Evaluasi Rehabilitasi Mangrove Tahun Berjalan dan Pengaruh Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat

TINJAUAN PUSTAKA

Defenisi dan Manfaat Hutan Mangrove
Mangrove merupakan suatu formasi hutan yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut, dengan keadaan tanah yang anaerobik dan tumbuhnya tidak
tergantung pada iklim. Beberapa jenis mangrove penting yang umumnya dijumpai
di Indonesia dikelompokkan kedalam beberapa famili, antara lain famili
Rhizophoraceae, famili Aconthaceae, famili Sonneratiaceae, famili Verbaneceae,
dan famili Meliaceae.
Hutan mangrove dapat berkembang dengan baik pada lingkungan dengan
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahan-bahan
yang berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang.
2. Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun
tergenang pada saat pasang purnama, karena frekuensi genangan akan
menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove itu sendiri.
3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air atau
air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan kualitas salinitas, menambah
pasokan unsur hara dan lumpur.
4. Airnya payau dengan salinitas 2-33 ppm atau asin dengan salinitas
mencapai 38 ppm (Mardiana, 2005).

Ekosistem mangrove terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia
yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (SNM, 2003), namun

4

Universitas Sumatera Utara

5

tanpa hadirnya tumbuhan mangrove, kawasan ini tidak dapat disebut ekosistem
mangrove. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut (terutama di daerah pantai terlindung, laguna, muara sungai) yang
tergenang pada saat surut yang komunitas tumbuhan bertoleransi terhadap garam.
Hutan mangrove sering disebut juga hutan pasang surut, hutan payau atau hutan
bakau. Istilah bakau sering dipakai karena kebanyakan suku tumbuhan yang ada
dihutan mangrove adalah suku Rhizophoraceae. Bakau adalah nama sekelompok
tumbuhan dari marga Rhizophora, suku Rhizophoraceae.
Hutan mangrove mempunyai beberapa manfaat baik ditinjau dari manfaat
secara fisik, manfaat secara biologis, maupun manfaat secara ekonomis, secara
fisik hutan mangrove mempunyai manfaat menjaga garis pantai agar stabil dan

melindungi pantai dari abrasi. Pohon dan akar yang kuat dan berlapis-lapis dapat
meredam hantaman ombak dan mempercepat pengendapan lumpur yang dibawa
oleh

sungai

sekitarnya

untuk

dapat

membentuk

lahan

baru

(Mardiana, 2005).
Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove

a. Salinitas
Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan, daya tahan dan zonasi jenis mangrove. Tumbuhan mangrove
merupakan tumbuhan subur di daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppm.
Salinitas yang sangat tinggi (hyper salinity) misalnya ketika salinitas air
permukaan melebihi salinitas yang umum di laut (±35 ppm) dapat berpengaruh
buruk pada vegetasi mangrove, karena dampak dari tekanan osmotik yang negatif.

Universitas Sumatera Utara

6

Akibatnya, tajuk mangrove semakin jauh dari tepian perairan secara umum
menjadi kerdil dan berkurang komposisi jenisnya (Kusmana, 2004).
b. Tanah
Jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur, terutama
di daerah endapan lumpur terakumulasi. Di Indonesia substrat berlumpur ini
sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata dan Avicennia marina. Jenis
tanah yang mendominasi kawasan mangrove biasanya adalah fraksi lempeng
berdebu, akibat rapatnya bentuk perakaran-perakaran yang ada. Jika kerapatan

rendah, tanah akan mempunyai nilai pH yang tinggi. Nilai pH tidak banyak
berbeda,

yaitu antara 4,6-6,5 dibawah tegakan jenis Rhizophora spp

( Arief, 2003).
c. Suhu
Pada Rhizophora spp., Ceriops spp., Exocoecaria spp. Dan Lumnitzera spp.,
laju tertinggi produksi daun baru adalah pada suhu 26-28 ºC, untuk Bruguiera spp
adalah 27ºC dan Avicennia marina memproduksi daun baru pada suhu 18-20 ºC
(Hutchings dan Saenger, 1987)
d. Pasang Surut
Pasang surut menetukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove.
Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal
mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik dan menurun
selama pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan
salah satu faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove. Pasang surut juga

