Kerangka teori Perlindungan Hukum Pemilik Paten Dalam Lisensi Wajib

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya bidang hak kekayaan intelekual serta menambah khasanah perpustakaan. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan dalam mempelajari tentang peralihan hak paten, khususnya bagi para notaris, demikian juga bagi para akademisi, pengacara, mahasiswa dan masyarakat umum.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian dengan judul ”Perlindungan Hukum Pemilik Paten Dalam Lisensi Wajib” Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka teori

Kerangka teori yang akan dijadikan pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori perlindungan yang dikemukakan Rachmadi Usman: 17 Paten merupakan hak istimewa eksklusif yang diberikan kepada seseorang penemu inventor atas hasil penemuannya invention yang dilakukannya di bidang teknologi, baik yang berbentuk produk atau proses saja. Atas dasar hak istimewa tersebut, orang lain dilarang untuk mendayagunakan hasil penemuannya, terkecuali atas izinnya atau penemu sendiri melaksanakan hasil penemuannya. Hak istimewa ini diberikan untuk jangka waktu tertentu, setelah itu hasil penemuannya menjadi milik umum. Dengan demikian setiap hasil penemuan yang telah dipatenkan, penemunya akan mendapatkan hak monopoli untuk melaksanakan atau mendayagunakan hasil temuannya tersebut. Dengan hak monopoli tersebut, penemu paten diwajibkan melaksanakan paten tersebut, yang berarti jika yang bersangkutan tidak melaksanakannya, patennya dicabut. Dengan demikian, masyarakat dapat menikmati hasil penemuan itu. Bagi penemu hak monopoli ini dapat dianggap sebagai suatu penghargaan bagi ide intelektualnya. 18 17 Rachmadi Usman, op. cit., hal. 205. 18 Ibid., hal. 206. Amelya Zuharni: Perlindungan Hukum Pemilik Paten Dalam Lisensi Wajib, 2008. USU e-Repository © 2008 Hak Paten diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 dirumuskan pengertian paten sebagai berikut: 1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. 2. Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui ada dua istilah yaitu istilah ”invensi” dan istilah ”inventor”, yang perlu dijelaskan pengertan secara yuridis, istilah invensi adalah ide iventor yang dituangkan ke dalam suatu produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Sedangka inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. Penjelasan undang-undang tentang paten menegaskan bahwa istilah invensi digunakan untuk penemuan dan istilah inventor digunakan untuk penemu. Istilah penemuan diubah menjadi invensi, dengan alasan istilah invensi berasal dari invention yang secara khusus dipergunakan dalam kaitannya dengan Paten. Dengan ungkapan lain, istilah invensi jauh lebih tepat dibandingkan dengan istilah penemuan sebab kata penemuan memilik aneka pengertian. Ciri khas yang dapat dipatenkan adalah kandungan pengetahuan yang sistematis, yang dapat dikomunikasikan, dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah atau kebutuhan manusia yang timbul dalam industri, pertanian atau perdagangan. M. Mochtar mengemukakan: 19 Pengertian teknologi di sini adalah pengetahuan yang sistematis, artinya teorganisasi dan dapat memberikan penyelesaian masalah. Pengetahuan itu harus ada di suatu tempat, dalam bentuk tulisan atau dalam pikiran orang dan harus diungkapkan sehingga dapat dikomunikasikan dari orang yang satu ke yang lainnya. Serta pengetahuan itu harus terarah pada suatu hasil yaitu memberikan manfaa pada industri, pertanian atau perdagangan. Penemuan yang dimaksud merupakan pengetahuan yang sistematis, yang memberikan 19 M. Mochtar, Peranan Paten Untuk Pembangunan Industri, Makalah disajikan pada Seminar Sehari Peran Paten dan Merek dalam Meningkatkan Motivasi Teknologi dan Pertumbuhan Ekonomi, Perhimpunan Ahli Teknik Indonesia Sub Wilayah Tangerang, Serpong, 1993, hal. 5. Amelya Zuharni: Perlindungan Hukum Pemilik Paten Dalam Lisensi Wajib, 2008. USU e-Repository © 2008 jawaban atas suatu masalah dalam suatu bentuk tulisan. Tulisan ini merupakan hasil publikasi yang dimaksudkan sebagai cara mengkomunikasikan pengetahuan itu kepada orang lain. Harus dipahami bahwa publikasi dalam suatu prestasi ilmiah atau publikasi ilmiah. Publikasi tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual untuk suatu penemuan yang mengandung aspek perlindungan hukum di dalamnya. Dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten diatur siapa saja yang merupakan subjek paten. Pada dasarnya yang menjadi subjek paten adalah penemu atau yang di dalam undang-undang itu disebut inventor. Dalam undang-undang paten ditentukan bahwa yang berhak memperoleh paten adalah inventor yang menerima lebih lanjut hak inventor yang bersangkutan. 20 Apabila suatu invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama-sama, hak atas invensi tersebut dimiliki secara bersama-sama oleh para inventor yang bersangkutan. 21 Ketentuan Pasal 10 ini menegaskan bahwa hanya inventor atau yng menerima lebih lanjut hak inventor yang berhak memperoleh paten atas invensi yang bersangkutan. Penerimaan lebih hak inventor tersebut dapat melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjia tertulis atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang- undangan. 