 M), al-Nâbighah al-Dzibyâni (w. 604 M), Zuhair ibn Abî Sulma (w. 609 M), ‘Antarah al-
‘Absî (w. 615 M), dan al-A’syâ (w. 629 M). Kemudian datanglah agama Islam, sedangkan bahasa Arab sudah manjadi bahasa standar yang digunakan oleh setiap
suku di Jazirah Arab yang bisa dipahami oleh mereka semua, maka jadilah bahasa Arab sebagai bahasa komunitas sastra dalam sya’ir dan khutbah.
Pada masa jahiliyyah, orang-orang Arab berbicara menggunakan bahasa Arab fushha dengan baik dan benar, mereka jarang sekali melakukan kesalahan dalam berbicara. Kesalahan berbahasa Arab (al-Lahn) baru muncul ketika bahasa Arab dipergunakan oleh bangsa-bangsa yang dikuasai oleh Islam, yaitu bangsa ‘Ajam (non Arab) yang pada awalnya tidak menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa percakapan sehari-hari, seperti Mesir, Sudan, Tunis, Marokko, Libia, al-Jazair, dan
lain-lain. 59 Ibn al-Atsîr menyatakan bawasanya bahasa Arab terjaga dengan baik dan benar, tidak dimasuki oleh keselahan dan kekeliruan, sampai akhirnya mereka
berbaur dengan bangsa-bangsa lain yang mengakibatkan timbulnya al-Lahn. 60
Abd al-Karâm Muhammad al-As’ad dalam “al-Wasîth fî Târîkh al-Nahwi al- ‘Arabî” 61 menyatakan bahwa orang Arab pada masa Jahiliyah dan awal mula
perkembangan Islam (‘Ashar Shadr al-Islâm), mereka berbicara dengan bahasa mereka (bahasa Arab) secara alami (salîqah) dan mereka tidak pernah melakukan
Musthafâ Shâdiq al-Rîfâ’i, Târîkh Âdâb al-‘Arab, (Bairut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000), cet. 1, hal. 77-78.
58 Abdullab Jâd al-Karîm, al-Daras al-Nahwi Fi al-Qarn al-‘Isyrîn, Kairo: Maktabah al-Âdâb, 2004, cet. 1, hal. 39.
59 Lihat, Mahmûd Sulaimân Yâqût, Fann al-Kitâbah al-Shahîhah, (Iskandariyah: Dâr al- Ma’rifah al-Jâmi’iyyah, 1995), hal. 77.
60 Lihat, Muhammad Husein Âli Yâsîn, al-Dirâsât al-Lughawiyyah ‘Inda al-‘Arab ilâ Nihâyah al-Qarn al-Tsâlits, (Bairut: Mansyûrât Dâr Maktabah al-Hayât, 1980), cet. 1, hal. 31.
61 Lihat ‘Abd al-Karîm Muhammad al-As’ad, al-Wasîth fî Târîkh al-Nahwi al-‘Arabî, Riyadh: Dâr al-Syawâf, 1992, cet. 1, hal. 22.
kesalahan dalam mengi’râbkan kalimat ketika mereka berbicara, oleh karena itu mereka tidak membutuhkan ilmu nahwu untuk membetulkan lidah mereka dari kesalahan dalam percakapan mereka sehari-hari. Karena sebenarnya setelah mereka dewasa, mereka sudah bisa berbicara dengan baik dan benar karena mereka belajar dengan meniru orang tua mereka atas dasar fithrah salimah. Setelah tersebarnya agama Islam, dan Negara Islam bertambah luas sehingga terjadilah percampuran dan pembauran antara orang Arab dan non-Arab yang menurut Thalâl ‘Alâmah
merupakan faktor utama tersebarnya al-Lahn 62 khususnya dikalangan non-Arab (al- Mawâlî) sehingga timbullah kekhawatiran dari para Ulama akan eksistensi dan
kemurnian bahasa Arab, di samping itu juga dapat merusak pembacaan al-Qur’an, yang pada akhirnya akan merusak pemahaman terhadap al-Qur’an tersebut. 63
Berangkat dari realitas tersebut timbullah sebuah kesadaran di kalangan para sahabat dan ulama untuk membuat tata bahasa Arab, dalam hal ini nahwu, untuk menjaga orisinilitas dan keotentikan al-Qur’an. Maka kemudian setelah itu, mulailah mereka mengumpulkan Hadist-hadist, khutbah-khutbah, dan syair-syair untuk di
64 analisi dalam perumuskan kaidah-kaidah nahwu. 65 Ibn Khaldun (732-808 H) juga menyatakan bahwa bahwa timbulnya istilah i’râb dan teori ‘âmil dan
dikodifikasikannya ilmu nahwu adalah adanaya kekhawatiran dari para ulama akan keorisinilan bahasa Arab akibat dari pembauran (ikhtilâth) orang Arab dengan non-
62 Lihat, Thalâl ‘Alâmah, Tathawwur al-Nahwi al-‘Arabî, (Bairut: Dâr al-Fikr al-Lubnâni, 1993), cet. 1, hal. 29. Lihat juga, Ahmad Muhammad Qaddûr, Mushannafât al-Lahn wa al-Tatsqîf al-
Lughawî hattâ al-Qarn al-‘Âsyir al-Hijri, (Damaskus: Mansyurât Wizârah al-Tsaqâfah, 1996), hal. 53. 63 Lihat, Tammâm Hassan, al-Ushûl: Dirâsah Epistîmulûjyyah li al-Fikr al-Lughawî ‘inda al-
‘Arab, (Kairo: ‘Alam al-Kutub, 2000), Edisi Revisi, hal. 23. 64 http://www. Diwanarab. Com, diakses tanggal 27-03-2009.