Universitas Sumatera Utara


7

berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan
oleh kerenanya mempengaruhi organisme mangrove (Ansori, 1998).
e. Cahaya
Cahaya merupakan satu faktor yang penting dalam proses fotosintesis
dalam melakukan pertumbuhan tumbuhan hijau. Cahaya mempengaruhi respirasi,
transpirasi, fisiolagi dan struktur fisik tumbuhan. Intensitas cahaya didalam
kualitas dan juga lama penyinaran juga merupakan satu faktor penting untuk
tumbuhan. Umumnya tumbuhan di ekosistem mangrove juga membutuhkan
intensitas tinggi (Mac Nae, 1968).
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Pulau Sembilan merupakan nama suatu desa yang berada digugusan
pulau-pulau di Kabupaten Langkat. Desa Pulau Sembilan berdekatan dengan Selat
Malaka dan merupakan salah satu tujuan wisata utama di Kabupaten Langkat.
Pulau Sembilan secara administrasi terletaak di Kecamatan Pangkalan Susu
Kabupaten Langkat. Desa ini terletak sekitar 90 km dari Kota Medan. Adapun
Batas-batas Lokasinya sebagai berikut :









Sebelah utara berbatasan dengan Pulai Kampau
Sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka
Sebelah selatan berbatasan dengan Pangkalan susu dan
Sebelah barat berbatasan dengan Teluk Aru
Berdasarkan data BPS (2010) bahwa Pulau Sembilan mempunyai luas ±

15.65 km2, dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebesar 600 (KK). Mata

Universitas Sumatera Utara

8

pencaharian masyarakat antara lain petani, nelayan, kerajinan tangan dan pegawai
negeri.

Masalah yang dihadapi desa Pulau Sembilan adalah masalah pengeboran
minyak yang dilakukan oleh pihak BUMN di wilayah Pulau Sembilan dan
Berimbas kepada sumberdaya laut yang berkurang tahun-tahun terakhir. Masalah
lain yang dihadapi yaitu konversi hutan mangrove menjadi perkebunan kelapa
sawit.
Rehabilitasi Hutan Mangrove
Rehabilitasi merupakan kegiatan/upaya, termasuk didalamnya pemulihan
dan penciptaan habitat dengan mengubah sistem yang rusak menjadi yang lebih
stabil. Pemulihan merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu ekosistem
atau memperbaharuinya untuk kembali pada fungsi alamiahnya. Namun demikian,
rehabilitasi mangrove sering diartikan secara sederhana, yaitu menanam mangrove
atau membenihkan mangrove lalu menanamnya tanpa adanya penilaian yang
memadai dan evaluasi terhadap keberhasilan penanaman dalam level ekosistem.
Selain itu untuk alasan ekonomi usaha pemulihan kembali ekosistem mangrove
seringkali terbatas pada jenis-jenis tertentu dari mangrove. Hal ini menyebabkan
perubahan terhadap habitat dan penurunan fungsi ekologi ekosistem mangrove
tersebut karena sifatnya homogen dibandingkan dengan yang alami (heterogen
dan banyak spesies), yang merupakan biodiversitas dalam kaitannya dengan
kekayaan genetik (Haikal, 2008).


Universitas Sumatera Utara

9

Kegiatan Rehabilitasi
Kegiatan rehabilitasi mangrove pada umumnya dilakukan dengan
penanaman mangrove jenis Rhizophora sp. Pemilihan jenis ini selain ketersediaan
bibit yang relatif mudah juga didasarkan pada kondisi substrat pasir berlumpur
dan kemampuan tumbuh

jenis

ini

yang tinggi. Tanpa disadari kegiatan

rehabilitasi mangrove telah mengarah kepada monospecies. Kondisi ini dalam
jangka pendek dapat memberikan keuntungan terhadap ekosistem mengingat
pertumbuhan mangrove jenis Rhizopora sp lebih cepat dan daya adaptasi yang
tinggi terhadap lingkungan dibandingkan dengan mangrove jenis lainya. Dalam

jangka panjang dikhawatirkan terjadi pengurangan spesies mangrove alami akibat
dominansi satu jenis tanaman. Kekhawatiran lainnya adalah rentannya mangrove
rehabilitasi terhadap serangan hama akibat sistem monospecies. Disarankan
kepada pelaku rehabilitasi untuk menanam mangrove dari berbagai jenis sesuai
dengan kesesuaian lahan untuk lokasi penanaman (Fitri dan Iswahyudi 2010).
Upaya rehabilitasi hutan mangrove dapat dilaksanakan baik pada kawasan
yang telah dikuasai oleh masyarakat maupun pada kawasan yang tidak dikuasai
oleh masyarakat dapat berjalan sesuai yang diinginkan, hal tersebut dapat
didukung dengan melibatkan unsur masyarakat sekitar kawasan pesisir dan
instansi pemerintah terkait (Alwidakdo dkk, 2014).
Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan lembaga
yang terlibat langsung dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dalam hal ini

Universitas Sumatera Utara

10

Dinas Kehutanan Sumatra Utara serta masyarakat selaku pelaksana yang diberi
bantuan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove.

