Gambaran Karateristik Penderita Karsinoma Nasofaring Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Dari Januari Sampai Desember 2009

(1)

GAMBARAN KARATERISTIK PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK, MEDAN DARI

JANUARI SAMPAI DESEMBER 2009 Oleh:

PRIYA DHARISHINI NIM : 070100319

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

GAMBARAN KARATERISTIK PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK, MEDAN DARI

JANUARI SAMPAI DESEMBER 2009

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

PRIYA DHARISHINI NIM : 070100319

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN KARATERISTIK PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK DARI

JANUARI SAMPAI DESEMBER 2009

NAMA : PRIYA DHARISHINI NIM : 070100319

Pembimbing Penguji

……… ………..

( dr.Andrina Rambe, Sp. THT ) ( dr.Juliandi Harahap, MA )

Medan, 14 Desember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof.Dr.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH) NIP: 19540220-198011-1-001


(4)

ABSTRAK

Pendahuluan: Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. KNF merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia.

Metode: Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran karateristik penderita KNF di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan dari Januari hingga Desember 2009. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif dengan pendekatan cross sectional. Jenis sampel yang digunakan adalah total sampling. Populasi yang diambil adalah seluruh penderita KNF yang berobat di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan dari Januari hingga Desember 2009. Hasil: Terdapat sebanyak 113 penderita karsinoma nasofaring dari bulan Januari sampai Desember 2009 di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik tahun dengan jumlah pria sebanyak 83 kasus (73,5%), kelompok umur yang terbanyak menderita KNF adalah kelompok umur 40- 49 tahun (26,5%), sebanyak 39,2% pasiennya adalah suku Batak, keluhan utama yang tertinggi adalah pembesaran kelenjar limfe (66,4%), stadium penyakit yang tertinggi adalah stadium IV (56 kasus) dan tipe histopatologis adalah karsinoma tanpa diferensiasi sebanyak 47,8%.

Diskusi: Karsinoma nasofaring paling banyak diderita oleh pria dan kelompok umur tertinggi adalah diantara 40 - 49 tahun. Keluhan utama yang paling sering adalah pembesaran kelenjar limfe dan didapati stadium yang tertinggi adalah stadium IV. Maka disimpulkan, hal ini dapat disebabkan oleh gejala dini yang tidak khas dan belum memadainya pelayanan kesehatan untuk mendeteksi dini penyakitnya. Disarankan rumah sakit , dinas kesehatan, puskesmas serta institusi – institusi kesehatan yang terkait perlu memberikan penyuluhan tentang karsinoma nasofaring agar dapat deteksi dini dan berobat awal.

Kata kunci: karsinoma nasofaring (KNF), karateristik


(5)

ABSTRACT

Introduction: Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is a malignant tumor that grows in the nasopharynx with a predilection in Rossenmuller fossa and the roof of the nasopharynx. NPC is a malignant tumor of head and neck regions were mostly in Indonesia.

Methods: The purpose of this study was to see the picture of the characteristics of NPC patients at the General Hospital Haji Adam Malik, Medan from January to December 2009. This research was conducted with descriptive retrospective method with cross sectional approach. Type of sample used is total sampling. Population sample is all the patients with NPC who was treated at General Hospital Haji Adam

Malik, Medan from January to December 2009.

Results: There were 113 patients with nasopharyngeal carcinoma from January 2009 until December 2009 at the General Hospital Haji Adam Malik year with the number of men as many as 83 cases (73.5%), the largest age group suffered from NPC is the age group 40-49 years ( 26.5%), as many as 39,2% cases of patients are the Batak ethnic group, the highest main symptom is the enlargement of lymph nodes (66,4%), the highest stage of disease is stage IV (49,6%) and histopathologic type is a carcinoma without differentiation is 47,8%.

Discussion: Nasopharyngeal carcinoma most common in men and the highest age group is between 40 -49 years. The main symptom most often occured is enlarge of lymph nodes and the highest stage of NPC is stage IV. The conclusion is this may be caused by early symptoms are not typical and inadequate health services to detect early disease. Hospitals, health departments, health care centers and institutions of health-related institutions need to provide for an extension of nasopharyngeal carcinoma early detection and early treatment.

Keywords: nasopharyngeal carcinoma (NPC),characteristics


(6)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. dr. Andrina Rambe, Sp. THT selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang, dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

5. Staf-staf bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan yang telah membantu penulis dalam mendapatkan informasi rekam medis yang dibutuhkan.

6. Seluruh teman-teman penulis yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Untuk seluruh bantuan baik moril atau materi yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak. Demikian dan terima kasih.

Medan, 6 Desember 2010

Penulis,

Priya Dharishini 070100319


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Definisi KarsinomaNasofaring... 5


(8)

2.3 Etiologi... 6

2.4 Klasifikasi & Histopatologi... 7

2.5 Gejala Klinis Karsinoma Nasofaring…... 8

2.5.1Gejala Dini……… 8

2.5.2 Gejala Lanjut………... 8

2.6 Stadium Karsinoma Nasofaring……… 9

2.6.1 T= Tumor……… 9

2.6.2 N= Nodul……… 10

2.6.3 M= Metastasis……… 10

2.6.4 Stadium………... 10

2.7 Diagnosis……… 11

2.8 Terapi bagi Karsinoma Nasofaring……… 12

2.9 Prognosis……….. … 13

2.10Komplikasi……….. 14

2.11 Pencegahan... 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL... 15

3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 15

3.2 Defenisi Operasional... BAB 4 METODE PENELITIAN... 18

4.1 Rancangan Penelitian... 18

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 18

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 18


(9)

4.5 Metode Analisis Data... 19

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 20

5.1 Hasil Penelitian ... 20

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 20

5.1.2. Jumlah Penderita Karsinoma Nasofaring... 20

5.1.3. Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Umur... 21

5.1.4. Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin... 22

5.1.5. Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Suku... 23

5.1.6. Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama... 24

5.1.7. Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Stadium... 25

5.1.8. Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Tipe Histopatologis... 26

5.2 Pembahasan... 27

5.2.1. Gambaran Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Umur... 27


(10)

5.2.2. Gambaran Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma

Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin... 28

5.2.3. Gambaran Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Suku... 28

5.2.4. Gambaran Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama... 29

5.2.5. Gambaran Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Stadium... 29

5.2.6. Gambaran Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Tipe Histopatologis... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 30

6.1 Kesimpulan ... 30

6.2 Saran... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.2 Tabel Stadium Karsinoma Nasofaring... 16 5.1 Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring

Berdasarkan Umur... 22 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring

Berdasarkan Jenis Kelamin... 23 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring

Berdasarkan Suku... 24 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring

Berdasarkan Keluhan Utama... 25 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring

Berdasarkan Stadium... 26 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Karsinoma Nasofaring


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Lampiran 4 Data Induk


(14)

ABSTRAK

Pendahuluan: Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. KNF merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia.

