Studi Pengaruh Penyempitan Jalan Terhadap Karakteristik Lalu Lintas Dengan Membandingkan Model Linear Greenshield, Logaritmik Greenberg Dan Eksponensial Undewood.

(1)

STUDI PENGARUH PENYEMPITAN JALAN TERHADAP

KARAKTERISTIK LALU LINTAS DENGAN MEMBANDINGKAN

MODEL LINIER GREENSHIELD, LOGARITMIK GREENBERG

DAN EKSPONENSIAL UNDERWOOD

(Studi Kasus : Ruas Jalan Letda Sudjono Km 14)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

NOVRIZAL HARAHAP

040404072

SUB JURUSAN TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Abstrak

“Studi Pengaruh Penyempitan Jalan terhadap Karakteristik Lalulintas dengan Membandingkan Metode Linier Greenshield, Logaritmik Greenberg dan Eksponensial

Underwood

(Studi Kasus : Ruas Jalan Letda Sujono Km 14)” Oleh: Novrizal Harahap ( 04 0404 072)

Pertumbuhan lalu lintas di masa yang akan datang tentu akan memerlukan perencanaan dan pengendalian arus lalu lintas pada jaringan jalan sehingga diharapkan mampu melayani arus lalu lintas yang lewat. Salah satu kendala lalu lintas yang terdapat pada ruas jalan adalah penyempitan jalan (bottleneck). Penyempitan jalan adalah suatu bagian jalan dengan kondisi kapasitas lalu lintas sesudahnya lebih kecil dari bagian masuk (sebelumnya). Penyempitan ruas jalan akan menimbulkan hambatan dalam lalulintas, yaitu terjadinya penurunan kecepatan, peningkatan kerapatan dan timbulnya antrian kenderaan. Akan tetapi pengaruh penyempitan jalan tidak berarti sama sekali apabila arus lalu-lintas (demand) lebih kecil dari pada daya tampung atau kapasitas jalan (supply) pada daerah penyempitan sehingga arus lalu lintas dapat terlewatkan dengan mudah tanpa ada hambatan.

Dalam menentukan hubungan karakteristik lalu lintas yaitu volume, kecepatan dan kerapatan digunakan tiga model pendekatan yaitu linier Greenshield, logaritmik Greenberg, eksponensial

Underwood. Pada kondisi arus lalu lintas dengan kecepatan yang bervariasi, ketiga model tersebut

menghasilkan nilai yang cukup baik, akan tetapi pada pengujian statistik dengan menggunakan cara regresi terlihat bahwa model Greenshield memenuhi kriteria yang lebih baik diantara kedua model lainnya.

Dari hasil perhitungan diperoleh terdapat perbedaan mendasar antara kecepatan dan kerapatan pada kondisi jalan yang berbeda. Kecepatan kenderaan pada kondisi jalan normal, lebih besar dibandingkan dengan kondisi jalan menyempit. Sebaliknya kerapatan pada kondisi jalan normal lebih kecil daripada kondisi jalan menyempit. Hal ini disebabkan karena perbedaan karakteristik geometrik jalan, dari kondisi jalan 2 lajur menjadi 1 lajur.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya hingga selesainya Tugas Akhir ini dengan judul “Studi Pengaruh

Penyempitan Jalan Terhadap Karakteristik Lalu Lintas Dengan Membandingkan Model Linear Greenshield, Logaritmik Greenberg Dan Eksponensial Undewood”.

Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam Ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang Studi Transportasi pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini yang masih banyak kekurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis menerima saran dan kritik bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Penulis juga menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan tidak terhingga kepada kedua orang tua yang selalu penulis muliakan yang telah memberikan segalanya hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak IR.Teruna Jaya, M.Sc., selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Ir. Joni Harianto selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Irwan S. Sembiring ST, MT. selaku Co pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

6. Kedua orang tua penulis tersayang yang tak pernah lelah berdo’a, memberikan segala yang terbaik dan kasih sayang yang tak berkesudahan, serta seluruh saudara-saudara saya semuanya.

7. Rekan – rekan mahasiswa stambuk 2004 terutama Roy, Syawal, Emir, Dody, Topan, leo, saudara dan brother’s di tasbi 2 no 62, dan anggota PH.

8. Adek – adek 07, terutama Andreas, Dedy G.S. Markus, Boy, Erikson, Dedy Gultom, Alfin atas bantuannya dalam survei perlintasan di Lubuk Pakam.

9. Dan kepada rekan – rekan mahasiswa Teknik Sipil USU stambuk 2005, 2006, 2007, 2008 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penulis menyusun tugas akhir ini.

Medan, November 2010

NOVRIZAL HARAHAP


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR ISTILAH ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum ... 1

I.2 Latar belakang ... 3

I.3 Tujuan Penelitian ... 5

I.4 Pembatasan Masalah ... 6

I.5 Metodologi Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Sistem Transportasi ... 10

II.1.1 Pengertian... 10

II.1.2 Karakteristik Arus Lalu Lintas ... 11

II.1.2.1 Parameter yang Berhubungan Dengan Karakteristik Arus Lalu Lintas ... 12

II.1.2.2 Komposisi Lalu Lintas ... 14

II.1.2.3 Pengelompokan Jenis Kenderaan ... 15

II.1.2.4 Faktor Konversi Kenderaan ... 16

II.1.3 Metode Survei Lalu Lintas ... 17

II.1.3.1 Metode Survei Jumlah Kendaraan... 18

II.1.3.2 Metode Survei Waktu Tempuh Kendaraan ... 19 II.2 Peny II.3 Hubungan Antara Volume, Kecepatan Dan Kerapatan ... 23

II.3.1 Hubungan Antara Volume (q) – Kecepatan (Ūs) ... 26

II.3.2 Hubungan Antara Kecepatan (Ūs) – Kerapatan (k) ... 27

II.3.3 Hubungan Antara Volume (q) – Kerapatan (k) ... 27


(6)

II.4 Pemodelan Hubungan Antara Volume, Kecepatan Dan Kerapatan ... 31

II.4.1 Model Linear Menurut Greenshield ... 31

II.4.2 Model Linear menurut Greenberg ... 33

II.4.3 Model Linear Menurut Underwood ... 35

II.5 Pengujian Statistik ... 37

II.5.1 Analisis Regresi Linear ... 37

II.5.2 Analisis Korelasi ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Pengumpulan Data ... 41

III.1.1 Pemilihan Lokasi ... 41

III.1.2 Pilot Survei ... 41

III.2 Perancangan Survei Lalu Lintas ... 42

III.2.1 Waktu Survei ... 42

III.2.2 Jenis Dan Banyaknya Data ... 42

III.2.3 Surveyor Dan Perlengkapan ... 43

III.3 Metode Pengabilan Data ... 43

III.3.1 Pengambilan Data Volume Lalu Lintas ... 44

III.3.2 Pengambilan Data Waktu Tempuh Kenderaan ... 45

III.4 Metodologi Analisa Data ... 46

III.4.1 Perhitungan Besar Volume kendaraan ... 46

III.4.2 Perhitungan Kecepatan dan Rata-rata Ruang ... 46

III.4.3 Perhitungan Kerapatan Lalu Lintas ... 46

III.4.4 Perhitungan Model Hubungan Volume–Kecepatan-Kerapatan... 47

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA IV.1 Data Lapangan Hasil Survei ... 50

IV.1.1 Data Lapangan Jumlah Kenderaan ... 50

IV.1.2 Data Pengamatan Waktu Tempuh ... 51

IV.2 Perhitungan Volume, Kecepatan Rata-rata Ruang dan Kerapatan Lalu lintas ... 51

IV.2.1 Perhitungan Volume kendaraan ... 51

IV.2.2 Perhitungan Kecepatan Rata-rata Ruang Kenderaan ... 53

IV.2.3 Perhitungan Kerapatan Lalu Lintas... 54

IV.3 Hubungan Antara Volume, Kecepatan Dan Kerapatan ... 56


(7)

IV.3.2 Nilai Arus Maksimum (qMaks) ... 58 IV.3.3 Pengujian Statistik ... 60 IV.3.4 Penentuan Model Terpilih ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan ... 112 V.2 Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISTILAH

Bottleneck : Penyempitan jalan yakni suatu bagian jalan dengan kondisi kapasitas lalu lintas sesudahnya lebih kecil dari bagian masuk.


(8)

Speed : Kecepatan Rate Flow : Tingkat arus Density : Kepadatan

Spacing : Jarak antara dua kenderaan yang berurutan di dalam suatu aliran lalu lintas yang diukur dari bemper depan satu kenderaan ke bemper depan kenderaan yang di belakangnya

Headway : Waktu antara dua kenderaan yang berurutan ketika melalui sebuah titik pada suatu jalan

Demand : Kapasitas jalan (daya tampung) yang tersedia Light Vehicle : Kendaraan ringan

Heavy Vehicle : Kendaraan berat

Traffic Counting : Alat penghitung lalu lintas Spot speed : Kecepatan seketika/sesaat

Running speed : Kecepatan rata-rata kenderaan selama bergerak

Journey speed : Kecepatan rata-rata kenderaan yang dihitung dari dari jarak tempuh dibagi dengan waktu tempuh


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman 2.1 Daftar emp untuk Jalan Empat Lajur dua Arah tak Terbagi ... 17 2.2 Contoh Perhitungan Time-mean speed dan Space-mean speed ... 30 4.1 Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke Persimpangan

Jalan Tol Belmera Periode I (07.00 – 09.00 WIB), Kondisi Jalan Normal ... 63 4.2 Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke Persimpangan

Jalan Tol Belmera Periode II (12.00 – 14.00 WIB), Kondisi Jalan Normal ... 64 4.3 Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke Persimpangan

Jalan Tol Belmera Periode III (16.00 – 18.00 WIB), Kondisi Jalan Normal ... 65 4.4 Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke

Tembung/Belawan Periode I (07.00 – 09.00 WIB), Kondisi Jalan Normal ... 66 4.5 Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke

Tembung/Belawan Periode II (12.00 – 14.00 WIB), Kondisi Jalan Normal ... 67 4.6 Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke

Tembung/Belawan Periode III (16.00 – 18.00 WIB), Kondisi Jalan Normal ... 68 4.7 Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke Persimpangan

Jalan Tol Belmera Periode I (07.00 – 09.00 WIB), Pada Penyempitan Jalan ... 69 4.8 Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke Persimpangan

Jalan Tol Belmera Periode II (12.00 – 14.00 WIB), Pada Penyempitan Jalan ... 70 4.9 Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke Persimpangan


(10)

4.10 Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke

Tembung/Belawan Periode I (07.00 – 09.00 WIB), Pada Penyempitan Jalan ... 72 4.11 Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke

Tembung/Belawan Periode II (12.00 – 14.00 WIB), Pada Penyempitan Jalan ... 73 4.12 Hasil Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke

Tembung/Belawan Periode III (16.00 – 18.00 WIB), Pada Penyempitan Jalan ... 74 4.13 Hasil Perhitungan Regresi Linier Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera

Periode I (07.00 – 09.00 WIB), Kondisi Jalan Normal ... 75 4.14 Hasil Perhitungan Regresi Linier Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera

Periode II (12.00 – 14.00 WIB), Kondisi Jalan Normal ... 76 4.15 Hasil Perhitungan Regresi Linier Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera

Periode III (16.00 – 18.00 WIB), Kondisi Jalan Normal ... 77 4.16 Hasil Perhitungan Regresi Linier Arah ke Tembung/Belawan Periode I

(07.00 – 09.00 WIB), Kondisi Jalan Normal ... 78 4.17 Hasil Perhitungan Regresi Linier Arah ke Tembung/Belawan Periode II

