BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Setiap Negara tentunya akan menjalankan berbagai program pembangunan demi meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Kehidupan masyarakat yang
sejahtera merupakan kondisi yang ideal menjadi dambaan setiap warga masyarakat. Oleh sebab itu wajar apabila berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan kondisi
tersebut. Disamping itu berbagai upaya juga dilakukan untuk menghilangkan atau minimal mengantisipasi dan mengeliminasi faktor-faktor yang menghalangi
pencapaian kondisi ideal tersebut. Fenomena yang disebut sebagai masalah sosial di anggap kondisi yang dapat menghambat perwujudan kesejahteraan sosial.
http:www.scribd.comdoc Di Negara yang sudah maju dan mapan dalam bidang ekonomi, jumlah
pengeluaran belanja rumah tangga yang tinggi bukanlah menjadi persoalan karena didukung dengan pendapatan individu yang tinggi pula. Tetapi di Negara berkembang
seperti Indonesia yang merupakan Negara agraris di mana sebagian besar pendapatan penduduknya berasal dari sektor pertanian terkadang jumlah pengeluaran rumah
tangga yang tinggi tidak seimbang dengan jumlah pendapatan individu yang rendah. Masyarakat Indonesia cenderung memiliki pendapatan yang rendah
sedangkan pengeluaran untuk sehari – hari mereka cukup tinggi, sehingga menyebabkan banyaknya masyarakat yang hidup dalam garis kemiskinan.
Pendapatan yang rendah dapat mengakibatkan daya beli masyarakat menjadi rendah.
Universitas Sumatera Utara
Secara tidak langsung, hal ini memaksa masyarakat untuk hidup seadanya dan bahkan cenderung terjebak di sekitar garis kemiskinan. Namun, akhir-akhir ini masyarakat
Indonesia semakin kreatif dalam mengelola keuangan rumah tangga mereka. Damsar 2009 mengatakan bahwa pendapatan masyarakat Indonesia
dialokasikan melalui beragam strategi, dengan pola konsumsi yang mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok dari pada investasi atau menabung. Salah satu
kebutuhan pokok yang akhir-akhir ini mendapat sorotan adalah minyak tanah. Kelangkaan dan kenaikan harga eceran tertinggi HET minyak tanah telah
menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, sebab sebagian besar masyarakat Indonesia terbiasa dengan menggunakan minyak tanah sebagai alat bantu memasak
www.kompas.com. Berbagai terobosan baru yang dilakukan oleh pemerintah dalam berbagai
bidang telah dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari berbagai krisis yang terjadi di dunia dan lebih khususnya lagi di Indonesia. Salah satu krisis yang sekarang
melanda Negeri Indonesia adalah krisis energi. Ketersediaan energi yang semakin hari semakin berkurang telah menyebabkan terjadinya krisis. Saat ini Indonesia
memang dikenal sebagai Negara penghasil minyak, akan tetapi keanehan yang terjadi adalah kelangkaan bahan bakar minyak BBM. Untuk itu pemerintah
mengembangkan kebijakan baru untuk mengatasi krisis energi ini. Kelangkaan tersebut merupakan salah satu dampak perkembangan
industrialisasi di Indonesia, dimana permintaan sektor industri terhadap minyak tanah semakin meningkat. Tentunya, tingginya permintaan sektor industri terhadap minyak
Universitas Sumatera Utara
tanah mengakibatkan pengurangan suplai dan penghapusan subsidi pada minyak tanah yang disalurkan ke rumah tangga.
Ada beberapa langkah kebijakan baru yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kelangkaan minyak tanah yaitu dengan melakukan pengkonversian minyak
tanah ke gas LPG. Dalam pengkonversian minyak tanah ke gas LPG ini dinilai sebagai suatu solusi. Hal ini berdasarkan ketersediaan bahan bakar gas BBG yang
lebih banyak dari pada bahan bakar minyak BBM. Sebelumnya akan dijelaskan terlebih dahulu tentang program konversi minyak tanah ke gas elpiji.
Program konversi minyak tanah ke gas LPG Liquid Petroleum Gas ditetapkan oleh pemerintah sebagai satu-satunya alternatif agar masyarakat dapat
menggunakan bahan bakar untuk memasak dengan harga yang jauh lebih murah. Isu cadangan bahan bakar minyak dunia yang semakin menipis menjadi alasan kuat bagi
pemerintah untuk melakukan konversi terhadap bahan bakar gas yang masih tersedia dalam jumlah besar www.pertamina.com.
Alasan dilakukannya program Konversi Minyak Tanah ke LPG adalah :
-
Berdasarkan kesetaraan nilai kalori, subsidi LPG lebih rendah dari pada subsidi minyak tanah.
