Gambar 2.2 Rule of Nine
Sumber: Management of Burns in the Community 2009
2.1.2.2 Penyembuhan luka
Sel-sel didalam tubuh kita dapat beregenerasi sendiri, namun kemampuannya dalam beregenasi berbeda-beda tergantung jenis selnya. Sel-sel
dapat dengan cepat melakukan regenerasi karena termasuk dalam siklus normalnya seperti sel pada epitel, sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sementara
itu, sel-sel ada juga yang dapat beregenerasi namun hanya mampu mempertahankan bentuk dari sel-sel dasarnya, contohnya sel-sel hati, epitel
tubulus ginjal dan tulang. Sedangkan sel-sel permanen tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan regenerasi, seperti sel pada neuron-neurom sistem
saraf pusat, glomerulus ginjal dan otot jantung, sehingga dalam melakukan perbaikan dengan cara pembentukan jaringan parut.
14, 15
Selain itu juga peningkatan aliran darah ke daerah yang mengalami kerusakan, membantu untuk membersihkan sel dan benda asing yang mungkin
ada didaerah luka, ini merupakan tahap awal dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan luka ini dapat dibantu dengan perawatan, seperti melindungi area
luka tersebut dan menjaga kebersihannya.
14,15
Berdasarkan Wound Healing Society WHS, penyembuhan luka adalah suatu yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian kontuinitas
dan fungsi anatomi. Berdasarkan WHS ini kriteria ideal dari penyembuhan luka adalah kembali normalnya struktur, fungsi dan anatomi kulit. Lamanya
penyembuhan tergantung dari tipe luka, luas luka, faktor eksogen dan endogen. Dalam penyembuhan ada dua tipe, yaitu :
Penyembuhan primer atau healing by first intention yakni penyembuhan luka insisi yang tepi dari lukanya dapat didekatkan. Tepi luka awalnya ditahan
oleh bekuan darah atau dengan jahitan. Terjadi respon peradangan akut dibentuk pada jaringan di sebelahnya yang menimbulkan pertumbuhan
jaringan granulasi ke darah dalam beberapa hari. Pada stadium ini terjadi terjadi regenerasi epidermis. Kemudian terjadi regenerasi epidermis sempurna
dan parut dermis yang padat. Penyembuhan dengan granulasi atau healing by second intention yakni kulit
yang mengalami luka, bagian tepinya tidak bisa saling direkatkan selama proses penyembuhan. Prosesnya hampir sama terjadi pada penyembuhan
primer namun melibatkan regenerasi epitel yang lebih luas dan pembentukkan jaringan parut yang lebih banyak. Penyembuhan dapat berlansung dibawah
keropeng atau tidak. Hasilnya terjadi sebuah parut besar dan bagian epidermis baru yang tidak berambut dan apendiks kulit yang lain.
14
Setelah terjadi suatu cedera maka akan terjadi berbagai macam proses. Berikut ini yang terjadi selama proses penyembuhan:
Luka insisi Perdarahan, hemostasis, pembentukkan bekuan- permukaan menjadi kering,
membentuk keropeng Respon peradangan akut
Kontraksi tepi luka Debridemen – pembersihan darah dan debris oleh fagosit
Stadium organisasi atau proliferasi, membentuk jaringan granulasi untuk
mengisi luka pembentukkan pucuk kapiler dari angioblas, kolagen dari fibroblas, dan migrasi sel-sel epitel dari tepi luka dibawah keropeng menuju
tengah luka
Maturasi kolagen dan kontaksi parut Remodeling parut
14
Gambar 2.3 Tahap penyembuhan luka primer dan sekunder
Sumber: Buku ajar patologi Robbins 2012
Dalam penyembuhan primer dan sekunder memiliki berbagai macam perbedaan dalam hal:
Jaringan granulasi akan terbentuk lebih besar dan dalam jumah yang banyak pada proses penyembuhan sekunder. Terbentuknya jaringan granulasi ini
berbanding lurus dengan massa jaringan parut yang akan terbentuk.
Pada penyembuhan sekunder terjadi proses atau fenomena kontraksi luka. Proses ini berasal dari miofibroblas yaitu fibroblas yang berubah menjadi
berbagai gambaran ultra struktural dan fungsional sel otot polos kontraktil Terjadi kerusakan jaringan yang luas sehingga terdapat dalam jumlah yang
banyak dari debris, eksudat dan fibrin. Faktor ini akan mengakibatkan reaksi peradangan menjadi hebat sehingga bisa menjadi cedera sekunder. Proses ini
terjadi secara intrinsik
15
2.1.2.3 Epitelisasi