(12.00 – 14.00 WIB), Kondisi Jalan Normal ... 79 4.18 Hasil Perhitungan Regresi Linier Arah ke Tembung/Belawan Periode III

(16.00 – 18.00 WIB), Kondisi Jalan Normal ... 80 4.19 Hasil Perhitungan Regresi Linier Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera

Periode I (07.00 – 09.00 WIB), Pada Penyempitan Jalan ... 81 4.20 Hasil Perhitungan Regresi Linier Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera

Periode II (12.00 – 14.00 WIB), Pada Penyempitan Jalan ... 82 4.21 Hasil Perhitungan Regresi Linier Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera

Periode III (16.00 – 18.00 WIB), Pada Penyempitan Jalan ... 83


(11)

(07.00 – 09.00 WIB), Pada Penyempitan Jalan... 84 4.23 Hasil Perhitungan Regresi Linier Arah ke Tembung/Belawan Periode II

(12.00 – 14.00 WIB), Pada Penyempitan Jalan... 85 4.24 Hasil Perhitungan Regresi Linier Arah ke Tembung/Belawan Periode III

(16.00 – 18.00 WIB), Pada Penyempitan Jalan... 86 4.25 Hasil Perhitungan Regresi Linier masing-masing Model Arah ke Persimpangan

Jalan Tol Belmera, Kondisi Jalan Normal ... 87 4.26 Hasil Perhitungan Regresi Linier masing-masing Model Arah ke

Tembung/Belawan, Kondisi Jalan Normal ... 87 4.29 Nilai Qmaks, Uf dan Kj masing-masing Model Arah ke Persimpangan

Jalan Tol Belmera, Kondisi Jalan Normal ... 87 4.30 Nilai Qmaks, Uf dan Kj masing-masing Model Arah ke Tembung/Belawan,

Kondisi Jalan Normal ... 87 4.27 Persamaan Hubungan nntara Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke

Persimpangan Jalan Tol Belmera, Kondisi Jalan Normal ... 88 4.28 Persamaan Hubungan antara Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke

Tembung/Belawan, Kondisi Jalan Normal ... 88 4.31 Hasil Perhitungan Regresi Linier dan Uji Statistik Arah ke Persimpangan Jalan

Tol Belmera, Kondisi Jalan Normal ... 89 4.32 Hasil Perhitungan Regresi Linier dan Uji Statistik Arah ke Tembung/Belawan,

Kondis Jalan Normal ... 89 4.33 Hasil Perhitungan Regresi Linier masing-masing Model Arah ke Persimpangan

Jalan Tol Belmera, Pada Penyempitan Jalan... 90

4.34 Hasil Perhitungan Regresi Linier masing-masing Model Arah ke


(12)

4.37 Nilai Qmaks, Uf dan Kj masing-masing Model Arah ke Persimpangan

Jalan Tol Belmera, Pada Penyempitan Jalan... 90 4.38 Nilai Qmaks, Uf dan Kj masing-masing Model Arah ke Tembung/Belawan,

Pada Penyempitan Jalan ... 90 4.35 Persamaan Hubungan nntara Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke

Persimpangan Jalan Tol Belmera, Pada Penyempitan Jalan ... 91 4.36 Persamaan Hubungan antara Volume, Kecepatan dan Kerapatan Arah ke

Tembung/Belawan, Pada Penyempitan Jalan ... 91 4.39 Nilai Kapasitas Maksimum masing-masing Metode, Kondisi Jalan Normal ... 92 4.40 Nilai Kapasitas Maksimum masing-masing Metode, Pada Penyempitan Jalan ... 93


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Gambar

Halaman

1.1 Bagan Alir Penelitian ... 9 3.1 Peta Lokasi Daerah Pengamatan ... 48 3.2 Sketsa Lokasi Daerah Pengamatan (Jl. Letda Sujono) ... 49


(14)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Judul Grafik

Halaman

4.1 Hubungan antara Volume dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera Periode I) ... 94 4.2 Hubungan antara Volume dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera Periode II) ... 95 4.3 Hubungan antara Volume dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera Periode III) ... 96 4.4 Hubungan antara Volume dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Tembung/Belawan Periode I) ... 97 4.5 Hubungan antara Volume dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Tembung/Belawan Periode II) ... 98 4.6 Hubungan antara Volume dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Tembung/Belawan Periode III) ... 99 4.7 Hubungan antara Volume dan Kecepatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera Periode I) ... 100 4.8 Hubungan antara Volume dan Kecepatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera Periode II) ... 101 4.9 Hubungan antara Volume dan Kecepatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera Periode III)... 102 4.10 Hubungan antara Volume dan Kecepatan Menurut Metode Greenshield


(15)

4.11 Hubungan antara Volume dan Kecepatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Tembung/Belawan Periode II) ... 104 4.12 Hubungan antara Volume dan Kecepatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Tembung/Belawan Periode III) ... 105 4.13 Hubungan antara Kecepatan dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera Periode I) ... 106 4.14 Hubungan antara Kecepatan dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera Periode II) ... 107 4.15 Hubungan antara Kecepatan dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera Periode III) ... 108 4.16 Hubungan antara Kecepatan dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Tembung/Belawan Periode I) ... 109 4.16 Hubungan antara Kecepatan dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield

(Arah ke Tembung/Belawan Periode II) ... 110 4.16 Hubungan antara Kecepatan dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Peta kota Medan LAMPIRAN B Format Kuisioner


(17)

Abstrak

“Studi Pengaruh Penyempitan Jalan terhadap Karakteristik Lalulintas dengan Membandingkan Metode Linier Greenshield, Logaritmik Greenberg dan Eksponensial

Underwood

(Studi Kasus : Ruas Jalan Letda Sujono Km 14)” Oleh: Novrizal Harahap ( 04 0404 072)

Pertumbuhan lalu lintas di masa yang akan datang tentu akan memerlukan perencanaan dan pengendalian arus lalu lintas pada jaringan jalan sehingga diharapkan mampu melayani arus lalu lintas yang lewat. Salah satu kendala lalu lintas yang terdapat pada ruas jalan adalah penyempitan jalan (bottleneck). Penyempitan jalan adalah suatu bagian jalan dengan kondisi kapasitas lalu lintas sesudahnya lebih kecil dari bagian masuk (sebelumnya). Penyempitan ruas jalan akan menimbulkan hambatan dalam lalulintas, yaitu terjadinya penurunan kecepatan, peningkatan kerapatan dan timbulnya antrian kenderaan. Akan tetapi pengaruh penyempitan jalan tidak berarti sama sekali apabila arus lalu-lintas (demand) lebih kecil dari pada daya tampung atau kapasitas jalan (supply) pada daerah penyempitan sehingga arus lalu lintas dapat terlewatkan dengan mudah tanpa ada hambatan.

Dalam menentukan hubungan karakteristik lalu lintas yaitu volume, kecepatan dan kerapatan digunakan tiga model pendekatan yaitu linier Greenshield, logaritmik Greenberg, eksponensial

Underwood. Pada kondisi arus lalu lintas dengan kecepatan yang bervariasi, ketiga model tersebut

menghasilkan nilai yang cukup baik, akan tetapi pada pengujian statistik dengan menggunakan cara regresi terlihat bahwa model Greenshield memenuhi kriteria yang lebih baik diantara kedua model lainnya.

Dari hasil perhitungan diperoleh terdapat perbedaan mendasar antara kecepatan dan kerapatan pada kondisi jalan yang berbeda. Kecepatan kenderaan pada kondisi jalan normal, lebih besar dibandingkan dengan kondisi jalan menyempit. Sebaliknya kerapatan pada kondisi jalan normal lebih kecil daripada kondisi jalan menyempit. Hal ini disebabkan karena perbedaan karakteristik geometrik jalan, dari kondisi jalan 2 lajur menjadi 1 lajur.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN I.1 Umum

Jalan raya yang merupakan prasarana transportasi darat memegang peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa, baik dari daerah maupun ke daerah yang lainnya. Maka syarat yang penting untuk perkembangan dan kesejahteraan masyarakat ialah adanya suatu sistem transportasi yang baik dan bermanfaat.

Keberadaan jalan sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang merupakan sentral produksi pertanian.

Usaha penataan ruang kota dan daerah ditujukan sebagai wadah dari fungsi pertumbuhan, peranan jasa distribusi dan pelayanan atas dasar karakteristik dan permasalahan setiap satuan wilayah pengembangan. Untuk itu, dalam rangka merumuskan program pembangunan kota dan daerah, termasuk usaha-usaha perwujudannya, perlu terkait dalam satu kesatuan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional untuk suatu jangkauan waktu tertentu yang tak lain merupakan pencerminan dari usaha menyeimbangkan dan meratakan perkembangan antara daerah yang telah maju dengan daerah yang masih berkembang.

Penataan sistem transportasi yang terpadu baik di wilayah perkotaan, pedesaan maupun antar kota dan kota, kota dan desa, serta desa dengan desa yang selaras dengan pendekatan wilayah tersebut sangat menentukan sekali bagi tercapainya keberhasilan pembangunan nasional. Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia melakukan pembangunan di segala bidang untuk menuju sebuah kota metropolitan. Segala kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan, dan sebagainya yang berkembang sedemikian besarnya menuntut


(19)

tersediannya sarana dan prasarana transportasi yang dapat menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi dan daerah dengan menata sistem transportasi pada sebuah kota metropolitan. Dengan semakin bertambah besarnya segala kegiatan tersebut maka akan semakin bertambah pula intensitas pergerakan arus melakukan perjalanan yang menyebabkan tidak seimbangnya volume distribusi lalulintas dengan kapasitas jalan.

Keadaan ini selain mempertinggi angka kecelakaan lalulintas, juga mengakibatkan kemacetan lalulintas, sehingga menjadikan jalur tersebut tidak efisien karena jarak perjalanan dibanding dengan waktu tempuh relatif kecil. Akibat dari semua keadaan tersebut secara ekonomi menyebabkan peningkatan biaya operasi kenderaan yang akhirnya akan berpengaruh terhadap tingginya biaya transportasi. Dengan demikian jalan tersebut tidak dapat memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan fungsi seperti yang direncanakan. Peningkatan biaya operasi kenderaan akibat ketidakefisien pelayanan apabila dibiarkan akan mengurangi jangkauan dan kemampuan berkembang dari wilayah-wilayah pengaruh. Di lain pihak, kebijaksanaan pembangunan nasional telah menggariskan bahwa pembinaan jaringan jalan harus menjamin keseluruhan jaringan jalan agar mampu menyalurkan barang, orang dan jasa seluas mungkin, ke lokasi-lokasi strategis lainnya.

Melihat kondisi di atas dan memperhatikan tingkat perkembangan kota serta pertumbuhan lalu lintas di masa mendatang maka akan diperlukan perencanaan dan pengendalian arus lalulintas pada jaringan jalan sehingga diharapkan mampu melayani arus lalu lintas yang lewat. Salah satu kendala yang terdapat pada ruas jalan adalah penyempitan jalan (Bottleneck). Penyempitan ini akan mengakibatkan kenderaan yang memasuki daerah penyempitan harus mengurangi kecepatannya dan kerapatan akan semakin meningkat atau bahkan terjadi antrian kenderaan.

I.2 Latar Belakang Masalah

Permasalahan transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh negara-negara yang telah maju dan juga oleh Negara–negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,


(20)

baik di bidang transportasi perkotaan (Urban Transportation) maupun transportasi antar kota (Rural Transportation). Terciptanya suatu sistem transportasi yang menjamin pergerakan manusia, kenderaan dan atau barang secara lancar, aman, murah, nyaman dan sesuai dengan lingkungan sudah merupakan tujuan pembangunan dalam sektor transportasi.

