Analisis Determinan Kesempatan Kerja Sektor Industri Di Sumatera Utara
ANALISIS DETERMINAN KESEMPATAN KERJA
SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
M. IDRIS LUTHFI
087018052/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
S E K
O L A
H
P A
S C
A S A R JA N
(2)
ANALISIS DETERMINAN KESEMPATAN KERJA
SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
M. IDRIS LUTHFI
087018052/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(3)
Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : M. Idris Luthfi
Nomor Pokok : 087018052
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui, Komisi Pembimbing:
(Dr. Murni Daulay, SE, M.Si) Ketua
(Dr. Rahmanta, M.Si) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal: 11 Februari 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Murni Daulay, SE. M.Si
Anggota : 1. Dr. Rahmanta, M.Si
2. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec
3. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si 4. Drs. Rujiman, M.A
(5)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul:
“ANALISIS DETERMINAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR INDUSTRI
DI SUMATERA UTARA”.
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, 11 Februari 2011 Yang membuat pernyataan
(6)
ANALISIS DETERMINAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA
M. Idris Luhtfi, Dr. Murni Daulay, SE., M.Si dan Dr. Rahmanta, M.Si
ABSTRAK
Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah yang potensi dilihat dalam kerangka makro, di wilayah Sumatera Utara tidak mengalami kekurangan dalam jumlah tenaga kerja, tetapi besarnya tenaga kerja tidak menjamin terwujudnya pembangunan. Untuk daerah Sumatera Utara jika kita melihat PDRB maka sektor industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting.
Penelitian ini menggunakan Investasi, PDRB, Inflasi, dan Upah Minimum
sektor industri sebagai variabel bebas dan kesempatan kerja sektor industri di Sumatera Utara sebagai variabel terikat. Data penelitian diestimasi dengan
menggunakan regresi linier berganda dengan memakai metode Ordinary Least
Square.
Hasil Penelitian menunjukkan investasi sektor industri, PDRB sektor industri, dan inflasi memiliki pengaruh positif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara,
sementara upah minimum memiliki pengaruh negatif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara, serta inflasi memiliki pengaruh paling kecil dan investasi
memiliki pengaruh paling dominan.
(7)
THE ANALYZE of JOB OPPORTUNITY DETERMINANT ON INDUSTRIAL SECTOR AT SUMATERA UTARA
M. Idris Luhtfi, Dr. Murni Daulay, SE., M.Si and Dr. Rahmanta, M.Si
ABSTRACT
North Sumatera is one of potential regions in Indonesia in macro economy perspective, North Sumatera has many man power, but man power is only one of the factors in developing a region, and for North Sumatera Gross Domestic Regional Product in industrial sector is one of the most important factors
This research used Investment, Gross Domestic Regional Product, Inflation, and Wage as independent variables and job opportunity as dependent variable. Data was estimated using multiple linier regression and Ordinary Least Square method.
The result showed Investment, Gross Domestic Regional Product, and Inflation had positive impact on job opportunity, meanwhile Wage had negative impact on job opportunity in North Sumatera, and Inflation had the least impact, and Investment had the most impact.
Keywords: Job Opportunity, Investment, Gross Domestic Regional Product, Inflation, Wage.
(8)
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur terhadap Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penyusunan tesis ini.
Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Judul penelitian yang dilakukan penulis adalah: “Analisis Determinan Pertumbuhan Kesempatan Kerja Sektor Industri di Sumatera Utara”.
Selama melakukan penulisan tesis penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan selaku Pembanding I atas arahan dan bimbingannya selama masa perkuliahan dan pengerjaan tesis ini.
(9)
4. Ibu Dr. Murni Daulay, SE, M.Si, dan Bapak Prof. Dr. Ramli, M.S selaku Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan hingga selesainya tesis ini.
5. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si, Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si dan Drs. Rujiman, M.A selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan-masukan demi penyempurnaan tesis ini.
6. Bapak (Alm) Drs. Iskandar Syarief, MA yang telah banyak memberikan ide-ide dalam penulisan tesis ini.
7. Seluruh Staf Pengajar Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
8. Orang tua penulis, H. Syamsuddin dan (Almh) Hj. Salamah Nasution, (Alm) H. Abd. Latief (Almh) Hj. Siti Akbari yang memberikan perhatian, motivasi, saran serta do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
9. Khusus kepada isteri penulis Taviana Sri Rahayu yang selama penulisan ini banyak membantu dan memberi semangat, penulis ucapkan terima kasih, dan putra dan putri penulis, Ari Affandi, SH, Ira Mandasari, SH, dan Briptu Mhd. Farij, SH terima kasih atas motivasi yang telah diberikan.
10. Rekan-rekan mahasiswa atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan pendidikan dan penulisan tesis ini dengan baik.
(10)
Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca. Semoga Allah SWT, memberikan rahmat dan karuniaNya kepada kita. Amin.
Medan, 11 Februari 2011 Penulis
(11)
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : M. Idris Luthfi
2. Agama : Islam
3. Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 11 Mei 1961
4. Pekerjaan : PNS Pemko Medan
5. Nama Orang Tua
Ayah : H. Syamsuddin
Ibu : (Almh) Hj. Salamah Nasution
6. Pendidikan
a. SD. Negeri No. 44 Medan : Lulus Tahun 1973 b. SMP. Negeri 1 Medan : Lulus Tahun 1979 c. SMA Dwi Warna Medan : Lulus Tahun 1980 d. Fakultas Hukum UISU : Lulus Tahun 1990 e. Program Studi Ekonomi Pembangunan
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah Penelitian... 6
1.3. Tujuan Penelitian... 7
1.4. Manfaat Penelitian... 7
BAB II. TINJAUAN TEORITIS... 9
2.1. Penyerapan Tenaga Kerja... 9
2.2. Investasi..……… 10
2.2.1. Pengertian Investasi... 10
2.2.2. Jenis-jenis Investasi... 11
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Investasi... 12
2.3. Industri... 14
2.3.1. Pengertian Industri... 14
2.3.2. Teori Industrialisasi... 16
2.3.3. Strategi Industrialisasi... 17
(13)
2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)... 20
2.5. Upah Tenaga Kerja... 22
2.6. Inflasi... 24
2.7. Penelitian Terdahulu... 26
2.8. Kerangka Pemikiran... 28
2.9. Hipotesis Penelitian... 28
BAB III. METODE PENELITIAN... 30
3.1. Ruang Lingkup Penelitian... 30
3.2. Jenis dan Sumber Data... 30
3.3. Metode Analisis Data... 30
3.4. Pengujian Statistik…….………. 31
3.4.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)……….. 31
3.4.2. Uji F - Statistik……….. 32
3.4.3. Uji t - Statistik….………... 32
3.5. Uji Asumsi Klasik…..………. 33
3.5.1. Uji Stasioner………... 33
3.5.2. Uji Normalitas……… 34
3.5.3. Uji Linieritas…..………... 34
3.5.4. Uji Autokorelasi…..………... 35
3.5.5. Uji Multikolinearitas……….. 35
3.6. Definisi Operasional Variabel Penelitian………..……….. 36
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………... 38
4.1. Hasil Penelitian………..……….. 38
4.1.1. Kesempatan Kerja Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara... 38
4.1.2. Investasi pada Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara…… 41
4.1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara...……….. 43
(14)
4.1.4. Inflasi Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara... 45
4.1.5. Upah Minimum Regional (UMR)/Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara... 47
4.2. Pembahasan Penelitian……... 51
4.2.1. Uji Kesesuaian (Goodness of Fit)……… 51
4.2.2. Uji Asumsi Klasik... 53
4.2.3. Hubungan Antar Variabel Penelitian….………. 57
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 62
5.1. Kesimpulan………... 62
5.2. Saran………. 62
(15)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha/
Sektor (Persen)……….. 4
1.2. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Sumatera Utara……….. 5
2.1. Penggolongan Industri Menurut ISIC………. 19
4.1. Perkembangan Kesempatan Kerja Sumatera Utara... 39
4.2. Perkembangan Investasi Sektor Industri Sumatera Utara 1990- 2008 (Juta Rupiah)... 41
4.3. Perkembangan PDRB Sektor Industri Sumatera Utara 1990-2008 Harga Konstan 2000... 44
4.4. Perkembangan Inflasi Sumatera Utara (Persen)……... 46
4.5. Perkembangan Upah Minimum Sumatera Utara... 49
4.6. Uji Persial... 52
4.7. Uji Serempak... 52
4.8. Uji Stasioner... 53
4.9. Hasil Ramsey RESET Test... 55
4.10. Uji Autokorelasi...………. 55
4.11. Uji Multikolinearitas ... 56
(16)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Kerangka Pikir Penelitian…... 28
4.1. Perkembangan Kesempatan Kerja Sumatera Utara....……… 40
4.2. Perkembangan Investasi Sektor Industri... 42
4.3. Perkembangan PDRB Sektor Industri Sumatera Utara... 45
4.4. Perkembangan Inflasi Sumatera Utara... 47
4.5. Perkembangan Upah Minimum Sumatera Utara... 50
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Penelitian... 66
2. Uji Stasioner... 67
3. First Difference... 68
4. Second Difference... 69
5. First Difference... 70
6. Second Difference... 71
7. Uji Linieritas... 72
8. Autokorelasi……… 73
9. Uji Multikolinearitas... 74
10. Regresi Linier Berganda... 76
11. Uji Normalitas... 77
(18)
ANALISIS DETERMINAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR INDUSTRI DI SUMATERA UTARA
M. Idris Luhtfi, Dr. Murni Daulay, SE., M.Si dan Dr. Rahmanta, M.Si
ABSTRAK
Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah yang potensi dilihat dalam kerangka makro, di wilayah Sumatera Utara tidak mengalami kekurangan dalam jumlah tenaga kerja, tetapi besarnya tenaga kerja tidak menjamin terwujudnya pembangunan. Untuk daerah Sumatera Utara jika kita melihat PDRB maka sektor industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting.