Metode: Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran karateristik penderita KNF di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan dari Januari hingga Desember 2009. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif dengan pendekatan cross sectional. Jenis sampel yang digunakan adalah total sampling. Populasi yang diambil adalah seluruh penderita KNF yang berobat di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan dari Januari hingga Desember 2009. Hasil: Terdapat sebanyak 113 penderita karsinoma nasofaring dari bulan Januari sampai Desember 2009 di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik tahun dengan jumlah pria sebanyak 83 kasus (73,5%), kelompok umur yang terbanyak menderita KNF adalah kelompok umur 40- 49 tahun (26,5%), sebanyak 39,2% pasiennya adalah suku Batak, keluhan utama yang tertinggi adalah pembesaran kelenjar limfe (66,4%), stadium penyakit yang tertinggi adalah stadium IV (56 kasus) dan tipe histopatologis adalah karsinoma tanpa diferensiasi sebanyak 47,8%.

Diskusi: Karsinoma nasofaring paling banyak diderita oleh pria dan kelompok umur tertinggi adalah diantara 40 - 49 tahun. Keluhan utama yang paling sering adalah pembesaran kelenjar limfe dan didapati stadium yang tertinggi adalah stadium IV. Maka disimpulkan, hal ini dapat disebabkan oleh gejala dini yang tidak khas dan belum memadainya pelayanan kesehatan untuk mendeteksi dini penyakitnya. Disarankan rumah sakit , dinas kesehatan, puskesmas serta institusi – institusi kesehatan yang terkait perlu memberikan penyuluhan tentang karsinoma nasofaring agar dapat deteksi dini dan berobat awal.

Kata kunci: karsinoma nasofaring (KNF), karateristik


(15)

ABSTRACT

Introduction: Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is a malignant tumor that grows in the nasopharynx with a predilection in Rossenmuller fossa and the roof of the nasopharynx. NPC is a malignant tumor of head and neck regions were mostly in Indonesia.

Methods: The purpose of this study was to see the picture of the characteristics of NPC patients at the General Hospital Haji Adam Malik, Medan from January to December 2009. This research was conducted with descriptive retrospective method with cross sectional approach. Type of sample used is total sampling. Population sample is all the patients with NPC who was treated at General Hospital Haji Adam

Malik, Medan from January to December 2009.

Results: There were 113 patients with nasopharyngeal carcinoma from January 2009 until December 2009 at the General Hospital Haji Adam Malik year with the number of men as many as 83 cases (73.5%), the largest age group suffered from NPC is the age group 40-49 years ( 26.5%), as many as 39,2% cases of patients are the Batak ethnic group, the highest main symptom is the enlargement of lymph nodes (66,4%), the highest stage of disease is stage IV (49,6%) and histopathologic type is a carcinoma without differentiation is 47,8%.

Discussion: Nasopharyngeal carcinoma most common in men and the highest age group is between 40 -49 years. The main symptom most often occured is enlarge of lymph nodes and the highest stage of NPC is stage IV. The conclusion is this may be caused by early symptoms are not typical and inadequate health services to detect early disease. Hospitals, health departments, health care centers and institutions of health-related institutions need to provide for an extension of nasopharyngeal carcinoma early detection and early treatment.

Keywords: nasopharyngeal carcinoma (NPC),characteristics


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. KNF merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia (Arima, 2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009).

KNF terjadi lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita, dengan rasio pria-wanita 2-3:1. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa prognosis lebih baik pada wanita dibandingkan pada pria, tetapi penelitian lain belum menunjukkan perbedaan ini. Usia rata-rata pada presentasi adalah 45-55 tahun. Pasien yang lebih muda tampaknya memiliki tingkat ketahanan hidup yang lebih baik daripada pasien yang lebih tua (Nasional Cancer Institute, 2009).

KNF tidak umum terjadi di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini adalah kurang dari 1 dalam 100.000. Namun, KNF cukup unik di beberapa daerah geografis, yaitu Cina Selatan, orang Eskimo, dan orang-orang di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Kanker nasofaring merupakan penyakit yang relative umum dalam populasi asal Cina Selatan di antara migrant (Nasional Cancer Institute ,2009).

Dalam sebahagian provinsi di Cina, dijumpai kasus KNF adalah sebanyak 15-30 per 100.000. Selain itu, di Cina Selatan khususnya Hong Kong dan Guangzhou, terdapat 10-150 kasus per 100.000 orang per tahun. Insiden tetap tinggi untuk keturunan Cina Selatan yang hidup di negara-negara lain (Fuda Cancer Hospital Guangzhou, 2002 dan Nasional Cancer Institute, 2009).

KNF di Indonesia, menempati urutan ke-5 dari 10 besar diantara tumor keganasan yang terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang


(17)

Telinga ,Tenggorok dan Hidung (THT). Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF. Dari data Departemen Kesehatan, tahun 1980 menunjukkan prevalensi 4.7 per 100,000 atau diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun. Dari data laporan profil KNF di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedoktoran Universitas Hasanuddin Makassar, periode Januari 2000 sampai Juni 2001 didapatkan 33% dari keganasan di bidang THT. Di RSUP H . Adam Malik Medan pada tahun 2002 -2007 ditemukan 684 penderita KNF ( Nasir, 2009).

Insidens KNF yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr . Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup juga menjadi salah satu faktor. Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik ventilasinya di Cina, Indonesia dan Kenya, meningkatkan jumlah kasus KNF.(Punagi,2007). Selain itu,terdapat riwayat sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat karsinogen seperti Benzopyrene, Benzoathracene (sejenis Hidrokarbon dalam arang batubara), gas kimia, asap industri, asap kayu dan beberapa ekstrak tumbuhan- tumbuhan (Nasir, 2009).

Ras juga berperan pada timbulnya KNF. Ras kulit putih jarang terkena penyakit ini. Di Asia yang terbanyak adalah bangsa Cina, baik di negara asalnya maupun yang diperantauan. Ras melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk yang agak banyak terkena. Adanya peradangan didaerah nasofaring menyebabkan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap karsinogen lingkungan (Nasir,2009).

Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok yaitu gejala nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata dan syaraf serta metastasis atau gejala di leher. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung, untuk itu nasofaring harus diperiksa dengan cermat kalau perlu dengan nasofaringoskop, karena sering gejala belum ada sedangkan tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor).


(18)

Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor seperti stadium yang lebih lanjut, usia lebih dari 40 tahun, laki-laki lebih dari perempuan,adanya pembesaran kelenjar leher, kelumpuhan saraf otak dan kerusakan tulang tengkorak ( Roezin,Anida, 2007).

Berdasarkan keterangan diatas,peneliti (saya) tertarik untuk mengetahui gambaran karateristik pada penderita KNF.

1.2.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperlukan suatu penelitian tentang gambaran karateristik penderita karsinoma nasofaring untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimanakah gambaran karateristik penderita karsinoma nasofaring di Medan?

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran karateristik penderita karsinoma nasofaring . 1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi umur pada penderita karsinoma nasofaring .

2. Untuk mengetahui distribusi jenis kelamin pada penderita karsinoma nasofaring . 3.Untuk mengetahui distribusi sukubangsa pada penderita karsinoma nasofaring . 4.Untuk mengetahui distribusi stadium pada penderita karsinoma nasofaring . 5.Untuk mengetahui distribusi keluhan utama pada penderita karsinoma nasofaring . 6.Untuk mengetahui distribusi tipe histopatalogis pada penderita karsinoma nasofaring .


(19)

1.4. Manfaat Penelitian

1.Data atau informasi hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pasien karena hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai edukasi pada pasien tentang penyakit ini agar dapat berobat lebih awal.

2.Untuk meningkatkan kesadaran pasien tentang faktor risiko terjadinya karsinoma nasofaring.

3.Masukan hasil data penelitian ini dapat membantu dokter mendiagnosis dini serta melakukan penatalaksanaan dan prognosis yang baik pada pasien .


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karsinoma Nasofaring

2.1 Definisi Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Arima, 2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009).

2.2 Epidemiologi

KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai penderita di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45 – 54 tahun. Laki-laki lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 2 – 3 : 1. Kanker nasofaring tidak umum dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini di Amerika Syarikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000 (Nasional Cancer Institute, 2009).

Disebahagian provinsi di Cina, dijumpai kasus KNF yang cukup tinggi yaitu 15-30 per 100.000 penduduk. Selain itu, di Cina Selatan khususnya Hong Kong dan Guangzhou,dilaporkan sebanyak 10-150 kasus per 100.000 orang per tahun.Insiden tetap tinggi untuk keturunan yang berasal Cina Selatan yang hidup di negara-negara lain. Hal ini menunjukkan sebuahkecenderungan untuk penyakit ini apabila dikombinasikan dengan lingkungan pemicu (Fuda Cancer Hospital Guangzhou, 2002 dan Nasional Cancer Institute, 2009).

Di Indonesia,KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas yang terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang Telinga , Hidung dan Tenggorok (THT). Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF (Nasir, 2009). Dari data Departemen Kesehatan, tahun 1980 menunjukan prevalensi 4,7 per 100.000 atau diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun (Punagi,2007). Dari data laporan profil KNF di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas


(21)

Hasanuddin Makassar ,periode Januari 2000 sampai Juni 2001 didapatkan 33% dari keganasan di bidang THT adalah KNF. Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2002 -2007 ditemukan 684 penderita KNF.

2.3 Etiologi

Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF adalah:

1. Kerentanan Genetik

Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring (Pandi, 1983 dan Nasir, 2009) .

2. Infeksi Virus Eipstein-Barr

Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi (undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi ( non-keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak


(22)

berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma (Nasir, 2009 dan Nasional Cancer Institute, 2009).

3. Faktor Lingkungan

Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,diantaranya dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat (Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009).

2.4 Klasifikasi & Histopatologi

Berdasarkan klasifikasi histopatologi menurut WHO, KNF dibagi menjadi tipe 1 karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi, tipe 2 gambaran histologinya karsinoma tidak berkeratin dengan sebagian sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang lebih ke arah diferensiasi baik, tipe 3 karsinoma tanpa diferensiensi adalah sangat heterogen, sel ganas membentuk sinsitial dengan batas sel tidak jelas. Jenis KNF yang banyak dijumpai adalah tipe 2 dan tipe 3. Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa diferisiensi mempunyai sifat radiosensitif dan mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr, sedangkan jenis karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak menunjukkan hubungan dengan virus Epstein-Barr (Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009).

2.5 Gejala Klinis Karsinoma Nasofaring 2.5.1 Gejala Dini

KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting (Roezin,Anida, 2007). Gejala pada telinga dapat dijumpai sumbatan Tuba Eutachius. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan


(23)

gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini. Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga. Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran

( Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009).

Gejala pada hidung adalah epistaksis akibat dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah muda. Selain itu,sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lain-lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang ( Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009 ).

2.5.2 Gejala Lanjut

Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor meluas ke bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi melekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter (Nutrisno , Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009 ).


(24)

Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh (Arima, 2006 dan Nurlita, 2009).

Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Pandi, 1983 dan Arima, 2006).

2.6 Stadium Karsinoma Nasofaring 2.6.1 T = Tumor

Tumor Primer (T)

TX - tumor primer tidak dapat dinilai T0 - Tidak ada bukti tumor primer Tis - Karsinoma in situ

T1 - Tumor terbatas pada nasofaring yang

T2 - Tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan / atau hidung fosa • T2a - Tanpa ekstensi parafaring

• T2b - Dengan perpanjangan parafaring


(25)

T4 - Tumor dengan ekstensi intrakranial dan atau keterlibatan SSP, fosa

infratemporal, hypopharynx, atau orbit (Roezin,Anida, 2007 dan National Cancer Institute,2009).

2.6.2 N = Nodule

N – Pembesaran kelenjar getah bening regional (KGB). N0 - Tidak ada pembesaran.