65 Nama lengkapnya adalah Abû Zaid ‘Abd al-Rahmân ibn Muhammad. Ia dilahirkan di Tunisia pada tahun 732 H. Dia seorang ahli sejarah dan bahasa Arab. Pada 784 H. ia datang ke Mesir
dan mengajar di al-Jâmi’ al-Azhar. Di antara karyanya adalah kitab”al-‘Ibar wa Dîwân al-Mubtada’ wa al-Khabar”, terdiri dari tiga buku dalam empat jilid, tapi yang sangat terkenal dari kitab-kitab tersebut adalah kitab yang pertama yang dikenal dengan “al-Muqaddimah”. Ia meninggal dunia di Mesir pada tahun 808 H. Lihat, Ahmad Hasan al-Zayyât, Târîkh Adab al-‘Arabî, (Kairo:Dâr Nahdhah Misr, t. th), cet. 15, hal. 410-412.
Arab (al-‘Ajam). 66 Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa kodifikasi ilmu nahwu merupakan respons terhadapa banyaknya kesalahan berbahasa Arab terutama
dalam i’râb yang dilakukan oleh kalangan non-Arab. Menurut 67 ‘ Abd al-Qâdir ibn ‘Abd al-Rahmân al-Sa’dî, pada awal mulanya
i’râb diidentikkan dengan ilmu nahwu, i’râb merupakan ilmu bahasa Arab yang pertama-tama tumbuh dan disusun kaidah-kaidahnya. Tapi kemudian i’râb ini menjadi bagian (cabang) dari ilmu nahwu, para linguis Arab dahulu menamainya demikian mungkin karena i’râb tersebut merupakan salah satu dari fenomena- fenomena ilmu nahwu (al-Zhawâhir al-Nahwiyyah) yang paling dominan. Sehingga pada saat itu ketika orang berbicara tentang awal mula penyusunan dan sebab dikodifikasikamnya ilmu nahwu mereka mengedintikkannya dengan i’râb ini.
Para linguis Arab sepakat bahwa lahir dan dikodifikasikannya ilmu nahwu dikalangan orang-orang Arab karena adanya kebutuhan yang mendesak pada saat itu, yaitu timbulnya penomena al-Lahn yang banyak dilakukan oleh kaum Muslimin khususnya orang-orang non-Arab (al-‘Ajam).