Menurut C. Jotin Khisty dan B. Kent Lall terdapat tiga variabel utama dan dua variabel tambahan yang digunakan untuk menjelaskan arus lalulintas, dan karakteristik lalulintas adalah kecepatan (V), volume (q), dan kepadatan (k).

1. Kecepatan didefenisikan sebagai suatu laju pergerakan, seperti jarak persatuan waktu, umumnya dalam mil/jam. Karena begitu beragamnya kecepatan individual di dalam arus lalulintas, maka kita biasanya menggunakan arus lalulitas.

2. Volume dan tingkat arus. Volume adalah jumlah sebenarnya dari kenderaan yang diamati atau diperkirakan melalui suatu titik selama rentang waktu tertentu. Sedangkan tingkat arus (rate flow) adalah jumlah kenderaan yang melaui suatu titik kurang dari satu jam, tetapi diekivalenkan ketingkat rata- rata perjam.

3. Kepadatan (density) atau konsentrasi didefenisikan sebagai jumlah kendaraan yang menempati suatu panjang tertentu dari lajur atau jalan, dirata-ratakan terhadap waktu, biasanya dinyatakan dengan kendaraan per mil.

Sedangkan variabel tambahan tersebut antara lain :

1. Spacing dan headway adalah dua karakterisrtik tambahan dari arus lalulintas. Spacing (s) didefenisikan sebagai jarak antara dua kenderaan yang berurutan di dalam suatu aliran lalu lintas yang diukur dari bemper depan satu kenderaan ke bemper depan kenderaan yang di belakangnya. Headway adalah waktu antara dua kenderaan yang berurutan ketika melalui sebuah titik pada suatu jalan.

2. Lane occupancy (tingkat hunian lajur) adalah salah satu ukuran yang digunakan dalam pengawasan jalan tol.


(21)

Salah satu permasalahan yang turut memperburuk kondisi lalu lintas yang akan dijadikan bahan penelitian adalah masalah penyempitan jalan pada ruas jalan yang padat arus lalu lintasnya. Menurut Yupiter Indrajaya, 2003. Penyempitan jalan adalah suatu bagian jalan dengan kondisi kapasitas lalu lintas sesudahnya lebih kecil dari bagian masuk. Kondisi jalan seperti ini dapat terjadi misalnya pada saat memasuki jembatan, terjadinya suatu kecelakaan yang menyebabkan sebagian jalan ditutup, pada saat terjadi perbaikan jalan atau kondisi lainnya, yang menyebabkan perubahan perjalanan kenderaan dari arus bebas menjadi terganggu sehingga terjadi penurunan kecepatan dan bertambahnya kerapatan antar kenderaan. Pengaruh penyempitan jalan ini tidak berarti sama sekali apabila arus lalu-lintas (demand) lebih kecil dari pada daya tampung atau kapasitas jalan (supply) pada daerah penyempitan sehingga arus laulintas dapat terlewatkan dengan mudah tanpa ada hambatan.

Fenomena penyempitan jalan pada periode waktu yang relatif lama sering di alami dalam kegiatan lalu lintas. Menurut Endang Widjajanti, 2009. Penyempitan ruas jalan adalah suatu segmen sebagai bagian dari ruas jalan yang ditutup pada sebagian lebar jalannya. Penyempitan ruas jalan dapat disebabkan oleh beberapa aktivitas yang terjadi di jalan, misalnya adanya pekerjaan di jalan, di jembatan, terjadinya kecelakaan dan insiden. Penyempitan ruas jalan akan menimbulkan hambatan dalam lalulintas, yaitu terjadinya penurunan kecepatan dan timbulnya antrian kenderaan.

Pada ruas Jalan Letda Sudjono antara jalan ke arah persimpangan Jalan tol Belmera dan Tembung/Belawan, secara visual tampak adanya penyempitan jalan yang mengakibatkan kemampuan jalan menampung volume lalu lintas berkurang. Lokasi studi penelitian ini terletak pada jalur dengan medan topografi datar, pengaruh gangguan samping relatif kecil atau hampir tidak ada, serta kondisi perkerasan relatif baik, sehingga pengaruh lalulintas yang terjadi murni karena penyempitan jalan.


(22)

1. Mengetahui hubungan antara arus (flow), kecepatan (speed), dan kerapatan (density) lalu lintas akibat terjadinya penyempitan jalan pada lokasi studi dengan menggunakan pendekatan :

a. Model Linear Greenshilds

b. Model Logaritmik Greenberg

c. Model Eksponensial Underwood

2. Mengetahui nilai arus dan kerapatan maksimum pada ruas jalan normal dan ruas jalan yang mengalami penyempitan di daerah studi penelitian.

1.4 Pembatasan Masalah

1. Penelitian ini akan dibatasi pada lokasi studi yakni pada ruas Jalan Letda Sudjono. 2. Analisa dilakukan terhadap aspek supply dan demand pada ruas jalan lokasi tersebut. 3. Analisa hubungan antara arus (flow), kecepatan (speed), dan kerapatan (density) lalu

lintas dengan menggunakan model pendekatan yaitu model linier Greenshields, model Logaritma Greenberg, dan model Eksponensial Underwood.

4. Perhitungan volume lalu lintas dengan cara manual. Dengan cara melakukan survei kenderaan berupa survei lalu lintas dan waktu tempuh dengan bantuan formulir isian. 5. Perhitungan waktu tempuh kendaraan dilakukan dengan metode kecepatan setempat

dengan mengukur waktu perjalanan bergerak. 6. Survei hanya dilakukan pada jam-jam puncak, yaitu :

 Pagi hari pukul 07.00-09.00 WIB  Siang hari pukul 12.00-14.00 WIB  Sore hari pukul 16.00-18.00 WIB

7. Untuk menghemat waktu dan biaya Penulis melakukan survei pada hari Senin, Jumat dan Sabtu saja, dimana hari-hari tersebut mewakili hari-hari lainnya.


(23)

Metodologi yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah Studi Kasus, dengan mendapatkan data-data dari lapangan dan mengumpulkan keterangan dari buku-buku atau jurnal serta masukan-masukan dari Dosen Pembimbing.

Adapun Teknik Pembahasan yang digunakan adalah:

1. Studi literatur yaitu mengumpulkan kajian literatur yang berhubungan dengan tugas akhir ini yang bersumberkan buku-buku serta referensi jurnal sebagai pendekatan teori maupun sebagai perbandingan untuk mengkaji penelitian ini.

2. Melakukan survei pendahuluan untuk mengidentifikasi permasalahan di lapangan 3. Dalam penelitian ini digunakan dua data sumber yaitu :

a. Data primer seperti :

- Volume lalu lintas yaitu melakukan survei di lapangan untuk memperoleh data volume lalu lintas di lokasi studi, metode pengumpulan data dilakukan secara manual. Untuk mendapatkan data pada ruas jalan untuk kedua arah ditempatkan dua pos pencatatan yang setiap pos ditempatkan 5 (lima) orang petugas pencatat pergerakan jumlah kenderaan pada tiap arah. Sesuai Peraturan MKJI 1997 kenderaan yang dicatat adalah :

o Kenderaan ringan (meliputi mobil penumpang, minibus, truk pick-up dan jeep) o Kenderaan berat menengah (meliputi truk dua gandar dan bus kecil)

o Bus besar

o Truk besar (meliputi truk tiga gandar dan truk gandengan) o Sepeda Motor.

- Waktu tempuh kenderaan, dimana nantinya akan digunakan untuk menghitung besarnya kecepatan arus lalu lintas. Kecepatan arus merupakan kecepatan rata-rata (km/jam) yang diperlukan untuk melalui suatu panjang jalan tertentu, termasuk seluruh waktu tundaan dan henti.

- Data geometrik jalan berupa panjang dan lebar daerah penyempitan jalan.

b. Data sekunder berupa literatur yang relevan, peta jaringan jalan kota Medan dan data-data dari instansi terkait.


(24)

4. Melakukan analisa dan pengolahan data. 5. Kesimpulan dan saran.

Secara keseluruhan kegiatan penyusunan Tugas Akhir ini dapat digambarkan dalam bagan alir yang terlihat pada Gambar 1.1 di bawah :

Gambar 1.1 Bagan Alir penelitian Menentukan Tujuan, Judul dan Lingkup Studi

persiapan • Survei pendahuluan

• Identifikasi Masalah

• Data Primer

- Volume lalulintas

- Waktu Tempuh

- Geometrik jalan Pengumpulan data

Perhitungan Data

- Volume arus lalu lintas

- Kecepatan Arus lalu lintas

- Kerapatan arus lalu lintas

Analisis Data

- Pemodelan

(Linear Greenshields, Logaritma Greenberg, dan Eksponensial Underwood) - Pengujian Statistik

Kesimpulan Dan Saran

• Data sekunder

- Literatur


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sistem Transportasi

II.1.1 Pengertian

Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan dan keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, sedangkan transportasi itu sendiri adalah kegiatan pemindahan barang-barang/penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dari dua pengertian di atas, sistem transportasi dapat diartikan sebagai bentuk keterkaitan dan keterikatan yang integral antara berbagai variabel dalam suatu kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain (Munawar, 2005).

Bentuk fisik dari sistem transportasi tersusun atas 4 (empat) elemen dasar, yaitu :

(Khisty and Lall, 2003)

1. Sarana Perhubungan (link) : jalan raya atau jalur yang menghubungkan dua titik atau lebih pipa, jalur darat, jalur laut, dan jalur penerbangan juga dapat dikategorikan sebagai sarana perhubungan.

2. Kenderaan : alat yang memindahkan manusia dan barang dari satu titik ke titik lainnya di sepanjang sarana perhubungan. Mobil, bis, kapal, dan pesawat terbang adalah contoh contohnya.


(26)

3. Terminal : titik titik dimana perjalanan orang dan barang dimulai atau berakhir. Contoh : garasi mobil, lapangan parkir, gudang bongkar muat,terminal bis, dan bandara udara.

4. Manajemen dan tenaga kerja : orang orang yang membuat, mengopreasikan, mengatur, dan memelihara sarana perhubungan, kenderaan, dan terminal.

Kempat elemen di atas berinteraksi dengan manusia, sebagai pengguna maupun non pengguna sistem, dan berinteraksi pula dengan lingkungan.

Pada dasarnya sistem transportasi terdiri dari prasarana, kebutuhan pergerakan, dan lalu lintas yang saling berkaitan satu sama lain. Lalu lintas terbentuk sebagai hasil interaksi antara ketersediaan prasarana (transport supply) dan kebutuhan akan pergerakan (transport demand).

II.1.2 Karakteristik Arus Lalu Lintas

Arus lalu lintas terbentuk dari pergerakan individu pengendara dan kenderaan yang melakukan interaksi antara yang satu dengan yang lainnya pada suatu ruas jalan dan lingkungannya. Karena persepsi dan kemampuan idividu pengemudi mempunyai sifat yang berbeda maka perilaku kenderaan arus lalu lintas tidak dapat diseragamkan lebih lanjut, arus lalu lintas akan mengalami perbedaan karakteristik akibat dari perilaku pengemudi yang berbeda yang dikarenakan oleh karakteristik lokal dan kebiasaan pengemudi. Arus lalu lintas pada suatu ruas jalan karakteristiknya akan bervariasi baik berdasar lokasi maupun waktunya. Oleh karena itu perilaku pengemudi akan berpengaruh terhadap perilaku arus lalu lintas.