Penelitian ini menggunakan Investasi, PDRB, Inflasi, dan Upah Minimum
sektor industri sebagai variabel bebas dan kesempatan kerja sektor industri di Sumatera Utara sebagai variabel terikat. Data penelitian diestimasi dengan
menggunakan regresi linier berganda dengan memakai metode Ordinary Least
Square.
Hasil Penelitian menunjukkan investasi sektor industri, PDRB sektor industri, dan inflasi memiliki pengaruh positif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara,
sementara upah minimum memiliki pengaruh negatif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara, serta inflasi memiliki pengaruh paling kecil dan investasi
memiliki pengaruh paling dominan.
(19)
THE ANALYZE of JOB OPPORTUNITY DETERMINANT ON INDUSTRIAL SECTOR AT SUMATERA UTARA
M. Idris Luhtfi, Dr. Murni Daulay, SE., M.Si and Dr. Rahmanta, M.Si
ABSTRACT
North Sumatera is one of potential regions in Indonesia in macro economy perspective, North Sumatera has many man power, but man power is only one of the factors in developing a region, and for North Sumatera Gross Domestic Regional Product in industrial sector is one of the most important factors
This research used Investment, Gross Domestic Regional Product, Inflation, and Wage as independent variables and job opportunity as dependent variable. Data was estimated using multiple linier regression and Ordinary Least Square method.
The result showed Investment, Gross Domestic Regional Product, and Inflation had positive impact on job opportunity, meanwhile Wage had negative impact on job opportunity in North Sumatera, and Inflation had the least impact, and Investment had the most impact.
Keywords: Job Opportunity, Investment, Gross Domestic Regional Product, Inflation, Wage.
(20)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam indikator ekonomi makro ada tiga hal utama yang menjadi pokok pemikiran, pertama pertumbuhan ekonomi, kedua inflasi, dan ketiga pengangguran, pengangguran bukan hanya dialami oleh negara negara berkembang namun juga dialami oleh negara-negara maju, namun pengangguran di negara-negara maju jauh lebih mudah terselesaikan dari pada di negara-negara berkembang karena hanya berkaitan dengan pasang surutnya business cycle dan bukannya karena faktor kelangkaan investasi, ledakan penduduk, ataupun sosial politik di negara tersebut.
Pada umumnya negara sedang berkembang, Indonesia juga mengalami masalah semakin tingginya tingkat pengangguran, jumlah tenaga kerja yang semakin tinggi yang terus bertambah dan tidak sebanding dengan lapangan kerja yang tersedia.
Sebagai akibatnya muncul masalah pengangguran diberbagai kota yang ada di Indonesia. khususnya dengan adanya krisis ekonomi jumlah pengangguran
semakin meningkat, untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah mengupayakan agar industri dapat bertambah dan dikembangkan terutama industri kecil, mengingat sektor usaha inilah yang dapat bertahan dari goncangan krisis ekonomi, sementara industri besar melakukan PHK terhadap para pekerjanya karena pengaruh guncangan krisis ekonomi yang berkepanjangan.
(21)
Pemerintah mulai menyadari bahwa industri dengan teknologi berskala besar tidak lagi sesuai untuk diterapkan, kemudian pada akhir-akhir ini pemerintah mulai beralih ke sektor industri kecil dan menengah, yang nyata mampu bertahan walaupun berada di tengah-tengah krisis moneter dan ekonomi dilihat dari kemampuan dalam menyerap tenaga kerja, maka industri secara modern yang padat modal kurang dapat menyerap angkatan kerja dibandingkan dengan industri yang padat karya.
Tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap keberhasilan perusahaan industri sejalan juga bagi keberhasilan pembangunan suatu negara tenaga kerja ditempatkan sebagai bagian dari upaya pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia. pembangunan dan pengembangan sektor industri, sebagai salah satu sektor yang banyak menggunakan tenaga kerja merupakan sebuah investasi vital dan merupakan penggerak dalam mencapai tujuan pembangunan sektor industri. Dalam rangka mengoptimalkan partisipasi yang optimum dari tenaga kerja industri ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah upah yang dapat memenuhi kebutuhan hidup, dengan imbalan upah tersebut berarti telah ada jaminan hidup bagi tenaga kerja tersebut walaupun bukan untuk seumur hidup, apabila jaminan hidup telah terpenuhi maka peningkatan kualitas manusia akan dapat dimulai sebab salah satu indikator penting dalam menilai kesejahteraan tenaga kerja adalah melalui upah yang diterima.
Demikian besarnya fungsi dan peran upah bagi tenaga kerja sehingga motivasi, produktivitas, dan partisipasi tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh upah yang diterima.
(22)
Untuk mendukung pembangunan tersebut, sektor industri menjadi salah satu faktor pendukung, dilihat dari karakteristik sosial ekonomi Indonesia saat ini, maka industri kecil menjadi salah satu kekuatan dalam mewujudkan pembangunan tersebut. Pembangunan industri kecil di Indonesia sesuai dengan isi GBHN yaitu industri kecil dan menengah termasuk industri kerajinan dan industri Rumah Tangga perlu lebih ditingkatkan dan dibina menjadi industri uang yang lebih efisien dan mampu berkembang, meningkatnya pendapatan masyarakat membuka lapangan pekerjaan hingga berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah yang potensil dilihat dalam kerangka makro serta letak geografisnya yang strategis, potensi alamnya merupakan penghasil devisa negara, hal inilah yang perlu dikembangkan dengan menambah segala daya kemampuan dan kemajuan baik dari segi modal dan ketenagakerjaan khususnya terutama produktivitasnya dan kesempatan kerja. Pembangunan ekonomi yang harus diikuti oleh perbaikan dalam kualiatas faktor-faktor produksi dan tingkat teknologi dan kemajuan yang demikian harus juga diiringi dengan meningkatkan kualitas modal manusianya, di wilayah Sumatera Utara tidak mengalami kekurangan dalam jumlah tenaga kerja, tingkat pengangguran yang tinggi dan pertambahan penduduk yang cepat menjamin tersedianya tenaga kerja yang cukup, tetapi besarnya tenaga kerja tidak menjamin terwujudnya pembangunan, pembangunan hanya mungkin akan terjadi apabila kualitas tenaga kerja yang tersedia sesuai dengan keperluan pembangunan yang dalam pengertian bahwa terdapat cukup tenaga kerja yang sanggup melaksanakan proyek-proyek yang direncanakan dan yang perlu untuk
(23)
mempercepat proses pembangunan ekonomi, tenaga kerja yang mempunyai kemampuan demikian sangat terbatas sekali jumlahnya.
Untuk daerah Sumatera Utara jika kita melihat PDRB maka sektor industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting. Kontribusi dari sektor industri terhadap pengembangan ekonomi Sumatera Utara rata-rata tiap tahunnya mengalami peningkatan.
Tabel 1.1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha/Sektor (Persen)
No Lapangan
Usaha/Sektor Triwulan IV 2006 terhadap Triwulan III 2006 Triwulan I 2007 terhadap Triwulan IV 2006 Triwulan I 2007 terhadap Triwulan I 2006 Sumber Pertumbuah
1. Pertanian 3,31 3,99 5,20 0,96
2. Pertambangan dan
Penggalian
2,42 2,92 9,57 0,04
3. Industri Pengolahan 2,76 2,30 6,40 0,61
4. Listrik, Gas dan Air
Bersih
-4,25 2,32 -7,86 0,02
5. Bangunan 4,25 -1,53 4,78 -0,08
6. Perdagangan, Hotel
dan Restoran
5,29 3,05 10,81 0,66
7. Pengangkutan dan
Komunikasi
4,50 4,19 10,50 0,28
8. Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan
3,82 2,96 16,85 0,16
9. Jasa-jasa 3,26 3,73 15,93 0,32
PDRB 3,65 2,97 8,44 2,97
Sumber: BPS Sumatera Utara
Penyerapan tenaga kerja di Sumut masih bertumpu pada sektor pertanian sebesar 46,72%, diikuti dengan sektor perdagangan sebesar 20,04%, dan sektor jasa kemasyarakatan sebesar 12,06%. Meskipun masih dalam persentase yang rendah, namun mulai terlihat adanya perubahan komposisi penduduk yang bekerja pada
(24)
sektor pertanian. Jika pada Februari 2008 terdapat 49,90% penduduk yang bekerja pada sektor pertanian, maka pada Agustus 2009 menurun menjadi 46,72%. Di sisi lain, peningkatan terutama terjadi pada sektor industri, sektor bangunan dan sektor jasa kemasyarakatan. Sehubungan dengan hal tersebut, kebijakan pemerintah dalam pengembangan dan pertumbuhan industri baik besar, sedang, dan kecil dalam jangka panjang bertujuan untuk peningkatkan potensi dan partisipasi dalam upaya menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Tabel 1.2. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Sumatera Utara
No Sektoral 2008 2009
Februari Agustus Februari Agustus
1. Pertanian 49.40 47.12 48.35 46.72
2. Industri 7.61 8.08 8.89 8.69
3. Konstruksi 4.03 4.93 3.93 5.18
4. Perdagangan 20.98 20.20 21.21 20.04
5. Transportasi dan
Komunikasi
5.35 6.12 5.21 5.64
6. Keuangan 0.93 1.05 1.00 1.05
7. Jasa Kemasyarakatan 10.76 12.04 10.98 12.06
8. Lainnya 0.64 0.46 0.43 0.63
Total 100 100 100 100
Peningkatan investasi akan meningkatkan kesempatan kerja dan peningkatan upah akan menurunkan kesempatan kerja. Klasifikasi industri besar dan menengah menghasilkan konstribusi terhadap PDRB yang lebih besar dibandingkan dengan klasifikasi industri kecil dan mikro. Akan tetapi klasifikasi industri kecil dan mikro menghasilkan daya serap tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan klasifikasi industri besar dan menengah.