N1 - Terdapat metastesis unilateral KGB dengan ukuran kurang dari 6cm merupakan ukuran terbesar diatas fossa supraklavikular

N2 - Terdapat metastesis bilateral KGB dengan ukuran kurang dari 6cm merupakan ukuran terbesar diatas fossa supraklavikular

N3 - Terdapat metastesis

N3.a- KGB dengan ukuran kurang dari 6cm

N3.b- KGB diatas fossa supraklavikular (Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009).

2.6.3 M = Metastasis

Mx = Adanya Metastesis jauh yang tidak ditentukan. M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh (Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute,

2009).

2.6.4 Stadium

Stadium 0 – Tis, n0, M0 Stadium I - T1, n0, M0 Stadium IIA - T2a, n0, M0

Stadium IIB - (T1, N1, M0), (T2, N1, M0),(T2a, N1, M0 ),( T2b, N0, M0)

Stadium III - ( T1, N2, M0 ),(T2a, N2, M0),( T2b, N2, M0),( T3, N0, M0),( T3, N1, M0),( T3, N2, M0)

Stadium IVA - (T4, N0, M0), (T4, N1, M0),( T4, N2, M0) Stadium IVB - Setiap T, N3, M0


(26)

Stadium IVC - Setiap T, setiap N, M1(Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009).

2.7 Diagnosis

Persoalan diagnostik sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan Waters menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fossa serebri media. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal dan lain -lain dilakukan untuk mendeteksi metastasis (Nasir,2008).

Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsi). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy (Krishnakat, Samir,2002 dan Nasir, 2008).

Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada didalam mulut ditarik keluar dan diklem bersam-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik keatas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakuan dengan anestsi topical dengan Xylocain 10%.Bila dengan cara ini masih


(27)

belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam nakrosis. Endoskopi dapat membantu dokter untuk melihat bagian dalam tubuh dengan hanya menggunakan thin,fexible tube. Pasien disedasi semasa tuba dimasukkan melalui mulut ataupun hidung untuk menguji area kepala ataupun leher. Apabila endoskopi telah digunakan untuk melihat nasofaring,disebut nasofaringoskopi (Pandi, 1983 dan Arima, 2006).

2.8 Terapi bagi Karsinoma Nasofaring

Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan) ( Roezin, Anida, 2007 National Cancer Institute, 2009).

Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik. Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring (Fuda Cancer Hospital Guangzhou, 2002 dan Arisandi, 2008).

Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi sisa tumor induk


(28)

(residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi (Roezin, Anida, 2007).

Perawatan paliatif harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual ( Roezin, Anida, 2007).

Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatas tidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pasien akhirnya meninggal dalam keadaan umum yang buruk , perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis tumor (Fuda Cancer Hospital Guangzhou, 2002 dan Roezin, Anida, 2007).

2.9 Prognosis

Prognosis karsinoma nasofaring secara umum tergantung pada pertumbuhan lokal dan metastasenya. Karsinoma skuamosa berkeratinasi cenderung lebih agresif daripada yang non keratinasi dan tidak berdiferensiasi, walau metastase limfatik dan hematogen lebih sering pada ke-2 tipe yang disebutkan terakhir. Prognosis buruk bila dijumpai limfadenopati, stadium lanjut, tipe histologik karsinoma skuamus berkeratinasi . Prognosis juga diperburuk oleh beberapa faktor seperti stadium yang


(29)

lebih lanjut,usia lebih dari 40 tahun, laki-laki dari pada perempuan dan ras Cina daripada ras kulit putih (Arima, 2006) .

2.10 Komplikasi

Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi, dan hipoplasia struktur otot dan tulang diiradiasi. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis. Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi. Toksisitas ginjal dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin beresiko untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat (Maqbook, 2000 dan Nasir, 2009).

2.11 Pencegahan

Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta mengubah cara memasak makanan untuk mencegah kesan buruk yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Akhir sekali, melakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring lebih dini (Tirtaamijaya, 2009).


(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini kerangka konsep tentang gambaran karateristik penderita karsinoma nasofaring (KNF) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan dari Januari sampai Desember 2009.

Gambar 3.1 Kerangka konsep gambaran karateristik penderita karsinoma nasofaring

3.2 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang akan diteliti mencakup karateristik penderita karsinoma nasofaring dari segi umur, jenis kelamin, stadium penyakit, keluhan utama dan tipe histopatologis.

1) Karateristik umur diteliti dari golongan umur tertentu yaitu i. < 30 tahun

ii. umur 30 hingga 39 tahun iii. umur 40 hingga 49 tahun Penderita

Karsinoma Nasofaring.

Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring

• Umur

• Jenis Kelamin

• Suku Bangsa

• Stadium

• Keluhan Utama


(31)

iv. umur 50 hingga 59 tahun v. umur 60 hingga 69 tahun vi. umur 70 hingga 79 tahun vii. umur 80 hingga 89 tahun 2) Jenis kelamin

i. lelaki ii. perempuan 3) Suku Bangsa

4) Stadium penyakit dilihat dari stadium 1 hingga stadium 4. Tabel 3.2 Stadium KNF

5) Keluhan utama yang dimaksudkan adalah keluhan utama yang sering dikeluh oleh pasien KNF yang berobat ke RSUP H. Adam Malik, Medan antaranya adalah

i. gangguan pada telinga ii. gangguan pada hidung

iii. pembesaran kelenjar limfe leher

T1 T2a T2b T3 T4

N0 I IIA IIB III IVA

N1 IIB IIB IIB III IVA

N2 III III III III IVA

N3 IVB IVB IVB IVB IVB


(32)

6) Tipe – tipe histopatologis KNF menurut WHO yaitu :

i.Tipe 1 - karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi(keratinizing squamous cell carcinoma)

ii.Tipe 2- karsinoma tidak berkeratin (non-keratinizing squamous cell carcinoma)

iii.Tipe 3- karsinoma tanpa diferensiensi(undifferentiated carcinoma) 3.3 Cara Ukur

Meneliti dan menganalisa data rekam medis dari RSUP H. Adam Malik, Medan. 3.4 Alat Ukur

Alat ukur adalah rekam medis 3.5 Skala Pengukuran

1. Skala nominal adalah suatu himpunan yang terdiri dari anggota-anggota yang mempunyai kesamaan tiap anggotanya dan memiliki perbedaan anggota himpunan yang lain. Skala nominal yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk jenis kelamin dan keluhan utama pasien.

2. Skala ordinal adalah himpunan yang beranggotakan menurut rangking, urutan, pangkat atau jabatan. Dalam skala ordinal tiap himpunan tidak hanya dikategorikan kepada persamaan atau perbedaan dengan himpunan yang lain tetapi juga berangkat pernyataan lebih besar atau lebih kecil. Skala ordinal yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk stadium, umur dan tipe histopatalogis.


(33)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yang akan menilai gambaran karakteristik penderita karsinoma nasofaring di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.Waktu penelitian adalah secara retrospektif.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian

Waktu penelitian direncanakan pada bulan Agustus - November 2010 4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RSUP Haji Adam Malik, Medan. 4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh penderita karsinoma nasofaring yang berobat ke RSUP Haji Adam Malik, Medan.

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh penderita karsinoma nasofaring yang berobat ke RSUP Haji Adam Malik, Medan dari bulan Januari 2009 sampai Desember 2009.

4.4. Tehnik Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data sekunder berupa rekam medis di rumah sakit.


(34)

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang didapati adalah dari rekam medis. Analisa data yang diperoleh dilakukan secara dekriptif dengan menggunakan program komputer yaitu SPPS (Statistical Product And Service Solution). Data akan disusun dalam bentuk tabel ataupun pie chart.


(35)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit milik pemerintah. Rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Prov. Sumatera Utara. Rumah Sakit ini terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan Indonesia. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan Rumah Sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes no. 547/Menkes/SK/VII/1998 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991.

5.1.2. Proporsi Gambaran Karateristik Penderita Karsinoma Nasofaring

Berikut ini dapat diketahui distribusi proporsi karateristik penderita karsinoma nasofaring di Bagian Telinga, Hidung dan Tenggorakan (THT) RSUP. H. Adam Malik. Terdapat sebanyak 113 penderita karsinoma nasofaring yang berobat mulai bulan Januari 2009 sampai Desember 2009.


(36)

5.1.3. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Umur.

Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan umur diuraikan di tabel 5.1.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Umur.

Kelompok Umur n (%) i) < 30 tahun 20 17,7 ii) 30 - 39 tahun 17 15,0 iii) 40 - 49 tahun 30 26,5

iv) 50 - 59 tahun 25 22,1

v) 60 - 69 tahun 15 13,3 vi) 70 – 79 tahun 4 3,5 vii) 80 – 89 tahun 2 1,8 Total 113 100

Dari tabel 5.1. dapat dilihat bahwa kelompok umur yang tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah 40- 49 tahun yaitu sebanyak 30 orang (26,5%) diikuti dengan kelompok umur 50- 59 tahun yaitu sebanyak 25 orang (22,1%). Kelompok umur yang terendah adalah 80- 89 tahun yaitu sebanyak 2 orang (1,8%) diikuti dengan kelompok umur 70-79 tahun yaitu sebanyak 4 orang (3,5%).


(37)

5.1.4. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin.

Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin diuraikan di tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin.

Jenis Kelamin n (%) i) Laki- laki 83 73,5

ii) Perempuan 30 26,5 Total 113 100

Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita karsinoma nasofaring dijumpai pada laki- laki yaitu sebanyak 83 kasus (73,5%) sedangkan perempuan dijumpai sebanyak 30 kasus (26,5%).


(38)

5.1.5. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Suku . Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan suku diuraikan di tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Suku.

Suku Bangsa n (%) i) Batak 31 39,2 ii) Karo 15 19,0 iii) Jawa 14 17,7 iv) Minang 7 8,9 v) Aceh 12 15,2 vi) Tidak dicantum 34 30,1 Total 113 100

Dari tabel 5.3. dapat dilihat bahwa suku yang proporsi tertinggi suku Batak yaitu sebanyak 31 orang (39,2%) diikuti suku Karo sebanyak 15 orang (19,0%) , suku Jawa sebanyak 14 orang (17,7%) dan suku Aceh sebanyak 12 orang (15,2%). Proporsi dijumpai pada suku Minang yaitu sebanyak 7 orang (8,9%). Data yang tidak dicantum pada rekam medis adalah 34 orang (30,1%).


(39)

5.1.6. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama .

Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan keluhan utama diuraikan di tabel 5.4.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama.

Keluhan Utama n (%) i) Gangguan padaTelinga 12 10,6 ii) Gangguan pada Hidung 26 23,0

iii) Pembesaran Kelenjar Limfe 75 66,4 Total 113 100

Dari tabel 5.4. dapat dilihat bahwa keluhan utama yang tertinggi adalah pembesaran kelenjar limfe yaitu sebanyak 75 orang (66,4%) diikuti dengan gangguan pada hidung yaitu sebanyak 26 orang (23,0%). Keluhan utama yang terendah adalah gangguan pada telinga yaitu sebanyak 12 orang (10,6%) .


(40)

5.1.7. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Stadium .

Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan suku diuraikan di tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Stadium.

Stadium Penyakit n (%) i) Stadium 1 1 0,9 ii) Stadium 2 17 15,0 iii) Stadium 3 39 34,5 iv) Stadium 4 56 49,6 Total 113 100

Dari tabel 5.5. dapat dilihat bahwa stadium penyakit yang tertinggi adalah stadium 4 yaitu sebanyak 56 orang (49,6%) diikuti dengan stadium 3 yaitu sebanyak 39 orang (34,5%). Stadium penyakit yang terendah adalah stadium 1 yaitu sebanyak 1 orang (0,9%).


(41)

5.1.8.Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Tipe Histopatologis.

Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan tipe histopatologis diuraikan di tabel 5.6.

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Tipe Histopatologis

Tipe Histopatologis n (%) i) karsinoma sel skuamosa keratinisasi 12 10.6 ii) karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi 47 41.6

iii) karsinoma tanpa differensiasi 54 47.8 Total 100 113

Dari tabel 5.6. dapat dilihat bahwa tipe histopatologis yang tertinggi adalah karsinoma tanpa diferensiensi yaitu sebanyak 54 orang (47,8%) diikuti dengan karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi yaitu sebanyak 47 orang (41,6%). Tipe histopatogis yang terendah adalah karsinoma sel skuamosa keratinisasi yaitu sebanyak 12 orang (10,6%).


