Evaluasi Rehabilitasi Mangrove Tahun Berjalan dan Pengaruh Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangrove merupakan suatu varietas komunitas hutan tropik dan sub tropik
yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak
yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan
mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili,
dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennia, Sonneratia,
Rhizophora, Bruguiera, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras,
Aegiatilis, Snadae, dan Conocarpus (Bengen, 2000).
Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni mencakup 21%
dari luas total dunia. Di Indonesia, mangrove tersebar hampir diseluruh pulaupulau besar mulai dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke papua,
dengan luas sangat bervariasi bergantung pada kondisi fisik, komposisi substrat
kondisi

hidrologi,

dan

iklim

yang


terdapat

di

pulau-pulau

tersebut

(Spalding dkk, 2010).
Sebagai suatu negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 81.000 km,
Indonesia memiliki kawasan pesisir yang sangat luas. Selain menempati wilayah
yang sangat luas, kawasan pesisir yang terdiri dari berbagai ekosisistem
pendukung seperti ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun dan lahan
basah. Memiliki keanekaragaman hayati dan berbagai sumber daya alam seperti
ikan dan bahan-bahan tambang yang bernilai tinggi. Potensi yang demikian besar

1
Universitas Sumatera Utara


2

tentunya memberikan peluang yang besar pula terhadap terciptanya berbagai
bentuk pemanfaatan seperti usaha pertambakan, pertanian, perindustrian,
pemukiman,

pariwisata,

pertambangan

dan

penangkapan

ikan

(Savitri dan Khazali, 1999).
Luas hutan mangrove yang ada di sembilan kecamatan di Kabupaten
langkat mencapai 35.000 hektar. Sekitar 25.000 mengalami rusak, termasuk yang
rusak berat dan sedang, karena alih fungsi lahan mangrove menjadi perkebunan

kelapa sawit maupun tambak (Dinas Kehutanan, 2013). Konversi lahan menjadi
pertambakan, permukiman, industri, pencemaran, dan pemanfaatan sumber daya
pesisir yang berlebihan memberikan pengaruh negatif pada kestabilan kawasan
pantai (Triana, 2011).
Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara
restorasi/rehabilitasi. Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi
lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Dengan demikian, usaha retorasi
seharusnya mengandung makna member jalan/peluang kepada alam untuk
mengatur/memulihkan dirinya sendiri. Manusia sebagai pelaku mencoba
membuka jalan dan peluang serta mempercepat proses pemulihan terutama karena
dalam beberapa kondisi, kegiatan restorasi secara fisik akan lebih murah
dibanding usaha penanaman mangrove secara langsung (Rahmawaty, 2006). Oleh
karena itu, perlu dilakukan studi perspektif masyarakat setempat untuk
mengetahui pemahaman dan respon masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi
ekosistem mangrove sebagaimana telah diterapkan di beberapa negara seperti
Bangladesh, Kuba dan Pakistan (Alongi, 2002).

Universitas Sumatera Utara

3


Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui tingkat keberhasilan penanaman mangrove pada bulan Mei
2015 di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten
Langkat.
2) Menganalisis respon masyarakat melalui kegiatan rehabilitasi di Desa
Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat.
3) Mengetahui pengaruh program rehabilitasi terhadap sosial budaya
masyarakat Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten
Langkat
Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan kesadaran

kepada masyarakat tentang pentingnya

mangrove bagi kehidupan.
2) Meningkatkan eksistensi masyarakat untuk menjaga hutan mangrove
melalui program rehabilitasi di Desa Pulau Sembilan Kecamatan

Pangkalan Susu Kabupaten Langkat.
3) Menjaga ekosistem hutan mangrove di daerah tersebut.

Universitas Sumatera Utara