(25)
Faktor tingkat upah dan Inflasi dimasukkan ke dalam penelitian ini karena secara teoritis permintaan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh tingkat upah dan tingkat inflasi. Ditinjau dari faktor upah, selama ini masalah yang sering timbul dalam hal pengupahan adalah adanya perbedaan pengertian dan kepentingan mengenai upah antara pengusaha dan pekerja. Sehingga dalam hal ini diperlukan kebijaksanaan pemerintah untuk mengatasi perbedaan kepentingan tersebut.
Kondisi perekonomian dengan tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan perubahan-perubahan dalam output dan kesempatan kerja. Tingkat inflasi yang tinggi berdampak pada pengangguran. Bila tingkat inflasi tinggi, dapat menyebabkan angka pengangguran tinggi, ini berarti perkembangan kesempatan kerja menjadi semakin mengecil atau dengan kata lain jumlah tenaga kerja yang diserap juga akan kecil, dari sini terlihat bahwa pemerintah harus menjalankan kebijakan makro yang tepat, untuk
menjaga tingkat inflasi agar tidak tinggi maka jumlah uang yang beredar di masyarakat juga harus dikendalikan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik membuat penelitian dengan judul: “Analisis Determinan Kesempatan Kerja Sektor Industri di Sumatera Utara”.
1.2. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka ada rumusan masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh investasi sektor industri terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
(26)
2. Bagaimana pengaruh PDRB sektor industri terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
3. Bagaimana pengaruh inflasi sektor industri terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
4. Bagaimana pengaruh Upah Minimum Regional Sumatera Utara terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
1.3. Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh investasi sektor industri terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
2. Untuk menganalisis pengaruh PDRB sektor Industri terhadap kesempatan kerja
di Sumatera Utara.
3. Untuk menganalisis pengaruh inflasi sektor industri terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
4. Untuk menganalisis pengaruh Upah Minimum Regional Sumatera Utara terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
(27)
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi:
1. Pemerintah atau pembuat kebijakan, sebagai masukan dalam hal membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan kesempatan kerja dan pembangunan sektor industri.
2. Sebagai aplikasi dalam melakukan sebuah kajian ilmiah yang kelak diharapkan bisa dipergunakan oleh penulis khususnya mengenai kesempatan kerja dan pembangunan sektor industri.
3. Peneliti/akademisi lainnya, sebagai masukan/rujukan dalam melakukan penelitian lain yang berhubungan dengan kesempatan kerja, dan pembangunan sektor industri.
(28)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Penyerapan Tenaga Kerja
Pada negara yang sedang berkembang umumnya masalah pengangguran merupakan problema yang sulit dipecahkan hingga kini, karena masalah pengangguran menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal, seperti halnya juga di Indonesia, pemerintah mengupayakan berbagai jalan keluar untuk mengatasi pengangguran secara lambat laun baik di perkotaan dan di pedesaan.
Proses dari usaha-usaha kesempatan kerja yang merupakan topik dalam penelitian ini dapat diwujudkan apabila pembinaan dan pengembangan industri- industri kecil dapat berjalan dengan semestinya, berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk dapat mendorong perekonomian rakyat.
Pengertian dari penyerapan itu sendiri diartikan cukup luas, menyerap tenaga kerja dalam maknanya menghimpun orang atau tenaga kerja di suatu lapangan usaha, untuk dapat sesuai dengan kebutuhan usaha itu sendiri.
Dalam ilmu ekonomi seperti kita ketahui faktor-faktor produksi yang terdiri dari: tanah, modal, tenaga kerja, skill. Salah satu faktor tersebut adalah tenaga kerja yang sesuai dengan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki agar tenaga kerja yang dimiliki dalam sektor industri, modal utama yang dibutuhkan adalah sumber daya manusia.
(29)
Banyak tenaga kerja yang tersedia tetapi tidak dapat diserap oleh industri hal ini dikarenakan keahlian tenaga kerja tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh industri, di sinilah perlunya peranan pemerintah untuk melakukan pendidikan atau pelatihan terhadap tenaga kerja agar memiliki skill yang dibutuhkan oleh industri.
Mengingat kesempatan kerja yang terbatas tersebut maka pemerintah mengupayakan penciptaan lapangan kerja yang nantinya dapat menampung maupun mengurangi tingkat pengangguran yang berada di tengah masyarakat melalui penciptaan usaha usaha industri kecil.
Semakin bertambahnya jumlah industri kecil akan membawa dampak sangat luas terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan SDM yang terbatas tentunya akan menghambat pengembangan itu sendiri, merupakan tugas dan tanggung jawab masyarakat secara bersama sama dengan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan serta berpartisipasi menunjang program pemerintah pada peningkatan taraf hidup yang lebih adil dan merata, lalu pemerintah memberikan bantuan dan penyuluhan.
2.2. Investasi
2.2.1. Pengertian Investasi
Secara umum investasi meliputi pertambahan barang barang dan jasa dalam masyarakat seperti pertambahan mesin mesin baru, pembuatan jalan baru, pembukaan tanah baru, dan sebagainya.
(30)
Investasi adalah pengeluaran untuk membeli barang modal dan peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti atau menambah barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan, dengan perkataan lain investasi adalah kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas produksi dalam perekonomian (Sukirno, 2000).
Investasi merupakan peugeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku atau material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua modal lain yang diperlukan dalam proses produksi, pengeluaran untuk keperluan bangunan kantor, bangunan tempat tinggal karyawan dan bangunan konstruksi lainnya juga perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga (Tambunan, 2001).
Dari beberapa pendapat di atas tentang investasi, maka dapat diketahui investasi merupakan suatu pengeluaran sejumlah dana dari investor atau pengusaha guna membiayai kegiatan produksi untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang.
2.2.2. Jenis-jenis Investasi
Jenis-jenis investasi berdasarkan dari pelaku investasi terbagi dua, yaitu:
a. Autonomous Investment (Investasi Otonom)
Investasi otonom adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, artinya tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan.
(31)
Investasi ini dilakukan oleh pemerintah (public investment), karena di samping biayanya sangat besar, investasi ini juga tidak memberikan keuntungan, maka swasta tidak dapat melakukan investasi jenis ini karena tidak memberikan keuntungan secara langsung.
b. Induced Investment (Investasi Dorongan)
Investasi dorongan adalah investasi yang besar kecilnya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, baik itu pendapatan daerah ataupun pendapatan pusat atau nasional, diadakannya investasi ini akibat adanya pertambahan permintaan, di mana pertambahan permintaan tersebut sebagai akibat dari pertambahan pendapatan.
Jelasnya apabila pendapatan bertambah maka pertambahan permintaan akan digunakan untuk tambahan konsumsi, sedangkan pertambahan konsumsi pada dasarnya adalah tambahan permintaan, dan jika ada tambahan permintaan maka akan mendorong berdirinya pabrik baru atau memperluas pabrik lama untuk dapat memenuhi tambahan permintaan tersebut.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Investasi a. Tingkat Bunga
Tingkat bunga sangat berperan dalam menentukan tingkat investasi yang terjadi dalam suatu negara, apabila tingkat bunga rendah, maka tingkat investasi yang terjadi akan tinggi karena kredit dari bank masih menguntungkan untuk mengadakan investasi. Sebaliknya apabila tingkat bunga tinggi, maka investasi dari kredit bank tidak menguntungkan.
(32)
Keynes mengatakan masalah investasi baik ditinjau dari penentuan jumlahnya maupun kesempatan untuk mengadakan investasi itu sendiri, didasarkan pada konsep
Marginal Efficiency of Capital (MEC). MEC merupakan tingkat keuntungan yang
diharapkan dari investasi yang dilakukan (Return of Investment), hubungan antara MEC, investasi, dan tingkat bunga dapat dilihat dari MEC sebagai garis yang menurun, di mana garis ini memperlihatkan jumlah investasi yang terlaksana pada setiap tingkat bunga yang berlaku.
b. Peningkatan Aktivitas Perekonomian
Harapan adanya peningkatan aktivitas perekonomian di masa datang, merupakan salah satu faktor penentu untuk mengadakan investasi atau tidak, kalau ada perkiraan akan terjadi peningkatan aktivitas perekonomian di masa yang akan datang, walaupun tingkat bunga lebih besar dari tingkat MEC (sebagai penentu investasi), investasi mungkin akan tetap dilakukan oleh investor yang instingnya tajam melihat peluang meraih keuntungan yang lebih besar di masa yang datang.
c. Kestabilan Politik Suatu Negara
Kestabilan politik suatu negara merupakan satu pertimbangan yang sangat penting untuk mengadakan investasi, karena dengan stabilnya politik negara yang bersangkutan terutama penanaman modal dari luar negeri/PMA, tidak akan ada resiko perusahaannya dinasionalisasikan oleh negara tersebut (ini dapat terjadi bila ada pergantian rezim yang memerintah negara tersebut).
(33)
d. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi akan meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi biaya produksi, dengan demikian kemajuan teknologi yang berlaku diberbagai kegiatan ekonomi akan mendorong lebih banyak investasi, semakin besar biaya yang diperlukan untuk melakukan perombakan dalam teknologi yang digunakan, semakin banyak investasi yang akan dilakukan.
Hubungan investasi dengan penyerapan tenaga kerja dinyatakan oleh Sukirno (2000) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat.
2.3. Industri
2.3 1. Pengertian Industri
Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Industri adalah kegiatan ekonomi mengolah bahan mentah menjadi bahan baku, bahan setengah jadi atau barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk rancang bangunan dengan rekayasa industri, industri mempunyai dua pengertian (Dumairy, 2001), Pertama; industri merupakan himpunan perusahaan-perusahaan penghasil kertas. Kedua; industri adalah sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi.
Dalam istilah ekonomi, Industri juga mempunyai dua pengertian yaitu pengertian secara luas dan pengertian secara sempit, dalam pengertian secara luas,
(34)
industri mencakup semua usaha dan kegiatan di bidang ekonomi yang bersifat produktif, sedangkan pengertian secara sempit, industri adalah suatu kegiatan yang mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah barang jadi dan barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih nilainya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi manusia yang sangat penting, melalui kegiatan industri akan dihasilkan berbagai kebutuhan manusia, mulai dari peralalan sederhana sampai pada peralatan modern, jadi pada dasarnya kegiatan itu lahir untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dengan kata lain, industri sudah dikenal sejak zaman purbakala, walaupun pada awal perkembangannya masih sangat sederhana dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan dalam lingkungan yang terbatas.
Pembangunan ekonomi di suatu negara dalam periode jangka panjang akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi negara tersebut, di mana dimulai dari ekonomi tradisional yang dititik beratkan pada sektor pertanian, menuju perekonomian modern yang didominasi oleh sektor industri (Weiss, dalam Tambunan, 2001). Menurut istilah Kuznets (Tambunan, 2001), perubahan struktur ekonomi, umumnya disebut transformasi struktural dan dapat didefinisikan sebagai rangkaian perubahan dalam komposisi permintaan, perdagangan luar negeri (ekspor
(35)
dan impor), produksi dan penggunaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal yang diperlukan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
2.3.2. Teori Industrialisasi
Seluruh negara di dunia melaksanakan proses industrialisasi, untuk menjamin pertumbuhan ekonomi (Chenery dalam Tambunan, 2001). hal ini menunjukkan bahwa sektor industri telah dipercaya oleh seluruh dunia sebagai satu-satunya leading sektor yang membawa suatu perekonomian menuju kemakmuran, sektor industri dijadikan leading sektor sebab sektor ini mempunyai begitu banyak kelebihan dibandingkan sektor pertanian, kelebihannya diantara lain produksinya mempunyai dasar, nilai tukar (term of trade) yang tinggi, nilai tambah besar, bagi pengusaha mempunyai keuntungan yang besar, dan proses produksinya lebih dapat dikendalikan oleh manusia.
Industrialisasi di setiap negara mempunyai corak yang berbeda-beda, dalam implementasinya ada empat teori yang dilaksanakan oleh beberapa negara yang melandasi industrialisasinya (Dumairy, 2001). Adapun 4 teori tersebut adalah:
1. Keunggulan komparatif (Comparative advantage), Jenis industri yang dikembangkan oleh negara yang menganut teori ini adalah industri yang merupakan keunggulan komperatif negara tersebut.
2. Keterkaitan industri (industrial linkage), Jenis industri yang dikembangkan oleh negara yang menganut teori ini adalah industri yang mempunyai keterkaitan yang luas dengan sektor-sektor ekonomi lain.
(36)
3. Penciptaan kesempatan kerja (employment creation), Jenis industri yang dikembangkan oleh negara yang menganut teori ini adalah industri mempunyai penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar.
4. Loncatan teknologi (technology jump) Jenis industri yang dikembangkan oleh negara yang menganut teori ini adalah industri yang mempunyai teknologi tinggi sehingga akan terjadi alih ekonomi bagi sektor-sektor lain.
2.3.3. Strategi Industrialisasi
Menurut Dumairy (2001), ada dua strategi industrialisasi, yakni:
1. Substitusi impor (import substitution). Strategi ini disebut strategi orientasi ke dalam atau inward looking strategy yaitu industrialisasi yang mengutamakan pengembangan jenis-jenis industri untuk menggantikan kebutuhan akan impor barang-barang sejenis terlaksana dalam dua tahap, pertama: terlebih dahulu mengembangkan industri-industri barang konsumsi. Kedua: menggalakkan pengembangan industri-industri hulu seperti industri baja dan aluminium, salah satu ciri yang menonjol dalam strategi ini adalah pelaksanaan disertai dengan tingkat proteksi yan tinggi, baik tarif bea masuk dan pajak barang impor.
2. Promosi ekspor (export promotion). Strategi ini mengutamakan pengembangan jenis industri yang menghasilkan produk-produk ekspor. syarat utama adalah tingkat proteksi yang rendah disertai dengan insentif dalam meningkatkan ekspor.
(37)
2.3.4. Klasifikasi Industri
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, penggolangan industri dibagi atas empat golongan dengan didasarkan atas banyaknya jumlah tenaga kerja, tanpa melihat alat yang digunakan dalam proses produksinya. Keempat golongan yaitu:
1. Industri Rumah Tangga. 2. Industri Kecil.
3. Industri Sedang. 4. Industri besar.
Industri dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
a) Industri Besar, yaitu industri yang menggunakan mesin dengan jumlah tenaga kerja 50 orang atau lebih.
b) Industri Sedang, yaitu industri yang menggunakan mesin dengan jumlah tenaga kerja 5-49 orang.
c) Industri Kecil, yaitu industri yang menggunakan mesin dengan jumlah tenaga kerja 1-4 orang.
d) Industri Rumah Tangga, yaitu suatu usaha pengubahan atau pembentukan suatu barang menjadi barang lain yang nilainya lebih tinggi dan tidak menggunakan tenaga kerja yang dibayar, misalnya istri membantu suami dalam usaha atau kegiatan industri keluarga.
Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa sudut tinjauan atau beberapa pendekatan, di Indonesia industri digolongkan berdasarkan kelompok komoditas,
(38)
skala usaha, dan berdasarkan arus produknya penggolongan yang paling universal adalah berdasarkan International Standart of Industrial Classification (ISIC), yaitu berdasarkan pendekatan kelompok komoditas.
Tabel 2.1. Penggolongan Industri Menurut ISIC
Kode Kelompok Industri
31 Industri makanan, minuman dan tembakau. 32 Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit.
33 Industri kayu dan barang-barang dari kayu, termasuk perabotan rumah tangga. 34 Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan. 35 Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara,
karet, dan plastik.
36 Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara. 37 Industri logam dasar, Industri barang dari logam, mesin dan peralatan. 38 Industri pengolahan lainnya.
Sumber: Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Untuk keperluan perencanaan anggaran negara dan analisis pembangunan, pemerintah membagi sektor pengolahan menjadi tiga sub sektor, yaitu.
1. Sub sektor industri pengolahan non migas. 2. Sub sektor pengilangan minyak bumi. 3. Sub sektor pengolahan gas alam cair.
Sedangkan untuk keperluan pengembangan sektor industri itu sendiri serta berkaitan dengan administrasi Departemen Perindustrian dan Perdagangan, digolongkan atas, hubungan arus produk, yaitu:
1. Industri Hulu, yang terdiri dari: a. Industri kimia dasar.
(39)
2. Industri Hilir, yan terdiri dari: a. Aneka industri.
b. Industri kecil.
Hubungan industri dengan penyerapan tenaga kerja sangat erat sekali, karena semakin baik pertumbuhan sektor industri akan semakin meningkat pula jumlah penyerapan tenaga kerja.
2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan penjumlahan dari semua harga dan jasa akhir atau semua nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu tertentu (1 tahun). Untuk menghitung nilai seluruh produksi yang dihasilkan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu dapat digunakan 3 cara penghitungan ketiga cara tersebut adalah:
1. Cara Pengeluaran
Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlah pengeluaran atas barang-barang dan jasa yang diproduksikan dalam negara tersebut. Menurut cara ini pendapatan nasional adalah jumlah nilai pengeluaran rumah tangga konsumsi, rumah tangga produksi dan pengeluaran pemerintah serta pendapatan ekspor dikurangi dengan pengeluaran untuk barang-barang impor.
Pendekatan pengeluaran ini dapat dirumuskan dengan:
(40)
2. Cara Produksi atau Cara Produk Netto
Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi barang atau jasa yang diwujudkan oleh berbagai sektor (lapangan usaha) dalam perekonomian. dalam menghitung pendapatan nasional dengan cara produksi yang dijumlahkan hanyalah nilai produksi tambahan atau value added yang diciptakan. Penyajian dalam bentuk ini dapat memberikan gambaran tentang peranan masing-masing sektor dalam memberikan andilnya pada PDRB, dalam hal ini ada 9 sektor usaha dan faktor yang akan dijumlahkan, yaitu:
1. Sektor Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan. 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian.
3. Sektor Industri Pengolahan.
4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih. 5. Sektor Bangunan.
6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. 7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi.
8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. 9. Sektor Jasa-jasa.
3. Cara Pendapatan
Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional (Sukirno, 2000).
(41)
Pendekatan dengan cara produksi ini dapat dirumuskan dengan:
PDB = sewa + upah + bunga + laba atau Y = (r + w + i + p)
Adapun manfaat penghitungan nilai PDRB adalah:
1. Mengetahui dan menelaah struktur atau susunan perekonomian, dari perhitungan PDRB dapat diketahui apakah suatu daerah termasuk daerah industri, pertanian atau jasa dan berapakah besar sumbangan masing-masing sektornya.
2. Membandingkan perekonomian dari waktu ke waktu. oleh karena nilai PDRB dicatat tiap tahun, maka akan didapat catatan angka dari tahun ke tahun. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh keterangan kenaikan atau penurunan apakah ada perubahan atau pengurangan kemakmuran material atau tidak.
Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti oleh tingkat pengangguran yang semakin menurun. Okun (1962) telah mengeluarkan suatu hukum yang mengatakan untuk menurunkan 1% tingkat pengangguran, haruslah dinaikkan 2 hingga 2½% tingkat pendapatan nasional.
2.5. Upah Tenaga Kerja
Membahas mengenai upah terutama upah minimum sering terjadi perdebatan, di mana kebanyakan para ekonom menyatakan bahwa kebijakan peningkatan upah minimum sering menyebabkan terjadinya pengangguran untuk sebagian pekerja.
(42)
namun mereka berpendapat bahwa pengorbanan itu setimpal untuk mengentaskan kemiskinan kelompok masyarakat lainnya.
Sementara itu kajian tentang upah minimum yang dilakukan oleh Carl, Katz, dan Krueger (dalam Mankiw, 2000) menemukan suatu hasil bahwa peningkatan upah minimum ternyata malah meningkatkan jumlah pekerja. kajian ini dilakukan pada beberapa restoran cepat saji di New Jersey dan Pennsylvania Amerika Serikat, dalam kajian ini dijelaskan dalam restoran-restoran cepat saji di New Jersey meningkatkan upah minimum, sedangkan restoran-restoran cepat di Pennsylvania tidak menaikkan upah minimum pada saat yang sama, menurut teori standar, seperti yang diungkapkan oleh Brown (Mankiw, 2000) bahwa ketika pemerintah mempertahankan upah agar tidak mencapai tingkat equlibrium, hal itu dapat menimbulkan kekakuan upah yang menyebabkan pengangguran, pengangguran ini terjadi ketika upah berada di atas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan, di mana jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah permintaan tenaga kerja, oleh sebab itu peningkatan upah minimum mengurangi jumlah tenaga kerja yang diminta oleh perusahaan, terutama bagi tenaga kerja yang tidak terdidik dan kurang berpengalaman. namun kenyataannya dalam kasus kesempatan kerja di restoran-restoran New Jersey berlawanan dengan teori standar, di mana kesempatan kerja yang seharusnya menurun dibandingkan dengan kesempatan kerja di restoran-restoran Pennsylvania, ternyata dari data yang ada menunjukkan bahwa kesempatan kerjanya semakin meningkat.
(43)
Selanjutnya Suryahadi (2003) menemukan bahwa koefisien dari upah minimum untuk semua pekerja dan seluruh segmen dari angkatan kerja adalah negatif, kecuali pekerja kerah putih (white collar), hasil ini konsisten dengan prediksi dari kerangka teoritis bahwa upah minimum akan mereduksi kesempatan kerja dari pekerja dengan skill yang rendah di sektor formal, sementara itu kenaikan dalam upah minimum sebesar 10% akan meningkatkan kesempatan kerja dari pekerja kerah putih sebanyak 10%. Kesimpulan Suryahadi secara umum sama dengan Anonim (2002). Anonim menambahkan bahwa dampak negatif kenaikan upah minimum dapat meningkatkan pengangguran untuk perempuan dan pekerja usia muda, pekerja berpendidikan rendah, pekerja penuh waktu, dan pekerja paruh waktu.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui hubungan upah dengan penyerapan tenaga kerja memiliki dua sisi yaitu kenaikan upah dapat menurunkan penyerapan tenaga kerja dan kenaikan upah juga dapat menaikkan penyerapan tenaga kerja.
2.6. Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari tingkat harga-harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus, dalam mengukur inflasi ada beberapa indikator yang dapat digunakan, yaitu:
1. Perubahan Inflasi atau Indeks Biaya Hidup.
2. Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). 3. Perubahan Deflator PDB.
(44)
Indeks harga konsumen (consumer price index) adalah nomor indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga (household). Indeks harga konsumen sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi suatu negara dan juga sebagai pertimbangan untuk penyesuaian gaji, upah, uang pensiun, dan kontrak-kontrak lainnya, untuk memperkirakan nilai indeks harga konsumen di masa depan, ekonom menggunakan indeks harga produsen, yaitu harga rata-rata bahan mentah yang dibutuhkan produsen untuk membuat produknya.
Antara indeks harga konsumen dan indeks harga produsen memiliki cara perhitungan yang sama, perbedaannya hanya terletak pada cadangan barang yang digunakan dan metode pengambilan sampel barangnya di mana indeks harga produsen mencerminkan pada tingkat harga produsen.
Indeks harga konsumen merupakan indeks yang paling banyak digunakan dalam menghitung inflasi termasuk di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), indeks harga konsumen dapat digunakan untuk menghitung inflasi bulanan, triwulanan, semester, dan tahunan.
Hubungan inflasi dengan pengangguran digambarkan oleh A.W. Phillips dan dia menyimpulkan terdapat hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah.
(45)
2.7. Penelitian Terdahulu
Yenentri (1998) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian di Sumatera Barat menyatakan bahwa tingkat upah sektor non pertanian, keterbatasan modal, teknologi dan skala usaha merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.
Safrida (1999) dalam penelitiannya yang berjudul Kebijakan Upah Minimum dan Makro Ekonomi terhadap Laju Inflasi, Kesempatan Kerja Serta Permintaan dan Penawaran Agregat, meneliti mengenai dampak kebijakan upah minimum dan makro ekonomi terhadap laju inflasi, kesempatan kerja serta permintaan dan penawaran agregat menyatakan bahwa khususnya dari kesempatan kerjanya tingkat upah minimum, pendapatan nasional, serta investasi merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan dan penawaran tenaga kerja.
Rani dan Abdullah dalam Elfindri dan Bactiar, (2000) dalam penelitiannya yang berjudul Ekonomi Ketenagakerjaan, mengemukakan bahwa faktor utama yang menyebabkan tingginya perluasan kesempatan kerja dalam industri-industri yang berorientasi ekspor adalah karena industri-industri tersebut lebih tepat untuk mencapai skala ekonomi karena luasnya pasar menyebabkan kegiatan usaha juga meningkat, sehingga menyebabkan keperluan tenaga kerja untuk jenis pekerjaan tertentu bertambah dan pekerja-pekerja lebih terkonsentrasi untuk bekerja dalam jenis pekerjaan tertentu dengan keahliannya.
(46)
Syafaat dan Friyanto (2000) dalam penelitian yang berjudul Analisis Dampak Krisis Ekonomi terhadap Kesempatan Kerja di Wilayah Sulawesi, meneliti kesempatan kerja di kawasan timur Indonesia pasca krisis ekonomi dengan membandingkan kesempatan kerja yang tercipta dengan pertumbuhan PDRB di kawasan Timur Indonesia, dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB yang menurun yang mengakibatkan kesempatan kerja mengalami penurunan, dengan kondisi ini disarankan perlu perencanaan pembangunan ekonomi yang berpijak pada kemampuan sumber daya agar struktur ekonomi mempunyai ketahanan yang tinggi untuk dapat menciptakan kesempatan kerja.
Rachman (2005) dalam penelitian yang berjudul Kesempatan Kerja di DKI Jakarta menemukan faktor upah minimum regional berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja, hal ini berarti tingkat upah Provinsi di DKI Jakarta merupakan salah satu masalah pengganggu bagi pengguna tenaga kerja untuk mempekerjakan.