Dalam menggambarkan arus lalu lintas secara kuantitatif dalam rangka untuk mengerti tentang keragaman karakteristiknya dan rentang kondisi perilakunya, maka perlu suatu parameter. Parameter tersebut harus dapat didefenisikan dan diukur oleh insinyur lalu lintas dalam menganalisis, mengevaluasi, dan melakukan perbaikan fasilitas lalu lintas berdasarkan parameter dan pengetahuan pelakunya.


(27)

II.1.2.1 Parameter yang Berhubungan dengan Karakteristik Arus Lalu Lintas

Terdapat 8 (delapan) variabel atau ukuran dasar yang digunakan untuk menjelaskan

karakteristik arus lalu lintas. Tiga variabel utama (makroskopis) adalah kecepatan (v), volume (q), dan kepadatan/density (k). Tiga variabel lain (mikroskopis) yang digunakan dalam analisis arus lalu lintas adalah headway (h), spacing (s), dan lane occupancy (R). Serta dua parameter lain yang berhubungan dengan spacing dan headway yaitu, clearance (c) dan gap (g). (Khisty, 2003)

1. Kecepatan (v)

Kecepatan didefenisikan sebagai suatu laju pergerakan yang ditandai dengan besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kenderaan dibagi dengan waktu tempuh. Karena begitu beragamnya kecepatan di dalam aliran lalu lintas, misalnya kecepatan titik, kecepatan perjalanan, kecepatan ruang dan kecepatan gerak, maka biasanya digunakan kecepatan rata-rata.

2. Volume (q)

Volume merupakan jumlah sebenarnya dari kenderaan yang diamati atau diperkirakan dari suatu titik selama rentang waktu tertentu.

3. Kepadatan (k)

Kepadatan atau density (konsentrasi) didefenisikan sebagai jumlah kenderaan yang menempati suatu panjang tertentu dari lajur atau jalan, dirata-ratakan terhadap waktu.

4. Spacing (s) dan headway (h)

Merupakan dua karakteristik tambahan dari arus lalu lintas. Spacing didefenisikan sebagai jarak antara dua kenderaan yang berurutan di dalam suatu aliran lalu lintas yang diukur dari bemper depan satu kenderaan ke bemper depan kenderaan dibelakangnya. Headway adalah waktu antara dua kenderaan yang berurutan ketika


(28)

melalui sebuah titik pada suatu jalan. Baik spacing maupun headway berhubungan erat dengan kecepatan, volume dan kepadatan.

5. Lane Occupancy (R)

Lane occupancy (tingkat hunian lajur) adalah salah satu ukuran yang digunakan dalam pengawasan jalan tol. Lane occupancy dapat juga dinyatakan sebagai perbandingan waktu ketika kenderaan ada di lokasi pengamatan pada lajur lau lintas terhadap waktu pengambilan sampel.

6. Clearance (c) dan Gap (g)

Clearance dan Gap berhubungan dengan spacing dan headway, dimana selisih antara spacing dan clearance adalah panjang rata-rata kenderaan. Demikian pula, selisih antar headway dan gap adalah ekuivalen waktu dari panjang rata-rata sebuah kenderaan.

II.1.2.2 Komposisi Lalu lintas

Volume lalu lintas pada dasarnya terbagi atas waktu dan ruang, yang biasanya lebih difokuskan pada volume jam puncak seperti jam sibuk kerja atau perjalanan sibuk lainnya. Permintaan lalu lintas dapat bervariasi berdasarkan musim dalam setahun, bulanan dalam setahun, hari dalam sebulan, hari dalam seminggu, maupun jam-jaman dalam sehari. Permintaan lalu lintas juga dapat bervariasi dari berbagai waktu baik pada saat pagi, siang maupun petang.

Pada kenyataannya arus lalu lintas yang terjadi di lapangan tidaklah homogen. Terdapat berbagai jenis, ukuran dan sifat kenderaan yang berbeda-beda dalam membentuk suatu karakteristik lalu lintas untuk setiap komposisi dan berpengaruh pula terhadap arus lalu lintas secara keseluruhan. Dengan latar belakang seperti ini, diperlukan suatu besaran yang menyatakan pengaruh sebuah jenis kenderaan terhadap arus lalu lintas seluruhnya.


(29)

Terdapat 3 (tiga) komponen terjadinya lalu lintas yaitu manusia sebagai pengguna, kenderaan dan jalan yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Manusia sebagai pengguna dapat berperan sebagai pengemudi atau pejalan kaki yang dalam keaadaan normal mempunyai kemampuan dan kesiaagaan yang berbeda-beda (waktu reaksi, konsentrasi dll). Kenderaan digunakan oleh pengemudi mempunyai karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, perlambatan, dimensi dan muatan yang membutuhkan ruang lalu lintas yang secukupnya. Jalan merupakan lintasan yang direncanakan untuk dilalui kenderaan bermotor maupun tak bermotor termasuk pejalan kaki. Jalan tersebut direncanakan untuk mampu mengalirkan lalu lintas dengan lancar dan mampu mendukung beban muatan sumbu kenderaan serta aman, sehingga dapat meredam angka kecelakaan lalu lintas.

II.1.2.3 Pengelompokan Jenis Kenderaan

Dalam pembahasan mengenai jalan bebas hambatan, jalan dalam kota maupun jalan antar kota sesuai dengan tata cara pelaksanaan survei dan perhitungan lalu lintas disebutkan bahwa jumlah kenderaan yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh kenderaan yang lewat. Menurut Direktoral Jenderal Bina Marga, arus lalu lintas adalah jumlah kenderaan bermotor yang melalui titik tertentu per satuan waktu, dinyatakan dalam kenderaan per jam atau smp/jam, arus lalu lintas perkotaan tersebut terbagi menjadi empat (4) jenis, yaitu :

a) Kendaraan ringan / Light vihicle (LV)

Meliputi kendaraan bermotor 2 as beroda empat dengan jarak as 2.0-3.0 m (termasuk mobil penumpang, mikrobis, pick-up, truk kecil, sesuai sistem klasifikasi Bina Marga) a) Kendaraan berat/ Heavy Vehicle (HV)

Meliputi kendaraan motor dengan jarak as lebih dari 3.5 m biasanya beroda lebih dari empat (termasuk bis, truk 2 as, truk tiga as, dan truk kombinasi).

b) Sepeda Motor/ Motor cycle (MC)

Meliputi kendaraan bermotor roda 2 atau tiga (termasuk sepeda motor dan kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)


(30)

c) Kendaraan Tidak Bermotor / Un Motorized (UM)

Meliputi kendaraan beroda yang menggunakan tenaga manusia, hewan, dan lain-lain (termasuk becak,sepeda,kereta kuda,kereta dorong dan lain-lain sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

II.1.2.4 Faktor Konversi Kenderaan

Data hasil survei yang dilakukan di lapangan merupakan jumlah dan waktu tempuh kenderaan yang bermacam-macan jenisnya, maka data tersebut haruslah dinyatakan dalam satuan yang sama. Oleh karena itu, dilakukan suatu proses pengubahan satuan atau yang disebut dengan proses pengkonversian menjadi satu satuan yang sama. Satuan dasar yang digunakan adalah Satuan Mobil Penumpang (smp). Menurut Manual Kapasitas Jalan Raya Indonesia (MKJI) Tahun 1997 yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Marga dijelaskan pengertian dasar dari satuan mobil penumpang (smp) yaitu sebuah besaran yang menyatakan ekivalensi pengaruh suatu tipe kenderaan dibandingkan terhadap arus lalu lintas secara keseluruhan. Dengan besaran/satuan ini kita dapat menilai setiap komposisi lalu lintas. Satuan mobil penumpang (smp) untuk masing-masing kenderaan tergantung pada tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam smp/jam.


(31)

Tipe Jalan tak Terbagi Arus Lalu lintas Total dua Arah (kend/jam) emp HV MC

Lebar jalur lalu lintas Wc (m)

≤ 6 > 6 Dua-lajur tak terbagi

(2/2 UD)

0 1.30 0.50 0.40

≥ 1800 1.20 0.35 0.25

Empat-lajur tak terbagi (4/2 UD)

0 1.3 0.40

≥ 3700 1.2 0.25

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) II.1.3 Metode Survei Lalu Lintas

Teknik lalu lintas telah berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi, demikian pula halnya dengan pengumpulan data-data lau lintas. Data mengenai lalu lintas diperlukan untuk berbagai kebutuhan perencanaan transportasi. Untuk dapat melakukan survei secara efisien maka maksud dan tujuan survei haruslah jelas dan biasanya metode survei ditetapkan sesuai dengan tujuan, waktu, dana dan peralatan yang tersedia.

Survei lalu lintas dilakukan dengan cara menghitung jumlah lalu lintas kenderaan yang lewat di depan suatu pos survei pada ruas jalan yang ditetapkan. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara manual (mencatat dengan tangan) dan dapat juga menggunakan berbagai peralatan otomatis seperti alat penghitung lalu lintas (traffic counting), detektor, atau peralatan listrik lain yang kesemuanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Objek yang disurvei dalam perhitungan lalu lintas meliputi :

a. Jumlah kenderaan yang lewat (volume) dalam satuan waktu (menit, jam, hari dan seterusnya)

b. Kecepatan kenderaan baik kecepatan sesaat (spot speed) atau kecepatan perjalanan, keepatan gerak atau kecepatan rata-rata.

c. Kepadatan arus lalu lintas (traffic density)

d. Waktu antara (headway), waktu ruang dan waktu rata-rata.

Pengambilan data lapangan dalam analisis penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data jumlah/volume dan waktu tempuh kendaraan. Pengambilan data jumlah volume dilakukan pada jam sibuk (peak hour) pada hari-hari yang mewakili volume lalu


(32)

lintas dalam seminggu. Sedangkan untuk data waktu tempuh kendaraan di lapangan dilakukan dengan metode kecepatan setempat dengan mengukur waktu perjalanan bergerak. Metode kecepatan setempat dimaksudkan untuk pengukuran karakteristik kecepatan pada lokasi tertentu pada lalu lintas. Jenis kendaraan dilakukan sebanyak mungkin sehingga dapat menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan.

II.1.3.1 Metode Survei Jumlah Kenderaan

Survei jumlah kenderaan dilakukan dengan mencatat jumlah kenderaan yang melalui suatu titik tinjau dalam interval waktu tertentu di jalan untuk masing-masing jenis kenderaan. Metode survei kenderaan dapat dilakukan dengan metode :

1. Manual count

Manual count adalah pencatatan jumlah kenderaan yang paling sederhana dengan menggunakan tenaga manusia. Pencatatan dilakukan pada kertas formulir, tiap kali sebuah kenderaan lewat dicatat pada kertas formulir. Pencatatan juga dapat dilakukan dengan alat counter.

2. Detector

Detector adalah alat yang dapat mendeteksi adanya kenderaan yang lewat dan memberi isyarat dalam bentuk tertentu. Detector biasanya bekerja dengan sentuhan dari gilasan roda kenderaan, induksi pada gulungan kabel yang ditanam di jalan menyebabkan pemutusan sinar dalam waktu sesaat/sebentar. Keuntungan metode ini adalah setiap kali kenderaan yang melewati alat dapat dicatat.

3. Automatic count

Automatic count adalah peralatan perhitungan secara otomatis yang dapat dialkukan selama 12 atau 24 jam.


