Hubungan Perawat Dengan Pasien Rawat Inap sebagai Pola Komunikasi Antar Pribadi

f. Umpan Balik

Umpan balik feed back adalah tanggapan atau reaksi dari penerima kepada pengirim. Kemudian dapat pula timbul tanggapan atau reaksi kembali dari pengirim kepada penerima. Maka terjadilah komunikasi timbal balik. Dengan adanya umpan balik inilah yang menjadikan komunikasi menjadi dinamis. Umpan balik memainkan yang amat penting dalam komunikasi, sebab ia menentukan kelanjutan atau berkentinya komunikasi yang dilancarkan. Oleh karena itu, umpan balik bisa bersifat positif dann dapat pula bersifat negatif. Umpan balik positif adalah tanggapan atau respon serta reaksi komunikan yang menyenangkan komunikatornya sehingga berjalan lancar. Sebaliknya umpan balik negatif adalah tanggapan komunikator yang tidak meyenangkan komunikatornya sehingga komunikator enggan untuk melanjutkan komunikasinya.

B. Hubungan Perawat Dengan Pasien Rawat Inap sebagai Pola Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi merupakan satu proses sosial di mana orang- orang yang terlihat didalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana diungkapkan oleh Devito yang dikutip oleh Alo Liliweri dalam buku Komunikasi Antar Pribadi, bahwa komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Berdasarkan definisi diatas, komunikasi antar pribadi dapat beralangsung antara dua orang, misalnya antara penyaji makalah dengan seorang peserta makalah suatu seminar. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal supaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogism berupa percakapan. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah komunikasinya itu positif atau negatif komunikan untuk bertanya seluas- seluasnya. Asumsi dasar komunikasi antar pribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat perilaku tetang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan atau positif, maka ini merupakan suatu pertanda bagi komunikator bahwa komunikasinya berhasil. Menurut Gerald R. Miller dan Mark Steinberg ada tiga analisis yang digunakan dalam melakukan prediksi, yaitu analisis tingkat kultural, tingkat sosiologis dan tingkat psikologis. Komunikasi interpersonal merupakan rangkaian tindakan kejadian, dan kegiatan yang terjadi secara terus menerus, tidak statis tapi bersifat dinamis. Hal ini berarti segala yang tercakup dalam komunikasi interpersonal selalu dalam keadaan berubah baik pada pelaku komunikasi, pesan, situasi, mupun lingkungannya. Komunikasi interpersonal juga menyangkut aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi, melibatkan dengan siapa kita berkomunikasi dan bagaimana hubungan dengan partner. Dalam komunikasi interpersonal dilakukan pemahaman komunikasi dan hubungan ini terpersonal karena dalam komunikasi interpersonal individu mencoba menginterpretasikan makna yang menyangkut diri sendiri, orang lain dan hubungan yang terjadi. Proses psikologis dan kultural dapat berpengaruh pada komunikasi dan hubungan interpersonal, karena individu-individu menggunakan sebagai pedoman dan bahan informasi untuk bertindak dan berperilaku. 35 Suasana yang menggambarkan komunikasi perawat dengan pasien komunikasi terapeutik adalah apabila dalam berkomunikasi dengan klien pasien perawat mendapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi pasien yang sedang dirawat, mengenai tanda dan gejala yang ditampilakn serta keluhan yang dirasakan. Gambaran tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan masalah keperawatan dan tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan keluhan dan masalah keperawatan yang sedang dialami klien pasien atau bisa dikatakan bahwa tindakan keperawatan tepat sasaran sehingga membantu mempercepat proses kesembuhan. Menurut As Homby 1974 yang dikutip oleh Nurjanah 1 2001 mengatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi ini, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menetukan rencana tindakan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan maksimal apabila terjadi proses evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan take and give antara perawat dan pasien menggambarkan hubungan memberi dan menerima. 36 35 Zulkarnaen Nasution, Prinsip-Prinsip Komunikasi Untuk Penyuluhan Jakarta:Ekonomi UI, 1990 h. 28 36 Nasir dkk, Komunikasi Dalam Keperawatan, Teori Dan Aplikasi, Jakarta:Salemba Medika, 2009 h. 142. Hubungan antara perawat dengan pasien dapat dikategorikan menurut intensitas harmoni atau adanya konflik antara kedua pihak. Menurut Persons yang dikutip oleh Solita Sarwono dalam buku Sosiologi Kesehatan, meskipun keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu kesembuhan si pasien, hubungan antara perawat dengan pasien bersifat simetris seimbang. Dalam melakukan perannya perawat sebagai seorang yang memiliki kompetensi untuk membantu seorang dokter dalam mengobati orang yang sakit, dokter dibantu seorang perawat melaksanakan beberapa fungsi utama yaitu menerapkan peraturan umum atau khusus yang harus ditaati oleh pasien, membina interaksi dengan pasien luas dan membaur, atau terbatas pada fungsinya sebagai dokter, melibatkan emosiperasaannya atau bersikap netral dalam hubungannya dengan pasien. Mengutamakan kepentingan diri sendiri atau kepentingan bersama, dan memandang manusia berdasarkan kualitasnya atau prestasinya. Dalam hal ini, dokter yang dibantu seorang perawat mempunyai kedudukan yang lebih kuat atau tinggi pengetahuannya di bidang medis, sedangkan si pasien biasanya awam dalam bidang itu serta sangat membutuhkan pertolongan dokter. Akan tetapi semua itu tidak akan berhasil pula tanpa dibantu tenaga medis lainnya seperti perawat rumah sakit. Pada dasarnya ada tiga dasar hubungan perawat dengan pasien yaitu: a. Pola dasar hubungan aktif-pasif Secara historis, hubungan ini paling dikenal dan merupakan pola klasik sejak profesi kedokteran mulai mengenal kode etik yaitu sejak zaman Hipokrates, abad 25 tahun yang lalu. Hubungan aktif-pasif terjadi bilamana pasien berada dalam kondisi yang bereaksi atau turut berperan serta dalam relasi itu. Dalam hal ini pasien benar-benar merupakan obyek yang hanya menerima apa saja yang diberikan kepadanya. Secara sosial, hubungan ini bukanlah hubungan yang sempurna, karena hubungan satu arah yaitu perawat kepada pasien, sehingga pihak yang lain tidak dapat melakukan fungsi dan peran yang aktif. Dalam keadaan tertentu, memang pasien tidak dapat berbuat sesuatu, hanya berlaku sebagai recipient atau penerima belaka, seperti pada waktu pasien diberi amnesti atau narkose ketika pasien dalam keadaan tidak sadar atau koma pada waktu pasien diberi pertolongan darurat setelah kecelakaan. b. Pola dasar hubungan membimbing-kerja sama Pola dasar ini ditemukan pada sebagian besar hubungan pasien dengan perawat, yakni bila keadaan penyakit pasien tidak terlalu berat, misalnya penyakit infeksi dan berbagai penyakit akut lainnya. Dalam hal ini walaupun pasien sakit, ia tetap sadar dan tetap memiliki perasaan dan kemauan sendiri. c. Pola dasar hubungan saling berperan serta Secara filosofis, pola ini berdasarkan pada pendapat bahwa semua manusia memiliki hak dan martabat yang sama. Hubungan ini lebih berdasar pada struktur sosial yang demokratis dan yang merupakan perjuangan hidup bagi sebagian besar umat manusia sepanjang masa. Pola hubungan ini terjadi antar perawat dengan pasien yang ingin memelihara kesehatannya, yakni pada waktu pemeriksaan medis medical check up. Dalam hubungan semacam ini, pasien dapat menceritakan pengalamannya sendiri berkaitan dengan penyakitnya dan pengobatan yang tepat. Pada hakekatnya, hubungan antara perawat dengan pasien tidak dapat terjadi tanpa melalui komunikasi, termasuk dalam pelayanan medis. Komunikasi merupakan proses timbal balik yang berkesinambungan yang menyangkut dua pihak. Pihak-pihak yang bersangkutan secara bergantian berperan menjadi informasi pembicara dan penerima informasi penerima. Secara umum, dalam berkomunikasi orang berusaha menyampaikan pandangan, perasaan dan harapannya kepada orang lain. Komunikasi ini terjadi antara dua individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Hal-hal seperti ini dapat menimbulkan kerancuan dalam proses komunikasi, sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh kedua belah pihak tidak dapat mencapai sasaran seperti yang diharapkan. Menurut Persons yang dikutip oleh Solita Sarwono dalam buku Sosiologi Kesehatan, bahwa antara Perawat dengan pasien sukar terjalin komunikasi, sebab biasanya pasien berada dalam situasi emoisonal seperti sakit, bingung, takut, depresi, atau bahkan pasien itu sudah tidak dapat berkomunikasi lagi karena dalam keadaan tidak sadar. Berdasarkan keterangan tersebut, jelas terlihat bahwa hubungan perawat dengan pasien dapat berbeda-beda sifatnya dan untuk setiap model diperlukan tekhnik komunikasi yang berbeda pula. Jika dokter dan paramedis tidak memperhitungkan hal ini, maka komunikasi dengan pasien tentu tidak efektif dan tidak optimal. Hal-hal yang dapat menghambat komunikasi antara dokter dan paramedis perawat dengan pasien, antara lain adalah: a. Penggunaan simbol istilah-sitilah medis atau ilmiah yang diartikan secara berbeda atau sama sekali tidak dimengerti oleh pasien. b. Pseudo-Komunikasi tetap berkomunikasi dengan lancar padahal sebenarnya pasien tidak sepenuhnya mengerti atau mempunyai persepsi yang berbeda tentang apa yang dibicarakan. Karakter-karakter tenaga medis yang tidak tepat sehingga dapat menghambat komunikasinya dengan masyarakat pasien, antara lain perbedaan status sosial, harapan masyarakat terhadap kemampuan dokter serta kecendrungan sikap otoriter, terutama dalam rangka mengatasi penyebaran penyakit akut. Selain itu, di Indonesia sering kali perawat ditempatkan di daerah yang keadaan sosial, budayanya, tidak sama dengan latar belakang sosial budaya dokter dan perawat itu. Dengan demikian kesulitan berkomunikasi bertambah, sebab tenaga medis tidak menguasai bahasa setempat dan tidak mengenal budaya disana. Untuk itu diperlukan kamauan untuk memperlajari bahasa dan budaya setempat, agar perawat dan dokter tidak dianggap orang asing oleh penduduk asli dan supaya komunikasinya dengan masyarakat pasien dapat menjadi lebih lancar. BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG RUMAH SAKIT SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA A. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Syarif Hidayatullah Jakarta Bagaimanapun juga adanya Rumah Sakit Syarif Hidayatullah Jakarta tidak terlepas dari perjuangan mahasiswa IAIN yang sadar akan pentingnya kesehatan dalam mewujudkan cita-citanya yang implementasikan dengan mendirikan sebuah balai pengobatan, corp kesehatan mahasiswa. Perubahan Institut Agama Islam Negeri IAIN menjadi sebuah Universitas Islam Negeri Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Adanya tuntutan masyarakat serta tingginya persaingan dalam jasa kesehatan merupakan energi yang mendorong pengembangan institusi kesehatan yang sebelumnya berbentuk poliklinik menjadi sebuah rumah sakit yang saat ini bernama Rumah sakit Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini dimungkinkan mengingat kinerja manajemen yang terus meningkat sejak tahun 1990. Rumah sakit Syarif Hidayatullah dibawahi oleh Yayasan Syarif Hidayatullah Jakarta yang memiliki fugsi sosial namun tetap menjaga kualitas. 37 Dalam rangka menunjang keberhasilan pelayanan medis yang ditangani oleh para dokter dan spesialis serta para perawat maka kelengkapan fasilitas merupakan salah satu faktor penting yang harus disediakan, rumah sakit kini hadir dengan fasilitas yang semakin baik dan lengkap. Sumber daya manusia merupakan aset yang sangat berharga, oleh karenanya Rumah sakit Syarif 37 Company Profile, RS.Syariif Hidayatullah Jakarta, 2010 39 Hidayatullah Jakarta senantiasa meningkatkan mutu SDM memalui peningkatan Ilmu Pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam memberikan pelayanan. Saat ini Rumah sakit Syarif Hidayatullah Jakarta didukung oleh tim dokter, dokter gigi, dokter spesialis fultimer maupun partimer dan perawat yang berpengalaman di bidangnya masing-masing yang senantiasa siap menjadi mitra pasien dalam membantu proses penyembuhan. Selain itu rumah sakit Syarif juga dilengkapi dengan paramedis perawat yang terampil dan berpengalaman serta berperilaku islami yang akan merawat pasien dengan sabar, senyum dan penuh kehangatan. Saat ini rumah sakit Syarif Hidayatullah Jakarta didukung oleh 11 orang dokter umum, 7 orang dokter gigi, 41 orang dokter spesialis, 44 orang bidan dan perawat, 26 paramedis non perawat, dan 91 orang non medis. Kepuasan pelanggan adalah salah satu barometer keberhasilan organisasi. Saat ini Rumah sakit Syarif Hidayatullah Jakarta yang beralokasi di Jl. Ir. H. Juanda no.95, Ciputat, tangerang telah memiliki pelanggan dari berbagai lapisan masyarakat, diantaranya adalah mahasisiwa, karyawan UIN, perusahaan serta peserta asuransi. Ada beberapa perusahaan asuransi yang menjadi mitra kerja Rumah sakit Syarif Hidayatullah Jakarta diantaranya Sinar Mas, Bumi Putra, JPKM Takaful yang diperuntukkan bagi mahasiswa UIN, dan lain-lain. Sejak diperkenalkan kepada masyarakat umum secara luas pada tahun 1990 tren kunjungan pasien terus meningkat, pertumbuhan ini terus menigkat pada tahun kedua beroperasinya layanan rumah sakit. Maknanya inst itusi ini sudah memiliki “image positif” di hati masyarakat jauh sebelum terbangunnya rumah sakit. Hal ini sesuai dengan visi dan misi yang merupakan panduan dasar yang sangat penting dalam penentuan arah sebuah organisasi tak terkecuali rumah sakit.

B. Visi dan Misi