II. HAK EKSKLUSIF ATAS PATEN BAGI PEMEGANG LISENSI WAJIB
Hak Kekayaan Intelektual HKI sebagai rezim kepemilikan dengan pemberian Hak eksklusif exclusive right bukan bersifat tanpa batas. Article 30 TRIP
menetapkan adanya perkecualian dari hak eksklusif Paten yakni: Member may provide limited exception to the exclusive rights conferred by a
patent,provided that such exceptions do not unreasonably conflict with a normal exploitation of the patent and do not unreasonably prejudice the
legitimate interests of the patent owner taking into account of the legitimate interests of third party.
Negara boleh mengatur perkecualian secara terbatas hak eksklusif yang lercakup dalam Paten, asalkan perkecualian tersebut tidak secara tanpa alasan yang sah
bertentangan dengan eksploitasi normal Paten dan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang paten, serta dengan tetap memperhitungkan kepentingan pihak
ketiga.
Salah satu wujud pembatasan hak eksklusif paten adalah aturan mengenai lisensi wajib compulsory license. Lisensi wajib dalam hal ini dapat diberikan pada
dua kategori pengguna yakni Pemerintah atau badan Pemerintah atau pihak ketiga yang diberi kewenangan oleh Negara dan pihak ketiga pribadi lainnya.
Perbedaannya didasarkan pada sifat alamiah lisensi dan bukan dari tujuan penggunaan. Sesungguhnya secara alamiah sangat tidak relevan menetapkan
persyaratan untuk lisensi, seperti jangka waktu dan royalti, Pemerintah dapat membebankan adanya lisensi wajib pada situasi dan kondisi yang khusus dengan
perkecualian dan apabila ada alasan yang serius untuk membenarkan adanya lisensi wajib.
Dalam kaitannya dengan ketentuan Article 7 TRIPs dan dengan memperhitungkan Paragraph 4 Preamble TRIPs, maka keseimbangan antara hak dan
kewajiban tidak dapat diperoleh melalui pengurangan hak pemegang hak Paten tanpa penambahan kepentingan kolektif masyarakat luas. Artinya hak individual dari
pemegang paten tidak boleh dikurangi untuk kemanfaatan individu yang lain, hanya kepentingan sosial dan kolektiflah yang dapat membenarkan pembebanan lisensi
wajib.
Menurut Rahmi Jened:
40
Persyaratan lisensi wajib, pertama, Article 27 TRIPs secara implisit mengisyaratkan bahwa Pemerintah tidak boleh membebankan lisensi wajib
40
Rahmi Jened, Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Eksklusif, Airlangga Universty Press, Surabaya, 2007, hal. 142
Amelya Zuharni: Perlindungan Hukum Pemilik Paten Dalam Lisensi Wajib, 2008. USU e-Repository © 2008
berdasarkan alasan kurangnya pekerjaan di wilayah setempat atau lokal. Oleh karena itu, pemegang Paten dapat mengimpor produk yang dipatenkan,
termasuk mengimpor produk yang dibuat dengan proses yang telah dipatenkan. Kedua, lisensi wajib tidak boleh diberikan hanya karena alasan bahwa
pemegang Paten telah menolak memberikan lisensi pada pihak ketiga, karena esensi dari hak eksklusif Paten adalah memang untuk mengecualikan pihak
ketiga yang tanpa seizinnya melaksanakan haknya dan menggunakan invensinya. Mengingkari hak ini berarti merusak hak eksklusif Paten tersebut dan
hal ini bertentangan dengan tujuan dari standar yang ditetapkan dalam TRIPs. Jadi jika pemegang Paten tidak diberikan hak untuk menolak atau memberi
izin pihak lain melalui perjanjian lisensi, maka kewajiban lisensi wajib tidak ada artinya. Justru aturan lisensi wajib ada karena penerima lisensi prospektif sebelumnya
telah mencoba memperoleh lisensi secara sukarela voluntary license, namun ditolak karena tidak sesuai dengan kehendak pemegang Paten. Untuk itu pihak ketiga ini
dapat meminta intervensi pemerintah untuk dapat diberikan lisensi wajib. Namun pihak ketiga ini harus berupaya untuk memperoleh lisensi sukarela dahulu, sebelum
mengajukan lisensi wajib. Pihak ini juga harus pernah menawarkan persyaratan perjanjian yang layak dalam jangka waktu yang layak dan dengan manfaat komersial
yang layak. Waktu yang layak yang ditetapkan Negara anggota lazimnya 90 hari atau 6 enam bulan bagi pemegang Paten untuk menanggapi upaya pengajuan lisensi ini.
Alasan khusus lisensi wajib adalah:
41
a. Untuk memulihkan hak setelah proses hukum atau administratif yang menetapkan adanya praktik yang bersifat antipersaingan Article 31 k;
b. Untuk mengizinkan pengeksploitasian Paten yang tidak dapat dieksploitasi tanpa melanggar paten pihak lain Article 311;
c. Untuk mencegah penyalahgunaan hak pemegang Paten yang diakibatkan dari pelaksanaan hak eksklusifnya Article 5A 2 dan 3 Paris
Convention; d. Untuk mengurangi ketiadaan atau tidak tercukupinya pelaksanaan invensi
yang dipatenkan Article 5A2 dan 3 Paris Convention; e. Untuk kepentingan masyarakat antara lain, sesuai dengan kebutuhan
mendesak suatu Negara atau situasi dan kondisi ekstrem lainnya atau kepentingan masyarakat yang tidak untuk penggunaan komersial Article
31 b TRIPs.