(33)

Dalam survei waktu tempuh kenderaan dikenal 3 (tiga) jenis kecepatan yaitu kecepatan seketika/sesaat (spot speed), kecepatan rata-rata kenderaan selama bergerak (running speed) dan kecepatan rata-rata kenderaan yang dihitung dari dari jarak tempuh dibagi dengan waktu tempuh (journey speed) jadi termasuk waktu kenderaan berhenti (misalnya berhenti pada lampu lalu lintas). Perhitungan kecepatan kenderaan dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain :

1. Manual count

Manual count merupakan pencatatan waktu tempuh kenderaan contoh yang melewati segmen/penggal jalan pengamatan. Pencatatan waktu tempuh ini dilakukan dengan menghidupkan stopwatch saat roda depan kenderaan contoh melewati garis injak pertama, seterusnya mengikuti lajur kenderaan, dan stopwatch dimatikan tepat pada saat roda kenderaan tersebut melewati garis injak kedua.

2. Enescope

Enescope adalah kotak cermin yang berbentuk L yang dileyakkan di pinggir jalan untuk membelokkan garis pandangan ke arah tegak lurus jalan. Dalam pengukuran waktu tempuh digunakan stopwatch yang dimulai pada saat kenderaan melewati pengamat dan dihentikan pada saat kenderaan melewati enescope.

3. Radar meter

Radar meter bekerja menurut prinsip efek Doppler, yang mana kecepatan pergerakan proporsional dengan perubahan frekuensi di antara dua radio transmisi target dan radio pemantul. Peralatan ini mengukur perbedaan dan mengubah pembacaan langsung menjadi mph.

4. Pemotretan

Dalam metode ini, kamera foto mengambil gambar pada interval waktu yang ditetapkan. Gambar-gambar yang diperoleh dari hasil survei diproyeksikan dengan


(34)

menggunakan alat proyektor ke suatu layar yang sudah mempunyai pembagian skala, dengan demikian perpindahan masing-masing kenderaan dapat dihitung.

II.2 Penyempitan Jalan (Bottleneck) dalam Sistem Transportasi

Transportasi di suatu wilayah mempengaruhi efisiensi ekonomi dan sosial daerah tersebut, dan hampir setiap orang menggunakan transportasi. Oleh sebab itu, sistem transportasi merupakan salah satu topik utama di dalam perkembangan wilayah. Masalah dalam pergerakan lalu lintas, khususnya pada jam jam sibuk, yang mengakibatkan pengguna transportasi mengalami keterlambatan jutaan jam akibat terjadinya kemacetan. Kemacetan lalu lintas akan selalu mengakibatkan dampak negatif, baik terhadap pengemudinya sendiri maupun ditinjau dari segi ekonomi dan lingkungan. Bagi pengemudi kenderaan, kemacetan akan menimbulkan ketegangan (stress). Selain itu juga akan menimbulkan kerugian berupa kehilangan waktu karena waktu perjalanan yang lama serta bertambahnya biaya operasi kenderaan karena seringnya kenderaan berhenti. Selain itu timbul pula dampak negatif terhadap lingkungan berupa peningkatan polusi udara serta peningkatan gangguan suara kenderaan (kebisingan) (Munawar, 2005).

Kemacetan menjadi salah satu permasalahan yang rumit yang terjadi di jaringan lalu lintas. Secara teori, kemacetan disebabkan oleh tingkat kebutuhan perjalanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas yang tersedia. Hal lain yang juga dapat menyebabkan kemacetan adalah masalah penyempitan jalan (Bottleneck). Kapasitas yang sebelumnya proporsional dengan jaringan jalan, akibat terjadinya penyempitan jalan maka jaringan tidak dapat lagi menampung jumlah kenderaan yang ada. Akibatnya terjadi kepadatan/penumpukan kenderaan yang berujung terhadap kemacetan lalu lintas.

Bottleneck merupakan suatu kondisi dimana jalan mengalami penyempitan sehingga kapasitas jalan menjadi lebih kecil dari bagian sebelum (upstream) dan sesudahnya (downstream) (Budiarto, Jurnal). Kondisi jalan yang mengalami penyempitan dapat terjadi misalnya, pada saat memasuki jembatan, terjadinya suatu kecelakaan yang menyebabkan


(35)

sebagian jalan ditutup, pada saat terjadi perbaikan jalan, perubahan/peralihan struktur jalan dari dalam kota menuju luar kota dan kondisi lainnya. Kondisi tersebut akan menyebabkan perubahan perjalanan kenderaan dari arus bebas menjadi terganggu, sehingga terjadi penurunan kecepatan dan bertambahnya kerapatan antar kenderaan.

Pengaruh penyempitan jalan ini tidak berarti sama sekali apabila arus lalu lintas (demand) lebih kecil daripada daya tampung atau kapasitas jalan (supply) pada daerah penyempitan sehingga arus lalu lintas dapat terlewatkan dengan mudah tanpa ada hambatan.

Berdasarkan teori tersebut, maka solusi yang mungkin adalah mengurangi jumlah kendaraan yang lewat, atau meningkatkan kapasitas, baik kapasitas ruas/jaringan jalan maupun kapasitas persimpangan. Permasalahannya kemudian, apabila secara teorinya begitu mudah, mengapa pelaksanaannya begitu sulit, mengapa sampai saat ini kemacetan lalu lintas tidak dapat diatasi. Persoalan-persoalan yang terkait ternyata sangat banyak, seperti disiplin lalu lintas, penegakan hukum, sosial ekonomi, tenaga kerja, dan lain sebagainya, sehingga persoalannya menjadi kompleks dan tidak ada satupun solusi tunggal yang dapat diterapkan untuk mengatasi persoalan kemacetan lalu lintas.

Contoh keterkaitan dengan aspek-aspek yang lain adalah pedagang kaki lima, keberadaan pedagang kaki lima otomatis mengurangi kebebasan samping dan bahkan kadang-kadang mengurangi lebar lajur lalu lintas, sehingga dapat mengurangi kapasitas jalan yang pada tingkat tertentu berdampak pada kemacetan lalu lintas. Namun demikian, kalau dilakukan penertiban terhadap pedagang kaki lima, yang terjadi tentu bukan persoalan lalu lintas, tetapi akan merembet ke persoalan sosial dan ekonomi. Demikian pula dengan keberadaan angkot, mikrolet dan sejenisnya.

Dari banyak teori yang ditelaah oleh penulis, ada begitu banyak solusi yang bisa ditawarkan.untuk menyelesaikan masalah kemacetan di dalam perkotaan. Secara bertahap penanganan kemacetan lalu lintas dapat dilakukan sebagai berikut:


(36)

2. Perbaikan manajemen lalu lintas untuk mengoptimalkan pelayanan jaringan jalan yang ada.

3. Pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan ruang jalan dan sekaligus memperbaiki struktur jaringan jalan dan jaringan sistem transportasi.

4. Peningkatan kapasitas angkutan umum, termasuk penerapan moda angkutan umum massal.

5. Pemanfaatan alur rute terpendek untuk mencegah adanya penumpukan kendaraan pada satu ruas jalan saja, sehingga mencegah kemacetan (Frazilla, 2002)

II.3 Hubungan antara Volume, Kecepatan dan Kerapatan

Volume, kecepatan dan kerapatan merupakan 3 (tiga) variabel/parameter utama (makroskopis) dalam aliran lalu lintas yang digunakan untuk mengetahui karakteristik arus lalu lintas.

1. Volume (flow), merupakan jumlah kenderaan yang melewati suatu titik tertentu pada suatu ruas jalan per satuan waktu tertentu yang dinyatakan dalam kenderaan/jam. 2. Kecepatan (speed), adalah tingkat gerakan di dalam suatu jarak tertentu dalam satu

satuan waktu yang dinyatakan dengan kilometer/jam.

3. Kerapatan (density), merupakan jumlah kenderaan yang menempati suatu ruas/segmen jalan tertentu yang dinyatakan dalam kenderaan/kilometer.

Hubungan antara ketiga parameter di atas selanjutnya dapat dinyatakan dalam hubungan matematis sebagai berikut:

q = k . s

dimana : q = volume (kenderaan/jam)

…. (2.10)


(37)

k = kerapatan (kenderaan/km)

Persamaan di atas hanya berlaku untuk arus lalu lintas tak terganggu, dimana setiap arus bergerak secara bebas tidak ada pengaruh dari luar. Contoh aliran ini dapat dilihat pada arus lalu lintas jalan utama dari jalan bebas hambatan.

Hubungan antara ketiga parameter tersebut menggambarkan tentang aliran lalu lintas tak terinterupsi (uninterrupted traffic stream) dimana volume merupakan hasil dari kecepatan dan kerapatan. Sementara itu hubungan tersebut untuk lalu lintas yang stabil, kombinasi variabel yang menghasilkan hubungan dua dimensi. Gambar 2.3 di bawah mengilustrasikan tentang bentuk umum hubungan tersebut.

Gambar 2.3 Hubungan antara volume, kecepatan dan kerapatan Keterangan :

qm

u

= kapasitas, arus maksimum (kendaraan/jam)


(38)

km

k

= kerapatan kritis, kerapatan pada saat mencapai kapasitas (kend/jam )

j

u

= kerapatan macet, keadaan untuk semua kendaraan berhenti (kend/jam)

f

Perlu diketahui arus “nol” (tidak ada arus) terjadi dalam 2 (dua) kondisi. Ketika tidak ada kenderaan di jalan raya berarti kepadatannya nol, dimana kecepatan teoritis didasarkan pada “kecepatan arus bebas” (free flow speed) yang merupakan kecepatan tertinggi bagi kenderaan yang sendirian. Namun demikian arus “nol” juga terjadi ketika kepadatan begitu tinggi sehingga kenderaan yang akan bergerak harus berhenti sehingga terjadi kemacetan lalu lintas yang disebut dengan istilah traffic jam. Pada kondisi ini semua kenderaan berhenti sehingga tidak ada kenderaan yang lewat pada suatu ruas jalan tersebut.

= kecepatan teoritis untuk lalu lintas ketika kerapatannya nol (km/jam)

II.3.1 Hubungan antara Volume (q) – Kecepatan( s)

Dari kurva terlihat bahwa hubungan mendasar antara volume dan kecepatan adalah dengan bertambahnya volume lalu lintas maka kecepatan rata-rata ruangnya akan berkurang sampai kerapatan kriris (volume maksimum) tercapai. Setelah kerapatan kritis tercapai maka kecepatan rata-rata ruang dan volume akan berkurang. Jadi kurva ini menggambarkan dua


(39)

kondisi yang berbeda dimana lengan atas untuk stabil sedangkan lengan bawah menunjukkan kondisi lalu lintas yang padat.

II.3.2 Hubungan antara Kecepatan ( s) – Kerapatan (k)

Kurva ini merupakan diagram yang menjadi dasar penggambaran performance aliran lalu lintas, sebagaimana dinyatakan dalam persamaan (2.10). dari kurva terlihat bahwa kecepatan akan menurun apabila kerapatan bertambah. Kecepatan arus bebas ( f

II.3.3 Hubungan antara Volume (q) – Kerapatan (k)

) akan terjadi apabila kerapatan sama dengan nol sedangkan pada saat kecepatan sama dengan nol maka terjadi kemacetan (jam density).

Dari kurva akan terlihat bahwa kerapatan akan bertambah aapabila volumenya juga bertambah. Volume maksimum (qc) terjadi pada saat kerapatan mencapai titik kc (kapasitas

Gambar 2.5 Hubungan Kecepatan ( s) – Kerapatan (k)


(40)

jalur jalan sudah tercapai). Setelah mencapai titik ini volume akan menurun walaupun kerapatan bertambah sampai terjadi kemacetan di titik kj

II.3.4 Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan

.

1. Perhitungan Volume

Volume kenderaan adalah parameter yang menjelaskan keadaan arus lalu lintas di jalan. Kenderaan yang melewati suatu ruas jalan dijumlahkan dengan mengalikan faktor konversi kenderaan yang telah ditetapkan sehingga nantinya diperoleh jumlah kenderaan yang lewat pada ruas jalan tersebut. Nilai tersebut kemudian dikonversikan ke dalam smp/jam untuk mendapatkan nilai volume kenderaan yang lewat setiap jamnya.

