HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Profil Farmakokinetika Deksametason Pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan perbandingan fase gerak Asetonitril dengan aquabidest dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan penetapan kadar Deksametason dalam plasma pada panjang gelombang 241 nm. Setelah perbandingan fase gerak di dapatkan kemudian ditentukan laju alir, waktu tambat dan tekanan kolom yang optimal. Setelah hal di atas dilakukan kemudian dilakukan penyuntikan larutan Deksametason dengan konsentrasi 250 mcgml sebanyal 20µ l kedalam sistem KCKT dengan perbandingan fase gerak Asetonitril : Air 45:55 dan laju alir yang tetap yaitu 2 mlmenit diperoleh waktu tambat sekitar 2.907 menit, seperti yang tertera pada Gambar 4.1 di bawah ini : Gambar 4.1 Kromatogram Deksametason BPFI dengan konsentrasi 250 mcgml, dengan fase gerak Asetonitril–air 45:55 dan laju alir 2 mlmenit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 241 nm. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.2 Kromatogram Deksametason BPFI dalam plasma dengan konsentrasi 100 mcgml, dengan fase gerak Asetonitril–air 45:55 dan laju alir 2 mlmenit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 241 nm. Dari Gambar 4.2 di atas digunakan sebagai dasar dalam penentuan kurva baku Deksametason dalam plasma. Penentuan linieritas kurva baku dari Deksametason ditentukan berdasarkan luas puncak pada konsentrasi 10, 25, 50, 75 dan 100 mcgml, diperoleh hubungan yang linier dengan koefisien korelasi r = 0,9964 dan persamaan regresi: Y = 15728,0795 X - 11787,4634 dengan data hasil penyuntikan larutan baku Deksametason pada Tabel 4.1 di bawah ini : Tabel 4.1 Hasil penyuntikan kurva baku deksametason dalam plasma Konsentrasi mcgml Luas Area 10 182829 25 381585 50 768859 75 1270733 100 1544232 Universitas Sumatera Utara Kurva baku dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini: Gambar 4.3 Kurva baku Deksametason dengan konsentrasi versus luas area puncak Deksametason Menurut Johnson Stevenson 1991, penentuan kadar dapat dilakukan dengan mengukur luas puncak atau tinggi puncak. Baik tinggi puncak maupun luasnya dapat dihubungkan dengan konsentrasi. Tinggi puncak mudah diukur, akan tetapi sangat dipengaruhi perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh variasi suhu dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas puncak dianggap merupakan parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif Ditjen POM, 1995. Kadar sampel dapat dihitung menggunakan persamaan regresi Y = 15728,0795 X - 11787,4634 yaitu dengan mensubsitusikan Y dengan harga rasio luas puncak. Hasil perhitungan diketahui harga X kadar sampel dapat dilihat pada lampiran 4. Berdasarkan kromatogram dan kurva kalibrasi hasil penyuntikan Deksametason BPFI diatas, selanjutnya dilakukan penyuntikan dari sampel plasma 6 ekor kelinci jantan yang telah diberi Deksametason secara oral untuk penentuan nilai parameter farmakokinetik Deksametason. Universitas Sumatera Utara Dari data yang diperoleh pada lampiran 4, maka dapat diketahui konsentrasi rata-rata ± SD standart deviasi dari 6 ekor kelinci jantan seperti yang terlihat pada Tabel 4.2 di bawah ini : Tabel 4.2 Konsentrasi rata-rata ± SD Deksametason dalam plasma kelinci terhadap waktu n=6 Waktu t = jam rata-rata ± SD mcgml 0.5 0,6645 ± 0,0164 0.75 1.2234 ± 0.0903 1.25 4.3184 ± 0.2229 1.75 6.0137 ± 0.2662 2.25 12.1423 ± 0.4413 3.25 20.5809 ± 0.416 4.25 18.0378 ± 0.0562 5.25 15.1285 ± 0.4857 7.25 7.8197 ± 0.3773 9.25 3.3822 ± 0.385 Dari tabel 4.2 di atas dapat digambarkan konsentrasi rata-rata log c versus waktu t deksametason dalam plasma seperti yang terlihat pada Gambar 4.4. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.4 konsentrasi rata-rata log c VS waktu t = jam deksametason dalam plasma Dari Gambar 4.4 selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai parameter farmakokinetika deksametason dalam plasma dengan perhitungan secara manual dimana hasilnya tersaji dalam tabel 4.3. Tabel 4.3 Nilai parameter farmakokinetik Deksametason ± SD dalam plasma kelinci n = 6 Parameter Farmakokinetik Nilai Satuan k a 0.802 ± 0.054 jam -1 T maks 1.848 ± 0.0694 jam C maks 33.937 ± 2.103 mcgml T 12abs 0.8673 ± 0.0556 jam AUC 0- ∞ 105.152 ± 2.059 mcgml . Jam AUMC 0- ∞ 555.98 ± 24.493 mcgml . Jam 2 MRT 5.285 ± 0.138 jam Vd 17.2175 ± 0.8946 ml k el 0.346 ± 0.016 jam -1 T 12 el 2.007 ± 0.096 jam CL 5.947 ± 0.259 mljam 1 10 100 0,75 1,25 1,75 2,25 3,25 4,25 5,25 7,25 9,25 ko nse nt ra si ra ta -r at a l og c waktu jam konsentrasi rata-rata log c vs waktu t=jam deksametason dalam plasma Universitas Sumatera Utara Dari data diatas diperoleh nilai k a 0.802 ± 0.054 jam -1 yang cukup besar dan nilai T maks yang diperoleh 1.848 ± 0.0694 jam cukup cepat dalam mencapai nilai C maks yaitu 33.937 ± 2.103 mcgml. Hal ini menggambarkan bahwa ke enam ekor hewan percobaan kelinci yang diberikan Deksametason secara peroral melewati sistem jalur metabolisme lintas pertama yaitu ELP Efek Lintas Pertama dimana obat akan mengalami metabolisme pada membran usus sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Menurut Shargel 1988, untuk beberapa obat rute pemakaian mempengaruhi kecepatan metabolismenya. Obat-obat yang diberikan secara oral diabsorpsi secara normal dalam duodenal dari usus halus dan ditransport melalui pembuluh mesenterika menuju vena porta hepatik dan kemudian ke hati sebelum ke sirkulasi sistemik. Metabolisme secara cepat dari obat-obat yang diberikan secara oral sebelum mencapai sirkulasi umum disebut ”first pass effects” FPE atau eliminasi presistemik. Terjadinya ”first pass effects” FPE dapat diduga apabila terdapat berkurangnya jumlah senyawa induk atau obat utuh dalam sirkulasi sistemik sesudah pemberian oral. Dari hasil penelitian diperoleh nilai AUC 0- ∞ sebesar 105.152 ± 2.059 mcgml.jam, jumlah ini menggambarkan keberadaan Deksametason dalam tubuh, dan nilai AUMC 0- ∞ sekitar 555.98 ± 24.493 mcgml.jam 2 yang menunjukkan nilai rata-rata keberadaan Deksametason dalam tubuh, kemudian diperoleh nilai MRT yaitu 5.285 ± 0.138 jam yang menunjukan waktu keberadaan obat dalam tubuh yang cepat, sesuai dengan waktu paruh eliminasi t 12el yang kecil yaitu 2.007 ± 0.096 jam. Universitas Sumatera Utara Nilai Vd volume distribusi yang diperoleh 17.2175 ± 0.8946 ml, nilai ini menggambarkan jumlah volume cairan tubuh yang mengandung Deksametason yang tersebar ke seluruh tubuh sangatlah kecil. Hal ini disebabkan karena dosis obat yang diberikan sangat kecil dan nilai k el serta nilai AUC yang besar sehingga berpengaruh terhadap penyebaran volume distribusi. Dari hasil eliminasi Deksametason dari dalam tubuh didapatkan K el sebesar 0.346 ± 0.016 jam -1 yang menunjukkan semakin cepatnya eliminasi Deksametason dari dalam tubuh, yang berpengaruh terhadap nilai klirens CL atau pembersihan Deksametason dari dalam tubuh, sehingga didapat nilai CL sebesar 5.947 ± 0.259 mljam. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN