Nasib Obat Dalam Badan Farmakokinetika

beradang Daniel dan Tino, 2002. Deksametason dexamethasone merupakan glukokortikoid sintetis yang memiliki efek antiinflamasi, antialergi, antirematik, dan antishock yang sangat kuat Anonim 2 , 2010. Menurut Suherman 2007, penggunaan klinik kortikosteroid sebagai antiinflamasi merupakan terapi paliatif, dalam hal ini penyebab penyakit tetap ada hanya gejalanya yang dihambat. Hal inilah yang menyebabkan obat ini banyak digunakan untuk berbagai penyakit, bahkan disebut sering disebut life saving drugs, tetapi juga mungkin menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan.

2.2 Nasib Obat Dalam Badan

Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Pada pemberian secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular umumnya obat mengalami absorpsi. Setelah obat masuk dalam sirkulasi sistemik, obat akan didistribusikan, sebagian mengalami pengikatan dengan protein plasma dan sebagian dalam bentuk bebas. Obat bebas selanjutnya didistribusikan sampai ditempat kerjanya dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi obat diekskresikan dari dalam tubuh melalui organ-organ ekskresi, terutama ginjal. Seluruh proses yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi disebut proses farmakokinetik dan proses ini berjalan serentak Zunilda,.dkk, 1995. Universitas Sumatera Utara