Pengambilan data dilakukan dengan membuat jalur transek sepanjang 100
meter pada tiga lokasi lahan rehabilitasi yang berbeda karakteristik berdasarkan
genangan-nya. Pengamatan dilaksanakan dengan untuk mengamati, mengukur
tinggi dan diameter tanaman. Data yang dicatat dan diukur pada setiap jalur
transek meliputi data tanaman (jenis tanaman, jumlah tanaman yang hidup, tinggi
tanaman dan kondisi tumbuh tanaman sehat).
Melaksanakan penilaian terhadap kesehatan tanaman digolongkan dalam
tiga kriteria, yaitu sehat, kurang sehat, dan merana dengan tanda sebagai berikut:
Sehat: Tanaman tumbuh segar, batang lurus dan tajuk menutup.
Kurang Sehat: Tanaman tajuknya menguning atau berwarna tak normal, batang
bengkok-bengkok atau percabangan sangat rendah.
Merana: Tanaman tubuhnya tidak normal atau terserang hama penyakit, sehingga
kalau

dipelihara

kecil

kemungkinan


akan

tumbuh

dengan

baik

(Alwidakdo dkk, 2014).
Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal disekitar hutan
baik yang memanfaatkan hasil hutan tersebut secara langsung maupun tidak
langsung maupun tidak langsung. Banyak sekali masyarakat Indonesia meskipun
jumlahnya tidak diketahui secara pasti tinggal di dalam atau dipinggir hutan yang
hidupnya tergantung pada hutan (Sastroadmojo, 2002).

Universitas Sumatera Utara

11

Menurut Betrand dalam Wisadirana (2004) masyarakat merupakan hasil
dari suatu priode perubahan budaya dan akumulasi budaya. Jadi masyarakat
bukan hanya sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu sistem yang
dibentuk dari hubungan antar mereka, sehingga menampilkan suatu realita
tertentu yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. Dimana dari hubungan antara mereka
itu terbentuk suatu kumpulan manusia yang kemudian menghasilkan suatu
kebudayaan. Jadi, masyarakat merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama
menghasilkan kebudayaan yang sama atau setidaknya mempunyai sebuah
kebudayaan bersama yang dapat dibedakan dari yang dipunyai oleh kelompok
lainnya dan yang ditinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai perasaan akan
adanya persatuan diantara anggota-anggotanya dan menganggap diri mereka
sebagai satu kesatuan yang berbeda dari lainnya. Darusman dan Sukarjito (1998)
menyatakan bahwa ciri-ciri budaya masyarakat meliputi hubungan interpersonal
saling menguntungkan, persepsi terhadap kehidupan kurang baik, bersifat
kekeluargaan, kurang bersifat inovatif, berserah kepada nasib, sempitnya terhadap
pandangan terhadap dunia dan empati rendah.
Hutan dalam perspektif budaya masyarakat desa hutan tidak hanya
sebatatas sebagai tempat tinggal dan sumber pemenuhan kebutuhan hidup saja.
Hutan dalam perspektif antropologi ekologi memiliki fungsi sosial, budaya, dan
religiusitas. Hutan sebagai satu kesatuan lingkungan budaya menjadi tumpuan
hidup (staff of life) masyarakat desa hutan untuk menopang sistem kehidupannya.
Hutan merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat
yang hidup disekitarnya. Hutan menjadi sumber pemenuhan kebutuhan hidup

Universitas Sumatera Utara

12

masyarakat,

baik

untuk

pemenuhan

ragawi

maupun

rohani

(Nugroho dan Murtijo, 2005).
Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Hutan Mangrove
Bila ditinjau secara menyeluruh perambahan atau pemanfaatan hutan dapat
dapat diakiabatkan beberapa hal yang berikut ini antara lain: faktor sosial
ekonomi, tingkat pendidikan, kesadaran, perilaku di suatu kawasan hutan.
1. Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat
Kepadatan penduduk di suatu daerah selalu memberikan suatu kontribusi
untuk terjadinya perubahan untuk daerah tersebut, hal ini dapat diakbatkan karena
masyarakat yang berada di dalam dan tepi hutan mangrove sangat tergantung
kehidupannya pada htan mangrove tersebut.
Ketergantungan itu dapat dilihat dari pemanfaatan, eksploitasi sumber
daya alam sekitarnya, seperti pemukiman masyarakat di tepian hutan memicu,
mempercepat meluasnya perambahan, ladang, kebun. Kondisi ini dapat memacu
pada konversi, modifikasi kawasan hutan (Departemen Kehutanan, 1986).
Hutan mangrove merupakan hutan yang menggunakan prodoksi biologi
dengan siklus panjang dan mempunyai implikasi besae terhadap keberadaan ikanikan dan biota-biota lain di sekitar hutan mangrove tersebut sehingga keberadaan
hutan mangrove tersebut sangat menentukan terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat disekitarnya.
Indikator sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan mangrove sangat
diperlukan untuk mengkaji sosial ekonomi secra lengkap, utuh dan menyeluruh,
melalui kriteria ini dinilai kondisi dan aspirasi masyarakat serta juga dapat dilihat