(42)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Gambaran Distribusi Karateristik Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Kelompk Umur.

Pada penelitian ini, usia penderita KNF yang termuda adalah 12 tahun dan yang tertua adalah 89 tahun.Roezin(1995) di Jakarta melaporkan bahwa rentang umur termuda adalah 4 tahun manakala umur tertua adalah 84 tahun. Dari distribusi data,didapati penderita terbanyak pada kelompok umur 40 – 49 tahun(26,5%) dan 50 – 59 tahun(22,1%). Hal ini hampir sama dengan Roezin (1995) yang mendapatkan kelompok umur 40 – 49 tahun (25,92%) dan 50 – 59 tahun (19,75%) serta Magdalena et el (1996) di Yogjakarta mendapatkan insiden tertinggi KNF pada kelompok umur 40 – 49 tahun (42,4%) dan Ibrahim (2007) di Medan menjumpai kelompok umur 40 -49 tahun (24%) dan 50 -59 tahun (29,2%). Insiden kanker meningkat sesuai peningkatan usia dan memerlukan waktu yang lama ,mulai dari paparan pertama bahan karsinogen sampai timbulnya kanker ataupun faktor –faktor lain.

5.2.2. Gambaran Distribusi Karateristik Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin.

Laki – laki lebih tinggi proporsinya dibanding perempuan dimana laki – laki berjumlah 83 orang sedangkan perempuan 30 orang. Laki- laki lebih banyak beraktivitas di luar maka mengalami stress sehingga terjadi penurunan respon imun.Ibrahim (2007) di Medan, mendapati kasus yang lebih tinggi pada laki- laki yaitu 74% dibanding perempuan sebanyak 26% dengan perbandingan 2,84:1 dimana hampir sama perbandingan dalam penelitian ini yaitu 2,8 :1. Selain itu ,gaya hidup laki – laki berbeda daripada perempuan seperti kebiasaan merokok dimana jumlah laki – laki merokok lebih tinggi berbanding perempuan.


(43)

5.2.3. Gambaran Distribusi Karateristik Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Suku Bangsa.

Dari distribusi data didapati suku Batak (39,2%) paling banyak menderita KNF diikuti suku Karo (19,0%) dan suku Jawa (17,7%). Delfitri (2006) melaporkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Antibodi anti Epstein Barr Virus (EBNA-1) dengan karsinoma nasofaring pada etnis Batak dan ditemukan gen yang berperan pada penyebab KNF suku batak adalah gen HLA-DRBI*0.

5.2.4 Gambaran Distribusi Karateristik Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama.

Keluhan utama yang tertinggi adalah pembesaran kelenjar limfe (66,4%) yaitu 75 orang pederita. Pada penelitian ini, didapati sebanyak 35 orang penderita datang dengan keluhan terdapat benjolan pada bagian unilateral leher serta 40 orang penderita mendapati benjolan pada kedua – dua sisi leher. Dengan demikian penderita datang berobat ketika stadium telah lanjut atau tidak terdeteksi pada pelayanan kesehatan sebelumnya. Hal ini disebabkan gejala dini KNF tidak khas, sehingga tidak dihiraukan penderita. Beberapa penelitian juga mendapatkan pembesaran kelenjar getah bening servikal merupakan gejala dini paling sering dirasakan penderita KNF. Delfitri (2006) di Medan, mendapatkan adanya pembesaran kelenjar limfe sebanyak 43%, keluhan pada telinga sebanyak 13 % dan keluhan pada hidung sebanyak 20%.

5.2.5 Gambaran Distribusi Karateristik Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Stadium.

Stadium tumor pada penelitian ini paling banyak dijumpai pada stadium IV yaitu 56 penderita (49,6%). Stadium III dijumpai 39 penderita (34,5%), sedangkan stadium I dijumpai pada 1 orang penderita. Geara (2005) di Jakarta dalam penelitiannya menemukan stadium IV paling banyak (60%). Banyaknya penderita yang ditemukan pada stadium lanjut menunjukkan terlambatnya diagnosa ditegakkan.


(44)

Hal ini dapat disebabkan oleh gejala dini yang tidak khas dan belum memadainya pelayanan kesehatan.Krishna (2004) dalam penelitiannya di India menemukan penderita stadium IV sebanyak 58,9% dari 29 kasusnya. Delfitri (2006) di Medan , mendapatkan stadium IV sebanyak 26% dari 55 kasusnya, stadium III sebanyak 67% dan stadium II sebanyak 7% .

5.2.6 Gambaran Distribusi Karateristik Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Tipe Histopatologis.

Pada penelitian ini sebahagian besar penderita KNF mempunyai jenis histopatologis WHO tipe 3 yaitu karsinoma tanpa diferensiensi (47,8%),diikuti WHO tipe 2 (karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi) sebanyak 41,6% dan WHO tipe 1 (karsinoma sel skuamosa keratinisasi) sebanyak 10,6%. Beberapa penelitian mendapatkan WHO tipe 3 yang tertinggi seperti Magdalena (1996) di Yogjakarta sebanyak 88,98%, WHO tipe 2 (karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi (3,74%) dan WHO tipe1, (karsinoma sel skuamosa keratinisasi) sebanyak 1,72% . Ibrahim (2007) mendapatkan WHO tipe 3 yaitu karsinoma tanpa diferensiensi (38,6%),diikuti WHO tipe 2 sebanyak 33,3% dan WHO tipe 1 sebanyak 28,1%. Delfitri (2006) di Medan , mendapatkan WHO tipe 3 yaitu karsinoma tanpa diferensiensi sebanyak 53%, diikuti WHO tipe 2 sebanyak 18 % dan WHO tipe 1 sebanyak 29 % dari 55 kasusnya. Di Asia, WHO tipe 3 merupakan tipe yang terbanyak sedangkan di Amerika Serikat yang paling banyak adalah WHO tipe 1. Berdasarkan perbedaan dominasi jenis histopatologis,perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi jenis histopatologis.


(45)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

1. Jumlah total penderita yang menderita KNF di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik dari bulan Januari 2009 sampai Desember 2009 adalah sebanyak 113 orang.

2. Proporsi kelompok usia tertinggi yang menderita KNF adalah 40- 49 tahun yaitu sebanyak 30 orang (26,5%) diikuti dengan kelompok umur 50- 59 tahun yaitu sebanyak 25 orang (22,1%). Kelompok umur yang terendah penderita karsinoma nasofaring adalah 80- 89 tahun yaitu sebanyak 2 orang (1,8%) 3. Proporsi jenis kelamin tertinggi yang menderita KNF adalah laki- laki paling

tinggi berbanding perempuan yaitu sebanyak 83 orang (73,5%). Penderita karsinoma nasofaring perempuan adalah sebanyak 30 orang (26,5%).

4. Proporsi suku tertinggi yang menderita KNF adalah suku Batak yaitu sebanyak 31 orang (39,2%). Manakala penderita karsinoma nasofaring suku Karo adalah 15 orang (19,0%) dan suku Jawa adalah 14 orang (17,7%)

5. Proporsi keluhan utama tertinggi yang menderita KNF adalah pembesaran kelenjar limfe yaitu sebanyak 75 orang (66,4%) diikuti dengan gangguan pada hidung yaitu sebanyak 26 orang (23,0%)

6. Proporsi stadium tertinggi yang menderita KNF adalah stadium 4 yaitu sebanyak 56 orang (49,6%) diikuti dengan stadium 3 yaitu sebanyak 39 orang (34,5%).


(46)

7. Proporsi tipe histopatologi tertinggi yang menderita KNF adalah WHO tipe 3 (karsinoma tanpa diferensiensi) yaitu sebanyak 54 orang (47,8%) diikuti dengan WHO tipe 2 (karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi) yaitu sebanyak 47 orang (41,6%).

6.2. Saran

1. Rumah sakit , dinas kesehatan , puskesmas serta institusi – institusi kesehatan yang terkait perlu memberikan penyuluhan tentang karsinoma nasofaring agar dapat deteksi dini dan berobat awal.

2. Dengan adanya perbedaan dominasi tipe histopatologis pada masing – masing penelitian di tempat yang berbeda maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi tipe histopatogis .

3. Pihak rumah sakit disarankan agar pencatatan status sukubangsa pasien pada rekam medis dilakukan dengan lengkap untuk peneliti lain yang akan melakukan penelitian berdasarkan rekam medis.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Arima,Aria,C, 2006. Paralisis Saraf Kranial Multipel pada Karsinoma

Nasofaring.Available from: http://library.usu.ac.id/download/fk/

D0400193.pdf [Accesed 17 April 2010]

Arisandi,D, Kep,2008.Asuhan Perawatan Pada Klien Dengan Kanker

Nasofaring.Sekolah Tinggi Keperawatan Muhammadiyah Pontianak.

Available from: http://www.fadlie.web.id/askep/askep-kanker- nasofaring9s.pdf. [Accesed 10April 2010]

Boies,A, Boies,H,1997.Boies Fundamental Of Otolarynology.6th ed. Philadlephia:EGC Publications.

Fuda Cancer Hospital Guangzhou,2002.Nasopharynx Carcinoma Therapy After The Failure of Coventional Therapy.China: Fuda Cancer Hospital Guangzhou. Available from: http:// www.orienttumor.com/id/Kanker_ nasofaring. htm. [ Accesed 17April2010]

Ghorayeb,BY,2010. Pictures and Imaging of Nasopharyngeal Squamous

Cell Carcinoma. Otolaryngology Houston.Available from:

http://www.ghorayeb.net/NasopharyngealSquamousCellCarcinoma.html [ Accesed 30April 2010]


(48)

Ghosal,S,2008.Carcinoma Nasopharynx.Department Of Radiotherapy, PGIMER,Chandigarh.Available from: http://www.slideshare.net

Hall,S,Colman,B.H,1987.Disease Of The Nose,Throat And Ear Book. 13th ed.New York:Churchill Livingstone.

Hidayat, B,2009.Hubungan Antara Gambaran Timpanometri Dengan Letak Dan Stadium Tumor Kanker Nasofaring.Tesis: Fakultas Universitas Sumatera Utara,Medan:27-28

Krishnakat B.B,Samir K.B,Tilak M.S,2002.Pharyngeal Tumors.In: A Short Textbook Of Ear,Nose And Throat Disease For Students And Practioners.Edition 5, Mumbai:Usha Publications, 307-310.

Lin HS,2009. Malignant Nasopharyngeal Tumors.Associate Professor Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery.Available from:http://emedicine.medscape.com/article/848163-overview.[Accesed 5 April 2010]

Maqbook,M,2000.Tumours Of Nasopharynx.In:Textbook Of Ear,Nose And Throat Disease.Edition 9,Srinagar:Jay Pee Brothers,250-253

Muchiri,M,2008.Demographic Study Of Nasopharyngeal Carcinoma In Hospital Setting.East African Medical J;Vol 85:181-185.


(49)

Nasir,N,2009.Karsinoma Nasofaring.Kedokteran Islam.Available from: http://www.nasriyadinasir.co.cc/2009/12/karsinomanasofaring_20.html[Acces ed 5April2010]

National Cancer Institute,2009. Nasopharyngeal Cancer

Treatment.U.S.A:National Cancer Institute.Available from: http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/HealthProf essional/page9.[Accesed 17April2010]

Nurlita, N,2009.Karsinoma Nasofaring.Ilmu Keperawatan.Available from: http://ilmukeperawatan4u.blogspot.com/2009/06/canasofaring.html[Accessed

5April 2010]

Nutrisno,Achadi ,Nietje, ML,1988,Karsinoma Nasofaring Di Rumah Sakit Dr.Kariadi Semarang.Cermin Dunia Kedokteran. h ttp://www.scribd. com/doc/7962675/Cdk-052- Tumortumor-Di-Kepala-Dan-Leher. [Accesed 15 April 2010]

PABI Yogyakarta,2010. Karsinoma nasofaring .Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Pandi, Purnama S. 1983. Aspek Klinik Tumor Ganas Telinga-Hidung-Tenggorok. In : Himawan, Sutisna. Tumor Kepala dan Leher : Diagnosis dan Terapi. Jakarta : FKUI. pp: 65-71


(50)

Roezin ,A,Anida,S,2007.Karsinoma Nasofaring.Dalam:Buku Ajar Telinga Hidung,Tenggorok Kepala Dan Leher.Edisi 6,Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,146-150.

