Klasifikasi Histopatologi Diagnosis TINJAUAN PUSTAKA

berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma Nasir, 2009 dan Nasional Cancer Institute, 2009.

3. Faktor Lingkungan

Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,diantaranya dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009.

2.4 Klasifikasi Histopatologi

Berdasarkan klasifikasi histopatologi menurut WHO, KNF dibagi menjadi tipe 1 karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi, tipe 2 gambaran histologinya karsinoma tidak berkeratin dengan sebagian sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang lebih ke arah diferensiasi baik, tipe 3 karsinoma tanpa diferensiensi adalah sangat heterogen, sel ganas membentuk sinsitial dengan batas sel tidak jelas. Jenis KNF yang banyak dijumpai adalah tipe 2 dan tipe 3. Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa diferisiensi mempunyai sifat radiosensitif dan mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr, sedangkan jenis karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak menunjukkan hubungan dengan virus Epstein-Barr Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009. 2.5 Gejala Klinis Karsinoma Nasofaring 2.5.1 Gejala Dini KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting Roezin,Anida, 2007. Gejala pada telinga dapat dijumpai sumbatan Tuba Eutachius. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan Universitas Sumatera Utara gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini. Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga. Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009. Gejala pada hidung adalah epistaksis akibat dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah muda. Selain itu,sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lain-lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009 .

2.5.2 Gejala Lanjut

Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor meluas ke bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi melekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter Nutrisno , Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009 . Universitas Sumatera Utara Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan ialah penglihatan ganda diplopia, rasa baal mati rasa didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja unilateral tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh Arima, 2006 dan Nurlita, 2009. Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk Pandi, 1983 dan Arima, 2006. 2.6 Stadium Karsinoma Nasofaring

2.6.1 T = Tumor

Tumor Primer T TX - tumor primer tidak dapat dinilai T0 - Tidak ada bukti tumor primer Tis - Karsinoma in situ T1 - Tumor terbatas pada nasofaring yang T2 - Tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan atau hidung fosa • T2a - Tanpa ekstensi parafaring • T2b - Dengan perpanjangan parafaring T3 - Tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus paranasal Universitas Sumatera Utara T4 - Tumor dengan ekstensi intrakranial dan atau keterlibatan SSP, fosa infratemporal, hypopharynx, atau orbit Roezin,Anida, 2007 dan National Cancer Institute,2009.

2.6.2 N = Nodule

N – Pembesaran kelenjar getah bening regional KGB. N0 - Tidak ada pembesaran. N1 - Terdapat metastesis unilateral KGB dengan ukuran kurang dari 6cm merupakan ukuran terbesar diatas fossa supraklavikular N2 - Terdapat metastesis bilateral KGB dengan ukuran kurang dari 6cm merupakan ukuran terbesar diatas fossa supraklavikular N3 - Terdapat metastesis N3.a- KGB dengan ukuran kurang dari 6cm N3.b- KGB diatas fossa supraklavikular Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009.

2.6.3 M = Metastasis

Mx = Adanya Metastesis jauh yang tidak ditentukan. M Tidak ada metastasis jauh M 1 Terdapat metastasis jauh Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009.

2.6.4 Stadium

Stadium 0 – Tis, n0, M0 Stadium I - T1, n0, M0 Stadium IIA - T2a, n0, M0 Stadium IIB - T1, N1, M0, T2, N1, M0,T2a, N1, M0 , T2b, N0, M0 Stadium III - T1, N2, M0 ,T2a, N2, M0, T2b, N2, M0, T3, N0, M0, T3, N1, M0, T3, N2, M0 Stadium IVA - T4, N0, M0, T4, N1, M0, T4, N2, M0 Stadium IVB - Setiap T, N3, M0 Universitas Sumatera Utara Stadium IVC - Setiap T, setiap N, M1Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009.

2.7 Diagnosis

Persoalan diagnostik sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan Waters menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fossa serebri media. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal dan lain -lain dilakukan untuk mendeteksi metastasis Nasir,2008. Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya blind biopsi. Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy Krishnakat, Samir,2002 dan Nasir, 2008. Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada didalam mulut ditarik keluar dan diklem bersam-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik keatas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakuan dengan anestsi topical dengan Xylocain 10.Bila dengan cara ini masih Universitas Sumatera Utara belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam nakrosis. Endoskopi dapat membantu dokter untuk melihat bagian dalam tubuh dengan hanya menggunakan thin,fexible tube. Pasien disedasi semasa tuba dimasukkan melalui mulut ataupun hidung untuk menguji area kepala ataupun leher. Apabila endoskopi telah digunakan untuk melihat nasofaring,disebut nasofaringoskopi Pandi, 1983 dan Arima, 2006.

2.8 Terapi bagi Karsinoma Nasofaring