Universitas Sumatera Utara

13

perubahan kondisi sosial ekonominya. Kriteri faktor sosial ekonomi hutan
mangrove antara lain: (Departemen Kehutanan, 1986)
1. Nilai ekonomi hutan dan hasil hutan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Manfaat langsung dan tidak langsung dari masyarakat dan sekitar hutan.
3. Pendapatan penduduk sekitar dan dalam hutan.
4. Pengaruh sembilan bahan pokok dalam masyarakat di sekitar dan dalam
kawasan hutan.
5. Jumlah kepemilikan lahan untuk bertani.
6. Sarana dan prasarana ekonimi di sekitar dan dalam kawasan hutan.
2. Faktor Pendidikan Masyarakat
Pembangunan, pengelolaan maupun pemanfaatan hutan mangrove sangat
tergantung pada tingkat pendidikan (pengelolaan, pemahaman) masyarakat yang
berada di sekitar hutan mangrove tersebut. Sebenarnya pembangunan kehutanan
sangat memerlukan dengan berupa kegiatan penyuluhan, pendidikan dan
pelatihan, peraturan perundang-undangan, penyediaan informasi serta penelitian
dan pengembangan (Zain,1998).
3. Faktor Kesadaran Masyarakat
Keberadaan masyarakat di sekitar hutan mangrove secara langsung
menimbulkan keinginan dan motivasi pemanfaatan lahan hutan mangrove
tersebut. Timbulnya keinginan dan motivasi pemanfaatan lahan hutan dan
kawasan-kawasan yng dilindungi dipicu oleh kesadaran disamping faktor sosial.
ekonomi,

budaya,

adat

istiadat,

pendidikan

dan

perilaku

masyarakat

(Kartawinata, 1991).

Universitas Sumatera Utara

14

4. Faktor perilaku masyarakat
Pemanfaatan
kesejahteraan

bagi

serta

eksploitasi

segelintir

sumber

masyarakat

daya

tetapi

hutan

memberikan

sebaliknya

menjanjikan

kehancuran bagi kebanyakan masyarakat secara menyeluruh dapat berupa banjir,
kekeringan, tingginya erosi, timbulnya sedimen, hilangnya keanekaragaman
hayati, hilangnya tingkat pendapatan masyarakat, terancamnya ekosistem dan
keperihatianan sosial.
Perilaku masyarakat berkembang semakin rumit, sumber daya alam dan
lingkungan hidup semakin mundur daya dukungnya. Pada kondisi seperti ini
sumber daya hutan terasa sekali akibat faktor sosial ekonomi, budaya, perilaku
masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan masalah- masalah kelestarian sumber
daya hutan.
Perilaku tidak bisa dipersalahkan tanpa melihat penyebab terjadinya sikap
dan perilaku yang demikian bukan hanya diakibatkan besarnya kebutuhankebutuhan dari masyarakat tersebut saja tetapi juga dipengaruhi oleh dorongan
dan desakan pada pemodal/pengusaha. Pengusaha yang selalu ingin mendapatkan
hasil yang maksimal dan efisien tanpa memperhatikan kondisi lahan hutan,
kerusakan hutan dan akibat serangan balik ekologi (blackslow ecological): berupa
banjir, kekeringan, erosi dan lain-lain (Departemen Kehutanan, 1986).
5. Dampak Sosial Ekonomi
Pada dasarnya lingkungan hidup bila dipandang sebagai suatu sistem dapat
terdiri dari lingkungan hidup alam (ekosistem), lingkungan hidup sosial ekonomi
(sosio sistem), lingkungan hidup binaan (tekno sistem) (Fandeli,2001). Demikian

Universitas Sumatera Utara

15

halnya perubahan fungsi lahan juga akan membawa dampak terhadap lingkungan
alam, lingkungan binaan dan lingkungan sosial ekonomi maka selayaknya setiap
adanya pembangunan hendaknya memperhitungkan aspek-aspek berdasarkan
ketiga aspek tersebut. Dampak sosial ekonomi adalah konsekuensi sosial ekonomi
dari kegiatan perubahan yang direncanakan, baik perubahan biogenik, sosial
ataupun ekonomi (Pelly, 1991).

Universitas Sumatera Utara