2. Perhitungan Kecepatan

Kecepatan merupakan laju pergerakan yang ditandai dengan besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kenderaan dibagi dengan waktu tempuh. Kecepatan dapat didefenisikan dengan persamaan sebagai berikut ;

= …..(2.11) Dimana :

= kecepatan (km/jam)

x = jarak tempuh kendaraan (km) t = waktu tempuh kendaraan (jam)

kecepatan kenderaan pada suatu bagian jalan, akan berubah-ubah menurut waktu dan besarnya lalu lintas. Ada 2 (dua) hal penting yang perlu diperhatikan dalam menilai hasil studi kecepatan yaitu :

a. Space-mean speed ( s), menyatakan kecepatan rata-rata kenderaan dalam suatu bagian jalan pada suatu interval waktu tertentu dinyatakan dalam km/jam.


(41)

b. Time-mean speed ( t

Space-mean speed dan time-mean speed dapat dihitung dari pengukuran waktu tempuh dan jarak menurut rumus berikut :

), menyatakan kecepatan rata-rata kenderaan yang melewati suatu titik dalam interval waktu tertentu yang dinyatakan dalam km/jam.

t …..(2.12)

t

atau

t …..(2.13)

Dimana :

t = time-mean speed (km/jam) s

x = jarak tempuh (km)

= space-mean speed (km/jam) ti = waktu tempuh kenderaan (jam) n = jumlah kenderaan yang diamati

Kedua jenis kecepatan di atas sangat berguna dalam studi mengenai hubungan antara volume, kecepatan dan kerapatan. Penggunaan rumus di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.2

Contoh Perhitungan Time-mean speed dan Space-mean speed

No. Kenderaan Jarak (meter) Waktu Tempuh (detik)

Kecepatan (km/jam) x 3,6

1 50 3,6 50

2 50 2,0 90

3 50 3,0 60

4 50 3,6 50

5 50 2,0 90

6 50 2,0 90

Total 300 16,2 430

Rata-rata 16,2/6 = 2,7 430/6 = 71,67 Ut = 71,67 km/jam

Us= 300/16,2 = 66,67 km/jam

Disebabkan karena sampel data yang diambil adalah terbatas pada periode waktu tertentu pada suatu titik dan harus mengikutsertakan beberapa kenderaaan yang bejalan cepat,


(42)

akan tetapi pada saat pengambilan data dilaksanakan kenderaan yang berjalan lambat juga harus diikutsertakan. Oleh karena itu, pendekatan antara kecepatan setempat dan dan kecepatan rata-rata ruang digunakan persamaan berkut :

Us = Ut – σt2/ Ut Dimana :

…..(2.14)

Σt = deviasi standar dari kecepatan setempat.

3. Perhitungan Kerapatan

Kerapatan merupakan parameter yang menjelaskan keadaan lalu lintas dimana terdapat banyaknya jumlah kenderaan yang menempati suatu panjang ruas tertentu. Nilai kerapatan dapat dihitung jika nilai volume dan kecepatan kederaan telah diperoleh sebelumnya.

II.4 Pemodelan Hubungan antara Volume, Kecepatan dan Kerapatan

Analisis unuk suatu ruas jalan didasarkan pada hubungan antara ketiga variabel parameter di atas, yaitu volume, kecepatan dan kerapatan lalu lintas dalam keadaan jalan lalu lintas yang ideal. Hubungan tersebut mengikuti defenisi dari kriteria tingkat pelayanan didasarkan pada faktor penyesuaian untuk kenderaan yang tidak sejenis. Terdapat 3 (tiga) pemodelan yang sering digunakan untuk menyatakan keterkaitan ketiga parameter tersebut yaitu model Greenshields, Greenberg dan Underwoood.

II.4.1 Model Linier Menurut Greenshields

Pemodelan ini merupakan model paling awal yang tercatat dalam usaha mengamati peilaku lalu lintas. Greenshields mengadakan studi pada jalur jalan di kota Ohio, dimana kondisi lalu lintas memenuhi syarat karena tanpa gangguan dan bergerak secara bebas (steady state condition). Greenshields mendapat hasil bahwa hubungan antara kecepatan dan kerapatan bersifat linier. Berdasarkan penelitian-penelitian selanjutnya terdapat hubungan yang erat antara model linier dengan keadaan data di lapangan. Hubungan linier antara kecepatan dan kerapatan ini menjadi hubungan yang paling populer dalam tinjauan


(43)

pergerakan lalu lintas, mengingat fungsi hubungannya adalah yang paling sederhana sehingga mudah diterapkan. Adapaun persamaan umum hubungan antara kecepatan dan kerapatan dengan cara regresi linier adalah :

Y = Ax + B …..(2.15)

Dengan nilai :

A

=

…..(2.16)

B

=

…..(2.17)

Dengan diperolehnya persamaan Y = Ax + B maka hubungan antara kecepatan dan kerapatan dapat dirumuskan. Garis hasil persamaan ini akan memotong skala kecepatan pada

f dan memotong skala kerapatan pada kj. Oleh karena itu, persamaan garis yang didapat

tersebut adalah sebagai berikut :

s

=

f

-

.

k

s

Selanjutnya hubungan antara volume dengan kecepatan diperoleh dengan menggunakan persamaan dasar q =

= B – A.k (Hubungan antara kecepatan dan kerapatan)

…..(2.18)

s . k dan selanjutnya memasukkan nilai k = q/ s ke

dalam persamaan hubungan antara kecepatan dan kerapatan, seperti di bawah ini :

s

=

f

-

.

q = f -

q = (

s


(44)

q =

q = (Hubungan antara volume dan kecepatan) ....(2.19)

Dari persamaan ini dapat diketahui bahwa hubungan linier antara kecepatan dan kerapatan akhirnya menghasilkan persamaan parabola untuk hubungan antara volume dan kecepatan. Untuk mendapatkan persamaan hubungan antara volume dan kerapatan, maka nilai

s = q/k disubstitusikan ke dalam persamaan kecepatan dan kerapatan, sehingga

menghasilkan :

(Hubungan antara volume dan kerapatan) ....(2.20)

II.4.2 Model Linier Menurut Greenberg

Hubungan ini dibuat dengan mengasumsikan bahwa arus lalu lintas mempunyai kesamaan dengan arus fluida. Pada tahun 1959 Greenberg menyelidiki aliran arus lalu lintas yang dilakukan pada bagian utara terowongan Lincoln di kota New York dan menganalisa hubungan antara kecepatan dan kerapatan dengan mempergunakan asumsi kontinuitas dari persamaan gerakan benda cair. Greenberg merumuskan bahwa hubungan antara s

k =

dan k bukan merupakan hubungan linier, melainkan fungsi eksponensial. Dasar rumusan

Greenberg adalah sebagai berikut :

....(2.21) c dan b merupakan nilai konstan.

Apabila kedua ruas nilai dinyatakan dalam bentuk logaritma naturalis, maka akan diperoleh :


(45)

b. b.

Fungsi tersebut di atas analog dengan fungsi linier antara dengan ln k, sehingga apabila nilai y = dan x = ln k maka Y = Ax + B, dengan A = dan B = ln c, maka c =

. Oleh karena itu hubungan antara dan k ialah :

(hubungan antara kecepatan dan kerapatan) ....(2.22) Selanjutnya hubungan antara q dan didapat dari persamaan dasar k = dengan mensubstitusikan nilai maka diperoleh persamaan :

=

(

Hubungan antara volume dan kecepatan) ....(2.23)

Persamaan selanjutnya adalah hubungan antara q dan k didapat dari persamaan dasar k = dengan substitusi , didapat k = Selanjutnya apabila kedua ruas dinyatakan dalam fungsi logaritma naturalis, maka diperoleh persamaan :

(Hubungan antara volume dan kerapatan) ....(2.24)


(46)

Underwood mengemukakan suatu hipotesa bahwa hubungan antara kecepatan dan kerapatan adalah merupakan hubungan eksponensial. Persamaan dasar yang digunakan adalah sebagai berikut :

(Hubungan antara kecepatan dan kerapatan) ....(2.25)

Apabila kedua ruas dinyatakan dalam fungsi logaritma naturalis, maka diperoleh persamaan :

....(2.26)

Persamaan ini analog dengan persamaan linier y = Ax + B dengan y = ln ( ) dan x = k, maka A = atau = dan B = ln (Uf) atau Uf = . Hubungan antara q dan k didapat

dari persamaan dasar dengan substitusi sehingga diperoleh :

Selanjutnya dengan substitusi Uf = dan = diperoleh :

(Hubungan antara volume dan kerapatan) ....(2.27) Hubungan antara q dan didapat dari persamaan dasar dengan substitusi k = q/ .

Apabila kedua ruas dinyatakan dalam fungsi logaritma naturalis, maka diperoleh persamaan :


(47)

(Hubungan antara volume dan kecepatan) ....(2.28)

II.5 Pengujian Statistik

II.5.1 Analisis Regresi Linier

Pemodelan volume lalu lintas yang umum digunakan untuk menentukan karakteristik kecepatan dan kerapatan adalah regresi linier. Analisa ini dilakukan dengan meminimalkan total nilai perbedaan kuadratis antara observasi dan nilai perkiraan dari variabel yang tidak bebas (dependent). Bila variabel tidak bebas linier terhadap variabel bebas, maka hubungan dari kedua variabel itu dikenal dengan analisa regresi linier.

Bila variabel tidak bebas y dan variabel bebas x mempunyai hubungan linier, maka fungsi regresinya :

Y = Ax + B ....(2.29)

Besarnya konstanta A dan B dapat dicari dengan persamaan-persamaan di bawah ini : ....(2.30)

....(2.31)

Dimana :

A = konstanta regresi B = konstanta regresi x = variabel bebas y = variabel tidak bebas n = jumlah sampel

II.5.2 Analisis Korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk menentukan kuatnya hubungan antara peubah bebas dan tidak bebas yang dinyatakan dengan nilai koefisien korelasi r. Nilai koefisien korelasi bervariasi antara -1 sampai +1 (-1< r <+1). Apabila nilai koefisien sama dengan 0 (nol), maka


(48)

dikatakan tidak terdapat korelasi antara peubah bebas dan peubah tidak bebas, sedangkan apabila nilai koefisien korelasi sama dengan 1 (satu) dikatakan mempunyai hubungan yang sempurna, nilai koefisien korelasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

....(2.32)

Sebagai koefisien penentu digunakan koefisien determinasi (r2

a. Koefisien korelasi harus besar apabila kadar hubungan tinggi atau kuat dan harus kecil apabila kadar hubungan itu kecil atau lemah.

) yang dihitung dengan mengkuadratkan nilai koefisien korelasi. Koefisien korelasi r ini perlu memenuhi syarat-syarat :

b. Koefisien korelasi harus bebas dari satuan yang digunakan untuk mengukur variable-variabel, baik prediktor maupun respon.