Soekidjo,N,2005.Penelitian Kesehatan.Dalam:Metadologi Penelitian kesehatan,Edisi 3,Jakarta:Penerbit Rineka Cipta,24-34

Wordpress.com. Available

from: http://tirtaamijaya.wordpress.com/2009/03/04/pencegahan kanker -nasopharing/.Accesed [15 April 2010]

Yanagisawa E, Hirokawa R, Yanagisawa K,1994 Endoscopic view of nasopharyngeal carcinoma. Ear Nose Throat J;73(1): 12-14.


(51)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Priya Dharishini

Tempat / tanggal lahir : Perak / 29 Januari 1986

Agama : Hindu

Alamat : Jalan Dr.Mansur, Gang Sehat, No.26 Medan, Indonesia.

Riwayat Pendidikan : Sijil Tinggi Pelajaran Menengah(SPM)-2006 SMA Kelas III-2006/2007

Fakultas Kedokteran USU- sekarang Riwayat Organisasi : 1. Ahli PKPMI


(52)

HASIL OUTPUT SPSS

1. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Umur.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <30thn 20 17.7 17.7 17.7

30 hingga 39thn 17 15.0 15.0 32.7

40 hingga 49thn 30 26.5 26.5 59.3

50 hingga 59thn 25 22.1 22.1 81.4

60 hingga 69thn 15 13.3 13.3 94.7

70 hingga 79thn 4 3.5 3.5 98.2

80 hingga 89thn 2 1.8 1.8 100.0

Total 113 100.0 100.0

2. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 83 73.5 73.5 73.5

perempuan 30 26.5 26.5 100.0


(53)

3. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Suku.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid batak 31 27.4 27.4 27.4

karo 15 13.3 13.3 40.7

jawa 14 12.4 12.4 53.1

minang 7 6.2 6.2 59.3

aceh 12 10.6 10.6 69.9

tidak ada 34 30.1 30.1 100.0

Total 113 100.0 100.0

4. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid telinga 12 10.6 10.6 10.6

hidung 26 23.0 23.0 33.6

kelenjar limfe 75 66.4 66.4 100.0


(54)

5. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Stadium.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid i 1 .9 .9 .9

ii 17 15.0 15.0 15.9

iii 39 34.5 34.5 50.4

iv 56 49.6 49.6 100.0

Total 113 100.0 100.0

6. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Tipe Histopatologis.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid keratinizing skuamous

sel

12 10.6 10.6 10.6

non keratinizing skuamous sel

47 41.6 41.6 52.2

undifferentiated 54 47.8 47.8 100.0


(1)

Nasir,N,2009.Karsinoma Nasofaring.Kedokteran Islam.Available from: http://www.nasriyadinasir.co.cc/2009/12/karsinomanasofaring_20.html[Acces ed 5April2010]

National Cancer Institute,2009. Nasopharyngeal Cancer

Treatment.U.S.A:National Cancer Institute.Available from: http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/HealthProf essional/page9.[Accesed 17April2010]

Nurlita, N,2009.Karsinoma Nasofaring.Ilmu Keperawatan.Available from: http://ilmukeperawatan4u.blogspot.com/2009/06/canasofaring.html[Accessed

5April 2010]

Nutrisno,Achadi ,Nietje, ML,1988,Karsinoma Nasofaring Di Rumah Sakit Dr.Kariadi Semarang.Cermin Dunia Kedokteran. h ttp://www.scribd. com/doc/7962675/Cdk-052- Tumortumor-Di-Kepala-Dan-Leher. [Accesed 15 April 2010]

PABI Yogyakarta,2010. Karsinoma nasofaring .Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia (IDI).


(2)

Roezin ,A,Anida,S,2007.Karsinoma Nasofaring.Dalam:Buku Ajar Telinga Hidung,Tenggorok Kepala Dan Leher.Edisi 6,Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,146-150.

Soekidjo,N,2005.Penelitian Kesehatan.Dalam:Metadologi Penelitian kesehatan,Edisi 3,Jakarta:Penerbit Rineka Cipta,24-34

Wordpress.com. Available from: http://tirtaamijaya.wordpress.com/2009/03/04/pencegahan kanker -nasopharing/.Accesed [15 April 2010]

Yanagisawa E, Hirokawa R, Yanagisawa K,1994 Endoscopic view of nasopharyngeal carcinoma. Ear Nose Throat J;73(1): 12-14.


(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Priya Dharishini

Tempat / tanggal lahir : Perak / 29 Januari 1986

Agama : Hindu

Alamat : Jalan Dr.Mansur, Gang Sehat, No.26 Medan, Indonesia.

Riwayat Pendidikan : Sijil Tinggi Pelajaran Menengah(SPM)-2006 SMA Kelas III-2006/2007

Fakultas Kedokteran USU- sekarang Riwayat Organisasi : 1. Ahli PKPMI


(4)

HASIL OUTPUT SPSS

1. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Umur.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <30thn 20 17.7 17.7 17.7

30 hingga 39thn 17 15.0 15.0 32.7

40 hingga 49thn 30 26.5 26.5 59.3

50 hingga 59thn 25 22.1 22.1 81.4

60 hingga 69thn 15 13.3 13.3 94.7

70 hingga 79thn 4 3.5 3.5 98.2

80 hingga 89thn 2 1.8 1.8 100.0

Total 113 100.0 100.0

2. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(5)

3. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Suku.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid batak 31 27.4 27.4 27.4

karo 15 13.3 13.3 40.7

jawa 14 12.4 12.4 53.1

minang 7 6.2 6.2 59.3

aceh 12 10.6 10.6 69.9

tidak ada 34 30.1 30.1 100.0

Total 113 100.0 100.0

4.Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Keluhan Utama.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid telinga 12 10.6 10.6 10.6

hidung 26 23.0 23.0 33.6

kelenjar limfe 75 66.4 66.4 100.0


(6)

5. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Stadium.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid i 1 .9 .9 .9

ii 17 15.0 15.0 15.9

iii 39 34.5 34.5 50.4

iv 56 49.6 49.6 100.0

Total 113 100.0 100.0

6.Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Tipe Histopatologis.

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid keratinizing skuamous

sel

12 10.6 10.6 10.6

non keratinizing skuamous sel

47 41.6 41.6 52.2

undifferentiated 54 47.8 47.8 100.0