Azwir Sinaga (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kesempatan Kerja Sektoral di Provinsi Sumatera Utara Indeks Harga Konsumen, Jumlah Investasi Angkatan kerja berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sektoral di Provinsi Sumatera Utara.
Siringoringo (2007) dalam studinya yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja pada Industri Menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara, menemukan faktor tingkat bunga kredit berpengaruh negatif
(47)
terhadap kesempatan kerja, hal ini berarti tingkat bunga kredit Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu pengganggu bagi kesempatan kerja di Sumatera Utara.
2.8. Kerangka Pemikiran
Investasi Sektor Industri
PDRB Sektor Industri
Kesempatan Kerja Sektor Industri Sumatera Utara Inflasi
Sektor Industri Upah Minimum Regional Sumatera
Utara
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
2.9. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan kepustakaan dan berbagai hasil kajian empiris yang telah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Investasi sektor industri berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sektor industri Sumatera Utara, ceteris paribus.
2. Pertumbuhan PDRB sektor industri berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sektor industri Sumatera Utara, ceteris paribus.
(48)
3. Inflasi berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sektor industri Sumatera Utara, ceteris paribus.
4. Upah Minimum Regional Sumatera Utara berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja sektor industri Sumatera Utara, ceteris paribus.
(49)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Analisis penelitian dibatasi pada pembentukan variabel mana yang berlaku sebagai variabel dependen dan variabel independen, variabel-variabel yang diteliti adalah variabel investasi sektor industri, PDRB sektor industri, inflasi sektor industri, Upah Minimum Regional Sumatera Utara terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder mulai dari tahun 1990-2008 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, dan BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Utara, serta berbagai sumber lainnya yang relevan seperti jurnal, internet, buletin, buku, artikel, surat kabar, majalah dan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
3.3. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan periode tahun 1990-2008, dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), untuk mengestimasi data penelitian digunakan
(50)
Regresi linear berganda dibantu dengan menggunakan software eviews 5.1, adapun model yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
KK = f {INV, PDRB, INF, UMR}...(3.1)
Selanjutnya dispesifikasikan ke dalam model ekonometrika sebagai berikut:
Log KK = á0 + á1 LogINV + á2 LogPDRB + á3 LogINF
+
á 4LogUMR +å
...(3.2)Di mana:
KK = Kesempatan Kerja (dalam orang)
INV = Investasi Sektor Industri (dalam Rupiah) PDRB = PDRB Sektor Industri (dalam Rupiah) INF = Inflasi Sektor Industri (Persen)
UMR = Upah Minimum Regional (Rupiah)
á1 - á4 = Koefisien Regresi
á0 = Intercept
å = Error term
3.4. Pengujian Statistik
3.4.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji ini digunakan untuk mengetahui besarnya kemampuan variabel-variabel bebas menerangkan variabel tidak bebas pada model secara bersama-sama.
(51)
Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1. Semakin besar nilai R2, maka semakin besar pula kemampuan variabel-variabel bebas menerangkan variabel tidak bebas.
3.4.2. Uji F- Statistik
Uji ini digunakan untuk mengetahui variabel-variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel tidak bebas dengan hipotesis:
H0 : semua variabel bebas secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel tidak
bebas.
H1 : semua variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel tidak bebas.
Dengan tingkat keyakinan= dan df= (k-1) (N-k) H0 diterima jika F-hitung < F-tabel
H0 ditolak jika F-hitung > F-tabel
3.4.3. Uji t - Statistik
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas dalam model secara terpisah mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas untuk tingkat kepercayaan = dan df = n-k dengan hipotesa:
H0 : variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebas.
H1 : variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebas.
Jika-t-hitung < t-tabel maka H0 diterima artinya variabel bebas secara terpisah
(52)
Jika t-hitung > -t-tabel maka H0 ditolak artinya variabel bebas secara terpisah
berpengaruh terhadap variabel tidak bebas.
3.5. Uji Asumsi Klasik
3.5.1. Uji Stasioner
Validitas hipotesis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja di Provinsi Sumatera Utara periode 1990-2008 dapat dibuktikan dengan cara melakukan pengujian stasioneritas terhadap masing-masing variabel yang akan dianalisis.
Pengujian ini perlu dilakukan karena regresi klasik tidak valid jika diaplikasikan pada variabel data yang tidak stasioner (Thomas, 1997). Dalam prakteknya uji ADF inilah yang digunakan untuk mendeteksi apakah data stasioner atau tidak, adapun formulasi uji ADF sebagai berikut:
1 1 1
1 z
t t t
i
Yt Y Y e
0 1 1
1 z
t t i t
i
Yt a Y Y e
0 1 1 1 1
1 z
t t t
i
Yt a a T Y Y e
Di mana:
Y : variabel yang diamati
ÄYt : Yt – Yt-1
T : Trend waktu
3.1
3.2
(53)
Prosedur untuk mengetahui data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritis distribusi MacKinnon, nilai statistik ADF ditunjukkan oleh nilai t statistik koefisien ãYt-1 pada persamaan 3.1
– 3.3. jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner, hal penting dalam uji ADF adalah menentukan panjangnya kelambanan, panjangnya kelambanan bisa ditentukan berdasarkan kriteria AIC ataupun SC.
3.5.2. Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah data yang digunakan mempunyai distribusi normal atau tidak, data yang baik memiliki distribusi normal atau mendekati normal, dalam uji Jarque-Bera (JB).
Jika nilai probabilitas P dari statistik JB besar atau dengan kata lain jika nilai statistik dari JB ini tidak signifikan maka menerima hipotesis bahwa residual mempunyai distribusi normal karena nilai statistik JB mendekati normal.
3.5.3. Uji Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk melihat apakah spesifikasi model yang kita gunakan sudah benar atau tidak. Dengan menggunakan uji ini kita dapat mengetahui bentuk model empiris dan menguji variabel yang relevan untuk dimasukkan kedalam model empiris.
Salah satu uji yang digunakan untuk menguji linieritas adalah uji Ramsey (Ramsey RESET Test). Untuk melihat apakah bentuk fungsi linier adalah benar atau
(54)
tidak maka bandingkan hasil perhitungan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel, apabila nilai F-hitung > F-tabel maka hipotesis nol yang mengatakan bahwa spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar ditolak, dan sebaliknya apabila nilai F-hitung < F-tabel maka hipotesis nol yang mengatakan bahwa spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar tidak dapat ditolak.
3.5.4. Uji Autokorelasi
Serial korelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah serial korelasi timbul karena residual tidak bebas dari suatu observasi ke observasi lainnya. Masalah ini sering ditemukan apabila kita menggunakan data time series/runtut waktu, hal ini disebabkan karena error pada seorang individu cendrung akan mempengaruhi error pada individu yang sama pada periode berikutnya. Sedangkan, pada data cross section, masalah serial korelasi jarang terjadi karena error pada observasi yang berbeda berasal dari individu yang berbeda.
Untuk mendeteksi adanya serial korelasi dengan membandingkan nilai X hitung dengan X2 tabel, yaitu:
a. Jika nilai X2 hitung > X2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa mode bebas dari masalah serial korelasi ditolak.
b. Jika nilai X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa model bebas dari masalah serial korelasi diterima.
(55)
3.5.5. Uji Multikolinearitas
Pada mulanya multikolinearitas berarti ada hubungan yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan:
logX1, logX2, logX1,...,LogXë
(di mana ë = 1 untuk semua pengamatan memungkinkan intersep), suatu hubungan Linear yang pasti ada apabila kondisi berikut terpenuhi:
0 V x
â
.... x
â
x
â
x
â1 1 2 2 3 3 k k
Untuk menguji adanya multikolinearitas, karena multikolinearitas adalah kombinasi linear yang pasti menjelaskan lainnya, salah satunya cara untuk mengetahui hubungan antar variabel logX yang satu dengan variabel logX yang lain adalah meregresi tiap logXi sisa variabel logX dan menghitung r2 yang cocok,
pengujian terhadap masing-masing variabel independen tersebut didapat, kemudian dibandingkan dengan R2 yang didapat dari hasil regresi secara bersama-sama variabel independen, jika r2 variabel melebihi R2 pada model regresi, maka dalam regresi tersebut terdapat multikolinearitas, sebaliknya apabila r2 variabel < R2 pada model regresi, maka dalam regresi tersebut tidak terdapat multikolinearitas.
(56)
3.6. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel-varibel penelitian dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Kesempatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dibayar dan bekerja bagi setiap penduduk pada sektor industri dalam usia kerja pada tahun tertentu (dalam satuan orang).
2. Investasi ialah penanaman modal baik dari dalam maupun luar negeri di Sumatera Utara (dalam satuan Rupiah).
3. PDRB ialah Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan tahun 2000 (dalam satuan rupiah).
4. Inflasi ialah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga (dalam satuan persen).
5. Upah Minimum Regional Sumatera Utara ialah upah terendah yang bisa dibayarkan pengusaha kepada karyawan dan ditentukan oleh pemerintah (dalam satuan rupiah).