22 Invensi dapat saja dihasilkan oleh mereka yang berada dalam hubungan kerja atau karyawan maupun pekerja yang menggunakan data danatau sarana yang tersedia dalam pekerjaannya dan pada umumnya mereka dianggap pula sebagai subjek paten. Mengenai siapa yang dianggap sebagai pemilik paten diatur dalam Pasal 12 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, sebagai berikut: 1 Pihak yang berhak memperoleh Paten atas suatu Invensi yang dihasilkan dalam suatu hubungan kerja adalah pihak yang memberikan pekerjaan tersebut, kecuali diperjanjikan lain. 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 juga berlaku terhadap Invensi yang dihasilkan baik oleh karyawan maupun pekerja yang menggunakan data danatau sarana yang tersedia dalam pekerjaannya sekalipun perjanjian tersebut tidak mengharuskannya untuk menghasilkan Invensi. 3 Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 berhak mendapatkan imbalan yang layak dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh dari Invensi tersebut. 20 Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 21 Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 22 Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Amelya Zuharni: Perlindungan Hukum Pemilik Paten Dalam Lisensi Wajib, 2008. USU e-Repository © 2008 4 Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dibayarkan: 1. dalam jumlah tertentu dan sekaligus; 2. persentase; 3. gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus; 4. gabungan antara persentase dan hadiah atau bonus; atau 5. bentuk lain yang disepakati para pihak; 6. yang besarnya ditetapkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan. 5 Dalam hal tidak terdapat kesesuaian mengenai cara perhitungan dan penetapan besarnya imbalan, keputusan untuk itu diberikan oleh Pengadilan Niaga. 6 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 sama sekali tidak menghapuskan hak Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam Sertifikat Paten. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 itu, hak ekonomis atas suatu paten dapat dialihkan atau beralih kepada orang lain, karena inventor terikat dalam hubungan kerja atau inventor menggunakan data danatau sarana yang tersedia dalam pekerjaannya. Terkecuali diperjanjikan lain, pihak yang berhak memperoleh patennya adalah pihak yang memberikan pekerjaan atau atasannya. Sebagai gantinya, inventornya berhak mendapatkan imbalan yang layak dengan memperhatikan manfaat ekonomis yang diperoleh dari invensi tersebut. Selain inventor atau mereka yang menerima lebih lanjut hak dari inventor yang bersangkutan, dikenal pula ”pemakai terdahulu” yang juga mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap pemakai terdahulu atas invensi yang sama ini, hanya akan diakui bila sebelumnya mengajukan permohonan untuk itu kepada Direktur Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual dan selanjutna akan diberikan surat keterangan pemakai terdahulu. Dari pengertian paten yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, dapat diketahui bahw objek paten adalah hasil penemuan yang diistilahkan dengan invensi. Undang-undang ini menggunakan terminologi invensi untuk penemuan, dengan alasan istilah invensi berasal dari invention yang secara khusus dipergunakan dalam kaitannya dengan paten. 23 Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah: 24 Termasuk dalam pengertian penemuan misalnya menemukan benda yang tercecer, sedangkan istilah invensi dalam kaitannya dengan Paten adalah hasil serangkaian kegiatan sehingga tercipta sesuatu yang baru atau tadinya belum 23 Rachmadi Usman, op. cit., hl. 206. 24 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2004, hal. 128. Amelya Zuharni: Perlindungan Hukum Pemilik Paten Dalam Lisensi Wajib, 2008. USU e-Repository © 2008 ada tentu dalam kaitan hubungan antara manusia, dengan kesadaran bahwa semuanya tercipta karena Tuhan. Dalam bahasa Inggris juga dikenal antara lain kata-kata to discover, to find, to get, kata-kata itu secara tajam berbeda artinya dari to invent dalam kaitannya dengan Paten. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, mengenai invensi yang dapat diberi Paten, mengadung 3 tiga unsur, yaitu: 1 Invensi yang baru, 2 Mengandun langkah inventif, dan 3 Bidang industri. Ketentuan Pasal 2 ayat 2 menyatakan suatu invensi mengandung langkah inventif jika invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapa diduga sebelumnya. Ketentuan Pasal 2 ayat 3 ditentukan penilaian suatu invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya harus dilakukan dengan memperlihatkan keahlian yang ada pada saat permohonan diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam hal permohonan itu diajukan dengan hak prioritas. Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten: 1 Suatu Invensi dianggap baru jika pada Tanggal Penerimaan, Invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya. 2 Teknologi yang diungkapkan sebelumnya, sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah teknologi yang telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau melalui peragaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan Invensi tersebut sebelum: a. Tanggal Penerimaan; atau b. tanggal prioritas. 