Negara anggota WTO tidak diizinkan untuk menetapkan blanket license dalam ketentuan hukum nasional mereka. Oleh karena itu, lisensi wajib tidak dapat
diberikan secara otomatis dan ex officio untuk bidang teknologi tertentu.
41
Ibid., hal. 143.
Amelya Zuharni: Perlindungan Hukum Pemilik Paten Dalam Lisensi Wajib, 2008. USU e-Repository © 2008
Beberapa Negara anggota menetapkan bahwa masalah kesehatan dan nutrisi merupakan area yang sejalan dengan kepentingan publik, sebenarnya tidak salah,
namun menjadi masalah ketika dikaitkan dengan produk farmasi. Dalam Doha Declaration sebagai tindak lanjut TRIPs yang terkait dengan Akses Kesehatan pada
tahun 2002, ditetapkan bahwa setiap Negara anggota memiliki hak untuk menetapkan apa yang dianggap sebagai keadaan darurat emergency atau situasi dan kondisi
lain yang bersifat amat mendesak extreme urgency. Hal yang dapat dianggap sebagai darurat nasional” mencakup krisis kesehatan masyarakat, termasuk di
dalamnya HIVAIDS, TBC
y
malaria dan penyakit menular epidemic lainnya. Dengan demikian, jika semua masalah krisis kesehatan masyarakat membenarkan adanya
lisensi wajib karena hal itu menyangkut kepentingan publik. namun sebaliknya tidak semua krisis kesehatan publik membenarkan pengecualian persyaratan Article 31 b
dari negosiasi lisensi sebelumnya. Dalam kasus penggunaan masyarakat untuk kepentingan yang bersifat non-komersial. pemegang Paten memiliki hak untuk
diinformasikan penggunaan oleh pemerintah atau pihak lain hanya jika keberadaan Paten diketahui tanpa adanya kebutuhan penelusuran Paten.
42
Hukum nasional suatu Negara dapat mensyaratkan agar invensi yang telah diberikan Paten wajib dilaksanakan di Negara yang bersangkutan. Namun demikian
pemegang Paten harus diizinkan untuk dibebaskan dirinya dari kewajiban tersebut melalui importasi barang yang dipatenkan termasuk barang yang dihasilkan dengan
proses yang dipatenkan. Sebagaimana halnya dengan undang-undang paten lainnya di dunia, Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten mengatur mengenai peralihan kepemilikan paten sebagai suatu kewajiban lisensi wajib. Permohonan lisensi wajib
paten dapat diajukan ke Dirjen HKI jika paten yang bersangkutan tidak dilaksanakan di Indonesia oleh pemegang paten padahal kesempatan untuk melaksanakannya
secara komersial sepatutnya ditempuh, atau telah dilaksanakan oleh pemegang paten dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat.
43
Pasal 80 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten ditentukan bahwa pemberian lisensi wajib tersebut harus dicatat dalam Daftar Umum Paten dan
kemudian diumumkan dalam Berita Resmi Paten, setelah dibayarnya biaya-biaya yang diperlukan untuk itu. Pelaksanaan lisensi wajib dianggap sebagai pelaksanaan
paten.
42
Ibid., hal. 143-144.
43
Tim Lindsey, dkk., op. cit., hal. 201.
Amelya Zuharni: Perlindungan Hukum Pemilik Paten Dalam Lisensi Wajib, 2008. USU e-Repository © 2008
Selanjutnya pembatalan lisensi wajib untuk paten hanya dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI bila ada permohonan dari pemegang paten yang
bersangkutan berdasarkan alasan tertentu yang disebutkan dalam Pasal 83, yaitu: 1
Atas permohonan Pemegang Paten, Direktorat Jenderal dapat membatalkan keputusan pemberian lisensi-wajib sebagaimana dimaksud
dalam Bab V Bagian Ketiga Undang-undang ini apabila: a. alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian lisensi-wajib tidak ada lagi;
b. penerima lisensi-wajib ternyata tidak melaksanakan lisensi-wajib
tersebut atau tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera melaksanakannya;
c. penerima lisensi-wajib tidak lagi mentaati syarat dan ketentuan lainnya termasuk pembayaran royalti yang ditetapkan dalam pemberian
lisensi-wajib. 2 Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dicatat dan diumumkan.
Menurut Pasal 84, lisensi wajib berakhir dengan selesainya jangka waktu yang ditetapkan atau karena pembatalan. Dengan berakhirnya lisensi wajib, penerima
lisensi wajib berkewajiban untuk menyerahkan kembali lisensi yang diperolehnya. Selanjutnya, Direktorat Jenderal HKI akan mencatat dan mengumumkan lisensi wajib
yang telah berakhir itu. Dengan demikian, berakhirnya suatu lisensi wajib karena selesainya jangka waktu pemberian lisensi wajib atau pemberian lisensi wajib
dibatalkan oleh Direktorat Jenderal HKI. Pasal 85 menegaskan, bahwa berakhir atau batalnya lisensi wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 atau Pasal 84, maka
berakibat pulihnya hak pemegang atas paten yang bersangkutan terhitung sejak tanggal pencatatannya.
Kemudian dalam Pasal 86 dinyatakan lisensi wajib tidak dapat dialihkan, kecuali karena pewarisan. Lisensi wajib yang beralih karena pewarisan tetap terikat
oleh syarat pemberiannya dan ketentuan lain terutama mengenai jangka waktu, dan harus dilaporkan kepada Direktorat Jenderal HKI untuk dicatat dalam Daftar Umum
Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
III. SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PERALIHAN HAK PATEN MELALUI LISENSI WAJIB