al-Lahn secara terminologi mempunyai banyak arti, dalam kamus al-Wajîz, al-Lahn jamaknya adalah al-Alhân atau al-Luhûn yang berarti al-Lughah (bahasa), kesalahan pada i’râb dan menyalahi kaidah yang benar pada bahasa dan i’râb (al- Khatha’ fi al-I’râb). al-Lahn juga berarti dialek (al-Lahjah), lagu (al-Ugniah), dan
kecerdikan (al-Fithnah). 68 Di antara sekian banyak pengertian al-Lahn yang dikemukakan tadi, ada yang
paling banyak disorot para ahli bahasa ialah: yang pertama yaitu al-khatha’ fî al-
66 Lihat pernyataan Ibnu Khaldun: لوﺪﻟاو ﻢﻣﻷا يﺪﻳأ ﻲ ﻓ نﺎآ يﺬﻟا ﻚﻠﻤﻟا ﺐﻠﻄﻟ زﺎﺠﺤﻟا اﻮﻗرﺎﻓو مﻼﺳﻹا ءﺎﺟ ﺎﻤﻠﻓ ﺎهﺮﻳﺎﻐﻳ ﺎﻤﻣ ﺎ ﻬﻴﻟإ ﻰﻘﻟأ ﺎ ﻤﺑ تﺪ ﺴﻔﻓ ﻦﻴﺑﺮﺘﻌﻤﻠﻟ ﻲ ﺘﻟا تﺎﻔﻟﺎﺨﻤﻟا ﻦﻣ ﻊﻤﺴﻟا ﺎﻬﻴﻟإ ﻰ ﻘﻟأ ﺎ ﻤﺑ ﺔﻴﻧﺎﺴﻠﻟا ﺔ ﻜﻠﻤﻟا ﻚ ﻠﺗ تﺮﻴﻐﺗ ﻢﺠﻌﻟا اﻮﻄﻟﺎﺧو
ﻢﻬﻟ ﺔﻋﺎﻨﺻ ﺎهﻮﻠﻌﺟو بﺎﺘﻜﻟﺎﺑ ﺎهوﺪﻴﻘﻓ ﺔﺻﺎﺧ تﺎﺣﻼﻄﺻا ﺎﻬﻠآ ترﺎﺻو ﻚﻟذ لﺎﺜﻣأو ﻼﻣﺎﻋ ﺮﻴﻐﺘﻟا ﻚﻟﺬﻟ ﺐﺟﻮﻤﻟا ﺔﻴﻤﺴﺗو ﺎﺑ اﺮﻋإ ﻪﺘﻴﻤﺴﺗ ﻮﺤﻨﻟا ﻢﻠﻌﺑ ﺎﻬﺘﻴﻤﺴﺗ ﻰﻠﻋ اﻮﺤﻠﻄﺻاو ﺔﺻﻮﺼﺨﻣ 67 Lihat ‘Abd al-Qâdir ibn ‘Abd al-Rahmân al-Sa’diy, Majallah Ummu al-Qurâ li ‘Ulûm al- Syarî’ah wa al-Lughah al-‘ Arabiyyah wa Âdâbihâ, edisi. 27, 1424 H, jilid. 15. 68 Lihat, ‘Abd al-‘Âl Sâlim Mukram, al-Qur’an wa Atsaruhu fî al-Dirâsah al-Nahwiyyah, hal.
I’râb. 69 al-Lahn yang berarti al-khata’fî al-I’râb (kesalahan pada i’râb), ini semakin mengalami perkembangan pesat terutama sekali pada waktu terjadinya pembauran
antara orang Arab dengan orang asing. Meskipun demikian al-Lahn itu sendiri tidak dapat diketahui secara pasti kapan mula munculnya sebagaimana yang dikemukakan
oleh Husein Aun dalam bukunya, namun demikian Syauqî Dhaif (lahir 1910 M), 70 mengemukakan bahwa lahn itu muncul semenjak zaman rasulullah saw. Hal senada
juga dinyatakan oleh ‘Abd Allah Jâd al-Karîm (1972-sekarang) 71 yang mengatakan
69 Menurut hemat penulis, kalau melihat konteks sejarah dan asal-usul dikodifikasikannya ilmu nahu, maka pengertian al-Lahn yang lebih tepat adalah kesalahan dalam i’râb (al-Khatha’ fî al-
I’râb). Sebab kalau dilihat, argumen-argumen yang dikamukakan oleh para linguis tentang faktor penyebab yang melatar belakangi dikodifikasikannya ilmu nahwu hampir semuanya berkaitan dengan kesalahan membaca harakat pada akhir kalimat (i’râb). Misalnya dalam satu riwayat dikatakan anak perempuan Abû al-Aswad (69 H/688 M) berkata kepada ayahnya : “Mâ Asyaddu al-Harr” dengan maksu ingin memeberitahu kepada ayahnya bahwa cuaca sangat panas sekali tetapi dia salah dalam mengasih harakat yang seharusnya “Mâ Asyadda al-Harr”. Dalam riwayat yang lain dikatakan juga bahwa seorang Arab Badawi minta bacakan ayat al-Qur’an kepada seseorang kemudian orang tersebut
membacakan surah al-Taubah ayat 3 ( ﻪﻟﻮﺳرو ﻦﻴآﺮﺸﻤﻟا ﻦﻣ ئﺮﺑ ﷲا نأ ),dengan membaca kasrah huruf lam pada kata ( ﻪﻟﻮﺳر) yang berarti Allah berlepas dari orang-orang Musyrik dan RasulNya, padahal yang betul adalah dibaca dengan dhommah. Kemudian Ibn Qutaibah (w. 276 H) menyabutkan dalam kitabnya “’Uyûn al-Akhbâr” bahwa seorang Arab Badawi mendengar seorang mu’azzin mengatakan