2.3 Farmakokinetika

Farmakokinetika dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu Tjay dan Rahardja, 2002. Profil keberadaan bahan obat dalam darah sebagai fungsi dari waktu menggambarkan interaksi antara fase ketersediaan zat aktif dan fase disposisinya. Selain itu profil tersebut juga mengungkapkan nasib obat di dalam tubuh. Oleh karena fenomena penyerapan zat aktif dari darah menuju jaringan dapat terjadi secara bolak-balik reversible, maka selalu terjadi hubungan dinamik antara konsentrasi zat aktif dalam jaringan dan konsentrasi zat aktif dalam darah Aiache, 1993. Absorpsi sistemik suatu obat dari saluran cerna atau tempat ekstravaskular yang lain bergantung pada bentuk sediaan, anatomi dan fisiologi tempat absorpsi. Faktor-faktor seperti luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna dan aliran darah ke tempat absorpsi, semuanya mempengaruhi laju dan jumlah absorpsi obat Shargel, 2005. Absorpsi merupakan suatu fenomena yang memungkinkan zat aktif melewati jalur pemberian obat menuju sistem peredaran darah, dan penyerapan obat terjadi secara langsung dengan mekanisme perlintasan membran. Tanpa mengabaikan masalah ketersediaan hayati, maka harus dibahas pentingnya bentuk sediaan, perlunya zat aktif berada dalam bentuk yang sesuai agar dapat menembus Universitas Sumatera Utara membran dan pentingnya kelarutan atau keterlarutan zat aktif padat Aiache, 1993. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat, dan mengalami metabolisme dihati menjadi bentuk inaktif Anonim 2 , 2010. Menurut Widodo 1993, ikatan protein plasma deksametason yaitu 70 pada dosis yang lebih tinggi lebih kecil, terikat pada transcortin afinitas tinggi, kapasitas kecil dan pada albumin afinitas rendah, kapasitas besar. Informasi tentang kecepatan dan tingkat absorpsi obat jarang mempunyai kepentingan klinis. Namun, absorpsi biasanya terjadi selama dua jam pertama setelah dosis obat dan bervariasi menurut asupan makanan, posisi tubuh dan aktivitas. Oleh karena itu tidak boleh mengambil darah sebelum absorpsi lengkap kira-kira 2 jam setelah dosis oral Holford, 1998. Proses-proses absorpsi, distribusi dan eliminasi metabolisme dan ekskresi yang dialami oleh hampir semua obat pada dosis terapi mengikuti kinetika orde pertama first order, artinya kecepatan proses-proses tersebut sebanmding dengan jumlah obat yang ada yang tinggal. Jadi jumlah obat yang diabsorpsi, distribusi dan dieliminasi persatuan waktu makin lama makin sedikit, sebanding dengan jumlah obat yang masih belum mengalami proses tersebut Setiawati, 2005. Absorpsi obat adalah perpindahan obat dari tempat pemberian menuju ke daerah target aksinya. Untuk memasuki aliran sistemik darah, obat harus dapat melintasi membran barier yang merupakan faktor terpenting bagi obat untuk mencapai tempat aksinya misalnya otak, jantung, dan anggota badan yang lain. Universitas Sumatera Utara Obat harus dapat melewati berbagai membran sel misalnya sel usus halus, pembuluh darah, dan sel saraf Shargel, 2005. Penyebaran zat aktif tergantung pada berbagai parameter, terutama sifat fisiko-kimia molekul obat. Dengan demikian proses penyerapan zat aktif terjadi apabila sebelumnya sudah dibebaskan dari sediaan dan sudah melarut dalam cairan biologi setempat. Tahap pelepasan dan pelarutan zat aktif merupakan tahap penentu pada proses penyerapan zat aktif, baik dalam jumlah yang diserap maupun laju penyerapannya Aiache, 1993. Pada distribusinya khususnya melalui peredaran darah, obat yang telah melalui hati bersamaan dengan metabolitnya disebarkan secara merata ke seluruh jaringan tubuh. Melalui kapiler dan cairan ekstrasel yang mengelilingi jaringan obat diangkut ke tempat kerjanya didalam sel cairan intrasel, yaitu organ atau otot yang sakit. Tempat kerja ini hendaknya memiliki penyaluran darah yang baik karena obat hanya dapat melakukan aktivitasnya bila konsentrasi setempatnya cukup tinggi selama waktu yang cukup lama Tjay dan Rahardja, 2002. Pada tahap distribusi ini penyebarannya sangat peka terhadap berbagai pengaruh yang terkait dengan tahap penyerapan dan tahap yang terjadi sesudahnya yaitu peniadaan, serta terkait pula dengan komposisi biokimia serta keadaaan fisiopatologi subyeknya, disamping itu perlu diingat kemungkinan adanya interaksi dengan molekul lainnya. Pada tahap ini merupakan fenomena dinamik yang selalu terdiri dari fase peningkatan dan penurunan kadar zat aktif Aiache, 1993. Obat yang digunakan secara oral akan melalui lever hepar sebelum masuk ke dalam darah menuju ke daerah lain dari tubuh misalnya otak, jantung, Universitas Sumatera Utara paru-paru, dan jaringan lainnnya. Di dalam lever terdapat enzim khusus yaitu sitokrom P-450 yang akan mengubah obat menjadi bentuk metabolitnya. Metabolit umumnya menjadi lebih larut dalam air polar dan akan dengan cepat diekskresi ke luar tubuh melalui urin, feses, keringat, dan lain-lain. Hal ini akan secara dramatik mempengaruhi kadar obat dalam plasma dimana obat yang mengalami first pass metabolism akan kurang bioavailabilitasnya sehingga efek yang dihasilkan juga berkurang Hinz, 2005. Efektivitas suatu senyawa obat pada pemakaian klinik berhubungan dengan farmakokinetikanya. Efek obat terhadap tubuh dasarnya merupakan akibat interaksi obat dengan reseptornya, maka secara teoretis intensitas efek obat baik efek terapi maupun efek toksik tergantung dari kadar obat di tempat reseptor atau tempat kerjanya. Oleh karena kadar obat di tempat kerja belum dapat diukur, maka sebagai gantinya diambil kadar obat dalam plasmaserum yang umum dalam keseimbangan dengan kadarnya di tempat kerja Setiawati, 2005. Pada umumnya zat aktif suatu obat akan menunjukkan efek farmakologik pada titik tangkap jaringan bila bahan tersebut telah mencapai tempat tersebut dengan perantaraan darah. Peredaran darah bagaikan ”lempeng berputar” dari perjalanan obat. Fenomena penyerapan sebagai tahap awal farmakokinetika, ditentukan oleh penembusan zat aktif ke dalam darah yang selanjutnya oleh darah dihantarkan menuju sasaran kerja farmakologik, mengalami perubahan hayati dan selanjutnya ditiadakan Aiache, 1993. Tipe metabolisme dibedakan menjadi dua bagian yaitu Nonsynthetic Reactions Reaksi Fase I dan Synthetic Reactions Reaksi Fase II. Reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi, hidrolisa, alkali, dan dealkilasi. Metabolitnya bisa Universitas Sumatera Utara lebih aktif dari senyawa asalnya. Umumnya tidak dieliminasi dari tubuh kecuali dengan adanya metabolisme lebih lanjut. Reaksi fase II berupa konjugasi glukoronidasi dan sulfatasi yaitu penggabungan suatu obat dengan suatu molekul lain. Metabolit umumnya lebih larut dalam air dan mudah diekskresikan Hinz, 2005. Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat yaitu induksi enzim yang dapat meningkatkan kecepatan biotransformasi dirinya sendiri, atau obat lain yang dimetabolisme oleh enzim yang sama yang dapat menyebabkan toleransi. Selain itu, inhibisi enzim yang merupakan kebalikan dari induksi enzim, biotransformasi obat diperlambat, menyebabkan bioavailabilitasnya meningkat, menimbulkan efek menjadi lebih besar dan lebih lama. Kompetisi interaksi obat juga berpengaruh terhadap metabolisme dimana terjadi oleh obat yang dimetabolisir oleh sistem enzim yang sama. Perbedaan individu juga berpengaruh terhadap metabolisme karena adanya genetic polymorphism, dimana seseorang mungkin memiliki kecepatan metabolisme berbeda untuk obat yang sama Hinz, 2005. Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh, terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Lazimnya tiap obat di ekskresi berupa metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh. Tapi adapula beberapa cara lain, yaitu melalui kulit bersama keringat, paru-paru melalui pernapasan, melalui hati dengan empedu Tjay dan Rahardja, 2002. Untuk dapat menilai suatu obat secara klinis, menetapkan dosis dan skema penakarannya yang tepat, perlu adanya sejumlah keterangan farmakokinetki. Khususnya mengenai kadar obat di tempat tujuan kerja target site dan dalam darah, serta perubahan kadar ini dalam waktu tertentu. Pada umumnya besarnya Universitas Sumatera Utara efek obat tergantung pada konsentrasinya di target site dan ini berhubungan erat dengan konsentrasi plasma Waldon, 2008. Turunnya kadar plasma obat dan lama efeknya tergantung pada kecepatan metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan kecepatan eliminasi obat yang dinyatakan dengan pengertian plasma half life eliminasi waktu paruh = t 12 yaitu rentang waktu dimana kadar obat dalam plasma pada fase eliminasi menurun sampai separuihnya. Kecepatan eliminasi obat dan plasma t 12 -nya tergantung dari kecepatan biotransformasi dan ekskresi. Obat dengan metabolisme cepat half life-nya juga pendek. Sebaliknya zat yang tidak mengalami boitransformasi atau yang diresorpsi kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t 12 -nya panjang Waldon, 2008. Dasar-Dasar Perhitungan Farmakokinetika Hal-hal yang penting dalam rangka penelitian farmakokinetika untuk parameter- parameter tertentu adalah : a. Bioavailability BA, Ketersediaan Hayati Bioavailability dari suatu sediaan obat adalah persentase obat yang secara utuh mencapai sirkulasi umum untuk melakukan kerjanya. Selama proses absorpsi dapat terjadi kehilangan zat aktif akibat misalnya tidak dibebaskannya dari sediaan pemberiannya. Atau karena penguraian didalam usus atau dindingnya dan dalam hati selama peredaran pertama di system porta, sebelum tiba di peredaran umum. Karena firs pass effect FPE ini, maka BA obat menjadi rendah dari pada persentase yang sebenarnya di absorpsi Tjay dan Rahardja, 2002. Universitas Sumatera Utara b. Volume distribusi Vd Volume distribusi Vd menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum. Vd tidak perlu menunjukkan volume penyebaran obat yang sesungguhnya ataupun volume secara anatomik, tetapi hanya volume imajinasi dimana tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang terdiri dari plasma atau serum, dan Vd menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan kadarnya dalam plasma atau serum Setiawati, 2005. V d = jumlah obat didalam tubuh C Volume distribusi yang diperoleh mencerminkan suatu keseimbangan antara ikatan pada jaringan, yang mengurangi konsentrasi plasma dan membuat nilai distribusi lebih besar, dengan ikatan pada protein plasma, yang meningkatkan konsentrasi plasma dan membuat volume distribusi menjadi lebih kecil. Perubahan-perubahan dalam ikatan dengan jaringan ataupun dengan plasma dapat mengubah volume distribusi yang ditentukan dari pengukuran-pengukuran konsentrasi plasma Holford, 1998. c. Tetapan laju eliminasi dan waktu paruh dalam plasma Waktu paruh dalam plasma adalah waktu dimana konsentrasi obat dalam darah plasma menurun hingga separuh nilai seharusnya. Pengukuran t½ memungkinkan perhitungan konstanta laju eliminasi dengan rumus : K el = 0,693 t½ Waktu paruh eliminasi sering digunakan sinonim dengan waktu paruh dalam Universitas Sumatera Utara plasma. Waktu paruh merupakan besaran farmakkokinetika yang sangat penting. Waktu paruh memberi dasar untuk perhitungan dosis pada pemakaian ulang bahan obat, pada setiap terapi jangka panjang Mutschler, 1991. d. Konsentrasi maksimum C maks Konsentrasi plasma puncak menunjukkan konsentrasi obat maksimum dalam plasma setelah pemberian secara oral. Untuk beberapa obat diperoleh suatu hubungan antara efek farmakologi suatu obat dan konsentrasi obat dalam plasma. Konsentrasi plasma puncak memberi suatu petunjuk bahwa obat cukup diabsorpsi secara sistemik untuk memberi suatu respons terapetik. Selain itu konsentrasi plasma puncak juga memberi petunjuk dari kemungkinan adanya kadar toksik obat Shargel, 2005. e. Area Under Curve AUC Area Under Curve AUC adalah permukaan di bawah kurva grafik yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC dapat dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan. Selain itu antara kadar plasma puncak dan bioavailabilitas terdapat hubungan langsung Tjay dan Rahardja, 2002. f. Waktu konsentrasi plasma puncak t maks Waktu konsentrasi plasma mencapai puncak dapat disamakan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum setelah pemberian obat. Pada t maks absorpsi obat adalah terbesar, dan laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi obat. Absorpsi masih berjalan setelah t maks tercapai, tetapi pada laju Universitas Sumatera Utara yang lebih lambat. Harga t maks menjadi lebih kecil berarti sedikit waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma puncak bila laju absorpsi obat menjadi lebih cepat Shargel, 2005. g. Klirens Klirens suatu obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas volume distribusi dimana obat terlarut didalamnya Shargel, 2005.

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT