5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Bakar Etanol
Etil alkohol atau etanol adalah salah satu turunan dari senyawa hidroksil atau gugus OH, dengan rumus kimia C
2
H
5
OH. Bioetanol, tidak seperti minyak bumi, yaitu suatu bentuk energi terbaharui yang dapat diproduksi dari hasil
produk pertanian. Sumber karbohidrat yang potensial untuk bahan baku produksi bioetanol, antara lain nira aren, sorgum manis, biji sorgum, ubi kayu dan lainnya
Ega dan Bambang, 2006. Etanol dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode, seperti reaksi
etilen dengan air ataupun fermentasi karbohidrat. Selain itu, etanol dapat juga dibuat dari asam asetat, yang merupakan proses hilir dari pengolahan biomassa
menjadi bahan bakar alternatif. Metode produksi etanol telah diketahui terdiri dari beberapa tahapan, yaitu Kiff et al., 1983:
1 Reaksi antara asam asetat dengan olefin hidrokarbon tidak jenuh yang
memiliki sekitar 4 – 10 atom karbon, dengan katalis asam sehingga dihasilkan suatu ester esterifikasi
2 Hidrogenasi ester dari tahap 1 untuk menghasilkan campuran etanol dan
alkohol besar yang terdiri dari sejumlah atom karbon yang sama banyaknya dengan olefin
3 Pemisahan campuran pada tahap 2 dengan destilasi fraksionasi menjadi etanol
dan alkohol besar 4
Recovery etanol
6
5 Dehidrasi alkohol besar menjadi olefin murni
6 Penggunaan kembali olefin dari tahap 5 dengan asam asetat murni dan
kembali ke tahap 1 untuk proses esterifikasi.
2.2. Reaksi Esterifikasi
2.2.1. Esterifikasi asam karboksilat
Reaksi esterifikasi asam karboksilat adalah reaksi pembentukan ester dengan berbahan dasar asam karboksilat. Ester asam karboksilat ini merupakan
suatu senyawa yang mengandung gugus –COOR dengan R yang berbentuk alkil maupun aril Fessenden Fessenden, 2006.
Katalis yang digunakan dalam esterifikasi dapat berupa katalis asam atau katalis basa dan berlangsung secara reversibel Supardjan, 2004. Untuk
memperoleh rendemen tinggi dari ester tersebut, kesetimbangan harus digeser ke arah sisi ester dengan menambahkan salah satu pereaksi secara berlebih. Kuat
asam dari asam karboksilat hanya memainkan peranan kecil dalam laju pembentukan ester Fessenden Fessenden, 2006.
Kereaktifan asam karboksilat terhadap esterifikasi: R
3
CCO
2
H R
2
CHCO
2
H RCH
2
CO
2
H CH
3
CO
2
H HCO
2
H bertambahnya kereaktifan
Adapun metode
konvensional yang
dapat digunakan
untuk mengidentifikasi senyawa ester adalah dengan uji asam hidrosiamat. Senyawa
ester sebanyak 1 tetes ditambahkan dengan 1 mL hidroksilamin hidroklorida 0,5 N dalam etanol 95. Kemudian ditambahkan 0,2 mL NaOH 6 N dan
dipanaskan campuran sampai mendidih. Selanjutnya campuran didinginkan dan
7
ditambahkan 2 mL etanol 95 . Hasil positif ditunjukkan oleh perubahan warna larutan dan terbentuknya endapan merah bata saat ditambahkan dengan FeCl
3
5.
2.2.2. Variabel-variabel yang mempengaruhi reaksi esterifikasi
Reaksi esterifikasi dipengaruhi oleh beberapa variabel. Variabel-variabel yang dimaksud antara lain
Hakim dan Irawan, 2010: 1
Waktu reaksi Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat
semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu
reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil. 2
Perbandingan zat pereaksi Dikarenakan sifatnya yang reversibel, maka salah satu reaktan harus
dibuat berlebih agar optimal dalam pembentukan produk ester yang ingin dihasilkan. Pada penelitian ini, salah satu reaktan yang harus dibuat berlebih
adalah 1-heksena. 3
Pengadukan Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat
pereaksi dengan zat yang bereaksi semakin baik sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Hal ini sesuai dengan persamaan Arrhenius :
k = A . e
-EaRT
Keterangan: k = konstanta laju reaksi
A = faktor frekuensi atau faktor pre-eksponensial Ea = energi aktivasi kJmol
R = tetapan gas universal 0,0821 atmmol.K atau 8,314 Jmol.K T = temperatur atau suhu K
8
Semakin besar tumbukan, maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan reaksi, sehingga reaksi dapat berjalan lebih optimal.
4 Suhu
Dikarenakan sifat dari reaksi yang eksotermis, maka suhu dapat mempengaruhi harga konstanta kecepatan reaksi. Semakin tinggi suhu yang
dioperasikan maka semakin banyak konversi yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan persamaan Arrhenius, bila suhu naik maka harga k semakin besar,
sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar. 5
Katalisator Sifat reaksi esterifikasi yang lambat membutuhkan katalisator agar
berjalan lebih cepat. Katalisator berfungsi untuk mengurangi energi aktivasi pada suatu reaksi, sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan
reaksi semakin besar.
2.3. Bahan Baku Produksi Ester
2.3.1. Asam asetat
Asam asetat merupakan asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H
+
dan CH
3
COO
-
. Senyawa ini bersifat korosif.
Gambar 1. Struktur asam asetat
9
Asam asetat diproduksi secara sintetis maupun secara alami melalui fermentasi bakteri, seperti dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium
acetobutylicum Yoneda, 2001. Bakteri-bakteri tersebut terdapat pada makanan
dan tanah, sehingga asam asetat secara alami diproduksi pada buah-buahan atau makanan yang sudah basi. Adapun cara yang paling populer dalam pembuatan
asam asetat melalui karbonilasi metanol. Dalam proses ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi membentuk asam asetat Riyanto, 2006.
CH
3
OH HI
CH
3
I H
2
O CH
3
C O
I H
2
O +
+ + CO
+
CH
3
C O
OH
Gambar 2
. Reaksi karbonilasi metanol Selain itu, asam asetat juga dihasilkan melalui metode alternatif, seperti
oksidasi asetaldehida Yoneda, 2001.
CH
3
C O
H O
2
CH
3
C O
OH 2
+ 2
Gambar 3 . Reaksi oksidasi asetaldehida
10
Adapun sifat-sifat asam asetat adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Sifat-sifat asam asetat
Nama Senyawa Asam asetat
Rumus Kimia CH
3
COOH Wujud Senyawa 28˚C
Liquid Cair Berat Molekul
60,05 gmol Warna Senyawa
Tidak berwarna Titik Leleh
17˚C Titik Didih
116-118˚C Densitas
1,05 gcm
3
Sumber: Merck MSDS, 2011 Asam asetat ini memiliki beberapa manfaat dalam bidang industri,
diantaranya sebagai berikut Riyanto, 2006: a.
digunakan dalam produksi polimer, seperti selulosa asetat dan polivinil asetat yang biasanya digunakan sebagai bahan dasar cair cat dan lem untuk kertas
dan kayu b.
pembuatan anhidrida asetat c.
sebagai fungisida d.
sebagai bahan pelarut untuk banyak campuran organik. e.
sebagai bahan dalam industri farmasi, seperti aspirin yang dibentuk dari reaksi antara asam asetat dan asam salisilat.
2.3.2. 1-heksena
Senyawa 1-heksena adalah jenis olefin yang besar dengan rumus kimia C
6
H
12
. 1-heksena merupakan alfa olefin, karena ikatan rangkap senyawa ini berada pada posisi alfa.
11
Gambar 4. Struktur 1-heksena
Senyawa yang dikenal juga dengan nama heksena, heksilen, atau butil etilen ini tidak larut dalam air, tetapi larut dalam etanol. Adapun sifat-sifat lain
dari senyawa ini ditampilkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Sifat-sifat 1-heksena
Nama Senyawa 1-heksena
Rumus Kimia C
6
H
12
Wujud Senyawa 28˚C Liquid Cair
Berat Molekul 84,16 gmol
Warna Senyawa Tidak berwarna
Titik Leleh -140˚C
Titik Didih 62-63˚C
Densitas 0,67 gmL
Sumber: Sigma-Aldrich MSDS, 2011 2.3.3. Katalis
Katalis ditemukan oleh J.J. Berzelius pada tahun 1836 sebagai komponen yang dapat meningkatkan laju reaksi kimia, namun tidak ikut bereaksi. Definisi
katalis adalah suatu substansi yang dapat meningkatkan kecepatan, sehingga reaksi kimia dapat mencapai kesetimbangan tanpa terlibat di dalam reaksi secara
permanen Satterfield, 1991.
12
Pada akhir reaksi, katalis tidak tergabung dengan senyawa produk reaksi. Adanya katalis dapat mempengaruhi faktor-faktor kinetika suatu reaksi seperti
laju reaksi, energi aktivasi, sifat dasar keadaan transisi dan lain-lain. Karakteristik katalis adalah berinteraksi dengan reaktan tetapi tidak berubah pada akhir reaksi
Widyawati, 2007. Adapun perbandingan dari pengaruh penggunaan katalis terhadap energi aktivasi yang mempengaruhi waktu reaksi dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5.
Diagram penurunan energi aktivasi oleh katalis Berdasarkan tingkat kepentingannya, komponen inti katalis terbagi
menjadi tiga, yaitu Hoon, 2005: 1
Selektifitas Selektifitas yang dimaksud adalah kemampuan katalis untuk memberikan
produk reaksi yang diinginkan dalam jumlah tinggi dari sejumlah produk yang mungkin dihasilkan.
A+B C+D
13
2 Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan sebuah katalis untuk menjaga aktifitas, produktifitas dan selektifitasnya dalam jangka waktu tertentu.
3 Aktifitas
Aktifitas adalah kemampuan katalis untuk mengubah bahan baku menjadi produk atau aneka produk yang diinginkan.
Katalis dapat
dikelompokkan menjadi
beberapa jenis.
Dalam penggunaannya, katalis dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu katalis homogen,
heterogen, dan enzim Widyawati, 2007. 1
Katalis homogen Katalis homogen berada pada fasa yang sama seperti reaktan dan produk.
Beberapa contoh misalnya hidrolisis ester oleh asam cair-cair, oksidasi SO
2
oleh NO
2
uap-uap, dan dekomposisi potasium klorat dengan MnO
2
padat-padat. Kelemahan pada katalis homogen ini adalah hanya dapat digunakan pada skala
laboratorium, sulit dilakukan secara komersial, operasi pada fase cair dibatasi pada kondisi suhu dan tekanan, sehingga peralatan lebih kompleks, dan
diperlukan pemisahan antara produk dan katalis. Oleh karena itu, katalis homogen digunakan terbatas pada industri bahan kimia tertentu, obat-obatan dan makanan.
2 Katalis heterogen
Katalis heterogen secara umum berbentuk padat dan banyak digunakan pada reaktan berwujud cair atau gas. Penggunaan katalis heterogen
menguntungkan dengan beberapa alasan, antara lain selektivitas produk yang diinginkan dapat ditingkatkan dengan adanya pori yang terdapat pada katalis
heterogen. Selain itu, aktivitas intrinsik dari active site katalis tersebut dapat
14
dimodifikasi oleh struktur padat dan komposisi kimia pada permukaan dapat digunakan untuk meminimalisasi atau meningkatkan adsorpsi komponen tertentu.
Adapun keuntungan dari katalis heterogen lainnya adalah dapat dipisahkan dari produk dengan penyaringan dan dapat digunakan kembali, dan konstruksi
peralatan sederhana. 3
Katalis enzim Enzim adalah molekul protein ukuran koloidal, merupakan katalis diantara
homogen dan heterogen. Enzim merupakan driving force untuk reaksi biokimia, karakterisasinya adalah efisiensi dan selektivitas. Katalis ini sesuai digunakan
untuk keperluan industri. Pemilihan katalis atau pengembangan katalis perlu pertimbangan untuk
mendapatkan efektivitas dalam pemakaian. Dalam pengembangannya, katalis cair dapat digantikan dengan katalis asam padat seperti zeolit, clay, dan lain-lain.
Keuntungannya adalah dapat di-recovery, di-recycle, dan digunakan kembali Widyawati, 2007. Beberapa jenis katalis ditampilkan dalam Tabel 3.
15
Tabel 3. Jenis-jenis bahan katalis
Jenis Kondisi
Contoh
Logam Terdispersi
Low : PtAl
2
O
3
, RuSiO
2
; High : NiAl
2
O
3
Berpori Raney : Ni, Co, Fe-Al
2
O
3
-K
2
O Bulk
Pt, Ag Multi metallic
cluster , campuran
Terdispersi Pt-Re, Ni-Cu, Pt-AuAl
2
O
3
Oksida Single
Al
2
O
3
, Cr
2
O
3
, V
2
O
5
Dual SiO
2
-Al
2
O
3
, TiO
2
-Al
2
O
3
Komplek CuCr
2
O
4
, Bi
2
MoO
6
Sulfida Terdispersi
MoS
2
Al
2
O
3
,WS
2
Al
2
O
2
Asam Dual
SiO
2
-Al
2
O
3
Kristal Zeolit
Natural Clay Montmorillonite
Promoted Acid Super Acid SbF
5
, HF Basa
Terdispersi CaO, MgO, K
2
O, Na
2
O Sumber: Widyawati, 2007
Zeolit mempunyai sifat-sifat umum, antara lain berbentuk kristal yang agak lunak, air kristalnya mudah dilepaskan dengan pemanasan, namun mudah
menyerap air kembali dari udara dehidrasi. Selain itu, zeolit juga mudah melakukan pertukaran ion-ion alkali dengan ion-ion lainnya pertukaran ion,
adsorpsi, dan katalis. Zeolit mempunyai struktur berongga, biasanya rongga ini diisi oleh air dan kation yang dapat dipertukarkan dan memiliki ukuran pori-pori
tertentu Al Anshori, 2009. Oleh karena itu, zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring molekular,
penukar ion, penyerap bahan, dan katalisator. Berdasarkan asalnya, zeolit dibagi menjadi dua, yaitu Al Anshori, 2009:
16
1 Zeolit Alam
Zeolit alam terbentuk karena adanya proses perubahan alam zeolitisasi dari batuan vulkanik tuf, sedangkan zeolit sintesis direkayasa oleh manusia secara
proses kimia. Pembentukan mineral zeolit alam diduga merupakan hasil reaksi antara debu vulkanik dengan air garam, ada juga beberapa zeolit seperti kabasit,
erionit dan filipsit diduga sebagai hasil dari proses hidrotermal. Karena sifat-sifat zeolit alam sangat terbatas maka dilakukan sintesis zeolit untuk mensubtitusi
zeolit yang berasal dari alam. Berikut ini beberapa contoh zeolit alam diperlihatkan pada Tabel 4.
Tabel 4 . Beberapa mineral zeolit yang terdapat pada batuan sedimen
Nama Kimia Rumus Kimia Unit Sel
Analsim Na
16
Al
16
Si
16
O
96
. 16H
2
O Kabasit
Na
2
Ca
6
Al
12
Si
24
O
72
. 4H
2
O Klinoptilolit
Na
3
, K
3
Al
6
Si
30
O
72
. 24H
2
O Erionit
Na, Ca
0,5
, K
9
Al
9
Si
27
O
72
. 27H
2
O Faujasit
Na
58
Al
58
Si
13
4O
384
. 24H
2
O Mordenit
Na
8
Al
8
Si
40
O
90
. 24H
2
O Filipsit
Na, K
5
Al
5
Si
11
O
32
. 20H
2
O Laumontit
Ca
4
Al
8
Si
16
O
48
. 16H
2
O Heulandit
Ca
4
Al
8
Si
28
O
72
. 24H
2
O
2 Zeolit Sintetik
Perkembangan zeolit sintetik dimulai sejak akhir tahun 1940 oleh Union Carbide Corporations
, melalui suatu program pembuatan zeolit dengan meniru proses hidrotermal alamiah. Dengan cara ini telah berhasil dibuat lebih dari
seratus jenis zeolit, sebagai upaya pencarian jenis-jenis zeolit yang mempunyai
17
daya guna tinggi. Zeolit sintetik dapat diproduksi dengan cara hidrotermal dan kebanyakan diproduksi dibawah kondisi tidak setimbang, akibatnya zeolit yang
dihasilkan merupakan bahan metastabil atau mudah berubah. Tahap pertama dalam pembuatan zeolit adalah reaksi bahan dasar seperti gel atau zat padat amorf
hidroksida alkali dengan pH tinggi dan basa kuat dengan kondisi operasi pada suhu hidrotermal rendah.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai katalis-katalis yang digunakan dalam penelitian:
a. Asam Sulfat H
2
SO
4
Asam sulfat merupakan salah satu bahan penunjang yang sangat penting dan banyak dibutuhkan di bidang industri, terutama industri kimia. Oleh karena
itu, asam sulfat memperoleh julukan the lifeblood of industry. Asam sulfat merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak berwarna, tidak
berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai logam. Selain itu, bahan kimia ini dapat larut dengan air dengan segala perbandingan dan akan
terdekomposisi pada temperatur 300
o
C atau lebih menghasilkan sulfur trioksida Lutfiati, 2008. Adapun sifat-sifat dari asam sulfat lainnya ditampilkan dalam
Tabel 5.
18
Tabel 5. Sifat-sifat asam sulfat
Nama Senyawa Asam sulfat
Rumus Kimia H
2
SO
4
Wujud Senyawa 28˚C Liquid Cair
Berat Molekul 98,08 gmol
Warna Senyawa Tidak berwarna
Titik Leleh -35 - 10,36˚C
Titik Didih 270 - 340˚C
Sumber: Merck MSDS, 2011 Pada proses esterifikasi katalis yang banyak digunakan pada awalnya
adalah katalis homogen asam donor proton dalam pelarut organik, seperti H
2
SO
4
, HF, H
3
PO
4
, R-SO
3
H, dan PTSA. Katalis H
2
SO
4
dalam reaksi esterifikasi adalah katalisator positif karena berfungsi untuk mempercepat reaksi esterifikasi yang
berjalan lambat. H
2
SO
4
juga merupakan katalisator homogen karena membentuk satu fase dengan pereaksi Juan et al., 2007.
Adapun pemilihan penggunaan asam sulfat H
2
SO
4
sebagai katalisator dalam reaksi esterifikasi dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah
Sukardjo, 1997: 1.
asam sulfat selain bersifat asam juga merupakan agen pengoksidasi yang kuat 2.
dapat larut dalam air pada semua kepekatan 3.
konsentrasi ion H
+
berpengaruh terhadap kecepatan reaksi 4.
karena afinitasnya terhadap air, maka asam sulfat dapat menghilangkan bagian terbesar uap air dan gas yang basah, seperti udara lembab.
19
b. ZSM-5
ZSM Zeolite Sieve of Molecular Porosity-5 adalah jenis zeolit sintetis bersilika tinggi. Zeolit ini pertama kali ditemukan tahun 1973 oleh Argauer dan
Landolt. ZSM-5 adalah material berkadar silika tinggi yang terdiri dari 96 tetrahedral dalam satu unit selnya. Delapan tetrahedral diantaranya disusun oleh
atom aluminium. Rasio SiAl digunakan untuk menyatakan jumlah kadar Al dalam zeolit. Jika kadar aluminiumnya nol, maka zeolit ini disebut silikalit Al
Anshori, 2009. Struktur kerangka ZSM-5 disajikan dalam Gambar 6.
Gambar 6.
Struktur kerangka ZSM-5 Sumber: Paul Scherrer Institut, 2011
ZSM-5 dikenal sebagai jenis zeolit sintetik yang mempunyai permukaan inti asam dan struktur jaringan pori yang luas serta homogen. Kemampuan ZSM-5
untuk mengakselerasi berbagai jenis reaksi sangat berkait dengan sifat keasamannya yang dapat dikontrol dengan rasio SiAl. Namun, beragamnya
variasi SiAl ini sama sekali tidak akan mempengaruhi struktur kerangka ZSM-5 Setiadi, 2005. Adapun komposisi dari struktur zeolit ZSM-5 ditampilkan dalam
Tabel 6.
20
Tabel 6. Komposisi struktur ZSM-5
Nama Zeolit ZSM-5
Rasio SiO
2
Al
2
O
3
30 Bobot Na
2
O 0,1
Luas Permukaan 400 m
2
g
Komposisi ZnO 0,24
TiO
2
0,22 MgO 0,001
BaO 0,23 Na
2
O 0,001 Fe
2
O
3
0,49 CaO 0,005
K
2
O 0,073 SiO
2
89,651 Al
2
O
3
4,66 Sumber: Savitri et al., 2006
Selain digunakan pada proses reaksi esterifikasi pembuatan bioenergi, katalis ZSM-5 digunakan pula dalam konversi katalitik aseton menjadi
hidrokarbon C
1
-C
10
Setiadi, 2005 serta proses pembuatan bahan bakar cair dengan memanfaatkan limbah ban bekas menggunakan katalis zeolit y dan ZSM-5
melalui proses cracking Damayanthi dan Retno, 2010. Katalis ZSM-5 dapat pula digunakan untuk proses dewaxing, produksi synfuel, dan mensintesis etil benzena
Lefond, 1983.
2.4. Spektrofotometer
Fourier Transform Infra Red FTIR
Metode spektrofotometri inframerah IR digunakan untuk menentukan gugus fungsional suatu senyawa melalui prinsip absorpsi cahaya inframerah oleh molekul
dalam senyawa yang dianalisis. Panjang gelombang IR lebih pendek daripada panjang gelombang sinar tampak maupun UV, oleh karena itu IR tidak mampu
21
mentransisikan elektron, melainkan hanya menyebabkan molekul bergetar atau bervibrasi Hendayana, 1996.
Cara kerja alat spektrofotometri inframerah dapat dijelaskan dimana mula- mula sinar inframerah dilewatkan melalui sampel dan larutan pembanding, kemudian
dilewatkan pada monokromator untuk menghilangkan sinar yang tidak diinginkan stray radiation. Berkas ini kemudian didispersikan melalui prisma atau gratting.
Dengan melewatkannya melalui slit, sinar tersebut dapat difokuskan pada detektor yang akan mengubah berkas sinar menjadi sinyal listrik yang selanjutnya direkam
oleh recorder perekam Khopkar, 2008.
Adapun bagian-bagian penting
dari instrumen
spektrofotometer inframerah, yaitu:
1. sumber radiasi
2. monokromator
3. detektor
Diagram instrumen tersebut disajikan pada Gambar 7 yang terdapat di bawah ini:
Gambar 7. Skema alat spektrofotometer inframerah
Sumber: Fessenden Fessenden, 2006 Penggunaan spektrum inframerah untuk penentuan struktur senyawa
organik biasanya antara 650-4000 cm
-1
15,4-2,5 µm yang merupakan daerah fundamental. Daerah di bawah frekuensi 650 cm
-1
dinamakan infra merah jauh dan daerah di atas frekuensi 4000 cm
-1
dinamakan infra merah dekat. Letak
Larutan Uji
Larutan Pembanding
Monokromator Prisma
slit
22
puncak serapan dapat dinyatakan dalam satuan frekuensi µm atau bilangan gelombang cm
-1
Sudjadi, 1985. Molekul senyawa akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi
apabila menyerap radiasi inframerah. Dalam proses penyerapan, energi yang diserap akan menaikkan amplitudo gerakan vibrasi ikatan dalam molekul. Namun,
hanya ikatan yang memiliki momen dipol yang dapat menyerap radiasi inframerah Sastrohamidjojo, 1990.
2.5. Kromatografi Gas Spektroskopi Massa GC-MS