II.5.3 Pengujian Signifikasi

Pengujian ini digunakan untuk menentukan linier tidaknya hubungan antara peubah bebas dan peubah tidak bebas. Yang biasa digunakan istilah uji F (variance ratio/the F test) dan uji t (student’s t test). Uji t digunakan untuk menentukan apakah terdapat pengaruh (tingkat signifikasi) antar peubah bebas dengan peubah tidak bebas. Sebagai tolak ukur dalam pengujian ini adalah membandingkan antara nilai t hasil hitungan dengan nilai t dari tabel distribusi t pada taraf signifikasi keberartian yang dipilih. Nilai t dapat dihitung dengan rumus :

....(2.33)

Dimana :

t = test t-student bi = koefisien regresi


(49)

r = koefisien korelasi parsial sbi

n = jumlah pengamatan

= standar deviasi koefisien regresi

n-i-1 = derajat kebebasan i = jumlah variabel r2

Pengujian nilai F adalah untuk memilih model yang paling naik diantara model yang didapat dan menentukan apakah suatu model layak digunakan, dimana varians itu sendiri merupakan kuadrat dari simpangan baku dari data-data yang ada dalam variable. Nilai F dikatakan memenuhi syarat apabila nialai dari hasil perhitungan lebih besar dari nilai F table untuk traf signifikasi yang dipilih.

= koefisien determinasi

Nilai F diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

....(2.34)

Dimana : F = test F

n = jumlah pengamatan i = jumlah variabel r2

Hasil uji signifikasi selanjutnya dibandingkan dengan nilai yang terdapat di dalam tabel, yaitu dengan menetapkan taraf signifikasinya.


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Pengumpulan Data

III.1.1 Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi yang tepat akan memberikan hasil penelitian yang baik. Untuk menentukan lokasi perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut :

1. Ruas jalan harus memiliki hambatan berupa penyempitan jalan.

2. Kondisi lapisan perkerasan (lapisan permukaan) dan keadaan geometrik jalan harus baik dengan demikian pengendara dapat menjalankan kendaraannya dengan nyaman dan kecepatan teratur.

3. Lalu lintas yang melewati ruas jalan bervariasi dalam hal kecepatan dan ukurannya.

III.1.2 Pilot Survei

Sebelum dilaksanakan pengambilan data secara lengkap, perlu dilakukan survei

pendahuluan (pilot survei) sebagai bahan pertimbangan yang sifatnya penjagaan atau antisipasi untuk langkah-langkah selanjutnya.

• Menetapkan pilihan motode yang didasarkan pada kemampuan data yang hendak digunakan.

• Menaksir keadaan mutu data yang akan diambil.

• Menaksir kebutuhan akan ukuran sampel yang akan diambil.

• Menentukan pembagian periode pengamatan yang dipandang penting.

Pilot survei atau survei pendahuluan dilakukan untuk menunjang pelaksanaan dalam pengumpulan data di lapangan. Survei pendahuluan yaitu survei yang berskala kecil dan sangat penting dilakukan terutama agar survei yang sesungguhnya dapat berjalan dengan efisien dan efektif. Tahap ini dimulai dengan peninjauan lapangan yaitu menyelidiki lokasi


(51)

yang akan disurvei. Kemudian setelah kesemuanya tersebut diatas telah dipertimbangkan maka dilaksanakanlah survei yang sesungguhnya.

III.2. Perancangan Survei Lalu lintas.

III.2.1 Waktu Survei

Berdasarkan berbagai pengamatan untuk mendapatkan data jumlah dan waktu tempuh kendaraan yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa interval waktu pengamatan lapangan ditetapkan selang waktu 5 menit. Penelitian ini dilakukan selama jam-jam sibuk yakni :

• Pagi hari pukul 07.00 - 09.00 WIB • Siang hari pukul 12.00 - 14.00 WIB • Sore hari pukul 16.00 - 18.00 WIB

III.2.2 Jenis dan Banyaknya Data

Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa untuk penelitian volume kendaraan, penggolongan jenis kendaraan dibagi atas 3 (tiga) kategori, yaitu kendaraan ringan (LV), kendaraan berat (HV) dan sepeda motor (MC). Sedangkan banyaknya data sesuai dengan keadaan data di lapangan berupa jumlah masing-masing moda pada setiap periode dan jam pengamatan untuk masing-masing ruas yang diteliti. Begitu juga untuk data waktu tempuh kendaraan, untuk setiap periode pengamatan 5 menit diambil data waktu tempuh kendaraan keseluruhan jam pengamatan, sehingga akan terkumpul data-data untuk dilakukan pengolahan selanjutnya.

Data-data yang diperoleh tersebut merupakan data dasar yang digunakan untuk mendapatkan data variabel yang diperlukan yaitu volume, kecepatan rata-rata ruang dan kerapatan yang kemudian selanjutnya dipergunakan untuk analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini.


(52)

Selama pelaksanaan pengamatan lalu lintas untuk keperluan ini, maka dibentuk satu

tim survei yang terdiri dari 10 orang. Sebelum melakukan tugasnya tim ini terlebih dahulu diberi penjelasan bagaimana cara mendapatkan data di lapangan.

Adapun peralatan yang diperlukan selama pengamatan yang meliputi volume arus lalu lintas adalah formulir data, alat tulis, alat penghitung, meteran gulung, stop watch, serta peralatan pendukung lainnya. Semua peralatan tersebut dipergunakan oleh surveyor dan pelaksanaan selama pengamatan sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan.

III.3 Metode Pengambilan Data

Pengambilan data lapangan untuk analisis studi ini dilakukan untuk mendapatkan data volume kendaraan dan data kecepatan rata-rata ruang pada masing-masing arah. Pengambilan data jumlah volume dilakukan pada jam sibuk (peak hour) pada hari-hari yang mewakili volume lalu lintas dalam seminggu.

III.3.1 Pengambilan Data Volume Lalu lintas

Metode pengumpulan data volume lalu lintas dilakukan secara manual. Pengumpulan data ini dilakukan untuk mendapatkan data volume lalu lintas pada ruas jalan untuk kedua arah.;

Untuk mendapatkan data ini ditempatkan 2 (dua) pos pencatatan yang di setiap pos ditempatkan 5 (lima) orang yang bertugas mencatat pergerakan jumlah kendaraan setiap hari pada tiap arah. Pencatat atau pengamat pertama, kedua dan ketiga mencatat jumlah kendaraan yang melewati bagian penyempitan jalan, sedangkan pencatat atau pengamat keempat dan kelima mencatat waktu tempuh kendaraan. Begitulah prosedur pengumpulan data lalu lintas untuk kedua arah pada setiap pos, pencatat atau pengamat dilengkapi dengan formulir isian jumlah dan jenis kendaraan. Pos petugas ditempatkan pada posisi yang mudah mengamati pergerakan lalu lintas yang sedang dihitung serta nyaman guna menunjang ketelitian pancatat atau pengamat.


(53)

1. Pos A : terletak di Jl. Letda Sujono arah persimpangan jalan tol Belmera, pada arah ini terdapat 5 orang pencatat dengan tugas yang telah ditetapkan masing-masing diatas. Pada arah ini terdapat pencatat 1, 2, 3, 4 dan 5.

2. Pos B : terletak di Jl. Letda Sujono arah ke Belawan, pada arah ini terdapat pencatat atau pengamat 6, 7, 8, 9 dan 10.

III.3.2 Pengambilan Data Waktu Tempuh Kendaraan

Pengambilan data waktu tempuh kendaraan di lapangan dilakukan dengan metode kecepatan setempat dengan mengukur waktu perjalanan bergerak. Metode kecepatan setempat dimaksudkan untuk pengukuran karakteristik kecepatan pada lokasi tertentu pada lalu lintas. Jenis kendaraan dilakukan sebanyak mungkin sehingga dapat menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan.

a) Pengaturan Waktu Pelaksanaan

Seperti pada pengambilan data jumlah kendaraan, pencatatan waktu tempuh ini dilakukan pagi jam 07.00-09.00 WIB, siang jam 12.00-14.00 WIB, dan sore jam 16.00-18.00 WIB, dengan interval waktu 5 menit.

b) Tata Cara Pelaksanaan

• Menetapkan titik tinjau pengamatan melintang pada ruas jalan yang berguna untuk perhitungan waktu tempuh kendaraan masing-masing ruas.

• Menghitung waktu tempuh tiap-tiap kendaraan yang lewat dengan menggunakan stop watch.

• Mencatat waktu tempuh yang telah diperoleh kedalam format survei yang telah disediakan.


(54)

III.4 Metodologi Analisa Data

III.4.1 Perhitungan Besar Volume Kendaraan

Telah diuraikan di atas bahwa setelah data lalu lintas terkumpul selama periode jam pengamatan, maka dilakukan perhitungan volume kendaraan dengan mengalikan jumlah setiap jenis kendaraan kedalam konversi satuan mobil penumpang (smp). Selanjutnya besar volume kendaraan (dalam satuan mobil penumpang/smp) dikelompokkan ke dalam kelompok jumlah total dari seluruh kendaraan untuk masing-masing interval waktu pengamatan dengan satuan smp/jam.

III.4.2 Perhitungan Kecepatan dan Kerapatan Rata-rata Ruang

Seperti perhitungan volume lalu lintas, perhitungan kecepatan setempat dan kecepatan rata-rata dilakukan setelah data waktu tempuh dari setiap jenis kendaraan tercatat dan tersusun selama jam pengamatan. Sebelumnya dilakukan perhitungan kecepatan setempat. Setelah itu dilakukan perhitungan kecepatan rata-rata ruang dengan melakukan reduksi data dari kecepatan setempat yang telah dihitung sebelumnya.

III.4.3 Perhitungan Kerapatan Lalu lintas

Perhitungan besarnya variabel kerapatan dapat dihitung dengan melakukan pembagian antara volume kendaraan (q) dalam smp/jam (yaitu dengan mengalikan 12 untuk interval 5 menit), dengan kecepatan rata-rata ruang (Ūs) dalam km/jam tersebut sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka kerapatan ini mempunyai satuan smp/km. Ketiga variabel ini (q, Ūs, dan k) selanjutnya digunakan untuk menganalisa model pendekatan yang digunakan dalam analisa hubungan volume-kecepatan-kerapatan lebih lanjut.

III.4.4 Perhitungan Model Hubungan Volume-Kecepatan-Kerapatan

Setelah semua variabel diketahui besarnya berdasarkan hasil survei di lapangan selama jam pengamatan, maka dilakukan uji statistic seperti analisa regresi linear untuk mendapatkan besarnya nilai parameter model, analisa korelasi untuk menganalisa sejauh


(55)

mana ketepatan fungsi regresi dengan mencari besarnya nilai koefisian determinasi (r²) serta uji signifikasi t test dan f test.

Selanjutnya dilakukan analisa matematis untuk menggambarkan model dari masing-masing model pengamatan seperti : model pendekatan Greenshields, Greenberg dan Underwood. Sesuai dengan rumusan model hubungan yang dikembangkan oleh masing-masing model pendekatan yang ditinjau. Dari tes uji statistik yang dipergunakan dapat diketahui model yang paling mendekati dari lokasi yang diamati.

Lokasi Derah Pengamatan (Jl. Letda Sujono)


(56)

Gambar 3.1 Peta Lokasi Daerah Pengamatan


(57)

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

IV.1 Data Lapangan Hasil Survei

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dalam survei pendahuluan dan pengambilan data di lapangan (survei lapangan) pada hari Sabtu (28 Agustus 2010), Senin (30 Agustus 2010) dan Kamis (02 September 2010), diperoleh data volume lalu lintas dan waktu tempuh kenderaan dengan pertimbangan bahwa hari tersebut mewakili kondisi arus lalu lintas dalam satu minggu. Dalam bab ini disajikan data-data lalu lintas hasil survei lapangan dan analisis data tersebut sehingga akhirnya diperoleh data volume, kecepatan rata-rata ruang dan kerapatan untuk ruas jalan yang diteliti.