(57)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2. Hasil Penelitian
4.1.1. Kesempatan Kerja Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan data kependudukan dan ketenagakerjaan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan gambaran keadaan penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan, sedangkan di kelompok lainnya dikategorikan sebagai penduduk usia kerja yang tidak aktif secara ekonomi, seperti masih sekolah, mengurus rumah tangga ataupun kegiatan lainnya, tinggi laju pertumbuhan angkatan kerja dibandingkan pertumbuhan kesempatan kerja akan berdampak pada tingginya angka pengangguran.
Menurut Badan Pusat statistik Sumatera Utara, laju pertumbuhan angkatan kerja di Sumatera utara selama periode tahun 1990-2008 sebesar 1,59% (persen) per tahun, sedangkan laju pertumbuhan kesempatan kerja hanya mencapai 0.63% (persen) per tahun. Pengangguran terbuka yang dalam hal ini diartikan sebagai mereka yang tidak bekerja atau tidak punya pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan cenderung mengalami kenaikan dari tahun 1990 sebesar 7.02 % (persen) telah mencapai 14,85% (persen) di tahun 2008, hal ini disebabkan oleh tekanan ekonomi dan keterbatasan memperoleh kesempatan pendidikan bagi penduduk usia muda.
(58)
Tingginya pengangguran terdidik yang selalu dikonotasikan pada ketidaksesuaian antara keahlian pencari kerja dan lowongan yang ditawarkan, selanjutnya mengenai setengah pengangguran yang di sini didefinisikan karena jam kerja kurang, di mana di Indonesia cut off point jam kerja normal yang biasa digunakan adalah 7 jam/hari dan 40 jam/minggu, maka akibat krisis moneter di pertengahan tahun 1997 telah mengakibatkan banyaknya unit usaha yang berusaha tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran, tetapi melakukan pengurangan jam kerja karyawannya akibat berkurangnya kapasitas produksi.
Tabel 4.1. Perkembangan Kesempatan Kerja Sumatera Utara
Tahun
Tenaga Kerja Sektor Industri (Jiwa)
Persentase Kenaikan
1990 125024
1991 155052 24.02
1992 191989 23.82
1993 189521 -1.29
1994 191516 1.05
1995 298076 55.64
1996 369616 24.00
1997 390921 5.76
1998 540862 38.36
1999 366563 -32.23
2000 335443 -8.49
2001 426104 27.03
2002 329913 -22.57
2003 465783 41.18
2004 478653 2.76
2005 499342 4.32
2006 524310 5.00
2007 593281 13.15
2008 626143 5.54
(59)
Apabila kita lihat secara grafis dapat diketahui perkembangan kesempatan kerja sektor industri seperti pada Gambar 4.1 berikut ini:
Sumber: BPS Sumut (2010)
Gambar 4.1. Perkembangan Kesempatan Kerja Sumatera Utara
Gambar 4.1 menunjukkan perkembangan tenaga kerja sektor industri selama masa awal krisis ekonomi di Sumatera Utara tahun 1998 tidak mempengaruhi jumlah tenaga kerja di sektor industri, hal ini berbeda dengan yang terjadi di Indonesia di mana pada tahun awal krisis moneter 1998 pengaruhnya sangat signifikan terhadap penurunan jumlah tenaga kerja sektor industri, di Sumatera Utara pengaruh krisis moneter terhadap sektor industri baru sangat terasa pada 1999-2000, di mana tingkat penurunan jumlah tenaga kerja dari tahun 1999 mencapai sebesar 32,2 persen sedangkan untuk tahun 2000 penurunan hingga 38 persen, dibandingkan dengan
100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000
90 92 94 96 98 00 02 04 06 08
KK Tahun K e s e m p a ta n K e rj a ( ji w a )
(60)
tahun 1998, kenaikan yang signifikan untuk tenaga kerja sektor industri dimulai tahun 2003.
4.1.2. Investasi pada Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara
Investasi sektor industri di Sumatera Utara berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA), tetapi data dalam penelitian ini merupakan jumlah investasi sektor industri total dari PMDN dan PMA pada sektor industri seperti pada Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2. Perkembangan Investasi Sektor Industri Sumatera Utara 1990-2008 (Juta Rupiah) Tahun Investasi Sektor Industri Persentase Perkembangan
1990 112223
1991 98329 -12.38
1992 26859 -72.68
1993 118045 339.50
1994 74277 -37.08
1995 238744 221.42
1996 13879 -94.19
1997 224061 1514.37
1998 672663 200.21
1999 45312 -93.26
2000 824104 1718.73
2001 435038 -47.21
2002 983657 126.11
2003 757668 -22.97
2004 286081 -62.24
2005 356124 24.48
2006 842539 136.59
2007 899739 6.79
2008 1562982 73.72
(61)
Tabel 4.2 di atas dapat dilihat perkembangan investasi menurun drastis pada tahun 1998, pada saat terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan ini berdampak pada perekonomian Indonesia, dan pada akhirnya wilayah Sumatera Utara sebagai bagian dari wilayah Indonesia tidak luput dari masalah tersebut.
Sumber: BPS Sumut (2010)
Gambar 4.2. Perkembangan Investasi Sektor Industri
Penurunan jumlah investasi di Sumatera Utara dimulai pada tahun 1999 yang disebabkan oleh krisis moneter pada umunya berasal dari investasi yang berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA), karena PMA selalu tidak pasti, suasana yang kondusif tidak selalu bisa menjamin bahwa investor asing akan menanamkan modalnya pada sektor industri, karena investor mungkin harus lagi meninjau dari segi bangsa pasar serta kelangsungan suatu usaha yang akan didirikan, selain dari faktor investor itu sendiri, PMA juga banyak tergantung padan faktor di luar dari investor,
0 400000 800000 1200000 1600000
90 92 94 96 98 00 02 04 06 08
INV Tahun In v e s ta s i (m il ia r R u p ia h )
(62)
misalnya fasilitas pengurangan atau keringan pajak yang diberikan oleh pemerintah kepada para investor (PMA), masalah administrasi penerbitan izin yang berbelit belit, dukungan infrastruktur yang baik, dan yang paling penting juga kondisi keamanan dan ketertiban.
4.1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara
PDRB merupakan penjumlahan dari semua harga dan jasa akhir atau semua nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu tertentu (1 tahun). Untuk menghitung nilai seluruh produksi yang dihasilkan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu.
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada penelitian ini menggunakan Pendapatan Domestik Regional Bruto atau PDRB dengan harga konstan tahun 2000. PDRB adalah jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu, atau apabila ditinjau dari segi pendapatan merupakan jumlah dari pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk di wilayah tersebut yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu.
Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti oleh tingkat pengangguran yang semakin menurun. Okun (1962) telah mengeluarkan suatu hukum yang mengatakan untuk menurunkan 1% tingkat pengangguran, haruslah dinaikkan 2 hingga 2½% tingkat pendapatan nasional.
(63)
Tabel 4.3. Perkembangan PDRB Sektor Industri Sumatera Utara 1990-2008 Harga Konstan 2000
Tahun
PDRB Sektor Industri (Milyar Rupiah)
Persentase Kenaikan
1990 1916
1991 2211 15.4
1992 2731 23,5
1993 4482 64,1
1994 5529 23,4
1995 6490 17,4
1996 7630 17,6
1997 9073 18,4
1998 14915 64.0
1999 19537 31,0
2000 18139 -7,2
2001 20807 14,7
2002 23201 11,5
2003 19298 -16,8
2004 20337 5,4
2005 21305 4,8
2006 22470 5,4
2007 23615 5,1
2008 24305 2,9
Sumber: BPS Sumut (2010)
Perkembangan PDRB sektor industri Sumatera Utara memiliki kecenderungan terus meningkat periode 1990-2008.
Peningkatan ini cukup signifikan seperti yang terlihat pada Gambar 4.3 berikut:
(64)
Sumber: BPS Sumut (2010)
Gambar 4.3. Perkembangan PDRB Sektor Industri Sumatera Utara
Gambar 4.3 menunjukkan adanya krisis ekonomi tidak begitu besar pengaruhnya terhadap penurunan jumlah PDRB sektor industri di Sumatera Utara, hal ini disebabkan kebanyakan industri yang berada di Sumatera Utara adalah industri yang berbasis pada pertanian di mana sektor pertanian tidak begitu terimbas dengan adanya krisis moneter tahun 1998.
4.1.4. Inflasi Sektor Industri Provinsi Sumatera Utara
Indeks harga konsumen (consumer price index) adalah nomor indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga (household). Indeks harga konsumen sering digunakan untuk mengukur tingkat pada suatu negara dan juga sebagai pertimbangan untuk penyesuaian gaji, upah, uang pensiun, kontrak dan lainnya.
Inflasi merupakan gerakan naik harga-harga umum akibat perubahan variavel yang mempengaruhi, pada umumnya terkait erat dengan meningkatnya jumlah uang
0 5000 10000 15000 20000 25000
90 92 94 96 98 00 02 04 06 08
PDRB Tahun P D R B ( m il ia r R u p ia h )
(65)
beredar dan faktor produksi lainnya, kenaikan jumlah uang yang beredar terjadi antara lain karena meningkatnya pengeluaran agregat yang dipicu oleh meningkatnya pengeluaran pemerintah.
Perkembangan inflasi pada sektor industri di Sumatera Utara sebelum krisis ekonomi tahun 1997 cukup fluktuatif dengan rata-rata tahunan 8,37% (persen), pertumbuhan ekonomi masih terus berjalan, sektor industri yang berbasis pertanian dan perkebunan di Sumatera Utara mengalami kenaikan yang signifikan pengaruh inflasi hampir tidak dirasakan oleh sektor industri Sumatera Utara, di mana hampir 90% (persen) industri yang ada merupakan industri perdagangan yang berorientasi eksport (export oriented strategy).
Tabel 4.4. Perkembangan Inflasi Sumatera Utara (Persen)
Tahun INF dalam Persen Persentase Kenaikan
1990 7.99
1991 9.50 18.90
1992 5.42 -42.95
1993 10.67 96.86
1994 8.28 -22.40
1995 7.61 -8.09
1996 9.10 19.58
1997 9.87 8.46
1998 62.98 538.10
1999 1.68 -97.33
2000 5.90 251.19
2001 15.50 162.71
2002 9.49 -38.77
2003 5.20 -45.21
2004 7.83 50.58
2005 22.41 186.21
2006 6.11 -72.74
2007 6.60 8.02
2008 10.72 62.42
(66)
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia era 1997 dan 1998 turut menghantam sektor industri di Sumatera Utara, hal ini disebabkan industri yang berkembang di Sumatera Utara bergantung pada bahan baku impor, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar yang pernah mencapai Rp. 15.000 per 1 US$ pada tahun 1998 menyebabkan harga bahan baku impor meningkat sehingga mempengaruhi harga-harga dalam negeri.
Sumber: BPS Sumut (2010)
Gambar 4.4. Perkembangan Inflasi Sumatera Utara
Inflasi di Sumatera Utara setelah krisis ekonomi mengalami peningkatan kepada inflasi yang cukup stabil yaitu sekitar 9,97% (persen) per tahun hal ini seiring dengan perkembangan perekonomian Indonesia yang sudah mulai pulih dari krisis ekonomi. 0 10 20 30 40 50 60 70
90 92 94 96 98 00 02 04 06 08
INF tahun In fl a s i (p e rs e n )
(1)
menghadapi permasalahan ini, oleh karena itu, tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara, bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar antara 2 sampai 4% (persen) per tahun, tingkat Inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4% (persen) dikatakan tingkat Inflasi yang rendah, selanjut tingkat Inflasi yang berkisar antara 7 sampai 10% (persen) dikatakan inflasi yang tinggi.
Namun demikian ada negara yang menghadapi tingkat inflasi yang lebih serius atau sangat tinggi, misalnya Indonesia pada tahun 1966 dengan tingkat Inflasi 650 persen, inflasi yang sangat tinggi tersebut disebut hiper inflasi (hyper inflation).
Hasil estimasi penelitian yang menunjukkan bahwa apabila inflasi naik maka kesempatan kerja akan naik atau dengan kata lain bila inflasi naik maka pengangguran akan turun, hal ini sesuai dengan pendapat Philips, di mana terjadi Inflasi yang tinggi dan diikuti dengan pengangguran yang tinggi pula, dari hasil pengamatan Philips ternyata ada hubungan yang erat antara Inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip.
4. Upah Minimum (UMR) dengan Kesempatan Kerja
Upah memiliki pengaruh negatif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara, apabila upah naik 1% (satu persen) maka kesempatan kerja akan turun 3,312% (persen), ceteris paribus.
(2)
Dari hasil estimasi model koefisien upah minimum sebesar – 3,312. Koefisien variabel ini bertanda negatif yang berarti bahwa jika terjadi kenaikan upah minimum Provinsi Sumatera Utara akan menyebabkan terjadinya penurunan pada permintaan tenaga kerja, hasil estimasi ini sesuai dengan teori permintaan tenaga kerja yaitu apabila terjadi kenaikan upah maka permintaan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara akan menurun dan sebaliknya, karena kenaikan upah akan meningkatkan biaya produksi sehingga akan meningkatkan pengeluaran perusahaan akibatnya permintaan tenaga kerja akan menurun, ekspektasi masyarakat sebenarnya apabila terjadi peningkatan upah juga akan menyebabkan peningkatan pada permintaan tenaga kerja. Kebijakan peningkatan upah minimum yang cukup besar ini dilaksanakan ketika Indonesia sedang berjuang keras untuk memulihkan perekonomiannya dari krisis ekonomi yang parah, setelah terjadi krisis ekonomi di Indonesia, perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup rendah, tetapi dalam iklim pertumbuhan ekonomi yang rendah seperti ini, kenaikan upah minimum yang terus menerus terhitung bulan Januari 2001 Indonesia telah menerapkankan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, dengan adanya kebijakan ini, wewenang untuk menetapkan tingkat upah minimum dialihkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota, pengalihan wewenang ini mungkin akan semakin meningkatkan kenaikan upah minimum di beberapa daerah, kenaikan ini lebih lanjut memicu keprihatinan bahwa hal tersebut mungkin akan menghambat upaya pemulihan ekonomi, memperlambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan mengurangi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor industri.
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil estimasi model penelitian dan pembahasan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan penelitian, yaitu:
5. Investasi sektor industri memiliki pengaruh positif dan paling dominan terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
6. PDRB sektor industri berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
7. Inflasi memiliki pengaruh positif dan paling kecil pengaruhnya terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
8. Upah minimum memiliki pengaruh negatif terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara.
5.2. Saran
Setelah menarik kesimpulan dari penelitian, maka saran yang dapat diajukan adalah:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap kesempatan kerja di Sumatera Utara,
(4)
hendaknya pemerintah Provinsi Sumatera Utara berusaha untuk menarik investasi sebesar besarnya di sektor industri dengan cara mendorong investasi dengan menciptakan suasana yang kondusif dan memberikan kemudahan prosedur kepada para investor.
2. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus selalu mengawasi, mengevaluasi dan menyesuaikan Upah Minimum Provinsi dengan perkembangan perekonomian sehingga dapat merangsang produktivitas tenaga kerja sehingga akan meningkatkan penyerapan kesempatan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat, di mana pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. The Impact of Minimum Wages on Employment. Januari 2002.
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. BPFE. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2002-2008 Sumatera Utara Dalam Angka. Medan.
Deliarnov. 2002. Pengantar Ekonomi Makro. Penerbit UI Press. Jakarta.
Depnaker. 2004. Penanggulangan Pengangguran di Indonesia. Majalah Nakertrans
Edisi-03 TH. XXIV- Juni. Jakarta.
Dumairy. 2001. Perekonomian Indonesia. Cetakan Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Elfindri, dan Nasri, Bachtiar. 2000. Ekonomi Ketenagakerjaan. Universitas Andalas. Padang.
Gujarati, Damodar. 2000. Ekonometrika Dasar. Trans. Sumarno Zain. Erlangga. Jakarta.
Insukindro, Akmad, Makhfatih, dan Maryatmo. 2000. Dasar-dasar Ekonometrika
Pelatihan Dasar untuk Pegawai Bank Indonesia. Program Studi MEP dan
Msi UGM. Yogyakarta.
Kinnear, Thomas C. dan Taylor, James R. 1997. Marketing Research. Fifth Edition. McGraw-Hill Inc. New York.
Mankiw, Gregory N. 2000. Teori Makro Ekonomi. Trans. Imam Nurmawan. Erlangga. Jakarta.
________. 2003. Macroeconomics. Fifth Editions. Worth Publishers. 41 Madison Avenue. New York. USA.
Manning, C. 2000. Labour Market Edjustment to Indonesia Economic Crisis: Contex,
(6)
Manurung , J. J, A. H Manurung dan F. D Saragih. 2005. Ekonometrika Teori dan
Aplikasi. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Manurung, J dan A. H. Manurung. 2009. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan
Moneter. Salemba Empat. Jakarta.
Nachrowi, Djalal dan Usman, Hardius. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Rachman, Edyan. 2005. Kesempatan Kerja di DKI Jakarta. Tesis. Sekolah Pascasarjana USU. Medan. Tidak dipublikasikan.
Safrida. 1999. Dampak Kebijakan Upah Minimum dan Makro Ekonomi terhadap Laju Inflasi, Kesempatan Kerja serta Permintaan dan Penawaran Agregat.
Tesis. Magister Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tidak dipublikasikan.
Santoso, Singgih. 2003. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Siringoringgo, Rimmar. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja pada Industri Menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Sekolah Pascasarjana USU. Medan. Tidak dipublikasikan. Sukirno, Sadono. 2000. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar
Kebijakan Pembangunan. UI-Press. Jakarta.
Suryahadi, Asep. 2003. Minimum Wage Policy and Its Impact on Employment in The Urban Formal Sector. Bulletin BIES. Jakarta.
Syafaat, Nizwar dan Friyanto. 2000. Analisis Dampak Krisis Ekonomi terhadap Kesempatan Kerja di Wilayah Sulawesi. Ekonomi dan Keuangan Indonesia
Volume XLVIII, No. 4 2000.
Tambunan, Tulus. 2001. Industrialisasi Negara Berkembang. Ghalia Indonesia. Jakarta.