3 Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mencakup dokumen Permohonan yang diajukan di Indonesia yang dipublikasikan pada atau setelah Tanggal Penerimaan yang pemeriksaan substantifnya sedang dilakukan, tetapi Tanggal Penerimaan tersebut lebih awal daripada Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas Permohonan. Selanjutnya ditegaskan lagi dalam Pasal 7, bahwa Paten tidak diberikan untuk Invensi tentang: a. proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan; b. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan danatau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia danatau hewan; c. teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau d. i. semua makhluk hidup, kecuali jasad renik; ii. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis. Amelya Zuharni: Perlindungan Hukum Pemilik Paten Dalam Lisensi Wajib, 2008. USU e-Repository © 2008 Jangka waktu paten sesuai Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, diberikan untuk jangka waktu 20 dua puluh tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu Paten dicatatkan dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. Hak paten sebagai hak milik dapat dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian melalui pewarisan, hibah, wasiat, maupun dengan cara perjanjian atau dengan cara lain yang dibenarkan oleh undang-undang. Pengalihan hak paten dapat dilakukan kepada perorangan maupun kepada badan hukum. Pengalihan hak dari pemegang paten kepada pihak lain adalah melalui lisensi, yaitu pemberi lisensi licensor memberikan hak kepada pihak penerima lisensi licensee untuk melaksanakan kewenangan yang dimiliki oleh pemilik paten atau licensor melalui perjanjian lisensi. 25 Dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten ditentukan bahwa pengalihan hak paten tidak menghapus hak penemu hak inventor untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya dalam paten yang bersangkutan. Hak tersebut merupakan hak moral moral right. 26 Ada kemungkinan licensee memiliki semua kewenangan yang dimiliki licensor melalui modifikasi pembuatan, penjualan dan penggunaan barang-barang yang diberi paten dengan perjanjian secara eksklusif atau perjanjian lisensi noneksklusif. Menurut Pasal 19 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, pemegang paten wajib melaksanakan patennya di wilayah Republik Indonesia. Akan tetapi pemegang paten berhak mengalihkan kepemilikan patennya melalui lisensi. 27 Ada 3 tiga macam lisensi yang sering ditemui dalam praktek, yaitu: 28 a. Lisensi eksklusif Dalam perjanjian ini hanya pemegang lisensi yang boleh menjalankan atau menggunakan invensi yang dipatenkan. Setelah menyetujui perjanjian ini, pemegang paten pun tidak lagi berhak menjalankan invensinya. Inilah yang dimaksud dengan ”kecuali diperjanjikan lain” 25 Andirana Krisnawati dan Gazalba Saleh, Perlindungan Hukum Varietas Baru Tanaman Dalam Perspektif Hak Paten dan Hak Pemulia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 21. 26 Muhammad Djumhana dan R. Djubedillah, Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2003, hl. 127. 27 Pasal 69 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 28 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Cetakan ke-1, Alumni, Bandung, 2002, hal. 200. Amelya Zuharni: Perlindungan Hukum Pemilik Paten Dalam Lisensi Wajib, 2008. USU e-Repository © 2008 b. Lisensi Tunggal Dalam perjanjian ini pemegang paten mengalihkan patennya kepada pihak lain, tetapi pemegang paten tetap boleh menjalankan haknya sebagai pemegang paten. c. Lisensi non eksklusif. Melalui perjanjian ini pemegang paten mengalihkan kepemilikannya kepada sejumlah pihak dan juga tetap berhak menjalankan atau menggunakan patennya. Di samping lisensi umum yang terbentuk karena kesepakatan antara licensor dengan lisensee, maka dalam dikenal pula lisensi wajib yang terjadi karena keputusan pemerintah atas dasar permohonan pihak lain. Dalam ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten disebutkan, lisensi wajib adalah lisensi untuk melaksanakan Paten yang diberikan berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal atas dasar permohonan. Ketentuan lisensi ajib dikenal Konvensi Paris Pasal 5 ayat 2 Art of London yang menyatakan bahwa tiap negara anggota berhak untuk menentukan dalam perundang- undangan nasionalnya bahwa penyalahgunaan hak pemegang paten ini, misalnya karena tidak melakukan pelaksanaan hak patennya, dapat dihindarkan, antara lain dengan memberikan lisensi wajib kepada pihak lain. Akan tetapi ditentukan bahwa pemberian lisensi wajib itu tidak boleh diadakan lebih cepat dari 3 tiga tahun setelah hak paten ini diberikan dan pihak pemegang hak paten tidak dapat memberikan alasan yang sah mengapa tidak dapat menggunakannya. Dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, ditentukan setiap pihak dapat mengajukan permohonan lisensi-wajib kepada Direktorat Jenderal untuk melaksanakan Paten yang bersangkutan setelah lewat jangka waktu 36 tiga puluh enam bulan terhitung sejak tanggal pemberian Paten dengan membayar biaya. Permohonan lisensi-wajib hanya dapat dilakukan dengan alasan bahwa Paten yang bersangkutan tidak dilaksanakan atau dilaksanakan tidak sepenuhnya di Indonesia oleh Pemegang Paten. Permohonan lisensi-wajib dapat pula diajukan setiap saat setelah Paten diberikan atas alasan bahwa Paten telah dilaksanakan oleh Pemegang Paten atau Penerima Lisensi dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat.

2. Konsepsi