IV.1.1 Data Lapangan Jumlah Kenderaan

Arus lalu lintas merupakan jumlah kenderaan yang terdapat pada ruas jalan pada waktu tertentu. Arus lalu lintas tersebutdapat berupa susunan kenderaan sejenis yang bergerak secara bersamaan dalam arah yang sama, dapat juga berupa lalu lintas kenderaan campuran dalam gerak yang tidak beraturan. Misalnya untuk lalu lintas sejenis adalah yang terjadi pada jalan bebas hambatan atau pada lajur-lajur khusus. Penelitian ini mengamati perilaku lalu lintas yang melewati ruas penyempitan jalan yang dikelompokkan ke dalam jenis kenderaan berat (Heavy Vehicle), kenderaan ringan (Light Vehicle) dan sepeda motor (Motorcyle).

Data yang diambil adalah data dalam satu jam maksimum untuk pagi, siang dan sore hari. Pengelompokan waktu dilakukan tiap 5 menit dalam setiap jenis kenderaan, sehingga


(58)

diperoleh 12 kelompok kenderaan dalam satu jam maksimum untuk masing-masing arah dalam 3 kelompok kenderaan.

Hasil survei jumlah kenderaan yang lewat untuk masing-masing arah dapat dilihat pada Tabel A.1 sampai A.12 untuk tiap-tiap periode.

IV.1.2 Data Pengamatan Waktu Tempuh

Pengambilan data waktu tempuh untuk selanjutnya digunakan untuk mendapatkan

kecepatan rata-rata ruang, yang dilakukan pada lokasi yang sama untuk kedua arah pergerakan lalu lintas. Dalam penelitian ini ditinjau dari dua titik, dimana jarak antara titik tinjau pertama dengan kedua adalah sepanjang 50 meter.

Penyusunan form pengamatan dari data waktu tempuh ini dipisahkan dan disusun untuk tiap interval 5 menit untuk masin-masing arah. Data-data tersebut disajikan dalam tabel B.1 sampai B.12.

IV.2. Perhitungan Volume, Kecepatan Rata-rata Ruang dan Kerapatan Lalu Lintas

IV.2.1 Perhitungan Volume Kenderaan

Data lapangan yang telah diperoleh pada tiap tiap jenis kenderaan (data Lampiran A) selanjutnya dihitung banyaknya untuk setiap periode pengamatan, perhitungan jumlah kenderaan tersebut dilakukan sampai seluruh periode pengamatan selesai. Selanjutnya dihitung jumlah total dari ketiga kelompok jenis kenderaan yang lewat (tampa memperhatikan jenis kenderaan) pada ruas jalan tersebut.

Langkah berikutnya adalah menghitung jumlah data dari ketiga jenis kenderaan tersebut masing-masing berdasarkan besar nilai konversinya terhadap satuan mobil penumpang. Nilai konversi tersebut disesuaikan dengan lebar jalur dan jumlah total kenderaan yang lewat per lajurnya dalam satu jam di antara 0-1700 kenderaan/jam. Sehingga factor konversi yang dipilih adalah 1.3 untuk HV, 1 untuk LV, 0.4 untuk MC untuk masing masing arah. Kemudian dari data dalam smp tersebut dapat dihitung besarnya volume kenderaan yang


(59)

lewat dalam smp/jam untuk masing-masing arah yang dilakukan dalam kelompok pengamatan 5 menit. Untuk interval waktu 1 jam, dikalikan 12 sehingga menjadi smp/jam.

Sebagai contoh perhitungan diambil data dari arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmerauntuk interval 5 menit didapat data dari lapangan (lihat Lampiran Tabel A.1) periode 07.30-07.35 WIBsebagai berikut :

 HV = 3 kenderaan

 LV = 54 kenderaan  MC = 330 kenderaan

Maka nilai volume kenderaan dalam smp/5 menit, HV = 3*1.3 = 3.9 smp/5 menit, LV = 54*1 = 54 smp/5 menit, MC = 330*0.4 = 132 smp/5 menit. Sehingga nilai volume kenderaan yang melalui jalur tersebut (q₁) = (3.9 + 54 + 132)*(65/5) = 2,279 smp/jam. Secara lengkap hasil perhitungan volume kenderaan dapat dilihat pada tabel Lampiran C.1 sampai C.12.

IV.2.2 Perhitungan Kecepatan Rata-rata Ruang Kenderaan

Kecepatan rata-rata ruang merupakan kecepatan yang dipakai untuk menganalisis hubungan antara volume, kecepatan dan kerapatan lalu lintas.Variabel ini dihitung dengan menggunakan persamaan (2.14) dari data waktu tempuh kenderaan (Lampiran B). Besarnya kecepatan rata-rata ruang dihitung dari hasil kecepatan setempat yang diperoleh dari survei lapangan pada interval waktu pengamatan 5 menit dan disusun berdasarkan interval waktu yang sama.

Sebagai contoh perhitungan diambil data dari hasil surve1 (Lampiran B) dari arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera untuk interval waktu pengamatan 5 menit periode waktu 07.30-07.35 WIB. Data waktu tempuh tersebut diubah menjadi data kecepatan setempat dengan persamaan (2.12) dengan besar variabel jarak 50 meter. Setelah itu dihitung dstribusi


(1)

=

= 0.652 r² = 0.425 Uji t

Sesuai dengan persamaan (2.33), maka pehitungannya adalah sebagai berikut :

= 0.625*

= 2.606

Uji F

Sesuai dengan persamaan (2.34), maka pehitungannya adalah sebagai berikut :

F = = = 7.391

IV.3.4 Penentuan Model Terpilih

Dari pengujian statistik (uji t, uji F dan r2) terhadap ketiga model tersebut, terlihat bahwa model yang layak digunakan adalah model Greenshield. Kedua model lainnya (Greenberg dan Underwood) kurang dapat diterima, karena r2>1 dan F hitungan lebih kecil dari F Tabel pada model Underwood dan t hasil perhitungan lebih kecil dari t Tabel pada model Greenberg.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Pada kondisi arus lalu lintas dengan kecepatan yang bervariasi, ketiga model (Greenshield, Greenberg dan Underwood) menghasilkan nilai yang cukup baik, akan tetapi pada pengujian statistik terlihat bahwa model Greenshield memenuhi kriteria lebih baik diantara kedua model lainnya.

2. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai karakteristik lalulintas masing-masing kondisi jalan yang diperoleh dari metode Greenshield, yaitu :

a. Untuk arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera pada kondisi normal  Periode I : 2653.29 smp/jam,

dengan kerapatan maksimum kj = 503.274 smp/km dan kecepatan arus bebas

Uf

 Periode II : 1146.38 smp/jam = 20.860 km/jam.

dengan kerapatan maksimum kj = 250.630 smp/km dan kecepatan arus bebas

Uf

 Periode III : 3294.28 smp/jam = 18.296 km/jam.

dengan kerapatan maksimum kj = 811.70 smp/km dan kecepatan arus bebas Uf = 20.860 km/jam.


(3)

b. Untuk arah ke Persimpangan Jalan Tol Belmera pada penyempitan jalan  Periode I : 2533.65 smp/jam,

dengan kerapatan maksimum kj = 584.454 smp/km dan kecepatan arus bebas

Uf

 Periode II : 1024.35 smp/jam = 17.340 km/jam.

dengan kerapatan maksimum kj = 317.580 smp/km dan kecepatan arus bebas

Uf

 Periode III : 2906.40 smp/jam = 16.924 km/jam.

dengan kerapatan maksimum kj = 692.243 smp/km dan kecepatan arus bebas

Uf = 16.794 km/jam.

c. Untuk arah ke Tembung/Belawan pada kondisi normal  Periode I : 881.48 smp/jam

dengan kerapatan maksimum kj = 103.890 smp/km dan kecepatan arus bebas

Uf

 Periode II : 1287.40 smp/jam = 26.154 km/jam.

dengan kerapatan maksimum kj = 253.710 smp/km dan kecepatan arus bebas

Uf

 Periode III : 2465.23 smp/jam = 20.297 km/jam.

dengan kerapatan maksimum kj = 453.250 smp/km dan kecepatan arus bebas

Uf = 21.756 km/jam.

d. Untuk arah ke Tembung/Belawan pada penyempitan jalan  Periode I : 805.58 smp/jam


(4)

dengan kerapatan maksimum kj = 164.354 smp/km dan kecepatan arus bebas

Uf

 Periode II : 1063.04 smp/jam = 22.662 km/jam.

dengan kerapatan maksimum kj = 183.029 smp/km dan kecepatan arus bebas

Uf

 Periode III : 2399.81 smp/jam = 23.232 km/jam.

dengan kerapatan maksimum kj = 470.701 smp/km dan kecepatan arus bebas

Uf

3. Terdapat perbedaan mendasar antara kecepatan dan kerapatan pada kondisi jalan yang berbeda, dimana kecepatan kenderaan pada kondisi jalan normal, lebih besar dibandingkan dengan kondisi jalan menyempit. Sebaliknya kerapatan pada kondisi jalan normal lebih kecil daripada kondisi jalan menyempit. Hal ini disebabkan karena perbedaan karakteristik geometrik jalan, dari kondisi jalan 2 lajur menjadi 1 lajur

= 20.394 km/jam.

V.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian pada ruas-ruas jalan lainnya terutama ruas yang mempunyai karakteristik lalu lintas yang berbeda.

2. Perlu dilakukan pelebaran badan jalan pada bagian penyempitan agar tidak terjadi antrian yang terlalu panjang.

3. Perlu pemanfaatan alur/rute lalu lintas lainnya untuk mencegah adanya penumpukan kendaraan pada satu ruas jalan saja, sehingga mencegah kemacetan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Banks, J.H. 2002. Introduction to Transportation Engineering. 2nd ed. McGraw- Hill. New York.

Bialek, W. Bottou, L. dan Still, S. Geometric Clustering using the Information Bottleneck method. Jurnal Princeton University. Princeton.

Budiarto, A. (1998), Pengaruh ‘Bottleneck’ Terhadap Karakteristik Lalu Lintas, Tesis, ITB, Bandung

Cambridge Systematics, Inc. 2005. An Initial Assessment of Freight Bottlenecks on Highways. Jurnal Battelle Memorial Institute Columbus, Ohio.

Chen, C. Skabardonis, A. dan Varaiya, P. 2003. Systematic Identification of Freeway Bottlenecks. Jurnal University of California, Berkeley. Washington, DC.

Direktorat Jenderal Bina Marga (1997). Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI). Bina Karya . Jakarta.

Direktur Jenderal Bina Marga (1990). Panduan Survei dan Perhitungan Waktu Perjalanan Lalu lintas, Jakarta.

Garber, Nichlas J and Hoel, Lester A.2001. Traffic and Highway Engineering (Third Edition).University of Virginia,USA.

Indrajaya, Y. Riyanto, B. dan Widodo, D. 2003. Pengaruh Penyempitan Jalan Terhadap Karakteristik Lalulintas. Jurnal Universitas Diponegoro. Semarang.

Khisty, C. J dan B. Kent Lall. 2005. Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi. Cetakan III. Erlangga, Jakarta.

Munawar, Ahmad. (1995) Dasar-Dasar Teknik Transportasi. Penerbit Beta Offset. Yogyakarta.


(6)

Orso, P and Delgado. 2004. BOTTLENECK STUDY. Jurnal California department of transportation.

Suteja, I. W. (1998), Studi Hubungan Kecepatan, Volume dan Kerapatan Lalu Lintas Dengan Pendekatan Empat Model, Tesis, ITB, Bandung

Tamin, O. Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. 2nd ed. ITB. Bandung.

Wibisana, H. 2007. Efektifitas Karakteristik Arus Lalulintas di Ruas Jalan Raya Rungkut Madya Kota Madya Surabaya (Perbandingan Model Greenshield dan Greenberg). Jurnal Teknik Sipil. Surabaya.