-
Penghematan subsidi dapat mencapai Rp 15-20 Trilyun jika program ini berhasil. LPG lebih sulit dioplos dan disalahgunakan.
-
LPG lebih bersih dari pada minyak tanah. Ketersediaan gas dalam jumlah besar menurut pemerintah terjadi karena
belum populernya gas sebagai alat bantu masak. Tidak adanya sosialisasi tentang
Universitas Sumatera Utara
penggunaan gas membuat masyarakat enggan menggunakan LPG, sehingga pada kebijakan konversi tersebut diberlakukan, pemerintah mengiringinya sosialisasi
tentang penggunaan gas LPG dengan aman. Isu lain yang dikemukakan oleh pemerintah adalah efisiensi pembakaran gas
yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan minyak tanah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh pertamina, pengeluaran untuk membeli minyak tanah lebih besar jika
dibandingkan dengan LPG untuk tabung ukuran 3 kg. Biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli minyak tanah selama 1 bulan 30 hari sebesar Rp. 75.000,-
sedangkan LPG dengan tabung 3 kg hanya Rp. 51.000,- sehingga konsumen dapat menghemat pengeluaran konsumsi bahan bakar sebesar Rp. 24.000,-. Untuk lebih
jelas, keuntungan yang diperoleh dengan penggunaan LPG dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Perbandingan Biaya Konsumsi Minyak Tanah dan LPG
Produk Harga satuan
Volume pemakaian
untuk 8 hari Biaya
pemakaian untuk 8 hari
Biaya pemakaian
sebulan 30 Hari Minyak tanah
Rp 2500,- liter
8 Liter Rp 20.000,-
Rp 75.000,-
LPG 3 Kg Rp 4.250,-
Kg 3 Kg
Rp 12.750,- Rp 51.000,-
Penghematan Rp 7.250,-
Rp 24.000
Sumber: www.pertamina.com
Universitas Sumatera Utara
Koran Kompas, memuat hitungan perkiraan penghemataan
subsidi LPG. Berikut ini adalah hitungannya: 60
Komponen pembanding Minyak tanah
Per liter Elpiji
per 0,4 Kg
1. Harga keekonomian tanpa PPN
Rp 5.688,00 Rp 2.920,00
2. Harga perpres tanpa PPN
Rp 1.818,18 Rp 1.385,46
3. Subsidi per liter setara minyak tanah
Rp 3.869,82 Rp 1.534,54
4. Penghematan subsidu per liter setara
minyak tanah Rp 2.335,00
5. Penghematan 2007 volume minyak
tanah yang beralih = 319.042.680 liter
Rp 745,05 miliartahun
6. Penghematan kotor jika beralih
semua asumsi volume minyak tanah yang beralih = 9.900 juta liter
Rp 23,12
triliuntahun
www.kompas.com
Melihat kelebihan dan keuntungan dari penggunaan gas LPG tersebut maka pemerintah dapat menghemat APBN dan mengalokasikan anggaran dana APBN
untuk hal lain. Tetapi dalam pelaksanaannya ternyata tidak semudah yang dikira di mana persoalan ini masih menemui banyak hambatan, yang diantaranya disebabkan
karena masyarakat sudah terbiasa menggunakan minyak tanah, apalagi pemerintah terlalu mendadak dan tidak terencana secara komprehensif www.google.com.
Bagi pemerintah kebijakan ini penting karena untuk mengurangi bahan bakar minyak BBM juga sebagian pengeluaranpendapatan dari membeli bahan bakar gas
Universitas Sumatera Utara
BBG dapat dialokasikan melalui beragam strategi.Damsar 2009 Mengatakan bahwa pendapatan masyarakat Indonesia dialokasikan melalui beragam strategi,
dengan pola konsumsi yang mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok dari pada investasi atau menabung. Dan salah satu kebutuhan pokok masyarakat
khususnya rumah tangga saat ini adalah minyak tanah dan gas LPG. Tetapi bagi masyarakat apalagi rumah tangga miskin, argumentasi yang
disampaikan oleh pemerintah yang sedemikian itu tentu tidak masuk dalam benak mereka. Logika sehari-hari rumah tangga miskin menunjukkan bahwa jauh lebih
”efisien” kalau mereka menggunakan minyak tanah dibanding dengan gas LPG sekalipun kompor dan tabung gas itu telah dibagikan gratis oleh pemerintah.
http.andiirawan.com Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat
”Pengaruh konversi minyak tanah ke gas LPG terhadap kehidupan sosial ekonomi rumah tangga di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten
Deli Serdang “.
1.2. Perumusan Masalah