( ﷲا لﻮﺳر اﺪﻤﺤﻣ نأ ﺪﻬﺷأ ) dengan memebaca nashab (fathah) kata ( لﻮﺳر ) padahal yang betul dibaca rafa’ (dhommah). Yâqût dalam Syeikh Muhammad Thanthâwi juga menyatakan bahwa Umar ibn al- Khathtâb melewati sekelompok orang yang tidak dapat memanah dengan baik, kemudian dia
kemudian mereka berkata: ( ﻦﻴﻤﻠﻌﺘﻣ مﻮﻗ ﺎﻧإ ), setelah mendengar itu dia berpaling dari mereka dalam keadaan marah dan berkata: ( ﻢﻜﻴﻣر ﻲﻓ ﻢﻜﺌﻄﺧ ﻦﻣ ﻲﻠﻋ ﺪﺷأ ﻢﻜﻧﺎﺴﻟ ﻲﻓ ﻢآﺆﻄﺨﻟ ﷲاو ). Lihat, Abû al-Barakât Kamâl al-Dîn ‘Abd al-Rahmân ibn Muhammad ibn al-Anbâri, Nuzhah al-Albâb fî Thabaqât al- Udabâ’, Tahqîq Ibrâhîm al-Sâmirâ’î, (Yordania: Maktabah al-Manâr, 1985), cet. 3, hal. 19-20. Lihat juga,’Abd Allah Ahmad Jâd al-Karîm, al-Ma’na wa al-Nahwu, hal. 19-20. Lihat juga, Syeikh Muhammad Thanthâwi, Nasy’at al-Nahwi wa Târîkh Asyhar al-Nuhât, hal. 25-26. Lihat juga, Ahmad Sulaimân Yâqût, Zhâhirah al-I’râb fî al-Nahwi al-‘Arabî, (Iskandariyyah: Dâr al-Ma’rifah al- Jâmi’iyyah, 1993), hal. 16-17.
70 Nama lengkapnya adalah Aḫmad Syauqȋ bin al-Syaikh Abdu al-Salâm Dhayf, lahir di Damietta (Dumyath) sebuah kota kecil di Mesir. Karena kecerdasannya sejak umur 10 tahun dia telah
hafal al-Qur’an. Jenjang pendidikannya dia mulai dari Madrasah Ibtidaiyah di al-Ma’had al-D ȋ ny di kota Dumyath pada tahun 1920 hingga mencapai tingkatan tertinggi yaitu Doktor di Universitas Kairo program studi bahasa Arab pada tahun 1943 M. Pada tahun 1956 dia dikukuhkan sebagai Ustadz ( profesor ). Di antara karya-karyanya adalah: Tajdîd al-Nahwi, al-Madâris al-Nahwiyyah, Tahrîfât al- ‘Âmiyyah li al-Fushhâ. Selain karya-karyanya yang cukup banyak, dia juga pernah menjadi anggota tetap Majma’ al-Lugha ṯ al-Arabiya ṯ al-Maliky di Mesir. ( Majalah Majma’ al-Lughat al-Maliki, Mesir, Jilid I, 1933 M. hal. 6-35.
71 ‘Abd Allah Jâd al-Karîm Lahir di Propinsi Qanâ di Mesir pada tahun 1972. Pendidikan S1, S2, dan S3 dia selesaikan di fakultas Dâr al’Ulûm, Universitas Kairo. Di antara karya-karyanya adalah:
al-Istighnâ baina al-‘Arab wa al-Nuhât, al-Ma’nâ wa al-Nahwu, al-Tawahhum ‘inda al-Nuhât, al- Daras al-Nahwi fî al-Qarn al-‘Isyrîn, al-Nahwu al-‘Arabî ‘Imâd al-Lughah wa al-Dîn, al-Qadhâyâ al- al-Istighnâ baina al-‘Arab wa al-Nuhât, al-Ma’nâ wa al-Nahwu, al-Tawahhum ‘inda al-Nuhât, al- Daras al-Nahwi fî al-Qarn al-‘Isyrîn, al-Nahwu al-‘Arabî ‘Imâd al-Lughah wa al-Dîn, al-Qadhâyâ al-
Lahn yang ada pada masa Jahiliyah dan zaman Rasulullah tersebut belum dipandang sebagai sesuatu yang membahayakan terhadap eksistensi bahasa Arab kecuali setelah terjadinya ekspansi dan penaklukan beberapa Negara untuk penyebaran agama Islam, dan terlebih lagi setelah terjadian perkawinan antara orang Arab dan non-Arab yang melahirkan generasi muda yang tidak menguasai bahasa Arab seperti orang tua mereka.